Anda di halaman 1dari 28

EDEMA PARU

PENDAHULUAN
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya
ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui
oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah
Jantung Kiri Khronik.
DEFINSI
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular.
PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam
pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh
darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma
(bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar
pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil
yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi
ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah
dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada
pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-
sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
ETIOLOGI
I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
A. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
2 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit
dermatologi atau penyakit nutrisi.
C. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatan end-expiratory volume (asma).
D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
D. Aspirasi asam lambung.
E. Pneumonitis radiasi akut.
F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
G. Disseminated Intravascular Coagulation.
H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
J. Pankreatitis Perdarahan Akut.
III. Insufisiensi Limfatik :
A. Post Lung Transplant.
B. Lymphangitic Carcinomatosis.
C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
IV. Tak diketahui/tak jelas
A. High Altitude Pulmonary Edema.
B. Neurogenic Pulmonary Edema.
C. Narcotic overdose.
D. Pulmonary embolism.
E. Eclampsia
F. Post Cardioversion.
G. Post Anesthesia.
H. Post Cardiopulmonary Bypass.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan
yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan
yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary
edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-
suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus
yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
DIAGNOSIS
Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian keseluruhan dari gambar klinis pasien
adalah penting. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi
yang tidak ternilai mengenai penyebab.
Pemeriksaan Fisik
 Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
 Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang
disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
sebagai asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup.
Elektrokardiografi Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium
 Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB,
Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada
yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari
dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukanopacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal
dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


1. Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bat’s Wing


1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan
sebelumnya, contoh : emfisema).
Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi
ventrikel kiri dan atrium kiri.
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema
termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini
adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari
kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari
beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi
lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.

Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk membedakan antara


cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary
artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam
vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur
tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure.
 Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic
pulmonary edema,
 sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic
cause of pulmonary edema.
Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU)
setting.
DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, asma bronkiale.
PENATALAKSANAAN
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin
sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika
tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel /
corda tendinae.
KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi
yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat
menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan
yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke
organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa
langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan
jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis
obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak
sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang
berlimpahan.
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIENDENGAN ACUTE LUNG OEDEMA ( ALO )

DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli
yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi akumulasi
di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang meningkat.

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Kardiogenik
1. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques).
Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta
merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami
gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab
terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu
keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel
kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah
yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak
mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).
Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
4. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat
disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. NON-KARDIOGENIK
Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1 Infeksi pada paru
2 Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3 Paparan toxic
4 Reaksi alergi
5 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6 Neurogenik
PATOFISIOLOGI
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak tinggi di
atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi
25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan
membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding
dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan
yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru
yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan
protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan
berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.

SIGN and SYMPTOMS


Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), walaupun pada
kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut:
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru
dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak
napas saat melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian
pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial
akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas
menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

*Ners note:
1 Hipokapnia adalah penurunan tekanan CO2 dalam darah arterial.
2 Hipoksemia adalah berkurangnya atau penurunan kadar O2 dalam darah arterial.
3 Difusi adalah proses penyebaran (pemencaran, perembesan) yang biasanya terjadi pada
konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah, atau dapat juga memiliki arti
proses bercampurnya zat akibat gerakan zat komponen atom, molekul atau ionnya. Untuk gas,
semua komponen bercampur sempurna satu sama lain dan akhirnya menjadi hampir seragam.

PENEGAKAN DIAGNOSA
1 Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
2 Foto thorax
3 Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular atau
arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang
berhubungan dengan ALO kardiogenik.
4 Pemeriksaan ekokardiografi

*Ners note:
1 Takikardia adalah denyut (debaran) jantung yang sangat cepat.
2 Iskemia adalah keadaan berkurangnya (ketidakadekuatan) suplai darah ke suatu jaringan atau
bagian tubuh.
3 Infark adalah gangguan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
pembuluh darah.

PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:
1 Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (NTG) dan
Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG spray atau tablet dapat segera diberikan sambil
menunggu pemberian NTG intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai
pada dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal 20-40 mg (1 mg/kg
BB).
2 Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan darah sistemik dan pulmonalis serta
mengatasi keluhan oedema paru. Salah satu contoh vasoldilator yang dapat digunakan adalah
Nitroprusid dengan dosis awal 40-80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5 menit sampai
oedema paru teratasi atau tekanan sistolik arteri turun dibawah 100 mmHg.
3 Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian kaptopril oral akan
menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam.
4 Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat
diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai adalah
golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase
(Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).
5 Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau pada
penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik,
karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan
dan diuretik ringan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas, umur, jenis kelamin
1.1 Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis
atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran
kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.
1.2 Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.
1.3 Review of System (ROS)
B1, mungkin terdapat nyeri saat inspirasi, RR↑, sesak napas, sianosis, batuk, suara napas ronki.
B2, terjadi tekanan darah ↑/↓, nadi ↑, adanya demam ataupun tidak, sianosis, perfusi yang dingin.
B3, biasanya disertai penurunan kesadaran pada kasus ALO yang telah memberat.
B4, mungkin terjadi oliguria akibat gangguan fungsi ginjal.
B5, jarang ditemukan masalah.
B6, mungkin disertai adanya kelemahan (intoleransi aktivitas).
2. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1.1 Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat
ALO
Tujuan:
Bersihan jalan napas pasien adekuat setelah pemberian intervensi selama 5-10 menit.
Kriteria hasil:
 Tidak terdapat ronki (suara napas vesiluker)
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit
 Klien mengatakan tidak sesak
Intervensi keperawatan
1. Observasi pola, irama, frekuensi napas dan suara napas pasien.
2. Ajarkan pada pasien teknik batuk efektif
3. Kolaborasi pemberian mukolitik atau nebulizer sesuai indikasi
4. Lakukan fisioterapi napas sesuai indikasi
2. Pola napas tak efektif b.d penurunan ekspansi paru sekunder akibat ALO
Tujuan:
Keadekuatan pola napas tercapai setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.
Kriteria hasil:
 RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit
 Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahan
 Ekspansi dada simetris
 Klien mengatakan tidak sesak
Intervensi keperawataan
1. Motivasi klien untuk napas panjang dan dalam apabila tidak terdapat kontra indikasi
2. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi
3. Kolaborasi aspirasi cairan paru (pungsi) sesuai indikasi
3. Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO
Tujuan:
Perfusi jaringan adekuat setelah pemberian intervensi selama 1x24 jam
Kriteria hasil:
 CRT <3 detik
 Akral hangat, kering, merah
 Nadi dalam rentang normal, 60-100 kali/menit
 Ph darah dalam rentang normal, 7,35-7,45
 BGA dalam batas normal
Intervensi keperawatan
1. Observasi vital sign pasien
2. Berikan posisi semi fowler
3. Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai indikasi
4. Monitoring hasil laboratorium BGA secara berkala

KASUS
Riwayat penyakit:
Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas sejak ± 1 minggu SMRS,
batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas
memberat sejak 1 hari SMRS. Pada 07/03/2011 pasien dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan dirawat di
ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam 07.15, pasien apneu kemudian dilakukan RJPO selama ± 15 menit.
Pasien ROSC dan dipindah ke ICCU.
Diagnosa medis: TAVB post TPM + ALO + DC FC + PJK OMI anteroseptal + Asidosis metabolik
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Vital sign
TD: 120/60 mmHg Nadi: 82 kali/menit Suhu: 37,1 ®C RR: 24 kali/menit
2. Sistem pernapasan (B1)
Sesak, suara napas krekels pada lapang paru lateral sinistra, menggunakan alat bantu napas simple mask
dengan O2 flow 10 lpm.
Hasil pemeriksaan BGA tanggal 09/03/2011:
Ph 7,27 (7,35 - 7,45)
pCO2 45 (35 – 45 mmHg)
PaO2 127 (88 – 108 mmHg)
HCO3¯ 20,7 (21 – 28 mmol/L)
Be - 6,2 (- 3 - + 3 mmol/L)
SaO2 98% (95 – 98%)
Masalah keperawatan: Gangguan pertukaran gas
3. Sistem kardio vaskular (B2)
Irama jantung reguler, CRT 3 detik, akral hangat kering, CVP 26 mmH2O. Pasien terpasang
TPM, setting HR: 80, sensitivity: 3, output: 3.
Masalah keperawatan: PK. Penurunan curah jantung
4. Sistem persyarafan (B3)
GCS 456.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah
5. Sistem perkemihan (B4)
Keluhan anuria, produksi urine tidak ada, intake cairan parenteral 500 cc/hari, menggunakan alat bantu
folley kateter sejak tanggal 07/24/2011.
Masalah keperawatan: Kelebihan volume cairan.
6. Sistem pencernaan (B5)
Tidak ditemukan masalah
7. Sisten muskuloskeletal dan integumen (B6)
Pasien tampak lemah dan memerlukan bantuan dalam pemenuhan ADL. Pasien mengatakan merasa sesak
saat melakukan aktivitas.
Masalah keperawatan: Intoleran aktivitas.

Daftar diagnosa keperawatan


1. PK Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan fungsi alveoli dan pertukaran gas sekunder akibat ALO
3. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan cardiac
output sekunder terhadap OMI
4. Intoleran aktivitas b.d ketidakadekuatan suplai O2 ke jaringan
*Ners note:
Diagnosa keperawatan menjadi prioritas adalah PK penurunan curah jantung dikarenakan prioritas
penanganan terbaru gawat darurat berupa penatalaksanaan circulation-airways-breathing (CAB) khusus
pada kasus kardio. Penurunan curah jantung dapat menyebabkan gagal multi organ karena sirkulasi darah
yang membawa oksigen dan nutrisi pada organ-organ vital tidak adekuat.
Rencana intervensi
1. PK penurunan curah jantung
Tujuan:
Masalah tidak menjadi aktual setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.
Kriteria hasil:
 Tidak terjadi dipsneu pada pasien
 Vital sign dalam batas normal (TD: 130-110/90-70 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali/menit)
 Pace maker terpasang dan bekerja secara normal
 Keseimbangan antara Input dan output kardiologi
 Hasil pemeriksaan serum elektrolit dalam batas normal
Intervensi keperawatan
1. Observasi gejala dan penurunan curah jantung (TD, Nadi, RR, haluaran urine, kesadaran,
CRT, disritmia, SaO2)
2. Pertahankan tirah baring pasien
3. Monitoring keadekuatan setting TPM
4. Kolaborasi pemberian O2 masker 10 lpm
5. Kolaborasi pemberian inotropik, vasoaktif, trombolitik dan ACE inhibitor
 Dopamin 5 meq/kg BB/jam
 Vascon 5 meq/kg BB/jam
 ASA 100 mg
 Captopril 6,25 mg
*Ners note:
Pemberian Dopamin dan Vascon secara perlahan untuk mendapatkan long acting effect, yaitu melalui
penggunaan syringe pump.

2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan fungsi alveoli dan pertukaran gas sekunder akibat ALO
Tujuan:
Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi setelah pemberian intervensi selama <24 jam
Kriteria hasil:
 Hasil laboratorium BGA dalam rentang normal
 Pasien mengatakan tidak sesak
 Suara napas vesikuler
 Tidak terjadi dipsneu
 RR dalam rentang normal, 16 – 20 kali/menit
 Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahan
Rencana intervensi
1. Observasi (auskultasi) adanya suara napas tambahan
2. Monitoring dan lakukan pemeriksaan laboratorium BGA secara berkala
3. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
4. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan cardiac
output sekunder terhadap OMI
Tujuan:
Keadekuatan balance cairan dalam tubuh setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam
Kriteria hasil:
 Oedema menunjukkan pengurangan secara progresif atau teratasi
 Keseimbangan intake dan output cairan
 CVP dalam batas normal
Rencana intervensi
1. Monitoring adanya oedema dan ascites
2. Monitoring intake dan output cairan pasien
3. Lakukan pemeriksaan CVP secara berkala
4. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium
5. Kolaborasi pembatasan intake cairan per oral max. 500 cc/24 jam, atue pemberian cairan
parenteral
6. Kolaborasi pemberian diuretic sesuai indikasi (Lasix 10 mg, pump)

Daftar Pustaka
Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJPublishing
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ Publishing
Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia:
LWW Publisher

acute Lung Odema

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pulmonary edema (Lung odema acute) adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-
paru. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan
secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6
juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di
dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, hingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun
tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Dari uraian di atas, maka dirasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna mengetahui
bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga bagaimana cara menangani pasien
dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada diagnosa – diagnosa keperawatan yang muncul
akibat edema paru.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep medis Lung Oedema Acute ?
2. Konsep Keperawatan Lung Oedema Acute ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami Lung Oedema Acute (Defenisi, etiologi, patofisiologi, dan sebagainya)
2. Mengetahui dan memahami Konsep keperawatan Lung Oedema Acute
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian
dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan
cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang
langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara
yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang
melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara dan cairan
biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini
terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam
kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena
alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau
hidup pada ketinggian tinggi.
Edema paru akut (kardiak) adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular. Udem paru akut (UPA) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoliyang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal
nafas.Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting
diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah
Jantung Kiri Khronik.

2. Etiologi
a. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
 Peningkatan tekanan kapiler paru :
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over
perfusion pulmonary edema).
 Penurunan tekanan onkotik plasma.
 Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit
dermatologi atau penyakit nutrisi.
 Peningkatan tekanan negatif intersisial :
 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatan end-expiratory volume (asma).
 Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
 Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
 Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
 Aspirasi asam lambung.
 Pneumonitis radiasi akut.
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
 Disseminated Intravascular Coagulation.
 Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
 Pankreatitis Perdarahan Akut.
c. Insufisiensi Limfatik :
 Post Lung Transplant.
 Lymphangitic Carcinomatosis.
 Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
d. Tak diketahui/tak jelas
 High Altitude Pulmonary Edema.
 Neurogenic Pulmonary Edema.
 Narcotic overdose.
 Pulmonary embolisme
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor
presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung.
Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat
lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias
dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.
b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru,
penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-
orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian
yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi
otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema.
Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari
cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini
dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau
penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada
kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang
berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-
infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.
5. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai
penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin
termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan
pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin
mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru
dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa adanya sesak
napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula
hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat

Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan
hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume
paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory
acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

6. Penatalaksanaan
o Posisi ½ duduk.
o Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
o Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
o Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
o Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
o Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
o Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
o Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan
drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
o Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 –
10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
o Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
o Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
o Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda
tendinae.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas :
b. Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan
demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung
serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif :-
byektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
byektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
ektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
byektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
byektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
f. Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
2) Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan
selang endotrakeal
4) Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat ALO
5) Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1. Informasi yang adekuat
1 Ketidakefektifan polaPola nafas kembali 1. Berikan informasi pada pasien
nafas berhubungan efektif setelah tentang penyakitnya dapat membawa pasien
dengan keadaan tubuhdilakukan tindakan lebih kooperatif dalam
yang lemah keperawatan selama 3 memberikan terapi
× 24 jam, dengan
kriteria hasil: 2. Atur posisi semi fowler
- Tidak terjadi 2. Jalan nafas yang longgar
hipoksia atau dan tidak ada sumbatan
hipoksemia proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar.
- Tidak sesak
- RR normal (16-20 3. Observasi tanda dan gejala
× / menit) sianosis 3. Sianosis merupakan
salah satu tanda
- Tidak terdapat manifestasi
kontraksi otot bantu ketidakadekuatan suply
nafas O2 pada jaringan tubuh
4. Berikan terapi oksigenasi perifer .
- Tidak terdapat
sianosis
4. Pemberian oksigen
secara adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
5. Observasi tanda-tanda vital oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
6. Observasi timbulnya gagal menurun timbul
nafas. takikardia dan capilary
refill time yang
memanjang/lama.

6. Ketidakmampuan tubuh
dalam proses respirasi
diperlukan intervensi
7. Kolaborasi dengan tim medis yang kritis dengan
dalam memberikan pengobatan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam proses
terapi keperawatan

2 Gangguan pertukaranFungsi pertukaran gas Berikan penjelasan pada 1. Informasi yang adekuat
Gas berhubungandapat maksimal pasien tentang penyakitnya dapat membawa pasien
dengan distensi kapilersetelah dilakukan lebih kooperatif dalam
pulmonar tindakan keperawatan memberikan terapi
selama 3 × 24 jam
dengan kriteria hasil: Atur posisi pasien semi
- Tidak terjadi fowler 2. Jalan nafas yang longgar
sianosis dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat
- Tidak sesak berjalan dengan lancer
- RR normal (16-20 Bantu pasien untuk
× / menit) melakukan reposisi secara 3. Posisi yang berbeda
- BGA normal: sering menurunkan resiko
 partial pressure of Berikan terapi oksigenasi perlukaan akibat
oxygen (PaO2): 75- imobilisasi
100 mm Hg 4. Pemberian oksigen
 partial pressure of secara adequat dapat
carbon dioxide mensuplai dan
(PaCO2): 35-45 mm memberikan cadangan
Hg oksigen, sehingga
Observasi tanda – tanda vital mencegah terjadinya
 oxygen content hipoksia
(O2CT): 15-23%
 oxygen saturation
5. Dyspneu, sianosis
(SaO2): 94-100%
merupakan tanda
 bicarbonate (HCO3): terjadinya gangguan
22-26 mEq/liter Kolaborasi dengan tim medis nafas disertai dengan
 pH: 7.35-7.45 dalam memberikan pengobatan kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan capilary
refill time yang
memanjang/lama.

6. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam proses
terapi keperawatan
3 Resiko tinggi infeksiInfeksi tidak terjadi 1. Berikan penjelasan pada 1. Informasi yang adekuat
berhubungan dengansetelah dilakukan pasien tentang kondisi yang dapat membawa pasien
area invasitindakan keperawatan dialaminya lebih kooperatif dalam
mikroorganisme selama 3 × 24 jam, memberikan terapi
sekunder terhadapdengan kriteria hasil:
pemasangan selang 2. Observasi tanda-tanda vital.
- Pasien mampu
endotrakeal
mengurangi kontak 2. Meningkatnya suhu
dengan area tubuh dpat dijadikan
pemasangan selang sebagai indicator
endotrakeal 3. Observasi daerah pemasangan terjadinya infeksi
selang endotrakheal 3. Kebersihan area
- Suhu normal
o
(36,5 C) pemasangan selang
menjadi factor resiko
4. Lakukan tehnik perawatan masuknya
secara aseptik mikroorganisme
4. Meminimalkan
organisme yang kontak
dengan pasien dapat
5. Kolaborasi dengan tim medis menurunkan resiko
dalam memberikan pengobatan terjadinya infeksi

5. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam proses
terapi keperawatan

4 Bersihan jalan napasKeadekuatan pola 1. Motivasi klien Nafas dalam dapat


tak efektif b.d sekretnapas tercapai setelah untuk napas panjangmembantu membebaskan
yang kental ataupemberian intervensi dan dalam apabilajalan napas
hipersekresi sekunderselama 2x24 jam. tidak terdapat kontra
akibat ALO indikasi
Kriteria hasil:
2. Kolaborasi
 RR dalam
pemberian diuretik Diuretic dapat
rentang normal, 14-18
sesuai indikasi membantu proses
kali/menit
pengeluaran cairan dari
 Tidak dalam tubuh
terdapat retraksi otot 3. Kolaborasi
bantu napas tambahan aspirasi cairan paru
(pungsi) sesuai Membebaskan jalan
 Ekspansi
indikasi napas
dada simetris
 Klien
mengatakan tidak
sesak
5 Perubahan perfusiPerfusi jaringan Observasi vital sign pasien Memantau kondisi klien
jaringan b.d gangguanadekuat setelah Berikan posisi semi fowler Memberi rasa nyaman
transport O2 kepemberian intervensi serta membantu pola
Kolaborasi pemberian
jaringan sekunderselama 1x24 jam napas
oksigenasi sesuai indikasi
akibat ALO
Kriteria hasil:
Monitoring hasil laboratorium
CRT <3 detik BGA secara berkala
Akral hangat,
kering, merahNadi
dalam rentang
normal, 60-100
kali/menit
 Ph darah
dalam rentang
normal, 7,35-7,45
 BGA dalam
batas normal
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai

5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat
diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya
tidak berhasil
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Edema paru (Acute Lung Oedema) merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di
paru-paru. Edema paru disebabkan oleh ketidakseimbangan starling forces, perubahan permeabilitas
membran alveolar-kapiler (adult respiratory distress syndrome), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang
tidak diketahui/ tak jelas. Edema paru dibedakan menjadi 2 sebab kardiogenik dan non-kardiogenik.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Manifestasi klinis dari edema paru dibagi
dalam 3 kategori yakni stadium 1, stadium 2, dan stadium 3.
Diagnosa penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,
pemeriksaan laboratorium, pulmonary artery catheter (swan-ganz), ekokardiografi, dan pengukuran
plasma b-type natriuretic peptide (BNP). Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru
disesuaikan dengan gejala yang timbul.

B. SARAN
Dengan dibuatnya tulisan ini, diharapkan akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
terutama pada pasien yang mengalami gangguan edema paru.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran
maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang
membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ Publishing
Lewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by Mosby
Zimmerman J.L Taylor R.W, Dellinger R.P, Farmer. 1997. Fundamental Critical support.Society of Critical
Care Medicine.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/edema-paru/. Ifan. Edema Paru. Lamongan, 2010. Diakses
tanggal 20 September 2011.

http://www.dunia-kesehatan.com/. Irmawan. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik


Akut. Lamongan, 2010. Diakses tanggal 18 September 2010.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/. Ningrumwahyuni.
http://airlanggaprofessionalnurse.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_08.html

Anda mungkin juga menyukai