Anda di halaman 1dari 10

Presentasi Kasus

ULKUS DIABETIKUM
ULKUS DIABETIKUM

I. Definisi

Ulkus diabetikum adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat pada pasien Diabetes Mellitus (DM)
akibat neuropati perifer dan gangguan pembuluh darah arteri perifer.

II. Epidemiologi
Dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari
yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi.
III. Faktor Resiko

Lama Penyakit Diabetes Melitus (DM) Lamanya durasi DM menyebabkan keadaan


hiperglikemia yang lama. Keadaan hiperglikemia yang terus menerus menginisiasi terjadinya
hiperglisolia yaitu keadaan sel yang kebanjiran glukosa. Hiperglosia kronik akan mengubah
homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan
dasar terbentuknya komplikasi kronik DM. Semakin lama seseorang menderita DM maka
semakin besar peluang komplikasi DM berupa retinopati, nefropati, PJK, dan ulkus
diabetikum.

Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom. Gangguan


motorik menyebabkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas kaki (hammer toes, claw toes,
kontraktur tendon achilles). Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut
myelin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki.
Gangguan otonom menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan ekskresi keringat
sehingga kulit kaki menjadi kering dan mudah terbentuk fissura. Saat terjadi mikrotrauma
keadaan kaki yang mudah retak meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetikum.

Peripheral Artery Disease, adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas bawah


yang disebakan oleh atherosklerosis dimana terjadi akumulasi plaque pada dinding arteri.
Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi PAD adalah dengan menilai
Ankle Brachial Indeks (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan
kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling

1
tinggi di tungkai. Nilai normalnya dalah O,9 - 1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah
pasien penderita DM memiliki penyakit arteri perifer.

IV. Klasifikasi

Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu perencanaan terapi.
Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem
Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6
grade luka yaitu; (grade 0): hanya nyeri pada kaki, (grade 1): ulkus dipermukaan kulit, (grade
2): ulkus yang lebih dalam, (grade 3): ulkus sudah melibatkan tulang, (grade 4): gangren pada
sebagian kaki, dan (grade 5): gangren pada semua kaki.

V. Patofisiologi

Faktor yang berperan pada patogenesis DFU meliputi hiperglikemia, neuropati,


keterbatasan sendi dan deformitas. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan membran sel
kehilangan fungsinya. Perubahan fisiologis yang diinduksi oleh “hiperglikemia jaringan”
ekstremitas bawah termasuk penurunan potensial pertukaran oksigen dengan membatasi
proses pertukaran atau melalui induksi kerusakan pada sistem saraf otonom yang
menyebabkan shunting darah yang kaya oksigen menjauhi permukaan kulit. Saraf dirusak
oleh keadaan hiperglikemia melalui berbagai cara sehingga lebih mudah terjadinya cidera
pada saraf tersebut. Penurunan kadar oksigen jaringan, yang digabung dengan fungsi saraf
sensorik dan motorik yang terganggu bisa menyebabkan DFU. Defisiensi oksigen yang
disebabkan oleh patologi makrovaskuler dan mikrovaskuler menjadi hal yang paling penting
dalam mekanisme ini. Kerusakan saraf pada diabetes mengenai serat motorik, sensorik, dan
otonom. Neuropati motorik menyebabkan kelemahan otot, atrofi, dan paresis. Neuropati
sensorik menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan, dan panas yang protektif. Neuropati
otonom yang menyebabkan vasodilatasi dan pengurangan keringat.

2
VI. Diagnosis

Anamnesis

 Riw. Ulkus sebelumnya


 Riw. Trauma
 Riw. DM

Pemeriksaan fisik

 Vascular Assesment

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan ABI sebagai tes untuk


evaluasi vaskuler. ABI menilai patency sistem arteri ekstremitas bawah menggunakan
tensimeter. Ankle brachial index dinilai sebagai rasio tekanan darah sistolik yang diukur pada
arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pada ankle dibandingkan dengan tekanan darah
sistolik pada arteri brakial yang diukur pada lengan pasien pada posisi supine selama 5 menit.
Interpretasi diagnostik mengindikasikan bahwa rasio ABI yang rendah berhubungan dengan
risiko kelainan vaskuler yang tinggi.

3
 Neurological and Musculoskeletal Assessment

Pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal bertujuan untuk mengetahui adanya


neuropati otonom, sensorik, dan motorik. Pada neuropati otonom terjadi perubahan regulasi
suhu yaitu ditandai dengan suhu yang lebih dingin, kulit yang kering, dan hilang atau
berkurangnya rambut pada ekstremitas bawah. Pada neuropati sensorik terjadi kehilangan
sensasi sensoris yang diperiksa dengan benang mikrofilamen (semmesweinstein
monofilament). Pada neuropati motorik terjadi kerusakan saraf otot pada kaki. Pemeriksaan
neuropati motorik meliputi pemeriksaan kekuatan otot dan range of motion tumit, kaki, dan
jari-jari kaki.

Tuning fork (garpu tala)

Metode pemeriksaan konvensional ini sangat mudah, noninvasif, murah dan gampang
dilakukan di poliklinik rawat jalan. Tujuan pemeriksaan dengan garputala ini adalah untuk
mengetahui sensibilitas kaki melalui vibrasi. Deteksi dengan garputala dapat dimulai di
plantar hallux. Garputala standar dengan ukuran 128 Hz bisa digunakan sebagai pemeriksaan
tunggal, yang hasilnya setara dengan pemeriksaan garputala yang dikombinasikan dengan
Semmes Weinsten Monofilament (SWM) dalam mendeteksi neuropati diabetik.

Pemeriksaan fisik neurologi dapat dilakukan pemeriksaan sensibilitas halus dan kasar,
refleks achilles dan patella, kekuatan otot, range of motion. Range of motion merupakan
pemeriksaan yang dilakukan secara aktif maupun pasif pada sendi metatarsophalangeal

4
(MTP), midtarsal, subtalar, dan ankle. Pada tahap pemeriksaan ini juga dilakukan
pemeriksaan permukaan kaki untuk mengetahui apakah ada deformitas. Ciri deformitas lokal,
dapat dilihat dengan seksama oleh pemeriksa berupa: adanya kontraktur dan keterbatasan
gerak sendi. Hal ini dapat kita lihat dengan menyuruh pasien berjalan. Kedua keadaan
tersebut menimbulkan menyebabkan mobilitas sendi terbatas dan kelainan anotomik kaki.

 Infection Assessment

Untuk menilai adanya infeksi, pertama dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap
untuk mengetahui apakah ada peningkatan leukosit dengan peningkatan neutrofil segmen.
Selanjutnya sebagai gold standard adanya infeksi ditegakkan berdasarkan hasil kultur swab.

 Radiography

Disamping itu, penting untuk mengetahui apakah sudah terjadi osteomyelitis atau
belum yaitu dengan melakukan pemeriksaan radiologis. Rontgen pedis biasa harus dilakukan
sebagai pemeriksaan radiologi awal pasien diabetes dengan tanda dan gejala klinis penyakit
DFU. Rontgen pedis tersebut dapat menemukan osteomielitis, osteolisis, fraktur, dislokasi
pada neruopati arthropati, kalsifikasi arteri medial, gas jaringan lunak, benda asing, serta
adanya arthritis.

Computed tomography scanning (CT scan) diindikasikan untuk menilai tulang dan
sendi yang dicurigai mengalami gangguan tetapi tidak terbukti pada pemeriksaan radiologi
biasa. CT scan dapat memberikan gambaran fragmentasi tulang dan subluksasio sendi.

5
Fungsi ginjal harus diperhatikan karena pada CT angiografi menggunakan kontras iodium
dalam jumlah banyak (±100cc).

Magnetic resonance imaging (MRI) untuk pemeriksaan osteomielitis lebih disukai dari
CT scan karena resolusi gambar yang lebih baik dan dapat melihat proses infeksi yang
meluas. MRI digunakan untuk menilai osteomielitis, abses dalam, sepsis sendi, dan ruptur
tendon. Mekipun mahal, MRI diterima secara luas dalam diagnostik radiologi infeksi DFU.

 Vascular Imaging

Saat ini, percutaneus transluminal angioplasty (PCTA) merupakan gold standard dalam
menentukan apakah terdapat penyempitan pembuluh darah yang kemudian diikuti dengan
pemasangan stent ataupun tanpa stent untuk memperbaiki aliran darah dan membantu proses
penyembuhan ulkus.

VII. Tatalaksana
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi.
1. Debridement
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien,
amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka
selanjutnya.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis
membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif).
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan
nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase,
papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada
luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen
topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan

6
terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum
diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka
dengan perfusi arteri terbatas. Debridement mekanis mengurangi dan membuang
jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana
adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa
basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik
menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa
dilepaskan.
2. Perawatan Luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing
atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Keuntungan pendekatan ini
yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Bila ulkus
memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat
absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu
melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang
dapat mempertahankan kelembaban. Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut
konvensional yaitu kasa steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun
pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering
dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam
dan sebagainya.
3. Offloading (menurunkan tekanan plantar pedis)
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki. Tindakan
offloading dapat dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi tekanan pada
ulkus neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat proses penyembuhan
luka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan.
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC
dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar
dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan
dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu
penyembuhan luka. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu,
iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap
harinya. Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam

7
Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka setiap
hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
4. Bedah
Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau
ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati dengan melakukan koreksi
deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak
sembuh dengan perawatan konservatif, misalnya angioplasti. Osteomielitis kronis
merupakan indikasi bedah kuratif.
5. Kontrol Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada
luka. Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.
Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta adanya
infeksi sistemik.
Pada infeksi non-limb threatening biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan
streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau
clindamycin.
Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang
mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan
antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-
lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam), dan cephalosporin
spektrum luas.
VIII. Prognosis

Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1
diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Neuropati perifer yang
terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki,
diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita
diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka
kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudayo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi V
Jilid III). Jakarta: Internal Publishing, 2009; p 1961- 7.

2. Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus : Ulcer, Infeksi, Gangren, Jakarta:


Penerbit Popular Obor.
3. Lepantalo M, et al. Diabetic foot. European Journal of Vascular and
Endovascular Surgery. 2011;42(52):S60-S74
4. Blanes JJ, et al. Consensus document on treatment of infection in diabetic
foot. Rev Esp Quimioter.2011;24(4):233-262

5. Subekti I. 2007. Neuropati Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu


Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat. Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Ibrahum A, Jude E, Langdon DC, Martinez F, Harkless L, Gawish H, Huang


Y et al.IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot –
2017. International Diabetes Federation. 2017; 1- 70.

Anda mungkin juga menyukai