Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

KATARAK IMATUR

Ajeng Febriyanti
1102010013

Pembimbing :
Dr. Diantinia,Sp.M

Kepaniteraan Ilmu Mata RSUD Soreang Bandung


Fakultas Kedokteran Yarsi
Agustus 2015
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Usia : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Soreang, Bandung
Pendidikan : SD
St. Pernikahan : Menikah
No. RM : 682641

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan di poliklinik mata RSUD Soreang tanggal 04
Agustus 2015, pukul 10.30 WIB.

Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri buram sejak 1 tahun yang semakin lama semakin bertambah buram
secara perlahan.

Keluhan Tambahan
Penglihatan berkabut dan silau.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli mata RSUD Soreang dengan keluhan mata kanan dan kiri buram
sejak 1 tahun yang semakin lama semakin bertambah buram secara perlahan. Pasien mengaku
penglihatan mata kanan dan kirinya saat ini semakin buram, dan mengganggu aktivitas kegiatan
sehari hari pasien.
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien sering mengeluh pandangan kedua matanya menjadi lebih
silau jika keluar rumah pada siang hari atau jika melihat cahaya lampu yang terang. Pasien
menyangkal melihat gambaran pelangi bila melihat cahaya terang tersebut. Pasien sebelumnya
belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis mata, namun ± 5 bulan belakangan ini
pandangan semakin buram, dan pada hari ini pasien untuk pertama kalinya memeriksakan
matanya ke dokter spesialis mata di RSUD Soreang dikarenakan penglihatannya sudah sama
sekali tidak jelas yang membuat pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Mata merah (-),
berair (-), gatal (-). Pasien mengaku tidak pernah ada riwayat trauma baik tumpul maupun tajam
pada kedua mata.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (+) tapi rutin kontrol dan minum obat, Diabetes Mellitus (-), Asma(-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah Os : Hipertensi (+), DM (-), Asthma (-), penyakit mata lainnya (-).
Ibu Os : Hipertensi (-), DM (-), Asthma (-), penyakit mata lainnya (-).

Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-), konsumsi obat-obatan tertentu (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum/kesadaran : Tampak sakit ringan / compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5o C
Pernapasan : 20 x/menit
Mata : Lihat status oftalmologis
THT : Dalam batas normal
Cor/Pulmo : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstrimitas : Dalam batas normal
STATUS OFTALMOLOGIS
Occuli Dekstra Occuli Sinistra
6/61 Visus 6/15
Ortoforia Muscle Balance Ortoforia
Baik kesegala arah Pergerakan Bola Baik kesegala arah
Mata
Edema (-), Hematoma (-), Edema (-), Hematoma (-),
Enteropion (-), Ekteropion Palpebra Superior Enteropion (-), Ekteropion
(-), Trikiasis (-) (-), Trikiasis (-)
Edema (-), Hematoma (-), Edema (-), Hematoma (-),
Enteropion (-), Ekteropion Palpebra Inferior Enteropion (-), Ekteropion
(-), Trikiasis (-) (-), Trikiasis (-)
Hiperemis (-), Folikel (-), Konjungtiva Hiperemis (-), Folikel (-),
Papil (-) Tarsal Superior Papil (-)
Hiperemis (-), Folikel (-), Konjungtiva Hiperemis (-), Folikel (-),
Papil (-) Tarsal Inferior Papil (-)
Injeksi silier (-), Injeksi silier (-),
Injeksi Konjungtiva (-), Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (-),
Subconjungtival Bleeding Subconjungtival Bleeding
(-), Pterigium (-) (-), Pterigium (-)
Jernih Kornea Jernih
Sedang COA Sedang
Tepi reguler, RCL(+), Pupil Tepi reguler, RCL(+),
RCTL (+) RCTL (+)
Warna cokelat, Kripti baik Iris Warna cokelat, Kripti baik
Keruh (+), Shadow test (+) Lensa Keruh (+), Shadow test (+)
Refleks Fundus (-) Funduskopi Refleks Fundus (-)
Papil, Arteri/Vena, macula, Papil, Arteri/Vena, macula,
retina sulit dinilai retina sulit dinilai
- TIO -

IV. RESUME
Seorang pria, 69 tahun, datang dengan keluhan mata kanan dan kiri buram sejak 1 tahun
SMRS. Saat ini mata kanan dan kiri pasien dirasakan semakin lama semakin buram secara
perlahan dan buram tersebut sangat menganggu aktivitas pasien kurang lebih 5 bulan belakangan
ini. Keluhan pada mata kanan dan kiri pasien disertai dengan pandangan mata yang kabur dan
berkabut. Pasien sering mengeluh silau pada mata kanan dan kirinya jika melihat cahaya terang.
Keluhan-keluhan tersebut membuat aktivitas sehari-hari pasien menjadi terganggu. Pasien lebih
nyaman berada di tempat yang lebih gelap.
Pada riwayat penyakit dahulu terdapat riwayat hipertensi yang terkontrol, Pada riwayat
penyakit keluarga, terdapat riwayat hipertensi pada ayah pasien. Pasien tidak merokok, tidak
konsumsi alkohol, dan tidak konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 140/90. Pada pemeriksaan status
oftalmologis, didapatkan visus mata kanan 6/61, lensa pada mata kanan tampak keruh, Shadow
test (+), sedangkan mata kiri visus 6/15, lensa pada mata kiri tampak keruh, Shadow test (+).
Pada funduskopi mata kanan dan kiri tidak ditemukan adanya reflex fundus; papil, arteri/vena,
macula, dan retina sulit dinilai.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium darah
 Foto Rőntgen thorax
 EKG

VI. DIAGNOSIS
 Katarak senilis stadium imatur ODS

VII. PENATALAKSANAAN
 Bedah katarak : ECCE + IOL OD

VIII. PROGNOSIS
 Katarak senilis stadium imatur ODS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
PENDAHULUAN

WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO (1979),
prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan berdampak
secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang
terjadi dapat dicegah atau diobati.
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin
atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat angka
kebutaan sebesar 1,47%.
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia, survei
pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya
disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.3,7,8
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih dan
relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
sclera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di
depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara
merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan vitreus,
berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola mata,
berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke otak.
 Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber makanan bagi lensa
dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata)

Gambar 1. (http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/eye.jpg&imgrefurl)

A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk
mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.
Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang
akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat
dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan
ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.

Gambar 2. (http://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-lainnya-lensa-
kristalina.html&usg)
B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. UNtuk memfokuskan
cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula zinii dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng,
warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”,
yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan
daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia
dimulai pada usia 40 tahun.

C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada enyakit lensa adalah pemeriksaan tajam penglihatan
dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop, sebaiknya dengan
pupil dilatasi.

D. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian anterior lensa
lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi dibagian posterior
lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion
natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan
keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan
didalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP-
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang merubah
glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol
dehidrogenase.

II. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan merupakan
penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang mungkin terlibat,
antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata
katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses
penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita
katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap
kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan
tidak terletak dibagian tengah lensanya.

Gambar 3. (http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu
secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke
mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka
pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya
mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius
misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang.

Gambar 4.(http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)

III. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun
ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan
pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada
negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan
sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata
menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti
merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam
bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma
kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak kongenital.
Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab
lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik
lainnya seperti diabetes mellitus.

V. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini
akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:


1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus
lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke
retina.
Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak

VI. KLASIFIKASI
Morfologi Maturitas Onset
Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif dan
umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair 90% individu
mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata terkena
lebih dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β adalah
chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk menjaga
keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap
jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin
yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa


pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah
protein total berkurang, diikuti
dengan penurunan asam amino dan
kalium, yang mengakibatkan kadar
natrium meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa memasuki
keadaan hidrasi yang diikuti oleh
koagulasi protein.

Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:


- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat
terdeteksi dengan adanya area yang jernih diantaranya.
Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral
(kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform). Gambar 6
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat
terjadi glaukoma sekunder. Gambar 7

Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada
derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa. Gambar 8
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi
mengerut.
Gambar 9
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa menggenang
bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan
hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.

Perbedaan Stadium Katarak Senilis


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/6 – 1/60) ↓↓ (1/300-1/~) ↓↓ (1/300-1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi keras dan
kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa
kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi
dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit pigmen.
Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak
nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).

Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif
dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis
dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan
melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan
dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan
petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga
struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea
harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan
sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk
menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.

5. Diagnosis Banding

Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan kondisi
lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of prematurity, atau
persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).

6. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-
harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada
retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil
yang hitam.

Persiapan Pre-Operasi
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau
anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan
pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan
sehari setelah operasi.

Anestesi
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi
mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang
tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
 Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum 25
mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks
Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada
bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
 Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5
mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar ekuator
bola mata.

 Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine
2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan lidokain
1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa
dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui
incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
Gambar 11. Teknik ICCE

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.

Gambar 12. Teknik ECCE


Gamabar 13. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan,
akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik,
dan kebanyakan katarak senilis.

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap
dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi
dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak
immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus
glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.
Jenis tehnik Keuntungan Kerugian
bedah katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada
cataract  Tidak ada komplikasi kapsul posterior
vitreus  Dapat terjadi
extraction  Kejadian perlengketan iris dengan
(ECCE) endophtalmodonesis lebih kapsul
sedikit
 Edema sistoid makula
lebih jarang
 Trauma terhadap
endotelium kornea lebih
sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Intra capsular  Semua komponen lensa  Incisi lebih besar


cataract diangkat  Edema cistoid pada
makula
extraction  Komplikasi pada
(ICCE) vitreus
 Sulit pada usia < 40
tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi pupil
 Astigmatisma jarang yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika ada IOL
 Pendarahan lebih sedikit
 Teknik paling cepat
KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,
postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens,
IOL).
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi
gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik
selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.

B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi
ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).

PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah oleh
karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat
seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet
dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti
asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.

Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi radikal bebas
yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan bergizi yang
seimbang. Memperbanyak porsi buah dan sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet.
Selalu menggunakan kaca mata gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri
dari penyakit seperti diabetes.

PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada
katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?
Pada pasien ini saya tegakkan diagnosa kerja katarak senilis stadium imatur ODS
berdasarkan :
a) Usia pasien yaitu lebih dari 50 tahun.
b) Autoanamnesa didapatkan, pasien mengeluh penglihatan pada mata kanan dan kiri kabur
seperti berkabut. Keluhan ini dirasakan pasien awalnya kabut terlihat sedikit yang
semakin lama semakin tebal. Hal ini sesuai dengan teori, dimana pasien dengan katarak
mengeluh penglihatan berkabut, berasap, tajam penglihatan menurun secara perlahan dan
juga adanya rasa silau pada mata.
c) Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata kanan visus 6/61 dan visus pada mata kiri
6/15. Pada mata kanan dan kiri didapatkan lensa keruh (+), Shadow test (+), reflex fundus
(-), papil, arteri/vena, macula, retina sulit dinilai.

2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?


Pada pasien ini direncanakan akan melakukan pembedahan katarak dengan tehnik Extra
Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) dan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL), dengan
keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
Keuntungan :
 Incisi kecil
 Tidak ada komplikasi vitreus
 Kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit
 Edema sistoid makula lebih jarang
 Trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit
 Retinal detachment lebih sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Kerugian
 Kekeruhan pada kapsul posterior
 Dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


 Ad vitam : Bonam
Karena katarak tidak mengancam jiwa penderita.
 Ad functionam : Dubia ad bonam
Pembedahan merupakan solusi terbaik bagi penderita katarak, karena sampai saat ini
belum ditemukan obat yang dapat menghilangkan, mengurangi atau memperlambat
perkembangan katarak senilis
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien
mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan.. Namun jika katarak dapat
dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang
tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s .General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill;
2007.
2. Guyton AC, Hall EH.2006. Textbook of Medical Physiology 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company.
3. Ilyas, Sidarta,dkk. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Tanto, Chris,dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Anda mungkin juga menyukai