Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dikatakan sebagai keseluruhan yang komplit, independen, dan holistik
secara biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang keseluruhannya tidak dapat
dipisahkan. Teori Henderson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia yaitu: bernafas
secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak dan mempertahankan
posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur, memilih cara berpakaian,
berpakaian dan melepas pakaian, mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam
rentang normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari
lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan, bekerja
yang menjanjikan, prestasi, bermain dan bepatisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi,
belajar, menggali atau memuaskan rasa keinginantahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan teori Henderson terdapat kebutuhan mobilisasi yang harus
dipenuhi untuk mencapai kesehatan. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju
kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2006). Mobilisasi secara tahap demi tahap
sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis
mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa
sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga
yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi,
sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi.
Kondisi dimana seseorang tidak dapat melakukan mobilisasi dinamakan
imobilisasi. Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak didefinisikan oleh
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik baik aktif
dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995). Imobilitas dapat
1
mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan
sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan
endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolisme dan nutrisi,
perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier & Erb,
1987).
Gangguan pergerakan atau yang disebut dengan imobilisasi sering dijumpai
pada pasien dengan penyakit stroke. Penyakit stroke adalah suatu penyakit yang terjadi
akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga bagian otak
tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya, akibatnya timbulah berbagai
macam gejala sesuai bagian otak yang terlibat salah satunya ialah lumpuh sebagian atau
seluruh anggota gerak. Tidak mampunya pasien dengan penyakit stroke melakukan
gerak aktivitas maka akan mengakibatkan komplikasi pada sistem yang lainnya
misalnya gangguan pada sistem integumen akibat tirah baring yang lama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar mobilisasi?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Penulis dapat mengetahui tentang gambaran umum asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
2
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan askep ini terhadap mahasiswa ialah mahasiswa mengetahui,
memahami dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi secara tepat dan benar.
Manfaat penulisan askep ini terhadap tenaga kesehata khususnya perawat ialah,
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi secara tepat dan benar dan asuhan keperawatan ini dapat dijadika alat
komunikasi dengan rekan dan tenaga kesehatan yang lain.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini terdiri dari empat bab, yaitu BAB I
Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Konsep teoritis asuhan
keperawatan. Pada konsep teoritis terdiri dari konsep dasar mobilisasi dan asuhan
keperawatan teoritis gangguan pemenuhan mobilisasi. Pada konsep dasar mobilisasi
terdiri dari definisi mobilisasi dan imobilisasi, jenis-jenis mobilisasi dan imobilisasi,
fisiologis gerak aktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi, gangguan
mobilisasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan gangguan pemenuhan
mobilisasi, sedangkan pada asuhan keperawatan teoritis gangguan pemenuhan
mobilisasi terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
BAB III Tinjauan kasus, pada tinjauan kasus terdiri dari pengkajian , diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berdasarkan data yang diperoleh dari pasien
atau keluarga pasien. BAB IV Penutup, pada penutup menyajikan kesimpulan dan saran
atas keseluruan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan mobilisasi.
BAB II
3
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILISASI
4
Berdasarkan jenisnya, menurut Aziz (2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Selain mobilisasi juga terdapat beberapa jenis imobilisasi yaitu sebagai berikut:
1. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
5
C. FISIOLOGIS MOBILISASI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah
suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan aktifitas dan
tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
6
Menurut Mubarak (2008) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Gaya hidup :
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses penyakit atau cidera :
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan :
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat ; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Tingkat energi :
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan status perkembangan :
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
E. GANGGUAN MOBILISASI
Ganguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala
gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan
kelemahan (paresis) atau spatisitas. Untuk kelainan ini sering digunakan kata
diskinesia.
Banyak kelainan neurologi yang ditandai dengan gangguan gerak (diskinesia).
Gangguan gerak dapat berupa:
1. Gerakan yang lamban (bradikinesia), berkurang atau tidak ada gerakan
(akinesia),walaupun penderitanya tidak lumpuh.
2. Gerakan involunter yang berlebihan (hiperkinesia).
7
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara
psikologis, imobillitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu,
kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan tidak
berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik
diri, dan apatis.
Sedangkan masalah fisik yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
osteoporosi, atrofi otot,kontraktur, dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
a. Osteoporosis
Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan
mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang mennjadi
keropos dan mudah patah.
b. Atrofi Otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c. Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau
memanjang. Lama kelamaan kondisi ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon dan
ligamen.
d. Kekakuan Dan Nyeri Sendi
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami
ankilosa. Selain itu, tulang juga mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan pada sendi.
8
Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi
antara lain:
a. Stasis Urine
Pada individu yang mobil, grivitasi memerankan peran yang penting dalam
proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaiknya saat individu
dalam posisi berbaring untuk waktu yang lama gravitasi justru akan
menghambat proses tersebut akibatnya, pengosongan urine menjadi
terhambat, dan terjadilah stasis urine ( terhentinya atau terhambatnya aliran
urine)
b. Batu Ginjal
Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidak seimbangan antara kalsium dan
asam sitrat yang mengakibatkan kelebihan kalsium. Akibatnya urine
menjadi lebih basa, dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya batu
ginjal.
c. Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot
perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung
kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih
secara tuntas.
d. Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung
proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah Escherichia coli.
3. Gangguan gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi sistem pencernaan yaitu
fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui
salah satunya adalah konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltik
dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan menjadi sangat
keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
4. Gangguan respirasi
9
a. Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya kondisi
otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan; obat –obat tertentu
(misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi ini.
b. Penumpukan secret
Normalnya, sekret pada saluran penafasan dikeluarkan dengan perubahan
posisi atau postur tubuh, setra dengan batu. Pada kondisi imobilisasi, sekret
terkumpul pada jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu proses
difusi oksigen dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya batuk untuk
mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya tonus otot-otot
penafasan.
c. Ataelektasis
Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional
dapat menurunkan produksi surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan
sumbatan sekret pada jalan nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.
c. Edema dependen
10
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah
pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema ini akan
meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan lebih
banyak edema.
b. Kerusakan Kulit
11
Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area
tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang
dapat menimbulkan ulkus dekubitus.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen : Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan untuk
mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan tergangunya kemampuan
gerak.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang)
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat
pada kerusakan otot.
5. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
6. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
7. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
8. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi
mutipes, atau cedera hati.
12
Adapun penatalaksanaan umum dan khusus dalam pemenuhan mobilisasi
(Nuzulul,2011) , diantaranya ialah:
Penatalaksanaan umum:
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:
13
sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat
bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
1. Pencegahan Primer:
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik,
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial yang
terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya
hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk),
depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya
dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang
aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik
secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut ini
akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah
latihan khusus).
14
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh
klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan
klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu
keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis
keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah gangguan
mobilitas fisik.
15
Pengkajian Riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
imobilitas misal adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler,riwayat penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit
muskuloskeletal.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
tanpa bantuan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan sistem pernapasan,
antara lain suara napas,analisis gas darah, gerakan didinding thorak, adanya
mukus,batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan
pengkajian berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda vital,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah
melakukan aktifitas.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Menurut Carpenito (2000), diagnosa keperawatan adalah
suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko
16
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memeberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah.
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang
respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan gangguan mobilisasi, yaitu
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur
Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri
17
Batasan karakteristik :
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
Dispnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
18
Keterlambatan perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse
Kaku sendi
Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Kerusakan integritas struktur tulang
Malnutrisi
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Nyeri
Agens obat
Program pembatasan gerak
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensoriperseptual
19
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan rata
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan tidak rata.
d. Intoleransi Aktivitas
Batasan Karakteristik:
20
Faktor yang Berhubungan:
Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton
3. Perencanaan
Menurut Judith dan Nancy (2014), perencanaan yang mungkin pada pasien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi ialah sebagai berikut:
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur.
Tujuan : mencapai mobilitas di tempat tidur.
Kriteria hasil :
1. Gerakan terkoordinasi.
2. Pergerakan sendi aktif
3. Pengaturan posisi tubuh dengan kemauan sendiri
4. Mobilitas yang memuaskan
Rencana Keperawatan.
No Intervensi Rasional
1 Perawatan tirah baring meningatkan kenyamanan dan keamanan
serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
21
2 Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan
mekanika tubuh pergerakan dalam aktivitas sehari-hari
untuk mencegah keletihan dan ketegangan
atau cedera muskuluskeletal.
22
3. Tidak dispnea saat beraktifitas
4. Cara berjalan normal
5. Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6. Pergerakan sendi bebas
7. Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8. Postur tubuh stabil
9. Gerakan teratur dan terkoordinasi.
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan
mekanika tubuh pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk
mencegah keletihan dan ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.
23
6. Berikan pengaturan mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien
posisi secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
Rencana Keperawatan
No intervensi Rasional
1. Berika Promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahkan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.
24
4. Bantuan perawatan membantu individu untuk mengubah lokasi
diri: berpindah tubuh.
d. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menunjukan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1. Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2. Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai respon terhadap
beraktivitas
3. Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan Terapi Aktivitas memberi anjuran tentang dan bantuan dalam
aktifitas fisik, kognitif, social, dan spiritual
yang spesifik untuk menungkatkan rentang,
frekwensi, atau durasi aktivitas individu
(atau kelompok)
25
5 Terapi dan latihan fisik: menggunakan aktifitas aytau protokol
pengendalian otot latihan yang spesifik untuk meningkatkan
atau memulihkan gerakan tubuhyang
terkontrol.
26
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1 Manajemen Energi Mengatur penggunaan energi untuk mencegah
keletihan dan mengoptimalkan fungsi
2 Promosi latihan fisik Memfasilitasi aktivitas fisik yang rutin untuk
mempertahankan atau meningkatkan tingkat
kebugaran dan kesehatan
3 Promosi latihan fisik : Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin
latihan kekuatan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan otot
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah prilaku
yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal keakuratan
dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan
apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
27
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan . evaluasi
proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri
atasan alisis rencana asuhan keparawatan, pertemuan kelompok, wawancara,
observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.AB DENGAN GANGGUAN MOBILISASI DI
RUANG BELIBIS RSUD WANGAYA
28
TANGGAL 3 DESEMBER 2014 S/D 5 DESEMBER 2014
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 3 Desember 2014 pukul 13.00 WITA di
Ruang Belibis RSUD Wangaya dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
dan dokumentasi (rekam medis).
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Pasien
Pasien Penanggung
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanannya terasa kaku dan tidak dapat
digerakan
29
Pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, tidak merasakan
sensasi apapun, dan tidak dapat digerakan sejak 2 hari sebelum dibawa ke rumah
sakit, sebelumnya pasien mengatakan mengalami sakit kepala yang mendadak.
Pada tanggal 3 desember 2014 pukul 07.00 wita pasien diantar oleh istrinya ke
UGD RSUD Wangaya, di UGD pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya
masih kaku dan tidak dapat digerakkan, pasien juga mengatakan kepalanya masih
terasa sakit. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital: tekanan darah
180/120 mmHg, suhu: 36,5oC , pernapasan : 16x/menit, dan Nadi : 86x/menit.
Skala nyeri kepala pasien 5.
Di UGD pasien mendapat terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08.00 WITA)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8jam (jam 08.00 WITA), skin test (-)
Ranitidine 1amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Pemeriksaan laboratorium : DL (terlampir)
Dari hasil pemeriksaan diagnostik, pasien didiagnosa oleh dokter dengan diagnosa
medis Stroke iskemik, dan pasien disarankan untuk dirawat inap di ruang belibis.
Di rawat inap pasien mendapatkan terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08,13,19)
Asam asetil salicilat 1x80mg (jam 16)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8 jam (jam 08, 16, 24)
Ranitidine 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Pemeriksaan diagnostik: head CT scan (terlampir)
30
5) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang
sama yaitu penyakit stroke iskemik.
c. Pola Kebiasaan
1) Bernafas
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami adanya gangguan pernafasan.
2) Makan dan Minum
Makan : Pasien mengatakan sebelum sakit biasa makan tanpa dibantu oleh
keluarga, dan biasa makan 3x sehari dengan porsi nasi satu piring, dengan lauk
sayur, daging dan terkadang dengan buah. Pasien mengatakan tidak ada alergi
dengan makanan tertentu.
Saat pengkajian pasien mengatakan tidak bisa makan sendiri karena tangan
kanannya tidak dapat digerakkan. Pasien mengatakan tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien menghabiskan 1 porsi nasi dalam sekali makan dengan
lauk dan sayur yang disediakan oleh rumah sakit.
Minum : pasien mengatakan sebelum sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami gangguan dalam minum, pasien biasa minum 8 gelas/perhari (2
liter/hari)
3) Eliminasi
Eliminasi feces/BAB: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAB setiap pagi
dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan tanpa dibantu oleh
keluarga. Saat pengkajian pasien mengatakan setiap BAB harus dibantu oleh
keluarganya disebabkan karena pasien tidak mampu pergi ke kamar mandi.
pasien terlihat BAB dibantu oleh keluarganya dengan menggunakan pispot di
tempat tidur, feces berwarna kuning kecoklatan, bau khas feces dan
konsistensi lembek , lendir (-), darah (-).
Eliminasi Urine/BAK: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAK dengan
lancar, warna kuning, bau khas urine, darah (-), nyeri (-). Saat pengkajian
pasien terlihat terpasang kateter, dengan volume kencing 1,5 liter/hari, darah
(-), lendir (-), nyeri (-).
4) Gerak dan aktivitas
31
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan dalam beraktivitas dan
mampu melakukan pekerjaannya dengan mandiri. Saat pengkajian pasien
mengatakan kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat digerakan,
sehingga tidak mampu melakukan pekerjaannya . Pasien terlihat dibantu oleh
keluarganya ketika melakukan tindakan. Pasien mengatakan sulit membolak
balik posisi tubuh, pasien mengatakan kekakuan pada sendi, pasien
mengatakan kaki dan tangan kirinya tremor ketika digerakan.
5) Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasa tidur 8 jam/hari. Saat
pengkajian pasien mengatakan hanya dapat tidur 3-4 jam/hari. pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena nyeri kepala bagian belakang dengan
skala nyeri 5, Pasien mngatakan merasa lemah. Terlihat lingkar hitam pada
mata pasien.
6) Kebersihan diri
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa melakukan kebersihan diri seperti
mandi 2x/hari, cuci rambut 2x/minggu, pemeriksan mulut dan gigi setiap
setelah makan dan sebelum tidur, berpakaian, kebersihan kuku dengan mandiri
dan teratur. Saat pengkajian pasien mengatakan tidak mampu dan harus
dibantu oleh keluarga saat melakukan perawatan kebersihan diri. Pasien
terlihat dibantu oleh keluarganya. Pasien mengatakan mandi hanya 1x/hari
setiap sore tanpa menggunakan sabun, belum sempat mencuci rambut selama
dirawat, menggosok gigi 1x/hari setiap mandi, mengganti baju 1x setiap
mandi, dan belum sempat membersihkan kuku. Pasien terlihat tidak mampu
mengakses kamar mandi
7) Pengaturan suhu tubuh
Pasien mengatakan sebelum maupun saat pengkajian tidak mengalami
peningkatan suhu tubuh yang berarti. Suhu tubuh pasien setelah diperiksa ialah
36,5 C
8) Rasa nyaman
Pasien mengatakan sebelum sakit sangat merasa nyaman dengan keadaanya,
namun saat pengkajian pasien merasa tidak nyaman karena merasa nyeri,
P (Provoking) : sumbatan pembuluh darah di otak
Q (Quality) : skala nyeri 5
32
R (Region) : belakang kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun tidur
pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalannya, pasien terlihat
merintih dan gelisah.
9) Rasa aman
Pasien mengatakan sebelum sakit maupun saat pengkajian merasa aman,
karena selalu ditemani dan dilindungi oleh anggota keluarganya.
10) Data sosial
Pasien mengatakan keluarganya merupakan keluarga inti. Pasien mengatakan
sebelum sakit, pasien yang mencari nafkah untuk keluargnya sebagai kepala
keluarga, namun setelah sakit istri pasien yang harus mencari nafkah untuk
kehidupan keluarganya. Keluarga pasien termasuk keluarga yang harmonis
terlihat ketika keluarganya menemani pasien di rumah sakit, pasien termasuk
dalam keluarga yang perekonomiannya menengah keatas terlihat karena
pasien tidak menggunakan jaminan kesehatan. Hubungan pasien dengan
pasien yang lain dan perawat harmonis terlihat ketika saling berinteraksi
11) Prestasi dan produktivitas
Pasien mengatakan sebelum sakit mampu bekerja dan menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik,namun setelah sakit pasien mengatakan tidak
mampu bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya.
12) Rekreasi
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa berekerasi dengan keluarga setiap
minggu pasien memilliki hobi memancing, namun setelah sakit pasien tidak
mampu berkreasi dan menjalankan hobinya karena harus dirawat
13) Belajar
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa mencari informasi dengan membaca
buku dan mencari informasi di internet, namun ketika sakit pasien mengatakan
tidak mampu mencari informasi yang berhubungan dengan penyakitnya,
pasien mengeluh tidak paham dengan penyakitnya.
14) Ibadah
Pasien dan keluarganya memiliki kepercayaan hindu. Pasien mengatakan
sebelum sakit biasa beribadah di tempat ibadah agama hindu setiap sore,
namun saat sakit pasien mengatakan hanya mampu berdoa di tempat tidur.
33
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran pasien : GCS (10) . E:4 V:5 M:1
b. Bangun tubuh : gemuk
c. Postur tubuh : tidak terkaji
d. Cara berjalan : tidak mampu berjalan
e. Gerak motorik : terganggu
f. Keadaaan kulit :
Warna : pucat
Turgor kulit : elastis
Kebersihan : kurang bersih
Luka : tidak ada
g. Gejala kardinal : TD :180/120 mmHg, S:36,5C, N:86x/mnt, RR:16x/mnt
h. Ukuran lain : BB : 90kg, TB: 170 cm.
2) Kepala
Bentuk kepala pasien lonjong, rambut tidak tersebar rata dan kotor, kulit
kepala pasien terdapat ketombe, tidak terdapat luka. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
3) Mata
Konjungtiva pasien terlihat merah muda, sklera berwarna putih, pupil mata
ishokor dan terdapat lingkar hitam pada mata pasien. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
4) Hidung
Keadaan hidung pasien terlihat bersih, tidak ada nodul, tidak ada polip, tidak
ada lesi, tidak ada sekret. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya
nyeri tekan.
5) Telinga
Keadaan telinga pasien bersih, tidak ada serumen. Setelah dilakukan tes
pendengaran didapatkan hasil pendengaran pasien normal.
6) Mulut
34
Mukosa bibir pasien terlihat pucat, tidak ada lesi, gusi tidak berdarah, gigi
pasien lengkap, lidah kotor, tonsil (T1) normal. Setelah dipalpasi pasien tidak
merasakan adanya nyeri tekan.
7) Leher
Bentuk leher pasien simetris, warna kulit normal, tidak ada lesi, tidak ada
tumor, tidak ada distensi kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena jugularis.
Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri tekan.
8) Thorax
Bentuk thorax pasien simetris, gerakan dada bebas, suara jantung S1-S2
tunggal reguler, suara paru vesikuler. Payudara pasien simetris, tidak ada
massa, tidak ada lesi, tidak ada nodul, warna areola coklat muda, puting
menonjol keluar. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri tekan.
9) Abdomen
Warna kulit normal, tidak ada luka, tidak ada massa, tidak ada distensi
abdomen, tidak ada ascites, tidak ada hepatomegali. Bising usus normal
30x/menit.
10) Genetalia
Genetalia pasien terlihat kurang bersih, pasien terpasang kateter.
11) Anus
Anus pasien terlihat kurang bersih, tidak ada hemoroid.
12) Ekstremitas :
Ekstremitas atas :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa ataupun
luka, tangan kiri pasien terpasang infus. Setelah dipalpasi pasien tidak
merasakan adanya nyeri tekan.
Ekstremitas bawah :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa ataupun
luka.
Kekuatan otot :
111 444
111 444
35
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 3 Desember 14
Morfologi Rujukan Nilai normal
Hemoglobin (HGB) 13,23 13,2 - 17,3 gr %
Eritrosit (RBC) 4,13 4,20 - 4,87
106/mm3
Leukosit (WBC) 8,89 4,5 - 11,0 103/mm3
Hematokrit 36,30 43 - 49 %
Trombosit (PLT) 238 150 - 450 103/mm3
Neutrofil 54,50 37 - 80 %
Limfosit 24,60 20 - 40 %
Monosit 7,60 2-8%
Eosinofil 5,20 1-6%
Basofil 0,300 0-6%
2. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan kaki kanan Kekuatan otot pasien :
dan tangan kanannya kaku dan 111 444
tidak dapat digerakan. 111 444
Pasien mengatakan sulit
membolak balik posisi tubuh Pasien terlihat dibantu oleh
Pasien mengatakan kekakuan keluarganya ketika makan,
pada sendi minum, BAB, BAK dan ketika
Pasien mengatakan kaki dan melakukan aktivitas yang lain.
tangan kiri tremor ketika nyeri kepala:
digerakan P(Provoking): sumbatan pembuluh
darah di otak
36
Pasien mengeluh nyeri pada Q (Quality): skala nyeri 5
kepalanya R(Region): belakang kepala
Pasien mengatakan kesulitan (oksipitalis)
untuk tidur S(Severity) : intensitas nyeri hilang
Pasien mengatakan hanya sempat timbul
tidur 3-4 jam/hari T (Timing) : setiap bangun tidur
3. Analisa Data
Analisa Data Pasien Tn.AB Dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 3 Desember 2014
Data Subjektif Data Objektif Interpretasi
37
Pasien mengatakan kaki Kekuatan otot pasien : Hambatan mobilitas fisik
kanan dan tangan 111 444
kanannya kaku dan tidak 111 444
dapat digerakan,
pasien mengatakan sulit
Pasien terlihat dibantu
membolak balik posisi
oleh keluarganya ketika
tubuh,
makan, minum, BAB,
pasien mengatakan
BAK dan ketika
kekakuan pada sendi,
melakukan aktivitas yang
pasien mengatakan kaki
lain. Tangan kanan pasien
dan tangan kiri tremor
terpasang infus
ketika digerakan
Pasien mengeluh nyeri TD : 180/120 mmHg Gangguan rasa nyaman :
pada kepalanya, Pasien terlihat meringis Nyeri
pasien mengatakan dan selalu memegangi
kesulitan untuk tidur, kepalanya.
pasien mengatakan merasa Nyeri kepala:
tidak nyaman dengan P (Provoking) : sumbatan
kondisinya karena nyeri pembuluh darah di otak
kepala Q (Quality) : skala nyeri 5
R (Region) : belakang
kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas
nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun
tidur
38
Pasien mengatakan tidak Pasien terlihat dibantu Defisit perawatan diri
mampu melakukan oleh keluarganya saat
kebersihan diri dengan melakukan perawatan
mandiri, kebersihan diri.
Kulit, rambut, kuku dan
gigi, anus dan daerah
kemaluan pasien terlihat
kurang bersih
Pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar
mandi
5. Analisa Masalah
a. P: Hambatan mobilitas fisik
E: gangguan neuromuskular
S: pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat digerakan,
Pasien mengatakan sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien mengatakan kekakuan
pada sendi, Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor ketika digerakan. Pasien
terlihat dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, BAK dan ketika melakukan
aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasang infus.
Proses terjadinya :
39
Akibat penyumbatan pembuluh darah, otak tidak mendapatkan suplai oksigen secara
adekuat, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang memungkinkan
terjadinya pecah pembuluh darah pada otak. Sehingga menyebabkan kematian pada
neuronmuskular, kemudian mengakibatkan kerusakan saluran kortikospinal bagian kiri
di otak yang menyebabkan tangan kanan dan kaki kanan pasien menjadi kaku, dan tidak
dapat digerakan.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Akibat yang ditimbulkan jika tidak ditangani ialah pasien akan menjadi lumpuh
permanen.
Proses terjadinya :
Nyeri kepala merupakan nyeri alihan ke permukaan kepala dari struktur-struktur
dalam otot kepala. nyeri kepala terjadi akibat peregangan struktur intrakranial yang
peka nyeri (durameter, pembuluh darah besar, sinus nervus dan bridging veins). Nyeri
terjadi akibat tarikan pada sinus venosus dan kerusakan membran yang menutupi otak
menyebabkan nyeri hebat yang dikenal sebagai nyeri di kepala
40
Proses tidur berada di bawah kontrol RAS (reticulaar activating system). Proses tidur
terjadi apabila pusat tertentu di batang otak mengirim sinyal inhibisi ke neuron di
sepanjang RAS. Sinyal inhibisi ini tampak disebabkan oleh pelepasan neurotransmiter
serotonin oleh sel formasio retikularis. Serotinin menghambat stimulasi RAS, yang
secara temporer mengakhiri prilaku yang disadari. RAS dapat distimulasi oleh rasa
nyeri. Nyeri mampu menghambat stimulasi RAS sehingga RAS tidak melepas
neurotransmiter serotonin sehingga pasien yang mengalami nyeri akan menjadi
terjaga.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Jika tidak ditanggulangi pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman, kelemahan
yang dialami pasien akan bertambah sehingga memperhambat proses penyembuhan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular d/d pasien mengeluh kaki
kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat digerakan, Pasien mengatakan
sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien mengatakan kekakuan pada sendi,
Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor ketika digerakan. Pasien terlihat
41
dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, BAK dan ketika melakukan
aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasanng infus.
kekuatan otot pasien : 111 444
111 444
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial d/d Pasien
mengeluh nyeri pada kepala bagian belakang, pasien mengatakan kesulitan untuk
tidur dan merasa tidak nyaman, pasien mengatakan nyeri timbul setiap baru
bangun. Skala nyeri: 5, intensitas nyeri hilang timbul, TD : 180/120 mmHg,
Pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalanya.
c. Gangguan pola tidur b/d nyeri kepala d/d Pasien mengatakan hanya sempat tidur
3-4 jam/hari, pasien mengatakan mengalami kelemahan, Terlihat lingkar hitam
pada mata pasien.
d. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskular d/d Pasien mengatakan tidak
mampu melakukan kebersihan diri dengan mandiri, pasien terlihat tidak mampu
mengakses kamar mandi, Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya saat
melakukan perawatan kebersihan diri, Kulit, rambut, kuku, gigi, anus, dan daerah
genetalia pasien terlihat kotor.
C. PERENCANAAN
1) Prioritas Masalah Keperawatan berdasarkan tingkat masalah (aktual-resiko-potensial-
sejahtera- syndrome)
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri
b. Gangguan pola tidur
c. Hambatan mobilitas fiik
d. Defisit perawatan diri
42
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Par
Tgl/Ja Keperawatan Hasil -af
m
43
DO : akan bahaya tirah atau
- Pasien terlihat baring yang lama. mengembalikan
dibantu oleh fungsi tubuh
keluarga ketika Kolaborasi : autonom dan
makan, minun, 9. kolaborasikan voluntir selama
BAB, BAK dan terapi kepada ahli pengobatan dan
ketika fisiotherapi pemulihan dari
melakukan kondisi sakit atau
aktivitas yang cedera.
lain.
- Kekuatan otot 5. mobilitas sendi
pasien: menggunakan
6. menggunkan
aktivitas tertentu
atau protokol
latihan yang
sesuai untuk
meningkatkan
atau
mengembalikan
gerakan tubuh
yang terkendali.
7. mengatur posisi
pasien atau
44
bagian tubuh
pasien secara
hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan
fisiologis dan
psikologis.
8. pasien dan
keluarga
memahami akan
bahaya tirah
baring yang lama.
9. memberikan
terapi yang lebih
terkontrol untuk
pasien
45
D. PELAKSANAAN
46
Kamis, 4 des 3 mengobservasi pasien masih terlihat tidak mampu Putu
2014 kemampuan gerak pasien menggerakan tangan kanan dan kaki
Jam 08.00 wita kanannya
memberikan terapi
Jam 08.30 wita 3 latihan fisik: ambulasi pasien terlihat kesulitan saat latihan Putu
menggunakan kursi roda
memberikan terapi
Jam 09.00 wita 3 latihan fisik pasien terlihat cepat lelah ketika melakukan Putu
terapi .
memberikan terapi
Jam 16.00 wita 3 latihan fisik: pasien terlihat masih dibantu untuk latihan Petugas jaga
pengendalian otot menggerakan anggota tubuh
Jumat, 5 des 3 mengobservasi pasien masih terlihat tidak mampu Petugas jaga
2014 kemampuan gerak pasien menggerakan tangan kanan dan kaki
Jam 08.00 wita kanannya
memberikan pengaturan
Jam 10.00 wita 3 posisi. pasien terlihat kesulitan ketika dibantu dalam Petugas jaga
pemberian posisi.
Jam 14.00 wita 3
kekakuan otot pasien mulai berkurang. Petugas jaga
47
mengkolaborasikan
terapi dengan ahli
fisioterapi
E. EVALUASI
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Tn. AB dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 5 Desember 2014
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Kep Evaluasi Sumatif Nama
Perawat/Paraf
1 5 des 2014 Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan S : pasien mengatakan belum mampu Putu
neuromuskular d/d pasien mengeluh kaki membolak balikan posisi tubuh,
kanan dan tangan kanannya kaku, tidak pasien mengatakan blm mampu
merasakan sensasi apapun, dan tidak dapat melakukan gerakan motorik halus dan
digerakan, Pasien mengatakan sulit kasar
48
membolak balik posisi tubuh, Pasien O : pasien terlihat belum mampu
mengatakan kekakuan pada sendi, Pasien beraktivitas dengan waktu reaksi yang
mengatakan kaki dan tangan kiri tremor lebih panjang, cara berjalan pasien
ketika digerakan. Pasien terlihat dibantu terlihat belum normal, gerakan pasien
oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, belum terkoordinasi dan teratur.
BAK dan ketika melakukan aktivitas yang A : tujuan belum tercapai, masalah belum
lain. teratasi
P : lanjutkan intervensi observasi
kemampuan gerak pasien, berikan
promosi latihan fisik: latihan kekuatan,
ambulasi, pengendalian otot. Berikan
pengaturan posisi, kolaborasikan terapi
kepada ahli fisiotherapi
49
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna untuk
mempertahankan kesehatannya.
Dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi ditemukan 5
diagnosa yang sering muncul yaitu : Hambatan mobilitas di tempat tidur, Hambatan
Mobilitas Fisik, Hambatan Mobilitas Berkursi Roda, Intoleransi Aktivitas, Resiko
Intoleransi Aktivitas.
Asuhan keperawatan pada pasien Tn.AB tanggal 3-5 desember 2014 di Ruang
Belibis RSUD Wangaya dengan keluhan utama kaki kanan dan tangan kanan terasa
kaku dan tidak dapat digerakan, dengan keluhan lain yaitu nyeri kepala, merasa lemas,
sulit tidur akibat nyeri, serta tidak mampu melakukan perawatan diri yaitu diagnosa
yang diangkat ialah hambatan mobilitas fisik, gangguan rasa nyaman : nyeri, gangguan
pola tidur, dan defisit perawatan diri. Dari 4 diagnosa yang muncul yang menjadi fokus
utama dalam asuhan keperawatan ini adalah hambatan mobilitas fisik yang ditangani
dengan intervensi dan implementasi mandiri pemberian latihan fisik : latihan kekuatan,
ambulasi, pengendalian otot, pengaturan posisi, pemberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien akan bahaya tirah baring yang lama serta kolaborasi terapi kepada ahli
fisiotherapi.
Tanggal 5 desember 2014 hasil evaluasi sumatif kondisi klien belum ada
perubahan ke arah yang lebih baik, pasien terlihat belum mampu beraktivitas dengan
waktu reaksi yang lebih panjang, cara berjalan pasien terlihat belum normal, gerakan
pasien belum terkoordinasi dan teratur, pasien belum mampu membolak balikan posisi
tubuh, pasien blm mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar. Dari asuhan
keperawatan ini tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi, sehingga intervensi
perlu dilanjutkan.
50
B. SARAN
1. Untuk mahasiswa:
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa calon perawat untuk mempelajari dan
memahami cara pembuatan askep dengan sungguh-sungguh agar dapat
diaplikasikan pada pasien dengan tepat dan benar.
2. Untuk tenaga kesehatan (Perawat) :
Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk lebih
memperhatikan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Pada
kasus gangguan mobilisasi diharapkan untuk lebih memperhatikan indikasi dan
kontraindikasi perawatan pada klien, selalu mengkaji gerak aktivitas klien dan
memberikan latihan-latihan yang sesuai secara tepat.
3. Untuk instansi rumah sakit :
Diharapkan untuk instansi rumah sakit untuk memperhatikan standar asuhan
keperawatan , karena dari asuhan keperawatan yang tersusun dengan baik
terlihat pula pelayanan yang baik yang telah diberikan kepada klien.
51
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
52