Anda di halaman 1dari 27

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Anatomi duodenum

Duodenum berasal dari kata dodekodoktulos (=duabelas jari) yang

embriologisnya berasal dari foregut dan midgut. Panjangnya kurang lebih

sama dengan lebar duabelas jari tangan (dua puluh lima sampai tiga puluh

sentimeter) yang dijejerkan, mempunyai bentuk seperti huruf C yang

melengkung mengelilingi kaput pankreas.10

Duodenum terdiri dari empat bagian yaitu:

o pars superior

o pars descendens

o pars inferior

o pars ascendens

Sekitar dua sampai lima sentimeter bagian pertama pars superior

duodeni tertutup oleh peritoneum. Omentum minus melekat pada bagian

atas pars superior dan omentum majus pada bagian bawahnya. Dengan

adanya ligamentum hepatoduodenale maka bagian pertama pars superior

7
8

duodeni terletak pada intraperitoneal sedangkan pada bagian yang lain

terletak retroperitoneal sekunder.

2.1.1.1. Pars superior duodeni. Panjangnya dua setengah sampai lima

sentimeter. Bagian proksimal pars superior duodeni disebut

duodenal cap karena lipatan mucosanya sedikit sehingga pada

pemeriksaan radiografi, permukaanya tampak licin. Bagian ini

mudah bergerak mengikuti perubahan letak pylorus, karena

mempunyai mesenterium yang berupa ligamentum

hepatoduodenale. Setengah bagian distal tidak mempunyai

mesenterium sehingga sukar bergerak.

2.1.1.2. Pars descendens duodeni. Panjangnya delapan sampai sepuluh

sentimeter, berjalan vertikal ke bawah di depan hilum renale

kanan, pada sisi kanan vertebra lumbale kedua dan ketiga. Bagian

ini mempunyai lipatan mukosa yang lebih tebal. Dibagian anterior,

pars descendens duodeni berhubungan dengan vesica fellea, lobus

hepatis dexter, colon transversum, intestinum tenue. Dibagian

posterior terdapat ureter kanan hilum renale kanan; disebelah

lateral berhubungan dengan colon ascendens,flexura coli

dextra,dan lobus hepatis dexter, sedangkan disebelah medial

dengan caput pancreatis. Ductus pancreaticus, bersama dengan


9

ductus choledochus menembus dinding duodenum. Pada bagian

posteromedial terdapat muara bersama dari ductus pancreaticus

dan ductus choledochus dengan membentuk ampulla

hepatopancreatica yang kemudian bermuara ke duodenum .

Muara ini tampak berupa tonjolan yang disebut papilla duodeni

major (Vater). Kadang kadang didapatkan masing masing saluran

tersebut terdapat spinchter odii yang dapat mengatur cairan

empedu dan cairan pancreas. Ductus pancreaticus accesorius

bermuara pada duodeni minor, yang letaknya sekitar dua

sentimeter disebelah atas papilla duodeni major.

2.1.1.3 Pars inferior duodeni. Panjangnya pars inferior duodeni bervariasi

antara lima sampai delapan sentimeter,berjalan horizontal ke arah

kiri pada bidang subcostalis dibawah caput pancreatis setinggi

vertebra lumbalis ke tiga. Arteria mesenterica superior dan vena

mesenterica superior yang terletak didepannya dapat menekan

duodenum dan keadaan demikian dapat menyebabkan obstruksi

pada duodenum. Hal ini mungkin terjadi pada orang yang

melakukan diet sangat ketat dan pada penyakit yang berat, yang

menyebabkan hilangnya jaringan lemak di dalam mesenterium

yang membungkus pembuluh darah tersebut.


10

2.1.1.4. Pars ascendens duodeni. Bagian ini mempunyai panjang dua

setengah sampai lima sentimeter, membelok keatas dan ke depan

sampai menjadi flexura duodenojejunalis. Didaerah ini terdapat

ligamentum suspensorium duodeni (Treitz) yang terdiri dari otot

polos dan jaringan elastik berbentuk seperti segitiga yang berjalan

di bagian belakang duodenum menuju crus dextrum dari

diaphragma. Ligamentum ini memperkuat bagian akhir duodenum

dan dapat menjadi tanda pada waktu melakukan pembedahan

karna dapat diraba. Mucosa bagian pertama duodenum halus dan

rata,sedangkan bagian selanjutnyalebih kasar dan tebal,disebut

plica semicircularis (Kerckring).

2.1.2 Fungsi duodenum

Duodenum masih berfungi untuk pencernaan dimana chyme yang

masuk akan dicampur dengan sekresi dari hepar dan pankreas bersama

enzim yang disekresi oleh duodenum sendiri. Duodenum turut mengatur

pengosongan gaster dan vesica fellea antara lain dengan cara mengeluarkan

hormon enterogastrone yang kerjanya menghambat peristaltik gaster dan

juga menghasilkan cholecystokinin yang merngsang kontraksi dari vesica

fellea.
11

2.1.3 Pembuluh darah

Bagian proximal duodenum mendapat darah dari cabang arteria

coeliaca yaitu arteri gastrica dextra dan arteria gastroduodenalis. Dari arteri

gastroduodenalisdipercabangkan arteria pancreaticoduodenalis superior.

Bagian distal duodenum mendapat darah dari cabang arteria mesenterica

superior yaitu arteri pancreaticoduodenalis inferior. Pembuluh darah yang

mensuplai darah untuk bagian pertama duodenum dan bagian akhir gaster

kurang banyak,sehingga bagian duodenum ini diangkat pada

pembedahan,maka bagian akhir gaster akan kekurangan darah sehingga

harus ikut dipotong. Berlainan dengan bagian proximal , supali darah untuk

pars descendens dudeni dan pars inferior duodeni sangat banyak. Darah

vena pada akhirnya akan dialirkan ke vena portae hepatis. Karena letak

duodenum yang sebagian besar retroperitoneal,maka ada anastomasis

transperitoneal melalui vena Retzius dengan sistem vena umum pada

dinding tubuh.

2.1.4 Persarafan

Duodenum mendapatkan persaraan saraf parasimpatis dari nervus

vagus melalui plexus coeliacus dan persarafan simpatis melalui nervus

splanchnicus major,ganglia coeliaca dan plexus coeliacus. Rasa nyeri dari

pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disalurkan melalui


12

nervus splanchnicus major yang mempunyai hubungan dengan saraf spinal

dari segmenta thoracicae tujuh sampai sembilan yang mengurus

epigastrium.

Gambar anatomi duodenum 2.1.

2.2 Fisiologi Duodenum

Pencernaan makanan ialah suatu proses biokimia yang bertujuan untuk

mengolah makanan yang dimakan menjadi zat zat yang mudah di serap oleh

selaout selaput lendir usus, bilamana zat zat tersebut di perlukan oleh badan.

Proses biokimia tersebut agar dapat berlangsung secara optimal dan efesien harus

dipengaruhi oleh enzim enzim yang dikeluarkan oleh traktus digestivum sendiri.
13

Agar supaya enzim enzim tersebut dapat mempengaruhi proses pencernaan

secara optimal dan efesien, maka enzim tersebut harus mempunyai kontak yang

baik dengan makanan yang dimakan.

- Proses pengunyahan

- Proses penelanan

- Proses pencairan dan perncernaan

- Proses penyerapan

Proses penyerapan terutama terjadi di usus halus (intestinum). Dari tiga

intestinum yang paling aktif untuk melakukan absorpsi KH,fat,protein terutama

di duodenum dan bagian atas jejenum. Karena harus melalui dinding lumen maka

zat makanan harus dalam bentuk larutan atau dalam bentuk molekul yang sekecil

kecilnya. Penghancuran tersebut dapat dilakukan secara mekanik oleh enzim.

Agar absorpsi dapat berjalan cepat dan sempurna, maka permukaan usus harus

seluas luasnya. Hal ini terjadi karena mukosa usus berlipat lipat (plika sirkularis)

dan adanya vili intetinalis.

Absorpsi makanan dapat terjadi secara pasif dan aktif

a. Absorpsi pasif terjadi karena difus, perbedaan kepekatan bahan dalam lumen

dan melliu interium dan sebagainya

Ada macam macam diantaranya:

- Simple diffusion
14

- Exchange diffusion

- Dan lain lain

b. Absorpsi aktif

Bagaimana terjadinya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas.

Absorpsi dan pencernaan makanan, elektrolit dan cairan terjadi terutama di

duodenum dan bagian atas jejunum.

2.3. Histologi Duodenum

Ciri khas pada bagian pertama usus halus yaitu duodenum,adalah adanya

kelenjar duodenal (Brunner) yang tubulo alveolar bercabang didalam submukosa.

Duktus ekskretorius kelenjar ini menembus mukosa muskularis dan

mencurahkan sekretnya ke dalam lumen duodenum pada dasar kelnjar intestinal.

Fungsi utama kelenjar duodenal adalah melindungi mukosa duodenum terhadap

isi gaster yang sangat korosif. Fungsi ini terlaksana dengan menghasilkan mukus

dan ion ion bikarbonat yang alkalis yang menetralkan chymus asam yang

memasuki duodenum dari lambung. Kelenjar duodenal mencurahkan sekretnya

ke dalam lumen sebagai respon atas masuknya chysmus asam dan terhadap

rangsangan parasimpatis melalui nervus vagus.

Sekret alkalis ini juga membantu kerja enzim pencernaan. Kelenjar duodenal

juga menghasilkan hormon polipeptida disebut urogastron. Hormon ini


15

mengahambat sekret HCL oleh sel parietal gaster dan meningkatkan poliferasi

epitel pada usus halus.

Lapisan dinding duodenum:

1. Tunica mukosa

a. Pada Tunica mukosa terlihat vili intestinal (Vi) yang menonjol kearah

lumen yang diliputi oleh epitel selapis silindris yang bermikrovili.

Diantara sel epitel dapat terlihat sel piala (Gc) yang berwarna pucat.

b. Diantara vili intestinal terdapat lekukan yang merupakan kripta yang

melanjutkan diri menjadi glandula lieberkuhn. Sebagai kelenjar ada

yang terpotong melintang. Tunica muskularis terlihat lebih tebal daripada

dinding lambung.

2. Tunika submukosa

a. Didalamnya terdapat kjelenjar yang disebut glandulua duodenalis

bruneri,kelenjar ini berbentuk tubuler bercabang dengan ujungnya

bergulung. Sel epitel kelenjar kuboid. Inti gepeng di bagian basal. Lipatan

tunika submukosa disebut plika sirkularis Kercking.

3. Tunika muscularis

a. Stratum sirkuler, terdiri atas serabut serabut otot melingkar, pada

perbatasan dengan lambung membentuk sfingter pilori.

b. Stratum longitudinal, terbentuk oleh serabut serabut otot yang memanjang

disebelah luar.
16

4. Tunika adventitia

a. Terdiri dari jaringan pengikat longgar, yang sebagian dilapisi mesotel

sehingga disebut tunika serosa.

Gambar histologi duodenum 2.2.

Stained with haemotoxylin and eosin

1. Tunica mucosa

2. Tunica submukosa

3. Tunica muscularis propria

4. Tunica serosa

5. Villi

6. Glands(crypts) in the lamina propria of the mucosa

7. Glands in the tunica submucosa (brunners glands)


17

Sumber: http://www.Histol-Chuvashia.Com/atlas-en/digest

Gambar histologi duodenum 2.3.

Stained with haematoxylin and eosin

1. Tunica mucosa

2. Tunica submucosa

3. Tunica muscularis propria

4. Tunica serosa

5. Villi

6. Glands (crypts) in the lamina propria of the mucosa

7. Glands in the tunica submucosa (Brunners glands)


18

Efisiensi fungsi penyerapan usus halus ditingkatkan oleh sejumlah

perubahan yang meningkatkan permukaan total mukosa, yang paling mencolok

adalah plika sirkularis ( Valvula Kerkring ) sebagai lipatan lipatan setengah

lingkaran sampai dua pertiga lingkaran lumen, cara kedua adalah banyaknya vili

intestinalies, paling banyak di duodenum dan yeyenum proksimal, seperti pada

lambung , epitel pelapis saluran cerna ditutupi selapis mukus pelumas dan

pelindung.11

Sel sel epitel usus memiliki kemampuan luar biasa untuk menutupi

robekan pada membrannya agar tetap hidup, epitel usus halus normalnya diganti

baru seluruhnya dalam 3-6 hari, dan jangka hidup sel Goblet usus hanya 4-6 hari

(waktu yang diperlukan untuk berdiferensiasi dalam kriptus , bergeser ke atas

villi dan dilepaskan pada ujung villus, jadi dalam satu siklus sel Goblet terus

bersekresi selama satu siklus sekresi ( cell turnover).12

Jalannya peristiwa ini dapat berubah oleh iritans yang meningkatkan

kecepatan pelepasan mukus.

2.4. Patologi Duodenum

Rangsangan berbahaya tidak perlu bersifat mematikan (lethal). keparahan

atau durasi jejas yang terbatas memungkinkan sel dan jaringan ke kondisi normal

semula. Yang sama pentingnya pada keseimbangan ketahanan hidup adalah

kemampuan sel yang mengalami jejas dapat berespon dan beradaptasi terhadap

jejas. Jalur dan gambaran kematian sel terlebih dahulu yang harus ketahui adanya
19

perubahan adaptif bahwa sel dan jaringan mengalami hal seperti itu sebagai

respon terhadap ganguan fisiologi dan patologi.13

Adaptasi seluler terhadap jejas, meskipun dalam keadaan normal sel harus

secara konstan beradaptasi terhadap perubahan di lingkungan nya. Adaptasi

fisiologi ini biasanya mewakili respon sel terhadap perangsangan normal oleh

hormon atau mediator kimiawi endogen.13

Ketidakseimbangan antara faktor faktor agresif (zat asam dan pepsin) dan

faktor faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa duodenum menyebabkan

terjadinya peradangan.

Asam yang bersifat korosif ini yang merupakan faktor terpenting dalam

menimbulkan kerusakan mukosa duodenum

Beberapa tanda terjadinya peradangan pada usus yaitu vili usus menjadi lebih

panjang, dinding usus menebal. Berdasarkan gambaran histopatologi,pada

peradangan akut terjadi edema di lamina propria disertai infiltrasi leukosit dalam

jumlah yang ringan dan lebih didominasi oleh neutrofil.14

Selain itu ruang antar vili dan kripta menjadi lebih besar karena berisi leukosit

dan sel debris.14 Dalam beberapa kasus,dapat terjadi inflamasi akut dan kronis

secara bersamaan desertai kematian jaringan.

Peradangan dapat menyebabkan terjadinya erosi dan ulser di usus. Istilah erosi

digunakan untuk menggambarkan kerusakan epitel usus pada fokus tertentu

tanpa disertai hilangnya lapisan muskularis mukosa.15


20

Ulser digunakan untuk menggambarkan hilangnya epitel usus pada fokus

tertentu tanpa disertai hilangnya muskularis mukosa atau bahkan lebih dalam

lagi.15

Lesi ulser biasanya terjadi pada lapisan submukosa atau mukosa dan

kadangkala disertai edema. Pada tepi ulser biasanya terjadi hiperplasia epitel

mukosa.15

2.4.1.Hiperplasia

Merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.

Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering terjadi secara bersamaan

dalam jaringan sehingga keduanya bereperan terhadap penambahan ukuran

organ secara menyeluruh. Namun demekian, pada kondisi tertentu, bahkan

sel yang secara potensial sedang membelah seperti epitel sel usus ,

mengalami hipertrofi tetapi tidak hiperplasia.13

Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik

dibagi terdiri dari Hiperplasia humoral dan hiperplasia kompensatoris.

Hiperplasia juga merupakan respon kritis sel jaringan ikat pada

penyembuhan luka; pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor

pertumbuhan dan pembuluh darah berproliferasi untuk mempermudah

perbaikkan.13

Pada hiperplasia humoral jika rangsangan faktor hormonal atau faktor

pertumbuhan menghilang,hiperplasia pun menghilang. Hal tersebut yang

membedakkannya dengan kanker; sel akan terus tumbuh walaupun tidak


21

ada rangsangan hormonal. Namun hiperplasia patologik merupakan tanah

yang subur, yang akhirnya dapat muncul proliferasi kanker.13

2.4.2. Nekrosis

Tingkat keparahan respon inflamasi, penyebab spesifiknya, dan

jaringan khusus yang terlibat,semuanya dapat mengubah gambaran

morfologi dasar inflamasi akut dan kronik. Jejas sel ireversibel-Nekrosis

menunjukan perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada

jaringan hidup.13 Seperti yang sering digunakan,nekrosis merupakan

korelasi makroskopik dan histologik kematian selyang terjadi dilingkungan

cedera.13 Berdasarkan tingkat keparahan nekrosis pada sel epitel dibagi

menjadi dua yaitu erosi dan ulserasi. Erosi dimana nekrosis tidak sampai

ke muskularis mukosa dan submukosa sedangkan pada ulserasi

menunjukkan tempat inflamasi yang permukaan epitelnya telah menjadi

nekrotik dan terkikis, sering kali karena inflamasi akut dan inflamasi kronis

subepitel.13 Ulserasi dapat terjadi karena cedera toksik atau cedera

traumatik pada permukaan epitel.13

2.5. Tikus Putih (Rattus novergicus L.) Jantan Galur Wistar

Tikus mempunyai potensi berkembang biak yang sangat besar. Seekor

betina mampu melahirkan 10-12 ekor keturunan dengan kemampuan

akomodasi embrio sekitar 18 embrio. Pada masa puncak perkembangbiakan,


22

tikus betina sangat aktif dan dapat bunting lagi pada kondisi anak masih dalam

susuan.Tikus betina mampu mengasuh 2-3 generasi dengan selisih umur antar

generasi satu bulan. Masa menyusui berlangsung 3-4 minggu dan menyapih

anaknya setelah berumur satu bulan. 16

Tikus adalah spesies vertebrata yang paling umum digunakan untuk

penelitian, populer karena ketersediaan mereka, ukuran, biaya rendah,

kemudahan penanganan, dan tingkat reproduksi yang cepat. 17

Tikus Wistar adalah outbred regangan dari albino tikus milik spesies Rattus

novergicus. Strain ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk

digunakan dalam penelitian biologi dan medis, dan terutama galur tikus

pertama dikembangkan untuk melayani sebagai model organisme pada saat

laboratorium terutama digunakan Mus musculus, atau tikus Rumah umum.

Lebih dari setengah dari semua strain tikus laboratorium adalah keturunan dari

koloni asli yang didirikan oleh ahli fisiologi Henry Donaldson, J. Milton

administrator ilmiah Greenman, dan peneliti genetik atau embriologi Helen

Dean Raja. 18

Daerah dengan pola tanam teratur dan serempak, perkembangbiakan tikus

mengikuti pola yang teratur pula. Hal ini disebabkan karena perkembangbiakan

tikus terkait erat dengan ketersediaan pakan baik kualitas maupun kuantitas. 16
23

2.5.1. Habitat dan Ruang Gerak Tikus Putih Jantan

Habitat tikus mempunyai agro-ekosistem yang berbeda

tergantung pada spesis tikus. Untuk jenis Rattus norvegicus, R. rattus

dan Mus musculus biasanya berada pada pemukiman penduduk, rumah

dan gudang, sedangkan untuk jenis R. argentiventer, R. exulan dan

Bandicota indica berada di areal pertanaman atau di luar pemukiman

penduduk. Walaupun demikian, bisa saja suatu saat tikus yang tinggal

dipemukiman akan berpindah ( migrasi ) ke areal pertanaman terutama

jika kondisi pakan berkurang. Distribusi dari R.argentiventer, R.exulan

dan B.indica hanya disekitar Asia Selatan dan Tenggara, sedangkan

R.novergicus, R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi

yang menyebar ke seluruh dunia sehingga disebut hewan kosmopolitan.


19

2.5.2. Pakan dan Preferensi Makan Tikus Putih Jantan

Tikus adalah binatang pemakan segala ( omnivore ) , oleh sebab itu

mampu mengkonsumsi segala jenis pakan yang ada di sekitarnya mulai

dari jenis padi-padian, ubi-ubian, kacang-kacangan, bahkan dapat

mengkonsumsi serangga dan sifut. Kemampuan mengkonsumsi pakan

bervariasi menurut jenis pakan yang tersedia. Pada pakan beras

kemampuan konsumsinya sekitar 10 g/hari, ubi jalar 23,6 g/hari, ubi kayu
24

20,6 g/hari, jagung pipil 8,2 g/hari, kacang tanah 7,2 g/hari sedang pada

ikan teri 4,0 g/hari. Apabila pakan tersebut di atas diberikan secara

bersamaan, maka preferensi makannya tertuju kepada beras. 20

Gambar tikus putih 2.4

Gambar 2.5. anatomi tikus , Anatomi internal Rattus norvegicus (Lytle dan Meyer,2005)
25

2.6. Boraks

Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate

decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk

mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik

boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika

dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol.

Asam borat atau boraks ( boric acid ) merupakan zat pengawet berbahaya

yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks

adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal

putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air,

boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. 21

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat

dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan

yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan

senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.

Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan

oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi

sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk

hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. 22

Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan

Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan ke dalam bahan pangan

sebagai pengental ataupun sebagai pengawet. 23


26

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa

senyawa asam borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus

dan kebanyakan ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan

bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100 % H3BO3. Mempunyai

bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50 % ; H = 4,88 % ; O = 77,62 %

berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan

tak berbau serta agak manis. 24

Karekteristik boraks antara lain 25:

a. Warna adalah jelas bersih

b. Kilau seperti kaca

c. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya

d. Sistem hablur adalah monoklin

e. Perpecahan sempurna di satu arah

f. Warna lapisan putih

g. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan

garam asam bor yang lain.

h. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak

lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5

bagian gliserol 85 % dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah

dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah
27

menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu

100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat ( HBO2 ).

Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu

gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan

yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali

karbonat dan hidroksida. 24

Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan

tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan

lontong akan membuat bakso atau lontong tersebut sangat kenyal dan tahan

lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan

mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah.

Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih

alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus

dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium 3.

2.6.1. Kegunaan Boraks

Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair ( natrium

hidroksida atau asam borat ) . Baik boraks maupun asam borat

memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi

sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres,

obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga
28

digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih

atau pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. 25

2.6.2. Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap

organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh.

Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal

merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ

yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa

dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan

bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20

gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan

anak-anak. 6

Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya

yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada

kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat

berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat

tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.

Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung

berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi ( tertimbun ) sedikit-

demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya

diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.


29

Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan

dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui

keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme

tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. 8

Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan

gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks

menyebabkan demam, anuria ( tidak terbentuknya urin ) , koma,

merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,

tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian. 9

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu

lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,

muntah, diare, ruam kulit, aloposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan

boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu

gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan

kekacauan mental. Jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa

mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan,

ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran

pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa. 6

Boraks bersifat toksik ( racun ) untuk semua sel dan jaringan

tubuh termasuk ginjal, dapat menimbulkan radang pada saluran

pencernaan, degenerasi atau pengecilan hati, edema atau pembengkaan

pada otak, penimbunan cairan pada organ tubuh.26


30

2.7. Kerangka Teori

Input Proses Output

Boraks

Pengaruh pada dosis boraks


Duodenum:

o Sifat iritatif
(kondisi akut Radang pada saluran

)Kerusakan pada pencernaan:

pencernaan (usus)
sebukan sel radang
o Sifat Karsinogenik
(dalam jangka
waktu yang lama) Kerusakan mukosa

Hiperplasia metaplasia Erosi Ulkus


sel goblet

Nekrosis

Gambar 2.6. Kerangka Teori


31

Keterangan :

Yang diteliti=

Yang tidak diteliti=

Garis hubungan/pengaruh yang diteliti=

Garis hubungan / pengaruh yang tidak diteliti=


32

2.8. Kerangka Konsep

Duodenum Boraks

pH : ASAM

Perubahan
struktur mukosa

Inflamasi:

Sebukan sel radang

Hiperplasia sel goblet


dan metaplasia

Nekrosis :

Ringan : Erosi < 50%

Sedang: Erosi > 50%

Berat : Ulserasi
Gambar.2.7. kerangka Konsep
33

2.9. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan perubahan dan kerusakan gambaran histopatologi

duodenum tikus Wistar antara kelompok yang mendapat boraks dengan

kelompok kontrol.

2. Ada hubungan dosis-respon yaitu semakin tinggi dosis boraks peroral,

semakin tinggi pula efek kerusakannya.

Anda mungkin juga menyukai