Anda di halaman 1dari 5

Pemimpin Yang Baik

Karangan: Tita Larasati Tjoa

“Teman-teman, ayo kita latihan pramuka.” Ucap Luna.


“Sebentar Luna… Kami lagi bermain.” Ucap Bahar mewakili teman yang lain.
“10 Menit saja ya.” Ucap Luna lembut.
“Siap bos.”
Luna adalah ketua pramuka, ketua kelas, ketua kelompok drama, dan lain-lain. Luna adalah
anak yang sabar dan lembut. Ia juga mempunyai ide yang beragam dan fantastis. Luna juga
selalu bisa diandalkan, wajahnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, posturnya yang
ramping dan tinggi membuat teman-teman mengaguminya. Banyak yang menyimpan rasa
padanya. Tapi, ia tak pernah sombong dan selalu baik hati.

“Luna… lihat Ridho dia menggangguku.” Ucap Lidya.


“Aduh.. Ridho temanku yang baik, kenapa lagi toh?” Tanya Luna.
“Dia tak mau meminjamkan penghapus untukku, jadi aku kesal deh.”
“Tapi, kata Ibuku tidak boleh Ridho!!!” Lidya mulai kesal.
“Sudah sudah, Ridho, Lidya ayo minta maaf. Kan masalah kecil saja kok dibesar-besarkan.”
Luna menengahi mereka berdua. “Ihh.. okelah Lidya aku minta maaf.”
“Aku juga,”
“Nah gitu dong akur, sekarang ayo kita latihan. Minggu depan kan kita ambil nilai yel-yel.”
“I’m coming.” Teriak Bahar ngos-ngosan.
“Me too.” Sambung Diego.

Semua dengan serius memperhatikan Luna, lalu mereka mulai latihan. Begitulah, jika latihan
dengan Luna semua akan diam dan teratur. Menurut mereka, Luna adalah sosok yang sabar.
Walaupun jika mereka nakal.
“Teman-temanku sekalian mari kita rapat.” Teriak Luna dengan kencang.
Semua langsung berkumpul. Rafiq, sang ketua kelas menutup pintu.
“Begini, sebentar lagi pentas seni. Kita harus menghias kelas kita karena mading kita kosong
dirusak oleh Pria.”
“Hehehe.. maaf.” Ucap Pria.
“Hmm… Luna bagaimana kalau kita mengisi daftar pelajaran, daftar piket, dan pengurus kelas
dengan tulisanku.” Ucap Ayu.
“Boleh juga tuh. Khusus kelas kita di mading sebelah kanan, kalau kiri bebas.”
“Aku punya ide nih. Gimana kalau kita buat karton besar warna hijau, isinya adalah foto-foto kita
satu kelas. Gimana Luna?” Usul Bahar.
“Ya ide yang bagus Bahar. Aku sudah punya kertasnya nih.” Ucap Luna menyodorkan kertas
besar.
“Biar aku saja yang memegangnya Luna.” Jerit Chacha.
“Iya Chacha yang cantik. Tapi jangan menjerit-jerit.”
“Hehehe… iya deh.”
“Luna.. lihat Afgan memukulku.. hiks… sakit banget.” Isak Zahra yang sedari tadi sibuk dengan
Afgan.
“Astafigrullah, Zahra mukamu pucat dan tanganmu lebam. Hugh.. Afgan apa yang terjadi?”
“Zahra itu merobek buku gambar kesayanganku. Aku kesal sekali padanya.” Ucap Afgan kesal
sambil menatap sinis Zahra. “Ta… ta… pi.. kann… aku.. ga.. gak… sengaja.. hiks aduh..”
“Sudahlah Rafiq cepat ambilkan kursi roda!!! Afgan kamu harus meminta maaf pada Zahra.”
“Siap bos.” Ucap Rafiq sambil berlari.
“Hugh, ihh males amat.. ya sudah Aku minta maaf Zahra yang jelek.” Afgan membanting pintu.
“Aduh… ya sudah rapat selesai. Besok kita lanjutkan teman.”
“Ini kursi rodanya Luna.”
Zahra duduk di kursi roda sambil meringis dan menangis kesakitan.
Rafiq perlahan mendorongnya menuju lift darurat.
“Zahra kamu kenapa? Luna dan Rafiq bisa kamu jelaskan?” Tanya guru yang berada di UKS.
“Begini bu… bla. bla.. bla.” Rafiq dan Luna menceritakan panjang lebar.
“Kalau begitu tolong panggil Afgan dan suruh dia ke sini.”
“Siap Bu.” Akhrinya, kasus Afgan dan Zahra sudah selesai.
“Teman-teman, hari ini kita rapat lagi. Apakah rencana kita yang kemarin sudah selesai?”
“Sudah.” Jerit Chacha.
“Huss… Chacha kamu ini.” Ucap Rafiq.
“Maaf lagi.” Ucap Chacha.
“Sudah kok Luna, ini semua sudah ku siapkan.” Ucap Ayu.
“Bagus sekali, Farah tolong bantu aku menempelkan semua ini. Rafiq kamu sebagai wakil
ketua
kelas menggantikanku di rapat ini.”
“Siap Luna..” Ucap Rafiq.
“Ada yang mempunyai ide untuk mading sebelah kiri?” Tanya Rafiq.
“Hmm… aha aku punya ide. Kan kelas kita bermayoritas Islam semua, jadi mading sebelah kiri
kita isi semua hal yang berhubungan dengan agama Islam bagaimana?” Usul Lidya.
“Wah.. idemu bagus sekali Lidya, aku setuju kita tunggu persetujuan Luna.”
“Bagaimana sudah dapat ide belum, teman-teman?” Tanya Luna.
“Sudah nih.” Ucap Rafiq. Teman-teman Luna menceritakan ide Lidya. Luna pun mengangguk
setuju dan senang.
“Kalian mempunyai ide yang bagus. Kalian mempunyai kreatifitas yang tinggi.” Puji Luna.
“Kamu juga Luna, kamu adalah pemimpin yang baik dan sabar.” Puji Ayu, begitu pula dengan
yang lain.

Sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-remaja/pemimpin-yang-baik.html
Pemimpin Sejati
Penulis: Elin Septianingsih

Pada suatu hari di sebuah restoran yang ramai pengunjung, ada sebuah keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak laki-lakinya yang berusia 8 tahun. Anak tersebut sangat aktif dan
terlihat sulit dikontrol. Sebentar dia lari ke sebuah sofa lalu melmnpat-lompat di atasnya,
sebentar kemudian dia lari dan naik ke atas bangku miliknya. Akhirnya seperti yang kita duga:
Anak itu bertabrakan dengan seorang pelayan yang membawa segelas air. Serta merta, air dan
makanan yang ada di baki pun tumpah mengenai jas seorang pria yang duduk di sebelah meja
keluarga tersebut. Sang ayah naik pitam.

"Toni! Apa yang kamu lakukan!?!! Sudah berkali-kali dikasih tahu dan diingatkan, masih saja
lari-lari juga. Dasar bandel! Ayo kamu minta maaf sama paman ini!"

Bocah tersebut tampak bergumam tidak jelas. Sang ibu kemudian bergegas menghampiri meja
tersebut dan berkata,

"Sesungguhnya lebih dari kesalahan Toni, kamilah sesungguhnya yang harus meminta maaf
pada Bapak karena kurang mengawasi."

Ia kemudian mengeluarkan beberapa helai tisu dari tas tangannya, dan bersama petugas
restoran membantu menyeka tumpahan air serta makanan yang berceceran.

"Berikanlah jas bapak pada saya, saya akan bawa ke laundry untuk dibersihkan dan akan kami
kembalikan dalam keadaan bersih, segera kepada bapak."

Tamu tersebut, sambil tersenyum sabar, mengatakan,

"Tidak usah, Bu. Tidak mengapa, saya bisa maklum. Terima kasih atas tawarannya."

Sesungguhnya tindakan ibu itulah yang mencerminkan seorang Pemimpin Sejati yang
bertanggung jawab. Karena ketidakmampuan mengontrol anak atau anak buahnya
sesungguhnya adalah kesalahan pemimpin tersebut.
Pemimpin Adil Dan Bijaksana
Ki Asmoro Jiwo

“Pemimpin itu harus adil dan bijaksana”, kata Suhu Ki Naga Ijo
“Caranya bagaimana, Suhu?”, tanya Kiaji menyimak
“Pemimpin harus bisa adil dulu, baru melaksanakan kebijaksanaan”, kata Suhu lagi
“Kenapa harus adil dulu, Suhu?”, tanya Kiaji tak mengerti
“Adil adalah pondasi pertama bagi pemimpin. Dia harus bisa memutuskan sesuatu sesuai
porsinya. Menempatkan sesuai tempat yang tepat. Adil tidak selalu diukur dari materi, karena
banyak hal didunia ini yang non materi , seperti kewenangan, jabatan, tugas, kepercayaan, dll.
Banyak orang merasa diperlakukan tidak adil karena ukurannya hanya materi”, jelas Suhu Ki
Naga Ijo

“Nggih, Suhu. Lalu apa kaitan keadilan tadi dengan kebijaksanaan?”, tanya Kiaji
“Banyak orang tidak memahami definisi kebijaksanaan ini. Bijaksana adalah sikap kewenangan
dan kekuatan pemimpin untuk membuat keputusan demi kepentingan yang lebih besar, yang
kadang keputusan itu tidak lazim, tidak populer dan bahkan harus melanggar dari aturan yang
ada”, kata Suhu Ki Naga Ijo sambil menjelaskan.

“Harus melanggar aturan, Suhu?”, tanya Kiaji heran


“Tidak selalu, tapi bisa melanggar aturan”, jawab Suhu
“Hmm…. saya kok belum paham. Bolehkah Suhu memberikan contoh nyata, biar saya paham”,
tanya Kiaji penasaran

“Misalnya Boss keluar kota dengan sopirnya. Boss dan sopir punya aturan berbeda tentang
kelas kamar di hotel. Boss kelas 1 dan sopir kelas 3. Tapi dengan alasan kemanusiaan, Boss
memilih dua kamar di kelas 2. Resiko kekurangan sewa kamar ditanggung oleh bossnya itu. Ini
adalah bentuk kebijaksanaan yang melanggar aturan dan sebagai pemimpin si Boss berani
menanggung resikonya. Bawahan pun akan makin bangga dengan pimpinannya”, jelas Suhu

“Bagaiman dengan contoh pemimpin yang mengangkat jabatan-jabatan anak buahnya, Suhu.
Apakah memerlukan kebijaksanaan juga?”, tanya Kiaji

“Tentu dong. Ada kriteria, ada obyek, dan ada proses seleksi. Secara aturan tentu ada
prosedurnya. Namun pemimpin tidak boleh terjebak pada seluruh aturan jika memang ada hal-
hal yang memerlukan terobosan baru. Misalnya Yunior yang kurang syarat, tetapi layak
diangkat karena punya kualitas bagus. Akan banyak sekali alasan dan pertimbangan yang
komplek, yang kadang hanya bisa dimengerti oleh pemimpin itu sendiri. Dan nanti waktu yang
akan membuktikan, apakah keputusan dalam kebijaksanaannya ini memang tetap atau tidak”,
kata Suhu

“Kalau ternyata ditemukan ada yang tidak tepat?”, tanya Kiaji


“Sang pemimpin tentu akan terbuka pada masukan dan segera melakukan koreksi sambil
jalan. Learning by doing” kata Suhu
“Terima kasih, Suhu. Saya paham”, kata Kiaji sambil tersenyum puas.

Sumber: https://mkundarto.wordpress.com/2016/10/06/cerpen-kepemimpinan-pemimpin-adil-
dan-bijaksana/
Kisah Lilin dan Pemimpin

Dikisahkan pada sebuah kerajaan, seorang raja memiliki dua orang putra yang beranjak
menjadi dewasa. Mereka berdua sama pandainya dan baik hati. Melihat karakter dan
kemampuan kedua putra mahkota, rakyat merasa lega dan berbahagia karena kelak, apabila
raja turun dari tahta, siapapun di antara kedua putra mahkota, pasti akan mampu memimpin
kerajaan dengan baik dan bijak.
Akhirnya tiba waktunya, raja harus menentukan pilihan, siapa penerus tahta di antara
dua anak tersebut. Setelah memikirkan cukup lama, maka suatu hari dipanggillah keduanya
untuk menghadap raja.
“Anakku! Ayah tahu kalian berdua sama-sama pandai, berprestasi serta dan mencintai
kerajaan ini. Ayah menyayangi kalian dan tidak pernah membeda-bedakan. Umur ayah sudah
semakin tua, suatu hari kelak, ayah harus menyerahkan tahta kerajaan ini kepada salah satu di
antara kalian. Entah siapapun kelak yang memerintah kerajaan ini, kalian harus tahu dan
mengerti, bahwa ayah tidak pernah meragukan kemampuan kalian dan tetap mencintai kalian
sama besarnya.”
Setelah diam sejenak, sang raja melanjutkan, “Ada yang Ayah ingin kalian pikirkan baik-
baik sebelum menjawab. Jawaban kalian akan menentukan seberapa besar kebijaksanaan
yang kalian punyai untuk menjadi diri sendiri dan pemimpin di kemudian hari. Apakah kalian
siap mendengar?” Keduanya menganggukkan kepala dan bersamaan menjawab, “Kami siap!”
Lalu sang raja memberi sekeping uang emas kepada kedua putranya sambil berkata,
”Dengan uang ini belilah benda atau apa saja yang dapat memberikan gambaran dan
pandanganmu apabila engkau memimpin kerajaan ini”.
Tiga hari kemudian, saat malam tiba, satu persatu mereka menghadap raja. Si sulung
ternyata membeli sebuah pena, diapun menjelaskan, “Pena adalah benda yang penting dan
serba guna. Dengan pena ini, aku akan menulis semua yang Ayah inginkan dan rencanakan
untuk kesejahteraan kerajaan ini.”
Saat si bungsu tiba, dia mengajak ayahnya masuk ke dalam sebuah ruangan yang
gelap, dan menghidupkan lilin di tangannya sambil berucap, “Ayah, menurut ananda, seorang
pemimpin sama seperti cahaya lilin ini, memberi penerangan bagi mereka yang ada di
kegelapan dan menjadi panutan pada semua orang yang dipimpinnya. Dan setiap saat rela
berkorban untuk penerangan itu sendiri.”
Sang raja sangat gembira dengan jawaban kedua putranya. Setelah menganalisa
secara saksama, akhirnya sang raja memilih anak kedua sebagai calon penerus tahta kerajaan.

Sumber: https://www.mditack.co.id/2016/12/13/kisah-lilin-dan-pemimpin/

Anda mungkin juga menyukai