Anda di halaman 1dari 45

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A218096 / Desember 2019


** Pembimbing / dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD

Hypokalemi Periodic Paralysis dengan Electrolit Imbalance

Dinda Sahyati Rizki Nalia Pohan, S.Ked *

dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

Hypokalemi Periodic Paralysis dengan Electrolit Imbalance

Disusun Oleh :
Dinda Sahyati Rizki Nalia Pohan, S.Ked
G1A1218050

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Desember 2019

Pembimbing

dr. Nelila Pasmah Fitriani Siregar, Sp.PD

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session(CRS) yang
berjudul “Hypokalemi Periodic Paralysis dengan Electrolit Imbalance” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Nelila Pasmah Fitriani
Siregar, Sp.PD yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus


ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Desember 2019

Dinda SR Nalia Pohan, S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan


kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-
lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan
akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel,
sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium
biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium
serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.1,2

Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga


serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi.
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang dapat
mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua
keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1
diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat.
Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan
terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.
Hipokalemik periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal
dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik
paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.1

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT. 07 Dusun Sungai Rengas
Pekerjaan : IRT
MRS : 21 Desember 2019

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kedua kaki dan kedua tangan semakin sulit digerakkan sejak ±1 jam
SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS dengan keluhan kedua kaki dan kedua tangan yang
sulit digerakkan sejak ±1 jam SMRS disertai rasa kaku di bagian tengkuk. Pasien
hanya mampu menggerakan jari-jari tangan dan kakinya.

Sebelumnya, ± 2 hari SMRS pasien mengaku mengalami muntah >5x/hari,


sebanyak 1 gelas air mineral kemasan setiap muntah, berisi apa yang dimakan.
Sehingga badan pasien terasa lemas jika bergerak, namun saat itu pasien masih
dapat beraktivitas. .
Kelemahan anggota gerak tidak disertai dengan rasa kebas/mati rasa,
sesak napas (-), gangguan bicara (-), gangguan kesadaran (-), demam (-), dan diare
(-). Pasien belum minum obat untuk mengurangi keluhannya. Mual (+), muntah
(+), pusing (+), Nyeri perut (-), batuk pilek (-) BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien mengaku sebelum timbul keluhan, pasien kelelahan karena banyak
melakukan aktivitas fisik dan liburan bersama keluarga sehingga kurang

4
beristirahat, tidak ada riwayat konsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak dan
juga penggunaan obat-obatan seperti diuretic, dll.. Pasien juga tidak sedang
menstruasi dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien pernah memiliki keluhan lemas anggota tubuh setelah muntah dan diare
2 tahun yang lalu, namun pasien tidak dirawat.

 Riwayat DM (+) sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi obat metformin
1x/hari. Terakhir dirawat 6 bulan yang lalu karena hiperglikemia.

 Riwayat hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan yang sama (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)

Riwayat Sosial Ekonomi dan kebiasaan :


Pasien sehari-hari di rumah sebagai IRT, pasien tinggal bersama anak dan
suaminya.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign
TD : 120/80

HR : 72x/menit

5
RR : 24x/menit

Suhu : 36,10 C

SpO2 : 98%

Status Gizi
BB : 58 Kg

TB :153 cm

IMT :24,78 (Normoweight)

Kulit
● Warna : sawo matang
● Efloresensi : (-)
● Jaringan Parut : (-)
● Pertumbuhan Rambut : normal
● Pertumbuhan Darah : (-)
● Suhu : Teraba hangat
● Lembab kering : Lembap
● Ikterus : (+)
● Turgor : normal, <2detik

Kelenjar Getah Bening


● Pembersaran KGB : (-)

Kepala
● Bentuk Kepala : Normocephal
● Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
● Ekspresi : Tampak sakit sedang
● Simetris Muka : Simetris

Mata
● Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
● Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
● Pupil : RC(+/+)
● Gerakan : normal
● Lapangan Pandang : normal

6
Hidung
● Bentuk : Simetris
● Sekret : (-)
● Septum : deviasi (-)
● Selaput Lendir : (-)
● Sumbatan : (-)
● Pendarahan : (-)

Mulut
● Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
● Lidah : normal
● Gusi : perdarahan (-)

Telinga
● Bentuk : simetris
● Sekret : minimal
● Pendengaran : normal
● Nyeri tekan tragus : (-)

Leher
● JVP : 5+2 cmH2O
● Kelenjar Tiroid : tidak teraba
● Kelenjar Limfonodi : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, bekas luka(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)

7
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : datar, bekas luka (-).
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan epigastrium (+).
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising Usus (+), normal

Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), refleks fisiologis(+/+),
reflex patologis (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), refleks fisiologis(+/+),
reflex patologi (-/-)

Kekuatan motoric: 1 1
1 1

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium : Darah Rutin ( 21 Desember 2019 )

Parameter Nilai Normal


WBC 14,59 x 109/L 4-10
RBC 4.01x 1012/L 3.5-5.5
HGB 12,1 g/dL 11-16 g/dl
HCT 35% 35-50
PLT 328 x109/L 100-300 103mm3

8
MCV 87,2fl 80-100 fl
MCH 30.2 pg 27-34 pg
MCHC 346 g/l 320-360 g/l

Tabel 2.2 Pemeriksaan Elektrolit

Parameter 21/12/19 22/12/19 23/12/19 25/12/19 Normal

Na 136,91 146,24 144,62 157,34 135-148 mmol/L

K 1,46 1,83 2,81 3,19 3.5-5.3 mmol/L

Cl 118,18 119,88 118,40 106,07 98-110 mmol/L

Ca 1,18 1,22 1,26 1,55 1,19-1,23 mmol/L

Tabel 2.3 Pemeriksaan Gula Darah

Parameter 21/12/19 22/12/19 23/12/19 24/12/19 Normal

GDS 329 118 239 129 <200mg/dl

GDP - 97 - - <126mg/dl

GPP - 59 - - <200mg/dl

Tabel 2.3 Pemeriksaan Faal Ginjal

9
Parameter 21/12/19 24/12/19 Normal

Ureum 44 37 15-39

Kreatinin 2,7 1,8 0,6-1,1

Pemeriksaan EKG

Kesan : DBN

2.5 DIAGNOSA PRIMER

Hypokalemi Periodic Paralysis

2.6 DIAGNOSIS
SEKUNDER

Imbalance elektrolit ec hipokalemi, hiperkalsemi, hiperclorida,


hipernatremi + DM tipe II

2.7 DIAGNOSA BANDING


Guillain-Barré syndrome.

10
Thyrotoxic periodic paralysis

2.8 ANJURAN PEMERIKSAAN


1. Kadar K dalam serum
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam
3. Analisa gas darah
4. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa darah sewaktu setiap
hari
5. Pemeriksaan kadar HbA1c
6. Pemeriksaan Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High
Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida.
7. Tes fungsi hati
8. Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
9. Tes urin rutin
10. Albumin urin kuantitatif
11. Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
12. Elektrokardiogram.
13. Foto Rontgen thoraks
14. Pemeriksaan kaki secara komprehensif.

2.9 TATALAKSANA
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi.
BBI : 47,7kg
Kebutuhan kalori : 1.192 kal.
Karbohidrat : 45-65% total asupan energi, (berserat tinggi.)
Lemak : 20-25% kebutuhan kalori

11
Protein : 10 – 20% total asupan energi.
Natrium : <2300 mg perhari
Serat : 20-35 gram/hari
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga
a. perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
c. Penyulit DM dan risikonya.
d. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitasfisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia).
g. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Dilakukan secara
secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-
45 menit, dengan total 150 menit perminggu..
i. Pentingnya perawatan kaki.

Farmakologis :
 IVFD NaCL 0,9% loading 1000cc  IVFD NaCL 0,9% 15tpm + KCL
2 flakon
 Inj Kaen 3B 20gtt
 Inj. Ondansenton 1 amp
 Inj. Ceftriaxone 1x2gr
 Po : KSR 3x1 , glimepiride 1x2mg

2.10 PROGNOSIS
● Quo Vitam : Dubia ad bonam
● Quo Functionam : Dubia ad bonam
● Quo Sanactionam : Dubia ad bonam

12
13
2.11 FOLLOW UP

Tabel 2.2 Follow Up Pasien


Tanggal Perkembangan
22/12/2019 S: Kaku pada leher, anggota gerak tidak dapat digerakkan.
(Hari II) Mual (+), Muntah (+) 3x
O: TD: 130/80 N : 99x/menit RR: 18x/menit T : 36,60 C
SpO2 : 99%.
GDS: 118mg/dl
GDP: 97mg/dl
GPP; 59mg/dl
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Pemeriksaan fisik:
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (+)
Neurologis :
 Kaku kuduk (-)
 Kekuatan Motorik :

3 2
3 2

 Refleks fisiologis (+/+)


 Refleks patologis (-/-)
A: Hypokalemi Periodic Paralysis + Imbalance
elektrolit + DM tipe II

P:
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan
kalori (1192 kal) dan kebutuhan zat gizi.

14
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga

Farmakologis :
IVFD WIDA KN 1 + 1fls KCL 10 tpm (1 siklus)
Inj. Ondansenton 1 amp
Inj. Ceftriaxone 1x2gr
Po : KSR 3x1, glimepiride 1x2mg
G23/12/2019 S: Kaku pada leher, anggota gerak tidak dapat digerakkan.
(Hari III) Mual (+), Muntah (-)
O: TD: 140/80 N : 83x/menit RR: 16x/menit T : 36,20 C
SpO2 : 98%
GDS: 239mg/dl
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Pemeriksaan fisik:
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (+)
Neurologis :
 Kaku kuduk (-)
 Kekuatan Motorik :

5 5
5 5

 Refleks fisiologis (+/+)


 Refleks patologis (-/-)
A: Hypokalemi Periodic Paralysis + Imbalance
elektrolit + DM tipe II

P:
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi

15
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan
kalori (1192 kal) dan kebutuhan zat gizi.
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga
Farmakologis :
IVFD WIDA KN 1 + 1fls KCL 10 tpm (1 siklus)
levemir
Po :
Asam folat 3x1
CaC03 3x1

24/12/2019 S: Kaku pada leher, anggota gerak tidak dapat digerakkan.


(Hari IV) Mual (+), Muntah (-)
O: TD: 140/80 N : 83x/menit RR: 16x/menit T : 36,20 C
SpO2 : 98%
GDS: 129mg/dL
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Pemeriksaan fisik:
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (+)
Neurologis :
 Kaku kuduk (-)
 Kekuatan Motorik :

5 5
5 5

 Refleks fisiologis (+/+)


 Refleks patologis (-/-)
A: Hypokalemi Periodic Paralysis + Imbalance
elektrolit + DM tipe II

P:

16
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan
kalori (1192 kal) dan kebutuhan zat gizi.
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga
Farmakologis :
IVFD WIDA KN 1 + 1fls KCL 10 tpm (1 siklus)
levemir
Po :
Asam folat 3x1
CaC03 3x1

25/12/2019 S: Kaku pada leher, anggota gerak tidak dapat digerakkan.


(Hari IV) Mual (+), Muntah (-)
O: TD: 140/80 N : 83x/menit RR: 16x/menit T : 36,20 C
SpO2 : 98%
GDS: 103mg/dl
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Pemeriksaan fisik:
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (+)

Neurologis :
 Kaku kuduk (-)
 Kekuatan Motorik :

5 5
5 5

17
 Refleks fisiologis (+/+)
 Refleks patologis (-/-)
A: Hypokalemi Periodic Paralysis + Imbalance
elektrolit + DM tipe II

P:
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi
 Memberikan Diet terapi DM sesuai dengan kebutuhan
kalori (1192 kal) dan kebutuhan zat gizi.
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga
Farmakologis :
IVFD WIDA KN 1 + 1fls KCL 10 tpm (1 siklus)
levemir
Po :
Asam folat 3x1
CaC03 3x1

26/12/2019 PASIEN PULANG

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hypocalemia Periodic Paralysis


a) Definisi3

18
Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan
kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan
fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol
dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada
banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam
sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra
selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi
hipokalemia.

b) Etiologi3,4
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia
periodic paralise adalah tirotoksikosis.

Penyebab lain hipokalemia meliputi:

1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh

2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat


menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
aspirin, dan antibiotik tertentu.

3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena
suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan
mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.

4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau


berkeringat.

19
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) -
aldosteron adalah hormon yang
mengatur kadar
potasium. Penyakit tertentu dari
sistem endokrin, seperti
aldosteronisme, atau sindrom
Cushing, dapat menyebabkan
kehilangan kalium.

6. Miskin diet asupan kalium

Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah


berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid
berlebihan obat-obat diuretik).

c) Epidemiologi
Angka kejadian periodik paralisis adalah sekitar 1 diantara 100.000
orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia
terjadinya serangan pertama kali bervariasi dari 1-25 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia. Sejumlah penderita terserang setelah periode istirahat
sehabis latihan otot berat dan setelah bangun tidur pagi hari.

d) Patofisologi5
Gambar 1. Homeostasis Na+, K+, H20

20
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari
simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-
kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum
normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam
sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat
terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel
dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan
bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF
dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.2
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama
potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot
jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan
pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang
normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam
sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio
kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam
jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu
akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat
dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF
ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular
yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah
proses metabolik.2

Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara


ECF dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa
faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan
ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.2

Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-
100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel

21
dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi
melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan
diekskresikan melalui keringat
dan feses. Dari saat perpindahan
kalium kedalam sel setelah
makan sampai terjadinya
ekskresi kalium melalui ginjal
merupakan rangkaian
mekanisme yang penting untuk
mencegah hiperkalemia yang
berbahaya.

Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium


tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh
jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum
diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium
yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium
atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi
kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga
peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga
akan meningkatkan sekresi kalium.2

Gambar 2. Kehilangan Kalium dalam Tubuh

Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi


distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk
memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung
memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika
terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis
dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap
pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang

22
perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik
menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam
klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik.2

Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya


eksitabilitas membran otot (yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum
bukan defek utama pada PP primer; perubahan metabolismse kaliuim adalah
akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP, paralisis flaksid terjadi dengan
relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP
sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.3,4

Tabel 3.1 Periodik paralisis primer.3

Sodium channel Hiperkalemi PP

Paramyotonia kongenital

Potassium-aggravated myotonia Tidak ada

Calcium channel Hipokalemik PP


Chloride channel Becker myotonia kongenital

Thomson myotonia kongenital

mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok


penyakit ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang common traits.
Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot kranial dan
pernapsan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang selama
serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan
otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan
yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP primer).
Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait
autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point mutation).4

Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian


potensial aksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana

23
terdapat permeabelitas ion channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung
voltase ion channel terutama gradien konsentrasi. Selama berlangsungnya
potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran melalui voltage-gated ion
channel. Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan
klorida melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan
kalium.natrium, klorida dan kalsium channelopati ebagai sebuah grup,
dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit fungsional channel natrium,
kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium channelopati lebih dipahami
daripada kalsium atau klorida channelopati.3

e) Gejala Klinis5
Tanda awal serangan dapat berupa nyeri otot, sangat haus sebelum terjadi
kelemahan. Rasa lemah dimulai dari ektremitas bawah, diikuti dengan anggota
atas, badan dan leher. Otot
respirasi jarang terlibat, jika ada
maka penderita bisa mengalami
sesak nafas dan meninggal dunia.
Pada pemeriksaan dijumpai
refleks fisiologis menurun atau
hilang, sementara itu sensasi kulit tetap normal.5
Gambar 3. Gejala dan Tanda Klinis Hipokalemia

Derajat Hipokalemia5
„ Hipokalemia ringan: kadar serum 3-3,5 mEq/L.
„ Hipokalemia sedang: kadar serum 2,5-3 mEq/L.
„ Hipokalemia berat: kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia <2 mEq/L biasanya
sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa

f) Diagnosis6
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga
karena erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di
atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil pemeriksaan

24
didapatkan leukositosis selama serangan, ekg dan elektrolit serum menunjukkan
tanda-tanda hipokalemia dan emg memperlihatkan penurunan amplitudo unit
motor potensial, dan potensial polifasik meningkat jumlahnya serta kecepatan
hantar saraf tepi dalam batas normal.

g) Pemeriksaan Penunjang5,6
1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.

h) Diagnosis Banding3,5
1. Kehilangan K melalui ginjal.
a. Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).
2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare).
b. Kehlangan melaluikeringat berlebihan.
c. Diet rendah kalium.
d. Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis
periodik, leukemia).

i) Terapi5
Untuk memperkirakan jumlah kalium pengganti, perlu disingkirkan faktor-faktor
penyebab, contohnya insulin dan obatobatan. Setelah itu, perlu diperhatikan hal
berikut:
Cara Pemberian Kalium
- Penggantian kalium secara oral paling aman tetapi kurang ditoleransi karena
iritasi lambung. Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) dapat

25
diberikan KCl oral 20 mEq 3 – 4 kali sehari 5 dan edukasi diet kaya kalium.
Makanan mengandung cukup kalium dan menyediakan 60 mmol kalium.
Kalium fosfat dapat diberikan pada pasien hipokalemia gabungan dan
hipofosfatemia. Kalium bikarbonat atau kalium sitrat harus dipertimbangkan
pada pasien dengan penyulit asidosis metabolik. Pada hipokalemia dengan
hipomagnesemia, koreksi defisiensi Mg2+ perlu dilakukan bersamaan.
Mengingat distribusi kalium ke dalam kompartemen intraseluler tidak
langsung, defisit harus dikoreksi bertahap selama 24-48 jam dengan
pemantauan konsentrasi plasma K+ rutin untuk menghindari overrepletion
sementara dan hiperkalemia transien.
- Jalur intravena harus dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat
menggunakan jalur enteral atau dalam komplikasi berat (contohnya paralisis
dan aritmia). K+-Cl harus selalu diberikan dalam larutan garam, bukan
dekstrosa, karena peningkatan insulin yang diinduksi dekstrosa dapat
memperburuk hipokalemia.1,8 Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan
penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi
pelepasan insulin oleh glukosa.9 Dosis intravena perifer biasanya 20-40 mmol
K+-Cl- per liter. Konsentrasi lebih tinggi dapat menyebabkan nyeri lokal flebitis
kimia, iritasi, dan sklerosis.13 Pada kondisi hipokalemia berat (<2,5 mmol/L)
dan/atau memiliki tanda gejala kritis, K+-Cl intravena dapat diberikan melalui
vena sentral dengan laju 10-20 mmol/ jam. Volume besar normal saline bisa
menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, larutan K + lebih
pekat diberikan melalui vena sentral dan pemantauan EKG.

Kecepatan Pemberian Kalium Intravena

„ Jika kadar serum > 2 mEq/L, kecepatan lazim adalah 10 mEq/jam,


maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1
mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum
dewasa.1,5,6
„ Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan 40 mEq/jam melalui vena sentral
dan pemantauan ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh

26
dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia
lebih berat.5,6

Pertimbangan Sediaan Kalium

„ KCl biasanya digunakan untuk menggantikan defisiensi K + pada kondisi


metabolik alkalosis dan deplesi Cl-, terutama pada pasien muntah dan
pengobatan diuretik.10
Pada kondisi metabolik asidosis (contohnya pada diare kronik) lebih
diutamakan kalium yang dikombinasikan dengan garam lain, yaitu potasium
bikarbonat atau ekuivalen bikarbonat lainnya (sitrat, asetat, atau glukonat)
untuk mengatasi kondisi asidosis.10
„ Hipokalemia pada penyalahgunaan alkohol atau ketoasidosis diabetes
umumnya disertai defisiensi fosfat sehingga diutamakan menggunakan
potasium fosfat.10
„ Diet Kalium. Diet orang dewasa mengandung kalium rata-rata 50-100
mEq/hari (contoh makanan tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot,
jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).

27
Gambar 3. Tatalaksana Hipokalemi Periodic Paralysis

j) Komplikasi2,3
· Arrhytmia.
· Kelemahan otot progresif.

k) Prognosis3,5,6
Konsumsi suplemen kalium biasanya mengoreksi hipokalemia.
Hipokalemia berat dapat menyebabkan masalah jantung yang dapat fatal.
Hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan, hiperkalemia refrakter, atau gambaran

28
diagnosis alternatif (misalnya, aldosteronisme atau kelumpuhan periodic
hipokalemia) harus dikonsultasikan ke endokrinologi atau nefrologi.

3.2 Gangguan Keseimbangan Elektrolit7


Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut
kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
sebagai elektronetralitas.
Sebagian besar proses metabolism memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan.
Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah penting bagi kelangsungan
hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa
kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor,
yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).
Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai
”profil elektrolit”.5.

Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang fisiologi natrium, kalium dan
klorida, gangguan keseimbangan serta pemeriksaan laboratoriumnya.

Fisiologi Natrium, Kalium Dan Klorida

Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas
cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan
interstisial. Distribusi elektrolit pada cairan intrasel dan ekstrasel dapat dilihat
pada Gambar 1.1,4,6-7

29
Gambar 4. Kation dan Anion Utama dalam Cairan Intrasel dan Ekstrasel7

1. Fisiologi Natrium

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa


mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 1014
mEq/L) berada dalam cairan intrasel4,8. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga
perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium3.

Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh


keseimbangan GibbsDonnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel
yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na + K+)2,4,9-10. Kadar
natrium dalam cairan ekstrasel dan cairan intrasel dapat dilihat pada Tabel 13.

Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara


natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang
berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. 3-5,11-12.
Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq.3

30
Tabel 3.2 Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel3

Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L4.
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida.
Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah
pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar
pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam1,4.
Ekskresi natrium terutama dilakukan
oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
untuk mempertahankan homeostasis natrium,
yang sangat diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan tubuh.
Natrium difiltrasi bebas di glomerulus,
direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan
klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-
30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium di urine
<1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama
air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-angiotensin-aldosteron
untuk mempertahankan elektroneutralitas.9,11,13-17

31
Nilai Rujukan Natrium5,18

Nilai rujukan kadar natrium pada:

- serum bayi : 134-150 mmol/L


- - serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari

2. Fisiologi Kalium
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel
4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar
50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi
oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil
dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20%
dibandingkan pada anak-anak.19

Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial


dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium
cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif
(transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).19-20
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi
60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (7080%) direabsorpsi secara aktif maupun
pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di
lengkung henle.19-20 Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal
kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.13,19-20

32
Nilai Rujukan Kalium5,18

- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L


- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- cairan lambung : 10 mmol/L

3. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan
konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada
gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap.

Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram
berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12%
dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan
pada anak-anak dan dewasa.20
Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan
interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus
membran sel secara pasif.11 Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel.15
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida
yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari,
dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran
keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari.
Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.1,4,20

33
Nilai Rujukan Klorida5,18

- serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L


- serum anak : 98-105 mmol/L
- serum dewasa : 95-105 mmol/L
- keringat anak : <50 mmol/L
- keringat dewasa : <60 mmol/L
- urine : 110-250 mmol/24 jam
- feses : 2 mmol/24 jam

GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT

1. Gangguan Keseimbangan Natrium


Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas.8,10,12

Penyebab Hiponatremia

Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air


yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.10,12,19

Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang


menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit
addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipo-osmotik) akibat
hormon antidiuretik10,12,19. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respons
fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari
hipotalamus (osmolaritas urine rendah).3,7

34
Penyebab Hipernatremia

Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan


ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan
natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air
oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstrasel.19

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada


defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air
yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible
water loss atau keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol,
diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa
atau manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau
gangguan vaskular.3,7

2. Gangguan Keseimbangan Kalium


Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan
kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion
kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. 3,10,16,19
Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung,
konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi
jantung.3,10

Penyebab Hipokalemia

Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :

a. Asupan Kalium Kurang Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh,
peminum alkohol yang berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan
baik, atau pada pasien sakit berat yang tidak dapat makan dan minum dengan baik
melalui mulut atau disertai oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretik
atau pemberian diet rendah kalori pada program menurunkan berat badan dapat
menyebabkan hipokalemia.1,3,7,10

35
b. Pengeluaran Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti
muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan hormon
mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau
sindrom gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan.3,7,10

Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar


menyebabkan kalium keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah
(asidosis metabolik).1,3 Licorice (semacam permen) yang mengandung senyawa
yang bekerja mirip aldosteron, dapat menyebabkan hipokalemia jika dimakan
berlebihan.1

b. Kalium Masuk ke Dalam Sel


Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2- agonis), paralisis
periodik hipokalemik, dan hipotermia.3,7,10

Penyebab Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :

a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel Kalium keluar dari sel dapat
terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan oleh asidosis organik
(ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme jaringan
meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan
pseudohiperkalemia.3,10
a. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal Berkurangnya ekskresi
kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal
ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin atau akibat
koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus yang mendapat terapi

36
angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium sparing
diuretics.3,7,10

Pseudohiperkalemia dapat disebabkan oleh hemolisis, sampel tidak segera


diperiksa atau akibat kesalahan preanalitik yang lain yaitu tornikuet pada lengan
atas tidak dilepas sebelum diambil darah setelah penderita menggenggam
tangannya berulangkali (peningkatan sampai 2 mmol/L). Jumlah trombosit
>500.000/mm3 atau leukosit >70.000/mm3 juga dapat meningkatkan

kadar kalium serum.14

3. Gangguan Keseimbangan Klorida

Penyebab Hipoklorinemia

Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan.


Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada
alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit
natrium. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan
retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan
kompensasi ginjal.14

Penyebab Hiperklorinemia

Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada


gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab
hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada
kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang
disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes
insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang
berlebihan, alkalosis respiratorik. Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda
pada gangguan tubulus ginjal yang luas.14

37
BAB IV

ANALISA KASUS

4.1 ANALISA KASUS


Telah dilaporkan kasus Ny. S usia 41 tahun dengan diagnosis Hypokalemi
Periodic Paralysis dengan Electrolit Imbalance dan DM tipe 2. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

ANAMNESIS :

Dari anamnesis didapatkan adanya kaku di bagian tengkuk, dan anggota


gerak yang mengalami kelemahan setelah sejak 2 hari sebelumnya pasien
mengalami muntah-muntah>5x/hari disertai nyeri di ulu hati, Hal ini sesuai
dengan teori, bahwa gejala Hypokalemi Periodic Paralysis adalah riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal dan pada pasien ini bisa disebabkan
karena provokasi vomitus disertai sindrom dispepsia.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Artinya pasien dapat berorientasi dengan baik dan tidak ada penurunan kesadaran
Vital Sign
TD : 120/80

HR : 72x/menit

RR : 24x/menit

Suhu : 36,10 C

SpO2 : 98%

Dari vital sign keadaan pasien dalam batas normal.

38
Abdomen
Inspeksi : datar, bekas luka (-).
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan epigastrium (+).
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising Usus (+), normal

Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), Motorik (1/1), refleks
fisiologis(+/+), reflex patologis (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-), motorik (1/1), refleks
fisiologis(+/+), reflex patologi (-/-)

Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium (+) yang
mendukung keluhan mual dan muntah , dan dari pemeriksaan fisik ekstremitas
didapatkan kekuatan motoric ke empat anggota gerak pasien 1 yang merupakan
manifestasi klinis dari hypokalemia periodic paralysis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Dari pemeriksaan darah rutin : leukositosis.

- Dari pemeriksaan elektrolit : hipernatremi, hipokalemi, hiperklorida,


hiperkalsemi, sehingga pada pasien ini mengalami elektrolit imbalance

- Pemeriksaan kimia darah: hiperglikemia.

Dari hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium pasien diduga mengalami


kelainan paralisis hipokalemia disertai hiperglikemia. Diagnosa kelainan paralisis
hipokalemi ditegakkan berdasarkan kadar kalium darah rendah (kurang dari 3,5
mmol/L) pada waktu serangan, mengalami flaccid paralysis dengan pemeriksaan
lain dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya
berlokasi di bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten,
serangan biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada elektromiografi (EMG) dan

39
biopsi otot dapat ditemukan miotonia, kekuatan otot normal diluar serangan.
Diagnosis periodik paralisis hipokalemi(PPH) harus dipertimbangkan ketika suatu
serangan kelemahan terjadi episodik dan berkaitan dengan hipokalemia.
Hipokalemi yang terjadi pada HypoPP ini diduga karena adanya defek
permeabilitas membran sel terhadap kalium sehingga menurunkan kadar kalium
ekstraselular.
Kadar kalium serum akan kembali menjadi normal diantara serangan, dan apabila
hipokalemi menetap harus dipikirkan penyebab lain dari periodic paralisis, seperti
penurunan kadar kalium pada kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan
metabolisme lain.
Pada pasien ini ditemukan kadar glukosa darah yang lebih dari normal.
Serangan PPH dapat ditimbulkan oleh asupan tinggi karbohidrat, insulin, stres
emosional, pemakaian obat tertentu (seperti amfoterisin- B, adrenalin, relaksan
otot, beta-bloker, tranquilizer, analgesik, antihistamin, antiasma puff aerosol, dan
obat anestesi lokal). Diet tinggi karbohidrat dijumpai pada makanan atau
minuman manis, seperti permen, kue, soft drinks, dan jus buah. Makanan tinggi
karbohidrat dapat diproses dengan cepat oleh tubuh, menyebabkan peningkatan
cepat kadar gula darah. Insulin akan memasukkan glukosa darah ke dalam sel
bersamaan dengan masuknya kalium sehingga menyebabkan turunnya kadar
kalium plasma.

TATALAKSANA
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Pantau TTV dan KU
 Diet rendah karbohidrat
 Kontrol ketat konsentrasi elektrolit
 Edukasi pasien dan keluarga
 Mengenai penyakit
 Tentang faktor resiko penyakit
 Hindari konsumsi makanan banyak glukosa dan garam
 Komplikasi yang mungkin akan timbul

40
Farmakologis :
 IVFD NaCL 0,9% loading 1000cc  IVFD NaCL 0,9% 15tpm + KCL 2
flakon
 IVFD Kaen 3B 20gtt
 Inj. Ondansenton 1 amp
 Inj. Ceftriaxone 1x2gr
 Po : KSR 3x1 , glimepiride 1x2mg
Tujuan pengobatan adalah mengobati simptom dan mencegah terjadinya
serangan ulang. Pencegahan sebaiknya disesuaikan dengan faktor pencetusnya,
pemberian kalium selama serangan dapat menghentikan gejala. Pengobatan yang
dianjurkan adalah pemberian kalium per oral, jika keadaan berat mungkin
dibutuhkan pemberian kalium intravena.
Terapi paralisis hipokalemi biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan
gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemi. Terapinya mencakup
pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari
pencetus, serta farmakoterapi.
Di beberapa literatur, disarankan pemberian kalium oral dengan dosis 20-
30 mEq/L setiap 15-30 menit sampai kadar kalium mencapai normal. Kalium
klorida (KCl) adalah preparat pilihan untuk sediaan oral. Suplementasi kalium
harus diberikan hati-hati karena hiperkalemia akan timbul saat proses redistribusi
trans-selular kalium berhenti.
Sediaan kalium oral dapat menyebabkan keluhan gastrointestinal dan
tablet bersalut enterik dilaporkan menyebabkan tukak usus halus. Sediaan garam
kalium mikroenkapsulasi mungkin tidak begitu menimbulkan keluhan
gastrointestinal.
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan
EKG, harus diberikan kalium intravena (IV) 0,5 mEq/kg selama 1 jam, infus
kontinu, dengan pemantauan ketat.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian kalium ialah kadar
kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien. Suplementasi

41
kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih aman karena
risiko hiperkalemia lebih kecil.

42
BAB V

KESIMPULAN

Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan


kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-
lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan
akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel,
sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium
biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kadar kalium
serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.

Hipokalemik periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan


kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu,


misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik,
perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-
lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan
akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel,
sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.

DAFTAR PUSTAKA

43
1. Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II-III. Jakarta : Interna
Publising. 2014
2. Alwi, Idrus et all. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing
3. Weber F, Lehmann-Horn F. Hypokalemic Periodic Paralysis. 2002 Apr 30
[Updated 2018 Jul 26]. In: Adam MP, Ardinger HH, Pagon RA, et al., editors.
GeneReviews® [Internet]. Seattle (WA): University of Washington, Seattle;
1993-2019..
4. Winarno, Agus Nur Salim, dkk. 2018. Laporan Kasus: Paralisis Periodik
Hipokalemik diduga Familial yang Dipicu Vomitus. CDK-261/ vol. 45 no. 2
th. 2018
5. Nathania, Maggie. 2019. Hipokalemi- Diagnosa dan Tatalaksana. IAI: CDK-
273/ vol. 46 no. 2 th. 2019
6. Ulfa R, Periodik Paralisis Hipokalemi pada Wanita 25 Tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung:Medula, Volume 1, Nomor 5, Oktober 2013
7. Yaswir, Rismawati. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium
dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas.
2012; 1(2): http://jurnal.fk.unand.ac.id

44

Anda mungkin juga menyukai