Anda di halaman 1dari 26

KELAINAN KONGENITAL : LABIOPALATOSKISIS ,GASTROSKISIS,

DAN OMFALOKEL
Hadiyoga Pratama Putra, Lianawati

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO, kelainan kongenital adalah kelainan struktural atau


fungsional yang terjadi sejak kehidupan intrauterin yang dapat diindentifikasi sejak
masa prenatal, saat lahir, atau kadang hanya dapat dideteksi kemudian setelah bayi
lahir, misalnya adalah gangguan pendengaran. Lebih dari 8 juta bayi di seluruh
dunia setiap tahunnya lahir dengan kelainan kongenital dan 303.000 bayi baru
lahir meninggal dalam waktu 4 minggu setelah lahir karena kelainan kongenital.
Penyebab kelainan kongenital sulit untuk dapat diketahui secara pasti penyebabnya,
tetapi faktor genetik, infeksi, nutrisi, dan lingkungan sangat berperan.1
Kelainan kongenital struktural berkaitan dengan kelainan bentuk pada
bagian-bagian tubuh. Contoh kelainan struktural antara lain adalah spina bifida,
kelainan jantung kongenital, labioskisis, palatoskisis, labiopalatoskisis, dan lain-
lain. Sedangakan kelainan fungsional berkaitan dengan kerja dari bagian tubuh atau
sistem organ. Contoh kelainan fungsiomal kongenital adalah kelaian kongenital
pada sistem saraf pusat ( retardasi mental, gangguan berbicara, dan Down syndrom),
kelaian metabolik kongenital (berkaitan dengan proses tubuh atau reaksi kimia
misalnya fenilketonuria dan hipotiroidisme kongenital), dan kelainan sensoris
(misalnya tuli dan kebutaan).2
Data di Indonesia pada tahun 2010 menyebutkan kelainan bawaan
berkontribusi sebesar 1,4% terhadap kematian bayi 0-6 hari dan sebesar 18,1 %
terhadap kematian bayi 7-28 hari. Selain itu, kelainan kongenital juga berkontribusi
5,7% pada kematian balita dan 4,9% pada kematian bayi. Kementerian Kesehatan
RI telah melakukan surveilans sentinel bersama 13 rumah sakit terpilih di 9 provinsi
sejak September 2014 hingga Juni 2016. Hasilnya, didapatkan 283 kelainan bawaan
dari 40.862 kelahiran dengan prevalensi kelainan bawaan 6,9 per 1000 kelahiran.

1
Kasus terbanyak adalah talipes (20,9%) dan orofacial cleft (20,9%) diikuti oleh
neural tube defect (19,6%) dan abdominal wall defect (17,2%).3
Tulisan ini akan membahas abdominal wall defect (gastroskisis dan
omfalokel) dan orofacial cleft (labiopalatoskisis).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Orofacial cleft adalah suatu kondisi kelainan kongenital dimana
terdapat celah abnormal di bibir atas dan atap mulut yang terjadi ketika
beberapa bagian gagal bergabung bersama selama awal kehamilan. Bibir dan
palatum berkembang secara terpisah, sehingga memungkin bagi bayi untuk
dilahirkan hanya dengan bibir sumbing (labioskisis), hanya celah pada langit
langit palatum (palatoskisis) atau kombinasi keduanya (labiopalatoskisis).4
Abdominal wall defect adalah bentuk kelainan kongenital dimana
dinding abdomen terbuka yang dapat disertai protusi berbagai organ abdomen.
Terdapat dua jenis utama defek dinding abdomen yaitu omfalokel dan
gastroskisis. Omfalokel adalah terbukanya dinding abdomen bagian tengah di
umbilikus yang menyebabkan berbagai organ abdomen mengalami protusi
tetapi ditutupi oleh membran peritoneum atau amnion. Organ yang sering
mengalami protusi adalah usus, lambung, dan hati. Gastroskisis adalah defek
dinding abdomen yang sering terjadi pada sisi kanan umbilikus yang
menyebabkan protusi dari organ abdomen terutama usus besar dan usus kecil
yang tidak ditutupi oleh membran.5

B. Epidemiologi
Kementerian Kesehatan RI telah melakukan surveilans sentinel
bersama 13 RS terpilih di 9 provinsi sejak September 2014 hingga Juni 2016.
Hasilnya, didapatkan 283 kelainan bawaan dari 40.862 kelahiran dengan
prevalensi kelainan bawaan 6,9 per 1000 kelahiran. Kasus terbanyak adalah
Talipes (20,9%) dan orofacial cleft (20,9%) diikuti oleh neural tube defect
(19,6%) dan abdominal wall defect (17,2%).3
Labioskisis dengan atau tanpa palatoskisis dan palatoskisis saja
merupakan cacat bawaan yang umum diseluruh dunia. Insiden bibir sumbing
pada populasi kulit putih adalah sekitar 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden di

3
populasi Asia dua kali lebih besar, sedangkan pada populasi kulit hitam lebih
sedikit. Anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan dengan
rasio 2:1. Tahun 2012 Pusat Pelatihan Celah Bibir dan Langit-langit
Internasional mecatat jumlah penderita kelainan bibir sumbing di Indonesia
mencapai 7500 orang per tahun. Hal ini menunjukan kasus bibir sumbing
merupaka masalah di kalangan masyarakat Indonesia.4
Dua jenis abdominal wall defect yang paling sering adalah gastroskisis
dan omfalokel. Gastroskisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran.
Gastroskisis umumnya terjadi pada janin dengan ibu usia muda, ibu yang
merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan terekspos lingkungan yang
toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroskisis. Lebih sering terjadi pada
laki-laki.6
Insidensi omfalokel lebih sedikit dibanding gastroskisis. Omfalokel
terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran. Diagnosis prenatal omfalokel harus diikuti
dengan pemerikaan komprehensif ultrasonografi termasuk ekokardiografi
karena sering diikuti dengan kelainan jantung dan hipoplasia paru. Kelainan
kromosoom juga sering terjadi pada kasus omfalokel seperti trisomi 13, 18, dan
21.7

C. Embriologi dan Patogenesis


Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang dibatasi di
sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral
oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di
tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai
stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada
minggu keempat, membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum
berhubungan langsung dengan usus depan (foregut).8
Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya
sejumlah processus penting (teori fusi processus), yaitu processus
frontonasalis, processus maxillariss, dan processsus mandibularis. Processus
frontonasalis mulai sebagai proliferasi mesenchym pada permukaan ventral

4
otak yang sedang berkembang, menuju ke arah stomodeum. Sementara itu,
processus maxillaris tumbuh keluar dari ujung atas arcus pertama dan berjalan
ke medial, membentuk pinggiran bawah orbita. Processus mandibularis arcus
pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di garis tengah, di bawah
stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir bawah.8

Gambar 1. Tampak kepala bagian depan. A. Embrio manusia usia 7 minggu, tampak processus maxillaris
telah berfusi dengan processus medial nasal. B. Embrio mausia usia 10 minggu. Dikutip dari
kepustakaan 10

Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah


processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi
processus nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya
perkembangan, processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan
processus nasalis medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum
pada bibir atas dan premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial,
membentuk rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla dan
menyatu pada garis tenggah. Berbagai processus yang membentuk wajah
menyatu selama dua bulan kedua. 8
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus
pharyngeus pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya,
processus maxillaris saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan
processus nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh
processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus
nasalis medialis dengan bantuan processus maxillaries pada akhir minggu ke-

5
6 sampai minggu ke-7. Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus
pharyngeus pertama masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial
di bawah stomodeum dan bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh
bibir bawah. 8

Gambar 2.2 Proses perkembangan wajah manusia

Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu


pembentukan palatum primer yang diikuti dengan pembentukan palatum
sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan
atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus
fasialis. 9
Penyatuan prosesus nasalis medialis dengan prosesus maxillaris,
dilanjutkan dengan penyatuan prosesus nasalis lateralis dengan prosesus
nasalis medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan
atau kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan
terbentuknya celah pada palatum primer. 9
Pembentukan palatum skunder dimulai setelah palatum primer
terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder
terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian medial dari prosesus
maxilaris. Kemudian kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan

6
terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang ke arah superior, proses
penyatuan ini dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan
terbentuknya celah pada palatum sekunder. 9
Hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara
processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana pertama terjadi
pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu, terjadi
regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan
mengadakan fusi. 9
Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah pada labioschizis,
perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan maksilaris sedangkan
pada palatoschizis yaitu kegagalan fusi antara 2 processus palatine.

Gambar 2. Tampak ventral dari palatum, gusi, bibir, dan hidung. A. Normal. B. Unilateral labioskisis yang
melebar hingga ke hidung. C. Unilateral labioskisis yang meliputi bibir dan rang yang memelebar hingga
ke forramen insisvus. D. Bilateral labioskisis yang meliputi bibir dan rahang. E. Palatoskisis tersembunyi.
F. Palatoskisi dengan unilateral labioskisis (labiopalatoskisis). Dikutip dari kepustakaan 10

Dinding abdomen dibentuk oleh pelipatan ke dalam dari kranial, kaudal


dan dua lipatan embrionik lateral. Sejalan dengan pembentukan dinding
abdomen, pertumbuhan traktus intestinalis menyebabkan migrasi keluar
kavum abdomen melalui cincin umbilikus dan ke arah korda umbilikus selama

7
minggu ke-6 gestasi. Pada minggu ke-10 dan ke-12, dinding abdomen dibentuk
dan usus kembali ke kavum abdomen pada pola stereotipikal yang
menghasilkan rotasi normal dan fiksasi lateral.10

Gambar 3. Potongan transversa embrio. A. Cavitas intraembrio terhubungan dengan cavitas


extraembrio. B. Pada tahap selanjutnya, cavitas intraembrio mulai terpisah dengan cavitas extraembrio.
C. Pada akhir minggu 4 dinding abdomen sepenuhnya terbentuk. Dikutip dari kepustakaan 10

Omfalokel terjadi ketika isi abdomen tidak kembali ke dalam rongga


abdomen dan tetap berada di luar melalui korda umbilikal. Berbagai variasi dan
jumlah dari midgust dan organ intra abdomen mengalami herniasi keluar pada
defek tersebut tergantung dari ukuran dan lokasi relatif dinding abdomen.
Defisit pelipatan kranial terutama menghasilkan omfalokel epigastrik yang
mungkin berhubungan dengan kelainan pelipatan kranial tambahan seperti
hernia diafragma anterior, celah sternal, defek perikardial dan defek karidak.
Ketika bagian-baian tersebut terjadi bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of
Cantrell. 10

Gambar 4. Omfalokel.terjadi ketika lumen usus gagal kembali ke cavum abdomen setelah herniasi
fisiologi. Lumen usus yang mengalami herniasi tertutupi oleh membran amnion atau peritoneum. Dikutip
dari kepustakaan 10

8
Gastroskisis diperkirakan sebagai hasil dari iskemik pada tahap
perkembangan dinding abdomen. Daerah paraumbilikal kanan merupakan
daerah dengan resiko tinggi karena disuplai oleh vena umbilikal kanan dan
arteri omfalomesenterika kanan hingga mengalami involusi. Jika perkembagan
dan involusi ini terganggu pada derajat dan waktu tertentu, kemudian defek
dinding abdomen dapat terbentuk akibat iskemia dinding abdomen. Hipotesis
lain menyatakan bahwa gastroskisis terjadi karena defek dari ruptur awal
hernia korda umbilikalis.10

Gambar 5. Bayi baru lahir dengan gastroskisis. Lumen usus kembali ke cavum abdomen tetapi terjadi
herniasi kembali melalui dinding abdomen yang hampir selalu berada di sebelah kanan umbilikus etmpat
terjadinya regresi vena umbilikalis. Pada gastroskisis lumen usus yang mengalami herniasi tidak ditutupi
oleh membran amnion atau peritoneum Dikutip dari kepustakaan 10

D. Anomali Yang Berhubungan


Seperti semua bayi yang memiliki defek lahir, anak-anak yang memiliki
defek dinding abdomen akan memiliki peningkatan resiko untuk terjadinya
anomali tambahan, tetapi resiko relatif dan pola anomali yang berhubungan
merupakan perbedaan mayor antara gastroskisis dan omfalokel. Perbedaan
tersebut sangat penting dalam manajemen klinis dan prognosis jangka
panjang.10
Pada gastroskisis, insidens anomali yang berhubungan berkisar anatara
10%-20% dan kebanaykan anomali yang signifikan ditemukan berada pada
traktus gastrointestinal. Sekitar 105 bayi yang dengan gastroskisis memiliki
stenosis atau atresia sebagai hasil dari insufisiensi vaskular di usus pada waktu

9
perkembangan gastroskisis atau lebih umumnya, dari volvuls atau kompresi
vaskular mesenterika oleh penyempitan cincin dinding abdomen. Lesi lain
yang sering berhubungan termasuk undescensus testes, divertikulum Meckel’s
dan duplikasi intestinal. Anomali serius laninnya di luar abdomen atau traktus
gastrointestinal seperti abnormalitas kromososm jarang ditemukan. 10
Hal yang berbeda terlihat pada pasien omfalokel, di mana memiliki
insidens yang lebih tinggi untuk terjadinya anomali yang berhubungan ( hingga
50-70%). Abnormalitas kromosom, seperti trisomi 13, 14, 15, 18 dan 21
terdapat pada hingga 30% kasus. Defek kardiak juga sering terjadi, berkisar
30%-50% kasus. Multipel anomali sering terjadi dan mungkin terbagi dalam
beberapa pola sindrom. Satu pola yang penting yaitu, Beckwith-Weidenmann
syndrome yang ditandai makroglosia, organomegali, hipoglikemia awal (dari
hiperplasia pankreas dan insulin berlebihan) dan peningkatan resiko tumor
Wilms, hepatoblastoma dan neuroblastoma, yang berkembang belakangan
pada usia anak-anak. Ukuran defek dinding abdomen pada omfalokel tidak
secara langsung berhubungan dengan adanya anomali lain, seperti yang
didemontrasikan oleh temuan bahwa defek kecil yang terdapat pada USG
prenatal memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terdapatnya abnormalitas
kromosomal dan defek kardiak. 10
Pasien dengan celah mulut juga dapat menunjukkan anomali, meskipun
data yang dipublikasikan bervariasi secara signifikan antar penelitian.
Penelitian terbaru akan menunjukkan bahwa 21-37% pasien mungkin memiliki
anomali lain termasuk: kardiovaskular (24-51%), muskuloskeletal, dismorphia
wajah atau gangguan sistem genitourinari. Anomali yang terkait dengan
labiopalatoskisis adalah Trisomy 13, Trisomy 18, Velocardiofacial syndrome
(delesi kromosom 22q11), Pierre Robin sequence, Goldenhar syndrome, Oto-
palato-digital syndrome, Oral-facial-digital syndrome, Van der Woude
syndrome, fetal alcohol syndrome.11

10
E. Anatomi
1. Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari :
lidah, palatum durum (palatum keras), palatum mole, dasar dari mulut,
trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva.
Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi
rongga mulut.12

Gambar 6. Anatomi Mulut

Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara


anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir. 12
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran
mukosa pada bagian internal. 12
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian
atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari
hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian

11
bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian
inferior.12
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari
epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran
mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling
dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih
yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagian ini melapisi banyak
pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian
tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya
banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga
terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion. 12

Gambar 7. Anatomi bibir dan palatum normal

Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah


berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah
lipatan yang berada di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut
frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-
otot businator di pipi dan otot-otot orbukularis oris di bibir akan membantu
untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi
bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu
proses berbicara.12
Palatum membentuk atap mulut, dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu palatum durum di depan (bagian dari rongga mulut) dan palatum

12
molle di belakang (bagian dari oropharynx). Palatum memisahkan rongga
mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. 12
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk
melalui foramen palitine mayor. Sedangkan a. Palatina minor dan m.
Palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum
berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang
menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat
innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan di sebelah posterior
dari pleksus. 12
Palatum durum dibentuk oleh processus palatines ossis maxillae
dan lamina horizontalis ossis palatini. Dibatasi oleh arcus alveolaris, dan di
belakang berlanjut sebagai palatum molle. Palatum durum membentuk
dasar cavum nasi. Permukaan bawah palatum durum diliputi oleh
mucoperiosteum dan mempunyai rigi mediana. Membran mukosa di kanan
dan kiri rigi ini tampak berlipat-lipat. 12
Palatum molle merupakan lipatan yang melekat pada pinggir
posterior palatum durum. Pada garis tenggah pinggir posteriornya terdapat
uvula. Pinggir - pinggir palatum molle dilanjutkan sebagai dinding lateral
pharynx. Palatum molle terdiri atas membran mukosa meliputi permukaan
atas dan bawah palatum molle dan aponeurosis palatina adalah lapisan
fibrosa yang melekat pada pinggir – pinggir posterior palatum durum dan
merupakan lanjutan dari tendo m. tensor veli palatini. Otot palatum molle
adalah m. tensor veli palatine, m. levator veli palatine, m. palatoglossus, m.
palatopharyngeus, dan m. uvulae. 12
Secara fungsional, palatum molle berperan memisahkan
oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum
molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan untuk
mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara
untuk mencegah udara keluar dari hidung. 12

13
2. Dinding Ventral Abdomen
Struktur dinding cavum abdominis dari superficial ke profunda adalah : 13
a) Kulit
b) Jaringan lemak
c) Fascia superficialis abdominis
d) Otot
e) Fascia transversalis abdominis
f) Jaringan lemak extrperitoneal
g) Peritoneum.

Gambar 8. Anatomi dinding Abdomen

a) Kulit
Pada linea mediana anterior mulai dari processus xiphoideus sampai pada
tepi cranialis symphysis osseum pubis terdapat linea alba dan umbilicus.
Linea alba dibentuk oleh aponeurose dari otot dinding ventra abdomen,
yang saling menyilang, kurang mengandung pembuluh darah, terutama
jelas terlihat di sebelah caudal umbilicus.13
Umbilicus (navel) berada pada linea alba, lebih dekat ke arah pubis
daripada ke arah processus xiphoideus, merupakan sisa ( cicatrix ) dari

14
umbilical cord, yang pada masa embyonal berisi vena umbilicalis dan
arteria umbilicalis.13
Fascia superficialis abdominis terdiri dari dua lapisan yang mudah
dipisahkan satu sama lain. Lapisan superficialis berisi jaringan lemak
(adipose layer), disebut Fascia Camperi. Lapisan ini sangat tebal pada
orang yang gemuk. Lapisan yang profunda tidak mengandung lemak
(membranous layer), disebut Fascia Scarpai. 13
Fascia Camperi melanjutkan diri menjadi fascia superficialis di
bagian ventral regio femoris; Fascia Scarpai melanjutkan diri menjadi
fascia profunda pada regio femoris (= fascia lata) dan fascia perinea. 13
b) Otot
Terdiri dari otot-otot di bagian ventro-latero-dorsal dan otot yang
melekat pada columna vertebralis, berada di sebelah kiri kanan columna
vertebralis. Otot-otot dinding ventro-latero-dorsal adalah m.rectus
abdomis, m.pyramidalis, m.obliquus axternus abdominis, m.obliquus
internus abdominis dan m.transversus abdominis. 13
c) Fascia Transversalis Abdominis
Merupakan fascia yang tipis, terletak pada facies interna
m.transversus abdominis. Pada facies interna dari fascia transversalis
abdominis terdapat jaringan lemak extraperitoneal, yang memisahkan
fascia tersebut dari peritoneum. Fascia ini turut membentuk dinding
posterior canalis inguinalis. 13
Fascia transversalis abdominis berhubungan / melanjutkan diri menjadi
fascia yang melapisi diaphragma thoracis. Ke arah dorsal menjadi fascia
renalis. Melanjutkan diri menjadi fascia iliaca. 13
d) Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan
mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis. Terdiri dari
peritoneum parietale yang meliputi facies interna cavum abdominis dan
peritoneum viscerale yang langsung membungkus viscera, serta
membentuk lipatan/alat penggantung dari viscera pada dinding abdomen.

15
Alat penggantung tersebut tadi merupakan peralihan antara peritoneum
parietale dan parietoneum viscerale. Antara peritoneum parietale dan
peritoneum viscerale terbentuk cavum peritonei. Cavum ini merupakan
suatu ruangan yang kosong, berisi cairan sereus yang berfungsi untuk
membasahi permukaan peritoneum. Pada keadaan pathologis cavum
peritonei dapat terisi udara, cairan exudat ( = ascites ) dan sebagainya. Pada
pria cavum peritonei merupakan ruangan tertutup, sedangkan pada wanita
cavum peritonei mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui ostium
tubae uterinae. 13
Vaskularisasi abdomen berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal
diperoleh dari cabang aa.interkostales VI s.d XII dan a. Epigastrica superior
(cabang dari a.thoracica interna). Dari kaudal : a.iliaka sirkumfleksa
superfisialis, a.pudenda eksterna dan a.epigastrica inferior. Dinding
abdomen dipersarafi secara segmental oleh n.torakalis VI-XII dan n.
lumbalis I. 13

F. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab terjadi labioskisis, palatoskisis atau labiopalatoskisis bersifat
multifaktorial. Faktor genetik dan lingkungan sangat berpengaruh. Faktor
risiko tersebut antara lain :8
a. Genetik
b. Konsumsi alkohol
c. Obat-obat teratogenik seperti obat kemoterapi kanker (Aminopterin,
methotrexate, cyclophospamide, procarbazine dan turunan asam
hydroxamic), anti konvulsan (Phenytoin, trimethadione,
paramethadione, carbamazepine, asam valproat, mysoline, dan
phenobarbital), retinoid, antiemetics, hydrocortisone analogues, opioid
drugs, salicylates (asprin), diazepam, boric acid.
d. Kekurangan asam folat
e. Radiasi ionisasi
f. Usia tua saat kehamilan

16
g. Ibu perokok terutama saat trimester pertama.
Faktor risiko untuk terjadinya gastroskisis antara lain adalah : 14
a. Ibu perokok
b. Konsumsi alkohol
c. Konsumsi obat seperti kokain, aspirin, ibuprofen, pseudoefedrin, dan
asetaminofen.
d. Ibu usia muda saat kehamilan
e. Berat badan saat hamil rendah
f. Terjadinya infeksi geitourinaria saat kehamilan
Faktor risiko untuk terjadinya omfalokel antara lain adalah : 14
a. Kelainan kromosom (trisomi 18)
b. Saat hamil usia ibu <20 tahun atau >35 tahun
c. Bayi gemelli,
d. Janin dengan jenis kelamin laki-laki
e. Ibu obesitas
f. Konsumsi alkohol

G. Diagnosis
1. Diagnosis Prenatal
a. Labiopalatoskisis
1) Ultrasoundgraphy (USG)
Labioskisis atau labiopalatoskisis dapat didiagnosa menggunakan
USG transabdominal pada minggu ke 13-14 kehamilan atau dapat
lebih awal dengan USG transvaginal. Diagnosis dapat digunakan
menggunakan beberapa view pada bagian bawah wajah, yang dapat
memperlihatkan diskontinuitas pada bibir dan palatum. Oblique
view pada bibir sanagt esensial untuk menentukan apakah
kelainannya unilateral atau bilateral. Axial view pada posisis
setinggi maxilla dapat menentukan adanya kelainan pada maxilla
bagian anterior. Jika labioskisis terjadi tidak bersamaan dengan
palatoskisis, maka processus alveolaris akan intak dan tidak dapat

17
terlihat. Pada kasus labiopalatoskisis bilateral dapat meperlihatkan
gambaran khas yaitu penonjolan bagian tengah yang menggantung
dari philtrum.14

Gambar 9. USG Oblique view yang menggambarkan daerah mulut janin berusia 21
minggu yang normal. Tampak integritas bibir atas baik. Dikutip dari kepustakaan 14

Gambar 10.(A,B) USG Oblique view pada janin memperlihatkan labioskisis bilateral.
(C) Palatoskisis, tampak diskontinuitas dari processus alveolaris. Dikutip dari
kepustakaan 14

Gambar 11.(A,B) Oblique view pada janin dengan bilateral labiopalatoskisis. (C)
Transverse view, Palatoskisis tampak diskontinuitas dari processus alveolaris. Dikutip
dari kepustakaan 14

18
Gambar 12. (A) Gambaran labiopalatoskisis pada USG janin. (B) Setelah bayi lahir.
Dikutip dari kepustakaan 14

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI sangat bermanfaat untuk menilai palatum pada fetus, tetapi
lebih sensitif jika digunakan pada usia gestasi yang lebih tua. MRI
dapat menjadi pemeriksan tambahan pada kasus khusus seperti
pada janin dengan risiko tinggi misalnya adanya riwayat dalam
keluarga. 14

Gambar 13. (A,B) Potongan sagittal dan koronal MRI menunjukkan Gambaran
palatum yang normal pada janin usia 30 minggu. Dikutip dari kepustakaan 11

b. Gastroskisis
1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk diagnosis
gastroskisis adalah maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP).
Peningkatan MFSAP terjadi pada semua kasus gastroskisis dengan
peningkatan rata-rata 9.42 MOM (multiples of the median).14

19
2) Ultrasoundgraphy (USG)
Gastroskisis dapat terlihat pada USG setelah usia kehamilan di atas
11 minggu, yaitu ketika secara fisiologi herniasi usus telah kembali
ke dalam cavum abdomen. Gambaran klasik dari gastroskisis pada
USG adalah ‘free-floating loops’ dari usus dalam cairan amnion.
Kelainan sering terjadi di sebelah kanan dari chorda umbilicalis.
Tidak ada yang menutupi massa intestinal tersebut dan memberi
gambaran ‘cauliflower’. 14

Gambar 14. (A) Tanda karakteristik “cauliflower” appereance. (B) Herniasi usus pada
janin dengan taksiran usia kehamilan 33 minggu. Dikutip dari kepustakaan 14

c. Omfalokel
1) Laboratorium
Kenaikan MSAFP dapat menjadi pertanda adanya omfalokel.
Namun, kenaikan MSAFP pada kehamilan biasanya tidak
sesignifikan pada kasus gastroskisis dan bahkan beberapa ibu
dengan janin omfalokel memiliki kadar MSAFP yang normal. Pada
penelitian case-control, kenaikan MSAFP pada omfalokel adalah
4,18 MOM. 14
2) Ultrasoundgraphy (USG)
Gambaran klasik omfalokel pada USG ada adanya massa pada
dinding anterior abdomen tempat insersi dari korda umbilikalis
yang dititupi oleh membran. Diagnosis omfalokel yang kecil dapat
dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 12 minggu dimana
herniasi usus secara fisiologis telah kembali. Omfalokel yang
berukuran kecil sering hanya usus yang mengalami herniasi.

20
Sedangkan omfalokel yang berukuran besar sering terdapat hati
dan organ abdomen atau pelvis yang herniasi. 14

Gambar 15. (A) Omphalocele dengan liver intracorporeal terlihat pada janin dengan
taksiran usia kehamilan 22 minggu yang. Janin ini diketahui memiliki diagnosis trisomi
18. (B) Defek dinding ventral 4,23 cm terlihat pada janin dengan taksiran usia kehamilan
28 minggu. Dikutip dari kepustakaan 14

H. Tatalaksana
1. Manajemen Prenatal
a) Labiopalatoskisis
Tidak ada manajemen prenatal khusus pada kasus labiopalatoskisis.
Koreksi in-utero pada ibu hamil menunjukkan risiko yang lebih besar
daripada manfaat. 14
b) Gastroskisis
Saat ini tidak ada pilihan perawatan prenatal untuk janin dengan
gastroschisis. Telah dikemukakan bahwa pemaparan yang lama usus
janin terhadap cairan ketuban dan penyempitan mekanis progresif dari
hernia usus adalah dua mekanisme utama di balik kerusakan usus.
Selain itu, 25% kasus gastroschisis dapat dipersulit oleh
oligohidramnion. Beberapa peneliti telah mempresentasikan laporan
kasus menggunakan amnioinfusion untuk mengurangi
oligohidramnion, sambil meminimalkan kerusakan usus yang
berkelanjutan dari mediator toksik yang diduga dalam cairan ketuban.
Terapi ini untuk saat ini masih sebatas pada hasil investigasi saja dan
bukan perawatan standar dalam pengelolaan gastroschisis. Koordinasi
persalinan di fasilitas perawatan tersier lebih disukai karena
memungkinkan kondisi yang optimal untuk neonatus dengan

21
ketersediaan pengobatan bagi ibu dan janin, unit neonatologi, dan bedah
pediatrik. Praktik saat ini lebih mengutamakan persalinan pervaginam
jika tidak terdapat penyulit dibandingkan dengan sectio sesarea karena
tidak terdapat bukti perbedaan metode persalinan mengubah hasil atau
luarannya.14
c) Omfalokel
Tidak ada pilihan perawatan pranatal untuk janin dengan omfalokel
pada saat ini. Terminasi kehamilan spontan terjadi pada banyak
kehamilan. Praktek saat ini adalah untuk memungkinkan wanita yang
membawa janin dengan omfalokel untuk menjalani persalinan
pervaginam dengan operasi caesar yang dicadangkan untuk indikasi
kebidanan rutin, karena tidak ada bukti yang jelas bahwa cara
persalinan mengubah hasil. Praktik saat ini lebih mengutamakan
persalinan pervaginam jika tidak terdapat penyulit dibandingkan
dengan sectio sesarea karena tidak terdapat bukti perbedaan metode
persalinan mengubah hasil atau luarannya.

2. Manajemen Postnatal
a) Labiopalatoskisis
Perawatan postnatal merupakan keperluan mendesak, seperti
tatalaksana masalah makan dan jalan nafas. Perbaikan bibir sering dapat
dilakukan pada 3 bulan kehidupan, dengan perbaikan langit-langit pada
usia 6 bulan. Operasi tambahan, serta terapi bicara dan ortodontik,
seringkali diperlukan.14
b) Gastroskisis
Paparan usus yang keluar terhadap lingkungan luar adalah kondisi yang
berisiko untuk kehilangan cairan dan panas. Oleh karena itu, segera
setelah bayi lahir usus bayi yang mengalami herniasi harus di tutup
menggunakan plastik berisi cairan saline. Jika operasi pediatrik tidak
segera tersedia untuk evaluasi, neonatus harus ditempatkan di sisi kanan
untuk menghindari kekusutan suplai darah karena ia melewati defek

22
abdominal. Metode penutupan yang lebih disukai untuk gastroschisis
rutin adalah dengan penempatan samping tempat tidur dari silo pegas
silastik. Keuntungan dari metode ini salah satunya adalah kebutuhan
minimal untuk resusitasi cairan dan menghindari anestesi umum dan
intubasi. Cacat biasanya berkurang dalam 1 hingga 3 hari. Jika
gastroskisis yang terjadi sifatnya rumit (misalnya terdapat komorbid
atresia usus, perforasi, atau iskemia), neonatus memerlukan eksplorasi
di ruang operasi dengan penempatan silo berikutnya. Sekitar 10% dari
kasus gastroschisis dipersulit oleh atresia usus. Operasi pada
gastroschisis dapat dilakukan melalui penutupan primer atau dengan
penutupan bertahap. Setelah pengurangan dilakukan, cacat kulit dapat
ditutup dengan penutupan jahitan tradisional, atau dengan penutupan
biologis menggunakan sisa tali pusat. Morbiditas postnatal utama
adalah fungsi mukosa yang buruk dan hipoperistaltik usus.14

Gambar 16. (A) Silastic silo yang dipasang segera setelah bayi lahir. (B)
gambaran hasil reduksi gastroskisis dan penutupan mengggunakan sisa tali
pusat. Dikutip dari kepustakaan 14

c) Omfalokel
Persalinan janin dengan defek dinding ventral yang diketahui harus
terjadi di rumah sakit dengan fasilitas neonatologi dan layanan bedah
pediatrik untuk perawatan neonatal. Manajemen awal dimulai dengan
resusitasi ABC (airway, breathing, and circulation). paparan membran
amnioperitoneal terhadap lingkungan luar, menyebabkan neonatus

23
berisiko kehilangan cairan dan panas. Defek harus diperiksa segera
setelah tiba di fasilitas rujukan untuk memastikan membran penutup
utuh, dan pembungkus yang tidak melekat diterapkan untuk
menstabilkan dan mencegah trauma pada kantung. Jika kantung pecah,
usus yang terpapar harus diperlakukan seperti gastroschisis. Sebuah
tabung nasogastrik ditempatkan untuk mendekompresi usus, dan akses
intravena digunakan untuk resusitasi cairan. Karena keterkaitan
omfalokel dengan berbagai sindrom dan anomali tambahan,
pemeriksaan fisik segera yang rinci pada neonatus diperlukan. Selama
kantung membran tetap utuh, tidak ada urgensi untuk melakukan
penutupan operasi, dan waktu dapat diambil untuk menyelesaikan
evaluasi untuk cacat terkait. Ketika neonatus stabil, dan jika cacat relatif
kecil, penutupan primer dapat dilakukan. Jika cacatnya besar, berbagai
teknik penutupan telah digunakan. Konten herniasi dapat ditempatkan
dalam silo Silastik untuk reduksi dan penutupan selanjutnya. Berbeda
dengan gastroschisis, silo untuk omphalocele ditempatkan di ruang
operasi di bawah anestesi umum. Cacat biasanya ditutup dalam 1
hingga 3 hari. Morbiditas dan mortalitas utama pascanatal berkorelasi
langsung dengan adanya defek global seperti aneuploidi atau sindrom
spesifik dan anomali struktural yang terjadi bersamaan.14

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2016. Congenital Anomalies. https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/congenital-anomalies. (diakses pada tanggal 1 Noveber 2019)
2. WHO. 2013. Birth Defects In South-East Asia A Public Health Challenge.
India
3. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Kemenkes - WHO SEAR Bahas Pencegahan
dan Pengendalian Kelainan Bawaan.
www.depkes.go.id/article/view/16081100003/kemenkes---who-sear-bahas-
pencegahan-dan-pengendalian-kelainan-bawaan.html (diakses pada tanggal 1
Noveber 2019)
4. Prasetya, AY. 2018. Cleft Lip and Palate. Fakultas Kedokteran Unversitas
Udayana.
5. Anonim. 2019. Abdominal Wall Defect.
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/abdominal-wall-defect. (diakses pada
tanggal 1 Noveber 2019)
6. Effendi, SH., Rubiyanto, T. 2013. Gastroschisis. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran
7. Lagay, ERC., Kelleher, CM., Langer, JC. 2011. Neonatal abdominal wall
defects. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine.
8. Prabhu, S. dkk. 2012. Etiopathogenesis of orofacial clefting revisited. Vol. 16
Issue 2
9. Sadler TW. 2003. Langman’s Medical Embryology
10. Ledbetter, DJ., 2006. Gastroschisis and Omphalocele. Elsevier 86 (2006) 249–
260.
11. Hodgkinson, PD, dkk. 2005. Management Of Children With Cleft Lip And
Palate: A Review Describing The Application Of Multidisciplinary Team
Working In This Condition Based Upon The Experiences Of A Regional Cleft
Lip And Palate Centre In The United Kingdom. Fetal and Medicinal. 16:1 1–
27

25
12. . Richard, WB., dkk. 2014. Anatomy Of Orofacial Structures: A
Comprehensive Approach . Elsevier
13. Tim Anatomi FK Unhas. 2013. Buku Ajar Anatomi Biomedik 2. FK Unhas
14. Copel, JA., dkk. 2018. Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis And Care. Elsevier

26

Anda mungkin juga menyukai