Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisi

Pembengkakan pada wajah dan ekremitas merupakan salah satu gejala dari adanya

preeklampsi walaupun gejala utamanya adalah protein urine. Hal ini biasanya terjadi pada akhir-

akhir kehamilan dan terkadang masih berlanjut sampai ibu postpartum. Oedem dapat terjadi

karena peningkatan kadar sodium dikarenakan pengaruh hormonal dan tekanan dari pembesaran

uterus pada vena cava inferior ketika berbaring.

Oedema (oedema) atau sembab merupakan meningkatnya volume cairan ekstraseluler

dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam

sela-sela jaringan dan rongga serosa (jarinagn ikat longgar dan rongga badan). Oedema dapat

bersifat setempat (local) dan umum (general). Oedema yang bersifat local seperti terjadi hanya di

dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites), rongga dada (hydrothorax), dibawah kulit

(oedema subkubitis atau hidops anasarca), pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam

paru-paru (oedema pulmonum). Sedangkan oedema yang ditandai dengan terjadinya

pengumpulan cairan oedema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan oedema di

banyaktempat dinamakan edema umum (general oedema).

Cairan oedema diberi istilah transundat, memiliki berat jenis dan kadar protein

rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau

mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma. Jika mengalami edema

biasanya akan mudah merasa lelah setelah melakukan aktivitas fisik harian atau ketika berjalan

dalam jarak yang dekat. Jika edema ini belum parah maka masih dapat diobati dengan diet dan

perubahan gaya hidup.

B. Tanda-Tanda Pembengkakan Di Wajah Dan Ektremitas Pada Ibu Nifas


1. Meningkatnya ukuran perut (ascites)

2. Napas pendek-pendek atau sulit bernapas (pulmonary edema)

3. Volume air kencing yang dikeluarkan sangat sedikit meskipun minuman air dalam takaran

normal harian.

4. Baju, celana, rok, atau aksesoris yang digunakan terasa sempit

5. Pada tahapan yang parah, tanda-tanda edema dapat berupa kesulitan bernapas, napas pendek-

pendek ketika berbaring, batuk, dan tangan serta kaki jika di sentuh atau dipegang terasa dingin.

C. Penyebab Terjadinya Pembengkakan Pada Wajah Dan Ektermitas Pada Ibu Nifas

Penyebab (causa) edema adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitaskapiler yang

bertambah, hipoproteinemia, tekanan osmotic koloid dan retensi natrium dan air. Diantaranya:

1. Adanya kongesti pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan

hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja

pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan

plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan

2. Obstruksi limfatik apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah

(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil

metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini

sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau

akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar

inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan

tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).


3. Permeabilitas kapiler yang bertambah Endotel kapiler merupakan suatu membran semi

permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma

hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe.

Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada

keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas

kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan

osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah.

Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan

edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi

anafilaktik.

4. Hipoproteinemia, menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya

daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula

sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis

oleh cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar

(abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria

(proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini

biasanya mengakibatkan edema umum.

5. Tekanan osmotic koloid, tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali,

sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan

tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler

bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema.

Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan
ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak

mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

6. Retensi natrium dan air, retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari

pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni.

Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler

(cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema.

Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada

cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan

ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

D. Penatalaksanaan Pembengkakan Pada Wajah Dan Ekstremitas Pada Ibu Nifas

Cara meringankannya :

1. Hindari posisi berbaring terlentang

2. Hindari posisi berdiri untuk waktu yang lama, istirahat dengan berbaring miring kekiri dengan

kaki agak ditinggikan

3. Jika perlu sering melatih kaki untuk ditekuk ketika duduk atau berdiri

4. Angkat kaki ketika duduk atau beristirahat

5. Hindari kaos kaki yang ketat

6. Lakukan senam secara teratur

Bisa dilakukan pemeriksaan seperti :

1. Periksa adanya varises

2. Periksa kemerahan pada betis

3. Periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, kaki oedema


2. 2 DEMAM, MUNTAH, DAN RASA SAKIT WAKTU BERKEMIH PADA MASA

NIFAS

A. DEMAM

Demam adalah naiknya temperature tubuh diatas normal. Temperature tubuh yang

normal adalah sekitar 970F sampai 990F (36-370C). kenaikan suhu badan sampai 1060F (410c)

atau lebih biasanya akan mengalami muntah-muntah dan bila demam mencapai 1080F (420C)

seringkali menyebabkan kejang dan kerusakan otot yang tidak dapat disembuhkan. Demam

merupakan mekanisme tubuh untuk melawan infeksi.

Demam nifas dikenal sebagai febris puerperalis atau morbiditas puerperalis adalah

keadaan peningkatan suhu badan yang terjadi dalam jangka waktu antara mulai dilahirkannya

hasil konsepsi yang mungkin dapat hidup sampai dengan 42 hari atau 6 minggu setelah

persalinan, yang disebabkan oleh apapun. Demam nifas merupakan manisfestasi dari infeksi

nifas, jika tidak diobati secara tepat dan cepat dapat berlanjut menjadi sepsis nifas dan kematian

maternal. Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa

pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, Amerika Serikat morbiditas puerperalis

ialah kenaikan °C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum suhu sampai 38°C

dengan mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

Ibu yang pada masa nifas (selama 42 hari sesudah melahirkan ) mengalami demam tinggi lebih

dari 2 hari, dan disertai keluarnya cairan (dari lubang rahim) yang berbau, mungkin mengalami

infeksi jalan lahir. Pada keadaan ini cairan liang rahim tetap berdarah. Keadaan ini mengancam

jiwa ibu.

Gejala Klinis Demam


Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase demam,

meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence). Tanda-tanda ini muncul sebagai

hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme pengaturan suhu tubuh. Fase-fase Terjadinya

Demam :

Fase I: Awal (awitan dingin atau menggigil)

Peningkatan denyut jantung, Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan, Menggigil akibat

tegangan dan kontraksi otot, Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi, Merasakan sensasi

dingin, Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi, Rambut kulit berdiri, Pengeluaran

keringat berlebihan, Peningkatan suhu tubuh.

Fase II: Proses demam

Proses menggigil lenyap, Kulit terasa hangat / panas, Merasa tidak panas atau dingin,

Peningkatan nadi dan laju pernafasan, Peningkatan rasa haus, Dehidrasi ringan hingga berat,

Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf, Lesi mulut herpetik, Kehilangan nafsu

makan ( jika demam memanjang ), Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat

katabolisme protein.

Fase III: Pemulihan

Kulit tampak merah dan hangat, Berkeringat, Menggigil ringan, Kemungkinan mengalami

dehidrasi.

Penyebab Demam

Penyebab umum demam antara lain :

• Adanya infeksi seperti infeksi saluran kemih (sering buang air kecil atau buang air kecil disertai

rasa pedih), infeksi streptokokus pada tenggorokan (sering kali disertai dengan radang

tenggorokan), infeksi sinus (rasa sakit di atas atau di bawah kedua mata), dan abses gigi
(bengkak di bagian mulut).

• Infeksi mononucleosis yang disertai rasa lelah.

• Tertular suatu penyakit saat Anda berada di luar negeri.

• Kelelahan karena kepanasan atau terbakar sinar matahari hebat

Penyebab Demam Nifas antara lain :

• Penolong persalinan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menolong persalinan.

• Ibu tidak menggunakan obat pencegah demam sewaktu dan pasca persalinan.

• Lama persalinan lebih dari 24 jam.

• Ibu tidak melakukan kompres panas pada vagina pasca persalinan.

• Ibu melakukan pengasapan pasca persalinan.

• Posisi ibu melahirkan berbaring, anemia sewaktu ibu hamil.

• Ada gangguan kehamilan sehari sebelum persalinan.

• Lantai tempat persalinan terbuat dari tanah.

Mekanisme terjadinya Demam

Demam biasanya terjadi karena tubuh terpapar infeksi Mikroorganisme (virus, bakteri, parasit).

Kemudian MO masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang

dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan

dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain berupa

leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).

Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata”

berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang

berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-

sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni
asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.

Proses selanjutnya asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu

pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur

tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan

mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.

Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh

(di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa

bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/

menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih

banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus

yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau

febris.

Penatalaksanaan Demam

Beberapa hal yang bisa dilakukan bila mengalami demam :

• Kenakan pakaian tipis meskipun tubuh terasa dingin. Pakaian tebal dan selimut akan

menaikkan suhu tubuh.

• Istirahatlah di rumah di ruangan dengan ventilasi yang baik. Gunakan kipas angin atau alat

pendingin udara.

• Minumlah banyak air putih, sari buah, susu, atau sup bening. Minuman dingin akan membantu

menurunkan suhu tubuh. Cara mudah untuk mengetahui apakah sudah cukup minum atau tidak

adalah dengan melihat urin berwarna terang ataukah kuning tua. Kalau berwarna terang, pertanda

sudah cukup minum. Banyak minum air putih atau minuman berelektrolit juga berguna untuk

menjaga agar tubuh tidak kekurangan cairan (dehidrasi).


• Usahakan makan seperti biasa meskipun nafsu berkurang. Bila tidak mau makan, tubuh akan

lemah.

• Periksalah suhu tubuh setiap empat jam sekali. Janganlah makan atau minum selama setengah

jam sebelum suhu tubuh diukur karena hasilnya tidak tepat.

• Kompreslah tubuh dengan air hangat dan menggunakan kain basah. Tidak hanya pada bagian

kepala saja, tetapi juga seluruh tubuh. Mengompres harus dengan air hangat karena salah satu

bagian otak kita (hipotalamus) terdapat pusat pengatur suhu (termoregulator). Jika suhu tubuh

meningkat, pusat pengatur suhu ini berusaha menurunkannya begitu juga sebaliknya. Bila tubuh

demam dikompres dengan air dingin atau es, maka tubuh menjadi lebih demam saat kompres

dihentikan. Hal ini disebabkan karena saat penderita demam dikompres dengan air dingin atau

es, pusat pengtur suhu menerima sinyal bahwa suhu di sekitarnya sedang dingin dan tubuh harus

segera dihangatkan (kontra dengan yang diharapkan). Lain halnya jika dikompres dengan air

hangat, pusat suhu akan menerima informasi bahwa suhu disekitarnya sedang hangat dan akan

segera diturunkan, inilah efek yang diharapkan. Tindakan ini akan membantu menurunkan suhu

tubuh.

• Minum obat penurun panas jika suhu tubuh mencapai 38 – 40 derajat. Berbagai obat penurun

panas yang tersedia dipasaran antara lain Parasetamol atau ibuprofen.

• Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas

lambung.

B. MUNTAH

Muntah adalah aktivitas mengeluarkan isi lambung/perut melalui esophagus dan mulut

yang disebabkan oleh kerja motorik dari saluran pencernaan. Kemampuan untuk muntah dapat

mempermudah pengeluaran toksin dari perut.


Muntah adalah aksi dimana lambung harus menanggulangi tekanan yang normalnya ditempat

untuk memperthankan makanan dan sekresi-sekresi didalam lambung. Lambung hampir

membalikan dirinya dari dalam keluar – memaksakan dirinya kedalam bagian bawah dari

esophagus (tabung yang menghubungkan mulut ke lambung) selama episode muntah.

Penyebab Muntah

Penyebab muntah antara lain karena :

• Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat keseimbangan.

• Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan metabolisme karbohidrat

(galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme asam amino/asam organic (misalnya

gangguan siklus urea dan fenilketonuria)

• Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur (misalnya

hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis), maupun karena keracunan

(misalnya keracunan syaraf oleh asiodosis dan hasil samping metabolisme lainnya)

• Stress Psikologi: menyebabkan rangsangan saraf otak pada SNC untuk memproduksi asam

lambung (HCl). asam lambung yang berlebih dapat menyebabkan reflek muntah yang

dimediatori oleh nervus cranial X (Nervus Vagus).

• Trauma abdomen (misalnya terkena pukulan) yang menyebabkan isi perut tergoncang yang

mempegaruhi tekanan intraabdomen.

• Faktor Hormonal. pada orang hamil trimester pertama 28 % wanita indonesia mengalami

morning sickness (muntah2 dipagi hari) dimana hormon estrogen dan hypochorionic

gonadotropin mengalami fase metabolisme yang tidak biasanya.

Penatalaksanaan Muntah

Untuk penatalaksanaan muntah disesuaikan dengan penyebab muntah, terapi yang dapat di
berikan baik non farmakologi dan farmakologi misalnya antasid, histamine 2 antagonis seperti

simetidin, fa¬motidin, dan ranitidine.

C. RASA SAKIT SAAT BERKEMIH

Sering kali ibu-ibu setelah melahirkan merasa enggan untuk melakukan buang air kecil.

Apalagi bila proses persalinan tersebut dilakukan dengan tindakan. Para ibu kerap takut buang

air kecil karena merasa khawatir akan terjadi nyeri atau perih pada vagina yang baru dijahit.

Pada saat Kehamilan biasanya disertai peningkatan cairan ekstraseluler yang cukup bermakna,

dan deurisis masa nifas adalah kebalikannya. Deurisis terjadi pada hari kedua dan kelima.

Peningkatan tekanan vena pada setengah bagian bawah tubuh akan berkurang setelah melahirkan

dan hipervolumia akan menghilang. Kandung kemih masa nifas mempunyai kapasitas yang

bertambah besar dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan cairan intravesika. Overdistensi

pengosongan tidak sempurna serta urine residual sering dijumpai. Pengaruh anestesi juga dapat

menjadi penyebab gangguan pada tractus urinarius ini. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami

dilatasi akan kembali kekeadaan sebelum haamilmulai dari minggu ke 2-8 post Jartum.

Setelah persalinan, Uretra dan Kandung Kemih Rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat

dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah reflek

berkemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah melahirkan dapat menyebabkan

perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada

masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih

lebih peka terhadap infeksi sehingga menggganggu proses berkemih. Apabila terdapat distensi

berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama, dinding kandung kemih dapat

mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara
adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah

bayi lahir.

Dalam waktu kurang dari enam jam pascapersalinan ibu bersalin harus berkemih. Jika

tidak bisa berkemih dalam 24 jam atau urine yang keluar hanya sedikit dan tersendat-sendat

berarti ibu mengalami gangguan fungsi berkemih yang disebut dengan retensio urine. Biasanya

urine yang keluar kurang dari 50 persen dari kapasitas kantong urine. Gangguan ini juga sering

dicirikan dengan adanya pembengkakan pada daerah abodemen. Adanya gangguan fungsi

berkemih pascapersalinan tersebut disebabkan karena berkurangnya kontraktilitas otot detrusor

veksika urinaria. Gangguan juga bisa dakibatkan adanya resistensi pada uretra serta kegagalan

relaksasi otot elevator selama proses berkemih berlangsung.

Salah satu pemicu yang menyebabkan adanya gangguan berkemih pascapersalinan adalah

proses persalinan yang lama. Proses persalinan yang lambat menyebabkan ibu terlalu lama

menahan buang air kecil. Hal itu membuat otot kandung kemih terlalu lama diregangkan

sehingga terjadi kontraksi yang terus menerus. Selain itu, saat persalinan ibu juga sering kali

menunda proses buang air kecil karena khawatir terjadi perih. Padahal pada umumnya dorongan

untuk melakukan buang air kecil selalu ada setelah melahirkan. Apabila dibiarkan akan terjadi

gangguan pada saraf otot kandung kemih.

Peregangan yang terlalu lama dibiarkan sampai berhari-hari bisa menyebabkan kerusakan

pada saraf otot kandung kemih tersebut sehingga menjadi lumpuh untuk sementara. Oleh karena

itu, pada ibu-ibu yang mengalami gangguan ini sering kali secara spontan melakukan buang air

kecil saat tertawa maupun batuk karena ototnya tidak bisa menahan.

Tidak keluarnya urine dengan sempurna juga menyebabkan kandung kemih menjadi

berukuran lebih besar daripada biasanya. Pada ibu hamil atau setelah melahirkan, bisanya
kandung kemih menampung sekitar 600 cc urine. Apabila terjadi gangguan ini, kandung kemih

bisa menggelembung sampai batas tampungan maksimal yaitu mencapai 3.000 cc.

Seorang Dokter atau Bidan memegang peranan penting dalam melakukan deteksi dini terhadap

gangguan berkemih pascapersalinan tersebut. Caranya yaitu dengan menanyakan pada pasiennya

enam jam setelah melahirkan apakah sudah bisa melakukan buang air kecil atau belum selain itu,

tenaga medis yang membantu persalinan juga sebaiknya melakukan evaluasi dan pengukuran

urine sisa enam jam pascapersalinan. Apabila urine yang keluar kurang dari 50 persen, berarti

pasien tersebut mengalami gangguan. Obat anti nyeri juga harus diberikan pada ibu bersalin yang

mengalami penjahitan pada vaginanya. Hal itu berguna untuk mengurangi nyeri saat melakukan

buang air kecil sehingga tidak menundanya.

Untuk melakukan pencegahan tersebut, manajemen aktif persalinan memegang banyak

peranan. Hal itu berguna untuk mencegah lamanya proses persalinan sehingga peregangan urine

hanya sebentar.

Faktor predisposisi :
1. Penggunaan kateter pada saat kehamialn atau persalinan
2. Air kemih yang tertahan karena perasaan sakit waktu berkemih karena trauma persalinan atu
luka pada jalan lahir
Gejala dan tanda :
1. Disuria
2. Demam tinggi
3. Sering kencing
4. Nyeri perut
5. Nyeri suprapubik
6. Nyeri pinggang
7. Nyeri dada belakang
8. Anoreksia
Mual/muntah
Pinatalaksanaan :
1. Ambil sampel urin tengah, untuk pemeriksaan urin. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah
pengeluaran urin untuk menilai fungsi kandung kencing. Inspeksi warna urin ( hematuria ), bau,
kekeruhan ( kental atau encer )
2. Menganjurkan ibu untuk berkemih setiap 2 – 4 jam, dan mengosongkan kandung kemih secara
tuntas, sediakan kompres es untuk perineum selama 1 jam setelah kelahiran, untuk mengurangi
pembentukan edema dan memfasilitasi berkemih.
3. Kaji bila terdapat rasa sakit menyengat dan rasa panas pada saat berkemih
4. Ibu sebaiknya sedikitnya minum 8 gelas cairan khususnya air setiap hari
5. Kaji bila ada keluhan ketidaknyaman pada area suprapubik atau abdomen bagian bawah, nyeri
punggung bagian bawah atau nyeri berat pada panggul.
6. Bila ibu mengalami demam, anjurkan mandi dengan air hangat dan berikan obat antipiretik
7. Menjelaskan pada ibu, bahwa obat – obatan yang diresepkan bisa merubah warna urin
8. Kaji tanda – tanda vital 4 jam dan bila ada pengaruh pada tanda sistemik
9. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal higiene

2.3 PERUBAHAN PAYUDARA

Pada masa nifas payudara akan menglami beberapa perubahan sebagai berikut :

A. Bendungan ASI

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau

oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu

(Mochtar, 1996).

Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau

saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena

produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit.
Patologi :

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :

 Faktor hormon

 Hisapan bayi

 Pengosongan payudara

 Cara menyusui

 Faktor gizi

 Kelainan pada puting susu


Patofisiologi

 Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat

dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.

 ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar,

membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata.

 ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu

kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).

Penatalaksanaan dan Peran Bidan

1) Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :

 Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan.

 Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand.

 Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi.

 Perawatan payudara pasca persalinan

2) Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :

 Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek.

 Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.

 Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.

 Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin.

 Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase)

payudara yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004).

B. Mastitis
Mastitis adalah infeksi pada payudara. Mastitis terjadi akibat infasi jaringan payudara misalnya

glandular, jaringan ikat, aerola, lemak oleh mikroorganisme infeksius atau adanya cedera

payudara.organisme yang umum termasuk S.aureus, streptococci, dan H.parainfluenzae.

cedera payudara mungkin di sebabkan memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran

payudara, fisura puting susu. Bakteri dapat berasal dari beberapa sumber sebagai berikut :

1. Tangan ibu

2. Tangan orang yang merawat ibu atau bayi

3. Bayi

4. Duktus laktiferus

5. Setres dan keletihan

Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda dan gejala actual mastitis meliputi:

1. Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5-400C

2. Peningkatan kecepatan nadi

3. Menggigil

4. Sakit kepala

5. Nyeri hebat, bengkak, area payudara keras dan inflamasi.

Penanganan

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan dilakukan dengan cucitangan

menggunakan sabun anti bakteri dengan cermat, posisi yang tepat saat menyusui bayi,

membersihkan payudara dengan benar dan menghindari kontak langsung dengan orang yang

menderita infeksi atau lesi stafilococus.

Putingsusu yang pecah atau pisura dapat menjadi jalan masuk terjadinya infeksi S.aureus .

pengolesan beberapa tetes susu dapat meningkatkan penyembuhan fisura tersebut. Jika di

duga mastitis interfensi dini dapat mencegah perburukan. Interfensi meliputi beberapa

tindakan hygiene dan kenyamanan sebagai berikut:


1. Bra yang cukup menyanggah tetapi tidak ketat

2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara

3. Kompres hanagat pada area mastitis

4. Masase

5. Tingkatkan asupan cairan

6. Istirahat

7. Membantu ibu untuk mengurangi stres dan keletihan

C. Abses Payudara

Abses payudara adalah kelanjutan atau komplikasi dari mastitis hal ini di sebabkan karena

meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.

Gejala

 Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

 Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

 Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.

 Payudara yang tegang dan padat kemerahan.

 Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.

 Adanya pus/nanah.

Penanganan dan Peran Bidan

 Teknik menyusui yang benar.

 Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.

 Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.

 Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.

 Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus tetap

dikeluarkan.
 Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan antibiotik.

 Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

D. Saluran Susu Tersumbat

Saluran tersumbat hampir selalu dapat terselesaikan tanpa pengobatan khusus antara 24

hingga 48 jam setelah terjadi. Selama sumbatan itu masih ada, bayi mungkin saja rewel

ketika menyusu di payudara tersebut karena aliran ASI akan lebih lambat dari biasanya. Hal

ini mungkin disebabkan karena adanya tekanan dari benjolan yang menekan saluran lain.

Saluran tersumbat dapat diatasi lebih cepat jika :

a. Teruskan menyusui pada payudara yang sakit, dan kosongkan payudara dengan lebih

baik. Hal ini dapat dilakukan dengan :

 Sedapat mungkin melakukan pelekatan yang baik

 Menggunakan tekanan pada payudara untuk menjaga ASI tetap mengalir.

 Letakkan tangan di sekitar saluran yang tersumbat dan jika tidak terlalu sakit, tekan saat bayi

sedang menyusui.

 Susui bayi dengan posisi sedemikian rupa sehingga dagu bayi ”mengarah” pada saluran yang

tersumbat. Jadi, bila saluran tersumbat ada pada bagian luar bawah payudara (arah jam 7),

maka menyusui bayi dengan posisi football dapat sangat membantu.

 Hangatkan area yang terinfeksi.

 Anda bisa melakukan ini dengan bantalan penghangat atau botol berisi air panas, tetapi hati-

hati untuk tidak membakar kulit dengan menempelkan yang terlalu panas untuk waktu yang

terlalu lama.

 Coba untuk beristrirahat.


 Tentu saja, dengan kehadiran seorang bayi baru tidaklah mudah untuk beristirahat. Cobalah

untuk tidur. Bawa bayi bersama Anda ke tempat tidur dan susui dia di sana.

E. Putting Susu Lecet

Sebanyak 57% ibu menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putting.

Penyebab

 Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh mulut

bayi. Bila bayi hanya menyusui pada putting susu, maka bayi akan mendapatkan ASI sedikit,

karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus, sedangkan pada ibunya akan menjadi

nyeri/kelecetan pada putting susu.

 Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu.

 Akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci putting

susu.

 Bayi dengan tali lidah yang pendek (frenulum lingual), sehingga menyebabkan bayi sulit

menghisap sampai ke kalang payudara dan isapan hanya pada putting susu saja.

 Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan kurang berhati –

hati.

Penatalaksanaan

 Bayi harus disusuikan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih sedikit.

Untuk menmghindari tekanan local pad puting maka posisi menyusu harus sering diubah,

untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Di samping

itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang diguanakan bayi benar, yaitu harus

menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI

dikeluarkan dengan tangan pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
 Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-anginkan

sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.

 Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan payudara.

 Pada puting suus bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa yang telah dimasak

terlebih dahulu.

 Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai terlalu

penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.

 Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan lecet pada

puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.

Pencegahan

 Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alcohol, krim, atau zat-zat iritan lainnya.

 Sebainya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat bayi selesai menyusu, tidak

dengan memaksa menarik puting tetapi dengan menekan dagu atau dengan memasukkan jari

kelingking yang bersih ke mulut bayi.

 Posisi menyusu harus benar, yaitu bayi harus menyusu sampai ke kalang payudara dan

menggunakan kedua payudara.

F. Payudara Bengkak

Pembengkakan payudara adalah karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa

ASI terkumpul pada system duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara

bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. Statis pada

pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakaudal, yang

akan memengaruhi segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat.

Akibatnya, payudara serign terasa penuh, tegang, serta nyeri. Kemudian diikuti oleh
penurunan produksi ASI dan penuruna let down. Penggunaan bra yang ketat juga bisa

menyebabkan segmental engorgement, demikian pula puting yang tidak bersih dapat

menyebabkan sumbatan pada duktus.

Gejala

Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sulit disusui oleh bayi, karena

kalang payudara lebih menonjol, putting lebih datar dan sulit diisap oleh bayi, kulit pada

payudara nampak lebih mengkilap, ibu merasa demam, dan payudara terasa nyeri. Oleh

karena itu, sebelum disusukan pada bayi, ASI harus diperas dengan tangan atau pompa

terlebih dahulu agar payudara lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusui.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu yang payudaranya bengkak adalah sebagai

berikut:

 Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui.

 Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena dan mengurangi rasa nyeri.

Bila dilakukan selang-seling dengan kompres panas untuk melancarkan pembuluh darah.

 Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena untuk melancarkan aliran

ASI dan menurunkan tegangan payudara.

Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pembengkakan pada payudara

adalah sebagai berikut:

 Apabila memungkinkan, susukan bayi segera setelah lahir.

 Susukan bayi tanpa jadwal.

 Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi.

 Melakukan perawatan pascapersalinan secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai