Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT DAKWAH

“Penerapan Epistimologi Irfani di Kalangan Umat Islam”

Oleh : Arif Maulana (180305008)

Email : arifmaulana0510@gmail.com

Abstrak

Dalam kajian Epistimologi terdapat banyak bagian-bagian yang masing-masing sebagai rencana
bangun, yang kemudian membentuk sebuah disiplin ilmu secara otonom. Salah satunya adalah
Epistimologi irfani, yang dikatakan merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat islam, seperti
halnya Burhani dan Bayani. Namun ketika bahasan berlanjut ke ranah ilmu pengetahuan secara
umum, maka tentu epistimologi Irfani juga mempunyai andil di dalamnya. Mungkin
Epistimologi Irfani dianggap merupakan bagian kecil dari cabang filsafat keseluruhan. Namun
dalam pembahasannya akan ditemukan fenomena-fenomena menarik justru dapat sebagai awal
dari ideologi selanjutnya.
Kata Kunci :
A. Pendahuluan

Krisis yang terjadi dalam sebuah masyarakat akan membawa pada kritik
tradisi, sedangkan kritik tradisi itu sendiri akan membawa kepada kritik nalar, yaitu kritik
terhadap kaidah-kaidah penalaran, mekanisme pikran, logika dan standard pengabsahan
yang telah dan sedang diparktikkan. Tesis seperti ini pernah diajukan oleh Ali Harb, salah
seorang Intelektual Arab, ketika mengamati maraknya upaya kritik nalar yang dilakukan
oleh para Intelektual terhadap tradisi keilmuan Arab Islam. Lebih jauh menurutnya, kritik
seperti itu tidak cukup dengan hanya melihat hasil pemikiran sebagai pendapat, konsep,
mazhab, sekte atau aliran, tetapi lebih dari itu perlu pengkajian ulang terhadap dasar-
dasar pengetahuan dan sistem-sistemnya serta pendalaman terhadap dasar-dasar
kebudayaan dan bangunannya yang sudah baku dan dianggap kokoh.

Dalam setiap komunitas, masyarakat atau tradisi, ketika telah mencapai


kemapanan dan pandangan-pandangan, konsep-konsep serta pemikiran-pemikiran yang
berkembang telah terakumulasi menjadi “paradigma tunggal”, yang membuatnya menjadi
mandul, stagnan dan jatuh dalam keterpurukan, selalu ada upaya-upaya yang muncul dari
dalam komunitas tersebut untuk melakukan etokritik yang mengarah1 kepada kritik nalar.
Dalam tradisi ilmiah Barat-modern misalnya, bukan rahasia lagi jika krisis yang pernah
dialaminya dan direkam oleh sejarah, kemudian memunculkan upaya kritik seperti yang
dilakukan oleh Copernius, Dascartes, Immanuel Kant, dan lain-lain. Demikian juga,
gema kritik nalar yang sedang marak di dunia islam sekarang ini, salah satu penyebabnya
adalah karena adanya krisis yang sedang melanda dunia Islam.

Anggapan seperti itu pernah begitu dominan dalam taradisi ilmiah Barat-
modern, hingga akhirnya Thomas Kuhn datang menantang anggapan lama tersebut dan
memperkenalkan perspektif sebaliknya. Menurut Kuhn perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan bukan semata-mata karena proses akumulasi yang berjalan secara terus
menerus atau dicirikan dengan kontinuitas, melainkan karena tahapan-tahapan
perkembangan ilmu pengetahuan seringkali terjadi penyimpangan atau loncatan paradigm
karena adanya anomaly dari paradigm lama menuju paradigma baru.

1
M. Firdaus, Metode Kritik Nalar Muhammad ‘Abed Al-Jabiri, (Mataram: LEPPEIM IAIN MATARAM, 2014), hlm. 1.
B. Teori/Aliran

Irfan adalah pengetahuan yang diperoleh dengan olah ruhani dimana dengan
kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya.
Dari situ kemudian dikonsepsikan atau masuk ke dalam pikiran sebelum dikemukakan
kepada orang lain. Dengan demikian, secara metodologi, pengetahuan ruhani setidaknya
diperoleh melalui tiga tahapan yaitu persiapan, penerimaan dan pengungkapan, baik
dengan lisan maupun dengan tulisan.2

Menurut al-Jabiri, ‘irfani dibagi menjadi dua yaitu ‘irfan sebagai sikap dan
teori. Sebagai sikap ‘irfani merupakan pandangan seseorang terhadap dunia secara
umum. Secara umum sikap ini lebih cenderung lari dari dunia dan menyerah pada hukum
positif manusia, bahkan cnderung pada mementingkan individu.3

Dalam dunia Islam irfani sebagai sikap banyak dikembangkan oleh kalangan
sufi secara umum dan ashab al-ahwal, sementara irfani sebagai teori direpresentasikan
oleh para irfaniyun dari kalangan Syi’ah pada umumnya, Syi’ah Ismailiah, dan
khususnya para filosof batiniah. Namun demikian –seperti dikatakan Al-Jabiri—
pembedaan yang seperti ini tidak mutlak.4

Dengan demikian, pada fase ini, irfan telah mengkaji soal moral, tingkah laku
dan peningkatannya, pengenalan intuitif langsung pada Tuhan, kefanaan dalam Realitas
Mutlak, dan pencapaian kebahagiaan, disamping penggunaan simbol-simbol dalam
pengungkapan hakekat realitas-realitas yang dicapai irfan, seperti yang dilakukan Dzun
al-Nun al-Misri (796-861 M).14 Meski demikian, kecenderungan umum fase ini masih
pada psiko-moral, belum pada tingkat metafisis.5

2
Zulpah Makiah, “Epistimologi Bayani, Burhani dan Irfani Dalam Memperoleh Pengetahuan Tentang
Maslahah”,Jurnal IAIN Antasari, (Vol.4 No.1 Tahun.2016), hlm. 5.
3
Arini Izzati Khairina, “Kritik Nalar Arab Muhammad Abed Al-Jabiri”, Jurnal Universitas Islam Negeri Yogyakarta,
(Vol.4, No.1, Tahun.2016), hlm. 108.
4
M. Faisol, “Struktur Nalar Arab-Islam Menurut Abed Al-Jabiri”, Jurnal Universitas Islam Negeri Malang, (Vol. 6,
No.2, Tahun.2010), hlm. 347.
5
A Khudri Soleh, “Mencermati Epistimologi Sufi (Irfani)”,Jurnal Universitas Islam Negeri Malang, (Vol.6 No.1,
Tahun.2017), hlm. 9
C. Kasus Malas Sholat
Sholat merupakan rukun islam yang kedua setelah mengucapkan dua kalimat
syahadat, sholat juga di dalam Agama Islam merupakan tiang agama. Sebagaimana
Rasulullah Saw bersabda: “Sholat Adalah Tiang Agama, barangsiapa yang
menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang
merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya”. Salah satu hikmah
melaksanakan sholat adalah terhindar dari perbutan keji dan munkar, (QS. Al-Ankabut:
45).
berbagai fakta mengungkapkan bahwa tidak semua umat Islam melaksanakan
salah satu keharusannya ini. Tetap saja ada rasa malas pada dia untuk melaksanakan
shalat. Padahal, Allah SWT telah memperingatkan kita mengenai pedihnya siksa orang
yang meninggalkan shalat maupun yang lalai dalam menjalankannya. Bukan sesuatu
yang mengherankan, banyak kaum muslimin bekerja banting tulang sejak matahari terbit
hingga terbenam.
Pertanyaannya, kenapa mereka melakukan hal itu? Karena mereka mengetahui
bahwa hidup perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja.
Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun melakukannya.
Kalau dari hasil analisis saya orang yang malas melaksanakan sholat ini beberapa faktor
yang pertama, pergaulan dengan orang-orang yang sengaja meninggalkan sholat kedua,
kurangnya pengetahuan agama, bahwa sholat itu adalah kewajiban setiap muslim.
Dari permasalahan dari hasil pengamatan saya, orang Islam yang meninggalkan
sholat ini, memang ada unsur kesengajaan ketika mereka meninggalkan sholat. Dengan
mengemukakan pernyataan, saya masih muda nanti aja sholatnya kalau sudah tua.
padahal jika kita melihat teks Al-Qur’an dan Hadits banyak kita temukan keutamaan
sholat yang tertera secara jelas dalam kedua sumber hukum Islam ini. Sebagaimana Allah
Ta’ala telah berfirman di dalam Al-Qur’an Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-
orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153).
D. Solusi
Untuk solusi yang saya tawarkan agar orang yang malas sholat menjadi orang
yang tidak malas sholat. Pertama, Mengingatkannya akan kewajiban shalat dan bahwa
shalat adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat. Kedua,
Mengajarinya tentang keutamaan shalat; karena shalat adalah sebaik-baik yang telah
diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya dan sebaik-baik cara seorang hamba
bertaqarrub kepada Rabbnya. Ibadah shalat adalah ibadah yang pertama kali dihisab dari
semua urusan agamanya, shalat lima waktu akan menjadi penghapus dosa disela-selanya,
selama tidak melakukan dosa besar, satu kali sujud saja akan mengangkat satu derajat
seorang hamba dan menggugurkan satu kesalahan dan lain sebagainya dari semua
keutamaan shalat. Ketiga, Mengingatkannya bahwa kelak akan bertemu dengan Allah
Ta’ala-, kematian, alam kubur dan apa yang akan terjadi kepada mereka yang
meninggalkan shalat dengan suul khatimah (penutup usia yang buruk) dan siksa kubur.
Keempat, Menjelaskan bahwa mengakhirkan shalat dari waktu pelaksanaannya termasuk
dosa besar. Keempat, Menjelaskan dampak yang besar dari dinyatakannya berada dalam
kekufuran, seperti batalnya pernikahannya, diharamkan tinggal bersama dan menggauli
istrinya, termasuk tidak dimandikan, tidak dishalatkan setelah meninggal dunia. Kelima,
Memberinya hadiah kutaibat (buku-buku kecil) dan kaset-kaset yang berisi tentang shalat,
hukuman bagi yang meninggalkannya dan yang meremehkannya. Keenam, Menjauhinya
pada saat dia terus-menerus meninggalkannya. Ketujuh, Mengajak yang bersangkutan
untuk mendatangi orang-orang yang memiliki ilmu agama tingkat tinggi tentang masalah
sholat.6

E. Penutup
Epistimologi irfani merupakan sebuah cabang ilmu filsafat yang kemudian
membentuk disiplin ilmu secara otonom. Irfani bentuk infinitive dari kata arafa yang
berarti tahu atau mengetahui ini erat kaitannya dengan konsep tasawuf. Karena itu,
pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani,

6
https://islamqa.info/id/answers/47425/cara-efektif-untuk-mendakwahi-mereka-yang-meninggalkan-shalat-dan-
cara-bergaul-dengan-para-ahli-bidah. Diakses Tanggal 03 Desember 2019, Pukul 19:04.
yang setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan; Persiapan, Penerimaan, dan
Pengungkapan.

Daftar Pustaka
M. Firdaus, Metode Kritik Nalar Muhammad ‘Abed Al-Jabiri, (Mataram: LEPPEIM IAIN
MATARAM, 2014).

Zulpah Makiah, “Epistimologi Bayani, Burhani dan Irfani Dalam Memperoleh Pengetahuan
Tentang Maslahah”,Jurnal IAIN Antasari, (Vol.4 No.1 Tahun.2016).

Arini Izzati Khairina, “Kritik Nalar Arab Muhammad Abed Al-Jabiri”, Jurnal Universitas Islam
Negeri Yogyakarta, (Vol.4, No.1, Tahun.2016).

M. Faisol, “Struktur Nalar Arab-Islam Menurut Abed Al-Jabiri”, Jurnal Universitas Islam
Negeri Malang, (Vol. 6, No.2, Tahun.2010).

A Khudri Soleh, “Mencermati Epistimologi Sufi (Irfani)”,Jurnal Universitas Islam Negeri


Malang, (Vol.6 No.1, Tahun.2017).

https://islamqa.info/id/answers/47425/cara-efektif-untuk-mendakwahi-mereka-yang-
meninggalkan-shalat-dan-cara-bergaul-dengan-para-ahli-bidah. Diakses Tanggal 03 Desember
2019, Pukul 19:04

Anda mungkin juga menyukai