Anda di halaman 1dari 6

DISGLOSIA

Peran Terapis Wicara Dalam Penanganan Anak Celah Bibir Dan Langit-Langit

Dosen : dr.Shiane Hanako Sheba, MKM

Disusun oleh :
Ririn Wahyuningsih
TW/13/00345

POLITEKNIK AL ISLAM BANDUNG


PROGRAM STUDI TERAPI WICARA
DESEMBER, 2019
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan
pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk
bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan
selubung ektoderma yang berkontak dengannya.
Anak dengan celah bibir dan langit-langit sangat memerlukan perawatan dokter, seperti
prosedur pembedahan dan terapi wicara. Terapi Wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan
profesional berdasarkan ilmu pengetahuan , teknologi dalam bidang bahasa, wicara, suara,
irama/kelancaran (komunikasi), dan menelan yang ditunjukan kepada individu, kelompok
untuk meningkatkan upaya kesehatan yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan
anatomis, fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Pasien celah bibir dan langit-langit tidak hanya kesulitan untuk makan. Mereka juga
mengalami kesulitan untuk berbicara dengan baik. Hal ini terjadi karena keterampilan
berbicara membutuhkan kerja sama antara rongga hidung dan rongga mulut. Terbentuknya
celah di rongga mulut dan rongga hidung ini membuat aliran udara pada hidung jadi tidak
normal. Akibatnya, suara yang dihasilkan pun sengau. Kondisi seperti ini menyebabkan
pasien celah bibir kesulitan mengucapkan huruf konsonan, seperti huruf B, D, G, dan K.
Suara yang keluar pun tak terdengar jelas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang menjadi peran khusus terapis wicara dalam celah bibir dan langit-langit ?
2. Apa yang menjadi peran terapis wicara secara umum dalam celah bibir dan
langit-langit ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui peran khusus bagi terapis wicara dalam menangani anak celah bibir dan
langit-langit.
2. Mengetahui peran terapis wicara secara umum serta metode yang digunakan dalam
menangani anak celah bibir dan langit-langit.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Khusus Terapi Wicara Dalam Celah Bibir Dan Langit-Langit
Peran khusus yang diberikan terapis wicara dalam menangani kasus anak celah bibir
dan langit langit ialah terutama terletak di bidang pemeriksaan, penerangan dan
penangangan masalah terkait :
 Minum dan makan
 Komunikasi
 Artikulasi (lafal, ucapan jelas)
 Nasalitas (suara sengau)
 Pendengaran

2.2 Peran Terapis Wicara Secara Umum Dalah Celah Bibir Dan Langit-Langit
A. Metode Bahasa
1. Memberi Metode modeling
Merupakan alat terapi yang sangat sederhana tetapi sangat berguna. Metode
modeling terapis sangatlah berperan untuk menyediakan dirinya menjadi model
dengan mengucapkan rangkaian-rangkaian kata dalam kalimat sederhana sehingga
anak disglosia mampu menangkap bagaiman cara mengucapkan rangkaian kalimat
sederhana dengan baik. Tetapi harus diingat bahwa apa yang diucapkan oleh
terapis bukan sekedar rangkaian kata atau bukan asal bicara. Terapis harus
menyusun rangkaian kata yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga anak
dapat menerima, memahami dan mengalami proses terangkaiannya makna dan
sekaligus maknanya.
Contoh : terapis membawa boneka besar dan kecil, seperti seorang dalang.
Terapis memperagakan atau memainkan boneka sambil berbicara sendiri.
2. Metode expansions
Merupakan suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis mengulangi
kalimat yang dibuat oleh anak tetapi pada saat yang sama melakukan variasi
dengan membuat kalimat yang lebih variatif dan benar.
3

Contoh : jika anak mengucapkan ”saya ingin mam bakso” maka terapis
dapat membenarkan dengan mengucap kalimat yang lebih tepat menjadi ”saya
ingin makan bakso”.
3. Metode extensions
Suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis memperluas dan
memperpanjang ucapan yang di buat sendiri oleh anak dengan menambah
beberapa frase/ kata sehingga kalimat itu bukan hanya lebih panjang tetapi juga
lebih jelas maknanya.
Contoh : jika anak mengatakan ”lapar... makan nasi” maka terapis
melakukan ekstensi dengan ”saya lapar dan saya ingin makan nasi”.
Intinya dalam hal ini harus diingat bahwa ekstensi yang dilakukan oleh terapis
sebaiknya tidak terlalu panjang. Di usahakan hanya sedikit lebih panjang dari
kalimat yang diucapkan anak. Langkah ini sering disebut sebagai semantic
training.
4. Having the parents help
Dalam terapi bahasa, keterlibatan orang tua sangatlah penting. Terapis juga
mengingatkan kepada orang tua agar mereka tidak mencoba-coba terapi sendiri
dengan memakai model domestik klasik yang sering kali dipraktekkan orang tua,
sebaiknya orang tua mengikuti program dan metode yang sama dengan terapis
Ada dua metode sederhana yang bisa diajarkan kepada orang tua, yaitu :
a. Self talk/ bicara sendiri
Ialah membiasakan orang tua untuk berbicara keras-keras sehingga anak dapat
mendengar setiap ucapan orang tua mereka ketika mereka melakukan/
merasakan sesuatu. Melalui cara ini anak dibiasakan untuk mendengar ucapan
sekaligus pada saat yang sama mengamati tindakan orang tua.
b. Paralel talk
Dimana orang tua mengucapkan apa-apa yang ada dalam pikirannya sendiri.
Dalam paralel talk ini orang tua berperan melisankan apa yang mungkin
dipirkan dan dirasakan anak. Dalam hal ini butuh latihan dan kecermatan
orang tua untuk membaca keinginan dan perasaan anak.
Contoh : ketika orang tua melihat anak haus, dia dapat mengatakan ”Dina
lapar ?.. Dina ingin makan ?..oh, tidak ...Dina ingin minum air putih saja.

5. Metode correction
4

Metode dimana terapi ditekankan bukan pada variasi kalimat tetapi pada
membetulkan kalimat yang salah. Tapi perlu diingatkan bahwa disini terapis atau
orang tua harus menghindari model koreksi yang menyudutkan anak terus
menerus merasa bersalah sehingga anak menjadi tidak berani berbicara.

B. Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan artikulasi :


1) Pendekatan Phonetic Placement
Merupakan latihan artikulasi dimana dengan melakukan dan menempatkan artikulator
yang spesifik guna memproduksi macam-macam bunyi. Untuk memproduksi bunyi
wicara tersebut seorang anak harus dapat menggerakan organ bicaranya secara benar,
merasakan gerakannya dan mendengarkan bunyinya selagi memproduksinya.
Seseorang yang mermpunyai gangguan atau penyimpangan artikulasi harus
mengembangkan kemampuan menempatkan artikulator-artikulator tersebut pada
posisi apa saja yang diperlukan untuk tujuan bicara.
2) Pendekatan Motokinestetik
Pada terapi ini pasien yang memiliki misartikulasi perlu mempelajari merasakan
gerakan-gerakan artikulasi melalui manipulasi dari terapis, artinya terapis
memproduksi suatu bunyi yang diikuti pasien sehingga pasien dapat menghubungkan
gerakan artikulasi dengan tambahan masukan pendengaran. Kemudian pasien akan
memproduksi kembali gerakan artikulasi melalui rasa gerak dengan dibantu masukan
pendengaran tadi.
3) Pendekatan Sensor Motorik
Suatu usaha pendekatan/metode yang menekankan terlibatnya sensasi sensoris,
sensasi motoris, sensasi propioseptif, sensasi taktil untuk memproduksi bicara
sehingga menghasilkan gerakan artikulasi.
4) Pendekatan Nonsense Material
Metode ini menjgajarkan anak untuk belajar mengucapkan kata/suku kata tanpa arti
dengan tujuan memperkuat kemampuan anak mengucapkan fonem dan gabungan
vocal dan konsonan.

C. Stimulasi dini pada anak dengan celah bibir dan langit-langit


1. Imitasi
2. Anak harus belajar untuk mengatur nafasnya agar udara keluar melalui mulut dan bukan
melalui hidung
5

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peran terapis wicara pada celah bibir dan langit-langit adalah penangangan
masalah terkait :
 Minum dan makan
 Komunikasi
 Artikulasi (lafal, ucapan jelas)
 Nasalitas (suara sengau)
 Pendengaran
Berbagai metode dapat dilakukan oleh terapis wicara untuk menagani
masalah-masalah yang terlait dengan celah bibir dan langit-langit.

3.2 Saran
Anak dengan celah bibir dan langit-langit terutama pasca operasi harus segera
diberikan penangan terkait masalah-masalah yang terkait. Peran Terapis sangatlah
membantu dalam menangani masalah-masalah yang terdapat pada anak dengan celah
bibir dan langit-langit.

Referensi :
 Materi kuliah Disglosia “Peran Terapi Wicara bagi pasien disglosia” dan
“Metode Terapi untuk anak disglosia” dari Santi Komalidini, A.Md.TW.,
M.Pd.
 Materi Kuliah Pengantar Terapi Wicara “Disglosia” dari Hendra Djuhendi,
A.Md.TW S.Pd., MM
 https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/terapi-wicara-celah-bibir-sumbing/
 Permenkes RI no.81 tahun 2014
 https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126176-R18-KON-159%distribusi%20frek
uensi-Literatur.pdf

Anda mungkin juga menyukai