KELOMPOK :
UNIVERSITAS MATARAM
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “PELAKSANAAN PEMERINTAHAN
DALAM SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI” ini tepat pada waktunya.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun
ini tak pernah lepas dari kekurangan. Dengan itu kami sangat mengharapkan
masukan dari para pembaca, sebagai acuan kami dalam menyusun makalah-
makalah kami selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang
Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas
sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk
menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan
hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era
otonomi daerah.
Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja
dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan.
Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi
dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem
Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari
penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekonsentrasi dalam
UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam
Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.
Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah
adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tangganya. Pemerintahan Daerah
memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat-pejabat
daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk
menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah
untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber
keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan
sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak terjadi
perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal –hal tersebut diatas. Tetapi
dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan
besar dalam kewenangan Pemerintahan Daerah.
1
Pengelolaan lingkungan hidup sangatlah penting untuk dilihat dalam era
otonomi daerah sekarang ini karena lingkungan hidup sudah menjadi isu
internasional yang mempengaruhi perekonomian suatu negara.
Pemerintahan Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam
mengelola daerahnya terutama sekali Pemerintahan Kota atau Kabupaten. Dalam
makalah ini akan dibahas masalah lingkungan hidup di era otonomi daerah dan
bagaimana Kewenangan daerah terhadap lingkungan hidup juga akibat
kewenangan yang besar tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Sentralisasi dan Desentralisasi
2. Hakikat sentralisasi
3. Kebaikan dan kelemahan sentralisasi dan Desentralisasi
4. Dampak sentralisasi
C. Tujuan
1. Mengetahui Perbedaan Sistem Sentralisasi dan Desentralisasi
2. Mengetahui Kelebihan dan kekurangan Sistem Sentralisasi dan
Desentralisasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2) Keseragaman terjadi di seluruh wilayah negara,karena memang di buat
sedemikian rupa,jadi selain kebersamaan dalam berbagai segi termasuk
uniform.
3) Kesatuan melengkapi pemerintah pusat,karena pemerintah pusat di
perkuat oleh peraturan perundang-undangan untuk tidak di ganggu-
gugat.
4) Paham separatisme dapat di tekan karena dengan berpijak kepada
persatuan dan kesatuan bangsa,segala isme-isme kedaerahan dapat di
hilangkan dan jauh-jauh sebelumnya di kikis.
5) Kontrol dapat di teliti,karena aparat pemerintah pusat pada unit-unit
departemen-departemen ataupun instansi-instansi sangat kecil,dan
kalaupun ada departemen-departemen dan sebagainya itu tunduk pada
peraturan perundang-undangan sentral.
6) Pengawasan mudah karena di dukung oleh UU dan peraturan,bahkan
konstitusi sendiri mengenai sentralisasi ini.
7) Cocok untuk mempertahankan kekuasaan karena bila puncak
pemerintahan di pusat adalah rezim yang otoriter maka cara ini tepat
dipakai sebagai sistem pemerintahan yang berlaku.
2) Kelemahan sentralisasi
Pelaksanaan sentralisasi dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah
daerah di hasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga
waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
4
2) Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbedaan
kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan. Sehingga, setiap
daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah
pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi
daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial
budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan
ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan
inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
3) Segi Keamanan dan Politik
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah
keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi
konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional
Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif di bidang ini. Seperti
menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi
militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan
sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada
permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena
seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena
pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri
daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat.
Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau
kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan
tersebut terhambat.
5
D. Faktor Negara Melaksanakan Sentralisasi
1) Faktor Bentuk Negara
Negara kesatuan lebih tepat melaksanakan sentralisasi dalam menjaga
kesatuan negara.
2) Faktor rezim yang berkuasa
Kalau rezim yang berkuasa dalam suatu negara adalah rezim otoriter,maka
cenderung untuk melaksanakan sentralisasi.
3) Faktor geografis
Negara kontinental mudah mengatur dengan menggunakan sentralisasi.
4) Faktor Warga Negara
Warga negara yang homogen penduduknya cenderung untuk melaksanakan
sentralisasi.
5) Faktor Sejarah
Negara yang sering terjadi pemberontakan di imbangi dengan adanya
sentralisasi begitu juga Negara yang sering melakukan peperangan.
6) Faktor Efektivitas
Untuk mencapai efektivitas di lakukan sentralisasi misalnya untuk
keperluan-keperluan politik dan ekonomi.
7) Faktor Politik
Kebijaksanaan pemerintah di bidang politik,misalnya alasan ekonomi yaitu
untuk menyelenggarakan pembangunan atau untuk membentuk kekuatan fisik
strategi militer maka di laksanakan sentralisasi.
E. Hakikat Sentralisasi
Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas PP No 6/2005 tentang pemilihan dan pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah membawa Indonesia pada titik di mana masalah peran
pusat dan daerah masuk kembali pada wacana publik.
Sentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun
1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada
6
pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan "baik" dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Seperti telah diketahui, pemahaman dan tujuan "baik" semacam itu sudah
dipandang ketinggalan zaman. Saat ini sentralisasi dikaitkan pertanyaan apakah
prosesnya cukup akuntabel untuk menjamin kesejahteraan masyarakat lokal.
Semata birokrasi untuk pelayanan tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan
masyarakat, bahkan sering merupakan medium untuk melencengkan sumber daya
publik. Kontrol internal lembaga negara sering tak mampu mencegah berbagai
macam pelanggaran yang dilakukan pejabat negara.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan
oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah "melepaskan
diri sebesarnya dari pusat" bukan "membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah".
Karena takut dianggap tidak politically correct, banyak orang enggan
membahas peran pusat dan daerah secara kritis. Kini sudah saatnya proses
pembahasan dibuka kembali dengan mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih
jujur.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses
satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua "sasi" itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua, batas antara pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di
daerah bisa terbelah antara para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal.
Adalah mungkin pemerintah pusat memainkan peran menguatkan masyarakat lokal
dalam menghadapi kesewenangan kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat yang
berubah, tanggung jawab pusat maupun daerah akan terus berubah pula.
7
Dalam penyelenggaraan negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang
peran pusat dan daerah. Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur
tangan pusat di daerah di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan sentralisasi
dapat terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda.
Pusat mempunyai kecenderungan untuk mendorong sentralisasi karena
berbagai alasan. Untuk alasan "negatif" dapat disebut alasan seperti kontrol sumber
daya dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun, ada alasan-alasan yang
dapat bersifat "positif", seperti kestabilan politik dan ekonomi, menjaga batas
kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong program secara cepat.
Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia, pusat mempunyai
sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam berinteraksi secara global,
dan ada pada domain di mana pengaruh etik pembangunan yang diterima secara
internasional. Pemerintah pusat juga berada pada hot spot proses politik. Adalah
lebih mungkin terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika kekuatan
masyarakat sipil bersatu.
Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif
tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi politik
pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi terhadap
para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi. Pemerintah
pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap daerah.
Kepopuleran individu selalu tidak bertahan lama dan dapat segera dirusak oleh
ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi.
Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi
lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan
kelompok. Penyelenggara negara di tingkat pusat terdiri dari beberapa partai
politik. Kombinasi antara partai politik yang hampir seluruhnya punya masalah
akuntabilitas dan sistem politik representasi (oleh partai politik yang dapat
dikatakan sama di DPRD) yang tidak akuntabel di tingkat lokal membuat
masyarakat lokal tidak mudah memercayai "pusat". Jika ingin memperbaikinya,
pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas sendiri agar
mendapat dukungan masyarakat lokal.
8
Indonesia kini mulai mengalami apatisme terhadap desentralisasi. Situasi
ini bisa dimanfaatkan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tingkat
daerah. Kasus Argentina dan Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya
legitimasi para elite politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional
untuk melakukan resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu.
Kedua pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk
mengubah arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada.
Kembali kepada persoalan awal, masalah sentralisasi dan desentralisasi
bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya
kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak
wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga
kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian
tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak
daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal
dengan kepentingan sempit.
Pemerintah pusat seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk
berhadapan dengan kekuatan tadi. Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang
untuk merekomendasikan penghentian pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD.
Namun, sebagai institusi KPU daerah harus diperkuat secara institusional dan
organisatoris. Meskipun pemerintah pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut
mendorong perubahan sistem politik yang ada sekarang, perbaikan penegakan
hukum di daerah-daerah sangat membantu kekuatan masyarakat pro perubahan.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan
perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan
sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya,
membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel.
Pemerintah daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan
perpolitikan lokal.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah
di tingkat pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR
maupun asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu badan
9
yang lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah. Badan ini
seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan suatu badan
yang otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan pemonitoran
yang mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat, pemerintah
daerah, maupun masyarakat.
Definisi tentang desentralisasi sendiri telah ditulis oleh para ahli yang
jumlahnya sangat banyak. Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran
terhadap desentralisasi ternyata sangat beragam dikarenakan perbedaan latar
belakang politik, pengalaman dan pengaruh bentuk negara di mana masing-
masing mereka tinggal dan berkembang, serta pendekatan terhadap
desentralisasipun juga sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain.
10
sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk
dilaksanakan.
11
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
G. Manfaat Desentralisasi
b) Efektivitas
12
Melalui desentralisasi, aparat pemerintah daerah diharapkan akan
meningkatkan kesadaran moral untuk memelihara kepercayaan yang diberikan oleh
pemerintah pusat, kemudian akan timbul suatu komitmen dalam diri mereka
bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah dipercayakan kepada mereka,
serta bagaimana menunjukkan hasil-hasil pelaksanaan urusan melalui tingkat
produktivitas yang mereka miliki.
H. Tujuan Desentralisasi
13
I. Kategori Desentralisasi
14
c) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum
dan pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi
kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit
pemerintah non pusat (sub-national government). Desentralisasi
administratif, memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi dan
devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif
dan efisien
d) Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah
untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan
pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer
dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk
melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah.
J. Kelebihan Desentralisasi
15
K. Kekurangan Desentralisasi
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DATAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Sentralisasi
https://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
http://ramaitugas.blogspot.com/2014/03/makalah-sentralisasi.html
http://www.eduspensa.com/2015/12/pengertian-sentralisasi-desentralisasi-
dekonsentrasi.html
http://finaslv.blogspot.com/2014/11/makalah-sentralisasidesentralisasi-
dan.html
18