Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ETIKA SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Etika Profesi PR

Dosen: M. Husen Fahmi, Drs., M.Si.

Disusun oleh :
Feny Siti Aisyah 10080016153
Aziz Setiyawan 10080016189
Dera Sindia 10080016214
Denisa Shofia 10080016241
Hanina Az Zahra 10080016305
Reza Dwi Muthia 10080016321

PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2018-2019
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Etika Sosial” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi PR.

Makalah Etika Sosial ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah etika sosial ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, 29 November 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kata etika sudah melekat dalam setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan

sesamanya. Sebagai suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu

ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang dikerjakannya itu salah, benar,

baik, atau buruk. Setiap manusia selalu erat kaitannya dengan etika, baik ketika manusia tersebut

berperilaku dalam lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan kerja. Manusia sebagai

makhluk pribadi maupun sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya tidak

dapat lepas dari etika.

Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang

menentukan dan terwujud. Nilai yang terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat,

wejangan peraturan, perintah dan semacamnya. Pada dasarnya memberi kita orientasi bagaimana

dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Etika memiliki keterkaitan dengan pergaulan

sosial, sebagaimana yang diketahui apabila seseorang bergaul tanpa ada etika yang mengaturnya

tentu pergaulan tersebut akan rusak. Sebagai contoh yakni pergaulan dalam remaja. Remaja

merupakan generasi penerus yang akan datang yakni penerus yang akan membangun bangsa ke

arah yang lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan dapat menciptakan kegiatan

yang dapat menguntungkan dirinya sendiri,keluarga, dan lingkungan sekitar, oleh karena itu

remaja tersebut perlu mendapatkan perhatian dari orang tua dan masyarakat sekitar. Banyak kita

dengar sekarang di media massa maupun media elektronik ada remaja yang berprestasi dan ada

remaja yang melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan diluar kesadarannya yang merugikan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan masalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Etika Sosial?


2. Bagaimanakah Sistematika etika Sosial?
3. Apakah pendapat dan aliran dalam etika Sosial?
4. Apa saja Etika dalam Pergaulan Sosial?

1.3. Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitiannya adalah:
1. Untuk Mengetahui apa itu Etika Sosial
2. Untuk mengetahui Bagaimana Sistematika Etika Sosial
3. Untuk mengetahui Aliran dalam Etika Sosial
4. Untuk mengetahui Etika dalam Pergaulan Sosial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Etika

Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-
norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti
yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
-Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
-Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
-Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia
orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu
kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
prilaku manusia :
1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan
prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau
sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal
yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang
akan diputuskan.
Etika normatif dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai
baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan,
yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak
dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori
dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya
menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana
manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada
dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual
b. Etika Sosial

2.2 Etika Sosial


Etika sosial adalah sebuah tatanan yang mengatur tentang perilaku seseorang terkait
pergaulan dengan lingkungan. Aturan ini terkait dengan masalah kesopanan, sesuatu yang boleh
atau tidak untuk dilakukan, serta tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang tersebut.
Aturan tentang etika sosial ini bersifat normatif, sehingga tidak diatur dalam hukum formal.
Sesuai pengertiannya, maka tidak ada indikator terukur yang bisa menjadi patokan tentang
hal tersebut. Selain itu, etika sosial ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Parameter
yang digunakan tentang makna etika sosial tersebut juga berbeda-beda. Oleh karena itu, tak jarang
timbul sebuah masalah.
Seperti adanya gesekan dari dua budaya yang saling bersinggungan, atau kesulitan untuk
beradaptasi dengan budaya lokal yang sudah ada. Untuk itu, kita harus mempelajari suatu etika
sosial maupun kearifan lokal dari sebuah daerah, sehingga kita mampu menyiapkan diri serta
perilaku ketika akan memasuki suatu wilayah yang memiliki konsep etika sosial yang berbeda.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana
dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah
menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah
sebagai berikut :
1 Etika keluarga
a) Etika suami istri
b) Etika anak terhadap orang tua
2 Etika pendidikan
a) Etika dosen
b) Etika pegawai administrasi
c) Etika mahasiswa
3 Etika bisnis
4 Etika lingkungan
5 Etika kedokteran
6 Etika jurnalistik
7 Etika politik
2.1 ETIKA KELUARGA
Etika keluarga adalah sikap atau perilaku yang baik dalam hubungan keluarga baik antara
suami dengan istri maupun anak dengan orang tua atau sebaliknya.
2.1.1 Etika suami Istri
Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama. Hak-hak
yang sama di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:
1. Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak
mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada
keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi
keduanya, dan urusan umum keduanya.
2. Masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya
sepanjang hidupnya
3. Masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan
kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya.

Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika yang harus dikerjakan masing-masing suami-istri
terhadap pasangannya adalah sebagai berikut:

Hak-hak Istri atas Suami


Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1. Memperlakukannya dengan baik. Artinya Ia memberi istrinya makan jika ia makan,
memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir istrinya membangkang
dengan menasihatinya tanpa mencaci-maki atau menjelek-jelekkannya.
2. Memberikan perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya
merusak akhlak atau agamanya, dan tidak membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita
fasik terhadap perintah Tuhan.
3. Tidak membuka rahasia istrinya dan, sebab ia orang yang diberi kepercayaan
terhadapnya, dituntut menjaga, dan melindunginya.

Hak-hak Suami atas Istri


Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan
rumah tangga lainnya
2.1.2 Etika Anak Terhadap orang Tua
Seorang anak harus menghormati orang tua, berbakti kepada orang tua dan taat pada orang
tua. Karna orang tua kita telah melahirkan, membesarkan kita dari kecil hngga dewasa yang penuh
kasih saying. Bahkan orang tua kita sudah memberikan segala-galanya tanpa pamrih kepada ank-
anaknya tanpa mengharapkan imbalan dari anaknya. Orang tua menyayangi anaknya melebihi
dirinya.
Kewajiban seorang anak hanya membalasnya dengan tingkah dan sikap anak yang baik
terhadap orang tua, membahagiakan atau membanggakan orang tua melalui prestasi dan
keberhasilan anak. Orang tua bukan berarti hanya kedua orang tua yang melahirkan kita. Tetapi
orang tua yang dimaksud disini adalah orang yang lebih tua dari kita haruslah bersikap baik
dengannya. Selain kewajiban anak terhadap orang tua, anak juga mempunyai hak terhadap orang
tua, yaitu: mendapatkan kasih sayang, perhatian, bimbingan dan kehidupan yang layak.

2.2 ETIKA PENDIDIKAN


Etika Pendidikan adalah sikap atau tingkah laku untuk mempengaruhi pembinaan dan
pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena itu pendidikan selalu melibatkan
dimensi social.
2.2.1 Etika Dosen
1. Etika Dosen bertujuan untuk:
· membentuk citra dosen yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan
masyarakat modern dan profesional.
· membentuk citra dosen sebagai figur yang memiliki integritas intelektual dan terbuka
terhadap perubahan.
· membentuk citra dunia civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan,
kesehatan, dan waktu.
· membuat citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.

2. Butir-butir Aturan Tentang Etika


· Busana
a. pakaian dosen sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. pakaian dosen di kantor dan di kelas/ruang kuliah adalah pakaian formal.
c. pakaian dosen di luar kelas, dalam peran sebagai utusan fakultas/universitas untuk
menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal dan disesuaikan dengan syarat/permintaan
pengundang.
d. pakaian dosen untuk acara yudisium sarjana adalah pakaian bebas rapi.
· Waktu
a. Dosen melakukan tatap muka dikelas setiap kali pertemuan sesuai dengan jadwal
perkuliahan.
b. Dosen memulai dan mengakhiri tatap muka di kelas tepat waktu.
c. Dosen memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada mahasiswa baik
dalam memberikan layanan di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam bimbingan skripsi dan
bimbingan akademik.
d. Dosen memenuhi jam kerja yang telah ditentukan.

· Interaksi
a. Dosen terbuka untuk menerima pernyataan dari mahasiswa mengenai pelajaran yang
diasuhnya dan siap membantu mahasiswa yang mengajukan pertanyaan di kelas maupun di tempat
lain.
b. Dosen terbuka dan berani menerima perbedaan pendapat yang menyangkut ilmu
pengetahuan dengan mahasiswa mengingat ilmu pengetahuan senantiasa berubah dan
berkembang.
c. Dosen memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam mengevaluasi hasil ujian dan
bentuk penugasan lain dalam memenuhi komitmen yang telah disusun dalam silabus.
d. Dosen Pembimbing Akademik wajib memberikan bimbingan kepada mahasiswa
bimbingan.
e. Dosen senantiasa berusaha meningkatkan mutu dunia akademis melalui proses
belajar mengajar, penelitian dan kepedulian sosial dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
f. Dosen bebas menyampaikan pendapat sesuai dengan kebebasan akademik dan
mimbar akademik.

· Lingkungan
a. Dosen memiliki kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b. Dosen tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan
Fakultas/Kampus.
c. Dalam menggunakan telpon fakultas, dosen berbicara seperlunya, dan menggunakan
air, listrik sehemat mungkin.
2.2.2 Etika Pegawai Administrasi
1. Etika Pegawai Administrasi bertujuan:
a. membentuk citra pegawai yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan
masyarakat modern dan profesional.
b. membentuk citra lingkungan civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan,
kesehatan dan waktu.
c. membentuk citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.

2. Butir-Butir Aturan tentang Etika


· Busana
a. pakaian pegawai sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. pakaian pegawai kantor adalah pakaian formal.
c. pakaian pegawai di luar kantor dalam peran sebagai utusan fakultas untuk
menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal (PSH) atau disesuaikan dengan
syarat/permintaan pengundang.

· Waktu
a. pegawai mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu
b. pegawai masuk dan pulang kerja tepat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c. pegawai memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan dan memberikan layanan
kepada pengguna jasa fakultas.
d. pegawai memberitahukan sebelumnya untuk pembatalan komitmen waktu yang telah
dijanjikan dalam memberikan layanan kepada mahasiswa.
e. pegawai senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan jasanya sebagai
perwujudan tanggungjawabnya.

· Lingkungan
a. pegawai memilik kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b. pegawai tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan
fakultas/kampus.
c. dalam menggunakan telpon fakultas, pegawai berbicara seperlunya, dan
menggunakan air, listrik sehemat mungkin.

2.2.3 Etika Mahasiswa


1. Etika Mahasiswa bertujuan:
a. Membentuk citra mahasiswa sebagai manusia yang unggul secara intelektual.
b. Membentuk citra mahasiswa sebagai figur yang memiliki integritas intelektual,
profesional, dan terbuka terhadap perubahan.
c. Membentuk citra mahasiswa yang santun, peduli terhadap lingkungan kesehatan dan
waktu.

2. Butir-Butir Aturan tentang Etika


· Busana
a. pakaian mahasiwa harus sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. mahasiswa di kampus dalam proses belajar mengajar (kuliah, laboratorium, di
perpustakaan, ujian, konsultasi dengan dosen pembimbing dan kegiatan akademilainnya), dilarang
memakai t-shirttanpa leher, celana pendek, celana panjang robek, sandal atau tanpa alas kaki.
c. pakaian mahasiswa di kampus untuk acara di luar proses belajar mengajar
disesuaikan dengan persyaratan yang umum dalam acara tersebut.
d. pakaian mahasiswa di luar kampus dalam peran sebagai utusan Fakultas untuk
menghadiri undangan resmi adalah jaket almamater dengan rok yang sopan (bagi wanita) atau
celana panjang (bagi pria) dan bersepatu serta disesuaikan dengan syarat/permintaan pengundang.
e. pakaian mahasiswa untuk ujian skripsi dan yudisium adalah : kemeja putih lengan
panjang, celana panjang hitam (pria), rok hitam (wanita), dasi hitam (pria), dan dasi kupu-kupu
hitam (wanita).
f. pakaian mahasiswa untuk menghadiri upacara nasional adalah jaket almamater
dengan rok yang sopan (bagi wanita) atau celana panjang (bagi pria).

· Waktu
a. mahasiswa mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu.
b. mahasiswa mengikuti tatap muka di kelas secara teratur sesuai dengan jadwal tatap
muka yang ditetapkan.
c. mahasiswa memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada dosen, baik
dalam konsultasi dengan dosen di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam proses bimbingan
skripsi dan bimbingan akademik.
d. Mahasiswa menghargai dosen atau mahasiswa lain dengan memberitahukan
sebelumnya untuk pembatalan komitmen waktu yang telah dijanjikan sebelumnya.

· Interaksi
a. mahasiswa berani mengemukakan pendapat dan siap menerima pendapat orang lain
dalam proses belajar mengajar.
b. mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk mengerjakan tugas-tugas yang
dibebankan dosen dalam proses belajar mengajar sesuai dengan silabus.
c. Mahasiswa tidak menggunakan telephone genggam (HP) pada waktu mengikuti
kegiatan pembelajaran maupun kegiatan resmi lainnya.

· Lingkungan
a. mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kebersihan kesehatan lingkungan.
b. mahasiswa tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan
fakultas/kampus.
c. dalam menggunakan telpon fakultas, mahasiswa berbicara seperlunya, dan
menggunakan air, listrik sehemat mungkin.

2.3 ETIKA BISNIS


Etika bisnis adalah Suatu sikap yang baik yang harus dilaksanakan dalam hubungan
bisnis/jalannya bisnis atau dapat juga dikatakan suatu aturan yang harus dijalankan dalam pebisnis
atau praktisi bisnis yang melakukan kegiatan bisnis pada jalan yang benar di dunia bisnis sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya,
artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang
dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk
memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-
"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak
positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan
jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu
sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin
tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama
telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan
bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam
melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan
dalam bentuk suatu peraturan yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari
diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika
bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu
kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin
kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing
dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus selalu dipatuhi dan
dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada
dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk
mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik
pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang
menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau
ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa
yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak
dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan
yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak
lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku
bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)


Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan
tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat


Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat
antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis
tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku
bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)


Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar


Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi"
serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu
berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang
berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi"
terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat
sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

2.4 ETIKA LINGKUNGAN


Kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada
dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus
terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan. Apakah
manusia sudah melupakan hal-hal ini atau manusia sudah kehilangan rasa cinta pada alam?
Bagaimanakah sesungguhnya manusia memahami alam dan bagaimana cara menggunakannya?

Perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana
keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan.
Bagaimana situasi alam atau lingkungan di masa yang akan datang? Kita akan menyadari bahwa
relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori
etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi
mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus,
memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun
yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut memunculkan
beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan kekhususannya dalam pendekatannya
terhadap alam dan lingkungan.
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan
juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika
yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan
etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk
kepentingan semua mahluk.

Yang dimaksud Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat
pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang,
sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip
yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk
menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya
adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan
komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang
menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.

Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang


menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat
antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan
humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli
lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Etika Ekologi Dangkal


Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi
estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus.
Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya
yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada
aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris
yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau
konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup
manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam,
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab
manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara
miskin
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi

Etika Ekologi Dalam


Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu
lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini juga disebut etika
lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan
alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai
penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara
alam demi kepentingan bersama.

2.5 ETIKA KEDOKTERAN


Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang
sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan
rahasia kedokteran, profesionalisme dan lain-lain. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek
etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik
yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-
nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi
mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan
dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan
keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur
dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi
menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional.
Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga
sekaligus pelanggaran hukum.
Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau
rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari
a. semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih
tahu tentang haknya dan lebih asertif,
b. semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari
luasnya arus informasi,
c. komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga
masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan
d. provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.

Etik Profesi Kedokteran


Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada
waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah
dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah
Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-
kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip
moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan
bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan
medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut
sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat
keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang
medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat
keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan
untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien)
dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan
lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics),
sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan
keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat
mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak
belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.

2.6 ETIKA JURNALISTIK


Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis
dalam melaksanakan pekerjaannya.Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk
memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk
melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan
dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan. Selain organisasi profesi, institusi
media tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code
of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Di Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya bersifat
universal dan tak banyak berbeda. Tentu saja tidak akan ada Kode Etik yang membolehkan jurnalis
menulis berita bohong atau tak sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja
disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan. Untuk gambaran yang
lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam
peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk
menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the
record, dan embargo.
8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan
seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam
masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan
politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan
fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari
keuntungan pribadi.
14. Jurnalis dilarang menerima sogokan.
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat
pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode
Etik.
2.7 ETIKA POLITIK
Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku
etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral.
Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia
sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam
hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa
kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan
berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Aktualisasi etika politik harus
senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia, Sejak abad
ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan social
BAB III

PEMBAHASAN

Etika Sosial
Etika sosial adalah sebuah tatanan yang mengatur tentang perilaku seseorang terkait
pergaulan dengan lingkungan. Aturan ini terkait dengan masalah kesopanan, sesuatu yang boleh
atau tidak untuk dilakukan, serta tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang tersebut.
Aturan tentang etika sosial ini bersifat normatif, sehingga tidak diatur dalam hukum formal.
Sesuai pengertiannya, maka tidak ada indikator terukur yang bisa menjadi patokan tentang
hal tersebut. Selain itu, etika sosial ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Parameter
yang digunakan tentang makna etika sosial tersebut juga berbeda-beda. Oleh karena itu, tak jarang
timbul sebuah masalah. Seperti adanya gesekan dari dua budaya yang saling bersinggungan, atau
kesulitan untuk beradaptasi dengan budaya lokal yang sudah ada. Untuk itu, kita harus
mempelajari suatu etika sosial maupun kearifan lokal dari sebuah daerah, sehingga kita mampu
menyiapkan diri serta perilaku ketika akan memasuki suatu wilayah yang memiliki konsep etika
sosial yang berbeda.

Sistematika Etika
- Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu
tertentu,dalam kebudayaan atau subkultur tertentu,dalam suatu periode sejarah,dan sebagainya.
Karena etika deskriptif hanya melukiskan,tidak member penilaian. Misalnya ia melukiskan adat
mengayau kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang disebut primitif, tapi ia tidak
mengatakan bahwa adat semacam itu dapat diterima atau harus ditolak.
Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya,
psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah akan memakai istilah
etika “deskriptif”. Studi-studi termasyhur tentang perkembangan kesadaran moral dalam hidup
seorang manusia oleh psikolog Swiss Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog Amerika Laurence
Kohlberg (1927-1988) merupakan contoh bagus mengenai etika deskriptif ini. Karena itu dapat
dimengerti bahwa etike deskriptif ini sebetulnya termasuk ilmu pengetahuan empiris dan bukan
filsafat.
- Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana berlangsung
diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Disini ahli bersangkutan
tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, tapi ia melibatkan
diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak lagi melukiskan adat
mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan di masa lampau, tapi ia menolak
adat itu, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia. Ia tidak lagi membatasi diri dengan
memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi menolak prostitusi sebagai suatu
lembaga yang melanggar martabat, biarpun dalam praktik belum tentu diberantas sampai tuntas.
Tentu saja, etika deskriptif dapat juga berbicara tentang norma-norma, misalnya bila ia membahas
tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat primitif. Hal yang sama bisa dirumuskan juga
dengan mengatakan bahwa etika normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif
(memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menetukan benar atau tidaknya tingkah laku atau
anggapan moral. Secara singkat dapat dikatakan etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-
prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam
praktik. Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
1. Etika umum
Etika yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
Memandang tema-tema umum seperti apa itu norma etis? jika ada banyak norma etis, bagaimana
hubungannya satu sama lain.
2. Etika khusus
Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya
lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan
itu dapat juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum
atas wilayah perilaku manusia yang khusus. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:
1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat
manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara) sikap kritis terhadap pandangan-
pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
3. Etika Profesi
Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya etika
kedokteran, etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain-lain. Kode etik
suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang
bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang
bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk ketentuan-
ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak
hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya
secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat. Guna etika adalah memberi arah bagi
perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban
moral(akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

- Metaetika
Metaetika adalah ucapan-ucapan kita dibidang moralitas atau bahasa yang diucapkan
dibidang moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam
batasan baik, buruk atau bahagia. Cara lain lagi untuk mempraktikan etika sebagai ilmu adalah
metaetika. Awalan meta (dari bahasa Yunani) mempunyai arti melebihi melampaui. Metaetika
seolah-olah bergerak pada tarap lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada tarap “bahasa etis”
atau bahasa yang kita gunakan dibidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika
mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa rupanya
kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain (khusunya kalimat-kalimat yang
mengungkapkan fakta). Metaetika ini termasuk “filsafat analitis”, suatu alihan penting dalam
filsafat ke 20. Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada wasl abad ke 20 dan George Moore
yang disebut adalah salah satu seorang pelopor. Dari Inggris filsafat analitas meluas ke berbagai
Negara lain tapi di Negara-negara berbahasa Inggris (seperti Amerika Serikat dan Australia)
posisinya selalu paling kuat. Karena terkait dengan filsafat analitis ini,metaetika kadang-kadang
juga disebut “etika analitis”.

Pendapat dan Aliran Etika


Untuk menilai etika seseorang dalam bermasyarakat itu baik atau buruk, tidak bisa hanya
dipandang dari satu sisi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan etika
seseorang itu dinilai baik atau buruk. Dalam satu keadaan tertentu kadang etika seseorang
dianggap buruk, namun ketika dilihat dari sudut yang lain maka hal tersebut justru dinilai baik.
Contonhya ketika Nabi Musa AS berguru dan melakukan perjalanan bersama Nabi Khidzir AS.
Nabi Musa AS selalu merasa tidak setuju terhadap segala hal yang dilakukan oleh Nabi Khidzir
AS karena merasa bahwa semua hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang selama ini
ia mengerti. Namun ketika di akhir perjalanan Nabi Khidzir AS menjelaskan alasan kenapa dia
melakukan semua hal tersebut, Nabi Musa AS seketika merasa menyesal dan kemudian
mengagumi perbuatan Nabi Khidzir AS.
Begitulah ukuran baik buruknya sebuah etika tidak dapat disimpulkan seenaknya saja.
Ada beberapa pandangan dan aliran mengenai kriteria penilaian baik dan buruk sebuah etika.
1. Perspektif Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah “hedone” (kenikmatan
atau kelezatan). Oleh karena itu mereka menggunakan kenikmatan dan kelezatan sebagai ukuran
baik buruknya etika seseorang.
Sebagai contoh utama aliran Hedonisme ialah Epikuros (341-270
SM). Diterangkan ada tiga macam kelezatan, yaitu :
i. Kelezatan yang memang berasal dari sifat biologis manusia, seperti makan dan minum.
ii. Kelezatan yang wajar tetapi bukan sesuatu yang harus dipenuhi, misalnya kelezatan
makananenak yang lebih dari biasanya.
iii. Kelezatan yang hanya untuk memenuhi nafsu manusia, misalnya kemegahan harta
benda. Namun kata Epikuros, lezat yang kita cari haruslah kelezatan yang
sesungguhnya, yaitu kelezatan yang tidak mendatangkan penderitaan.Karena diantara
kelezatan ada yang mempunyai akibat yang justru bertentangan dengan kelezatan ,
yakni penderitaan.
2. Perspektif Intuitionisme
Aliran ini adalah kebalikan dari aliran hedonisme. Intuisi adalah sebuah bisikan hati atau
kekuatan batin yangdapat menentukan baik buruknya sebuah etika tanpa ingin mengetahui akibat
yang akan terjadi. Tujuan utama aliran ini adalah terwujudnya keutamaan, keunggulan,
keistimewaan atau “kebaikan budi pekerti”. Karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai
kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk.[2]
Suatu etika dinilai baik ketika perbuatan tersebut sesuai dengan penilaian oleh hati nurani
atau kekuatan batin yang terdapat dalam dirinya. Begiyu juga sebaliknya, sebuah etika dinilai
buruk ketika bertentangan dengan suara hati nurani atau kekuatan batin yang terdapat dalam
dirinya.
3. Perspektif Evolusionisme
Berangkat dari teori Darwinyang didasarkan pada tiga proposisi dari konsep selection of
nature, struggle of life dan survival for the test. Aliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang
ada di alam ini selalu bergerak dinamis, yaiyu selalu tumbuh dan berkembang menuju
kesempurnaan.
Dalam aliran evolusi, yang dimaksud dengan etika yang baik adalah perbuatan yang
terpilih melalui seleksi ketat. Karena perbuatan yang baik akan tetap bertahan dan selalu berada di
tingkat atas walaupun banyak perbuatan buruk disekelilingnya yang mengganggu keberadaannya.
4. Perspektif Eudaemonisme
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Aristoteles dengan pendapatnya bahwa untuk
mencapai eudaemonia diperlukan 4 hal : yaitu : (1) kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan
dan kekuasaan; (2) kemauan; (3) perbuatan baik; (4) pengetahuan batiniah. Aliran ini memiliki
prinsip bahwa kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain.
5. Perspektif Pragmatisme
Aliran pragmatis memberikan tempat yang paling penting pada hal-hal yang berguna untuk
diri sendiri, baik yang bersifat moral ataupun material. Yang diutamakan adalah pengalaman. Oleh
karena itu aliran ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab hal itu bersifat abstrak dan tidak akan
diperoleh dalam dunnia empiri.
6. Perspektif Naturalisme
Yang menjadi tolak ukur baik buruknya sebuah etika adalah “apakah sesuai dengan
keadaan alam”.Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan
kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta. Aliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu
di alam semesta ini menuju pada tujan tertentu. Aliran ini juga menganggap bahwakebahagiaan
yang menjadi tujuan bagi setiap manusia didapat dengan jalan memenuhipanggilan alam atau
kejadian manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, aliran tersebutdinamakan “Naturalisme”.
Dengan memenuhi panggilan alam segala sesuatu akan dapat mencapai kesempurnaan.
Dan karena akal adalah jalan menuju kesempurnaan itu maka manusia harus menjalankan
kehidupan ksehariannya dengan berpedoman pada akal pikiran.
7. Perspektif Vitalisme
Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran naturalisme. Menurut faham vitalisme yang
menjadi ukuran baik dan buruk itu bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan
untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative
vitalistis) dan (2) vitalisme optimistis.Kelompok pertama terkenal dengan ungkapan “homo
homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”. Sedangkan menurut
aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan
memegang kekuasaan. Tokoh terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak
memberikan pengaruh terhadap Adolf Hitle.
Etika yang baik menurut aliran ini adalah orang yang kuat, dapat memaksakan dan
menekankan kehendaknya. Agar berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah.Manusia
hendaknya mempunyai daya hidup atau vitalita untuk menguasai dunia dan keselamatan manusia
tergantung daya hidupnya.
8. Perspektif Gessingnungsethik
Yang memprakarsai aliran ini adalah seorang teologi, musik, medika, filsafat dan etika
bernama Albert Schweitzer. Aliran ini mengutamakan “penghormatan akan kehidupan”, jadi
sebisa mungkin setiap orang harus saling tolong-menolong dan berperilaku baik. Dan yang
menjadi standart nilai baik buruknya sebuah etika adalah pemeliharaan akan kehidupan. Oleh
karena itu setiap hal yang mengakibatkan kerusakan atau kebinasaan dinilai sebuah etika yang
buruk.
9. Perspektif Idealisme
Aliran Idealisme dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang berkebangsaan
Jerman.Pokok-pokokpandangannya adalah sebagai berikut :
i. Wujud yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) ialah kerohanian.
Seseorangberbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atasdasar
kemauan sendiri atau rasaa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela rasa kewajiban yang
bersemidalam nurani manusia.
ii. Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia ialah kemauan yang
melahirkantindakan konkrit. Dan yang menjadi pokok disini ialah kemauan baik.
iii. Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal
yangmenyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
Ungkapan yang terkenal dalam aliran ini adalah “segala yang tampak alamiah ini hanyalah
yang tiada” sebab semua itu hanyalah gambaran atau perwujudan dari alam pikiran dan bersifat
imitasi (tiruan). Dan sebaik apapun tiruan itu tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik
dalam aliran ini adalah apa yang ada dalam ide itu sendiri.

10. Perspektif Eksistensialisme


Aliran ini berpendapat bahwa yang paling menentukan terhadap sesuatu yang baik di dunia
ini adalah seorang individu, terutama tentang kepentingan individu itu sendiri. Eksistensi yang ada
di dunia merupakan hasil keputusan dari individu-individu. Dalam kata lain, jika individu tidak
mempunyai sebuah keputusan maka tidak aka nada sesuatu apapun yang terjadi. Aliran ini
mempunyai sebuah ungkapan yang terkenal, yaitu “ Truth is subjectivity”. Maksud dari ungkapan
tersebut adalah jika sebuah etika itu merupakan kebenaran yang mengena pada pribadinya maka
disebut etika yang baik. Sebaliknya jika etika itu tidak baik bagi pribadinya maka disebut dengan
etika yang buruk.
11. Perspektif Marxisme
Aliran ini berpegangan pada motto “sebuah jalan dapat dibenarkan asalkan jalan tersebut
dapat ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan”. Jadi apapun yang bisa menjadi jalan untuk
mencapai sebuah tujuan maka dinilai sebuah etika yang baik.
12. Perspektif Sosialisme
Ukuran baik dan buruk dalam aliran ini didasarkan pada adat-istiadat yang berlaku di
lingkungan sosial tersebut. Dalam hal ini ada pendapat dari Poedjawijatma, “...adat-istiadat Timur
dan Barat, misalnya adalah berbeda. Kita tidak punya hak untuk menghukumi ini adat yang ini
buruk dan yang itu buruk, tetapi yang dapat dikatakan adalah bahwa adat itu sukar dijadikan ukuran
umum karena ketidakumumannya itu...”,
13. Perspektif Tradisionalisme (adat-istiadat)
Dalam aliran ini, orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat-istiadat selalu
dinilai baik. Sedangkan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dinilai buruk dan
kalau perlu dihukum secara adat. Aliran ini menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat dalam
tinjuan filsafat.
14. Perspektif Utilitarianisme
Menurut bahasa, utilis artinya berguna. Dengan nama tersebut aliran ini menilai sesuatu
yang baik adalah sesuatu yang bermanfaat, bukan hanya dalam segi materi namun juga dalam segi
rohani. Dalam hadis yang diceritakan oleh Syihabuddin Al-Qudla’iy, sebaik-baik manusia adalah
orang yang paling berguna (memberi manfaat/kebaikan) kepada sesamanya.
15. Perspektif Religiusisme (teologi)
Aliran ini berpendapat bahwa yang dinilai baik adalah yang sesuai dengan kehendak
Tuhan. Dalam keyakinan teologis yaitu keimanan kepada Tuhan sangat berperan penting terhadap
perilaku seseorang. Karena tidak mungkin seseorang mau berbuat sesuai kehendak Tuhan jika
tidak memiliki keimanan terhadap Tuhan.
Dari keyakinan terhadap Tuhan, kebaikan di dunia bersifat universal. Hal itu disebabkan
karena penganut keyakinan Ketuhanan itu sebdiri berbeda-beda. Yang menjadi ukuran baik-
buruknya perbuatan manusia adalah didasarkan kepada ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang
diperintah Tuhan itu perbuatan yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itu
perbuatan buruk
Etika Dalam Pergaulan
Prinsip-prinsip etika pergaulan remaja
1. Hak dan kewajiban
Hak kita memang layak untuk kita tuntut, tapi juga jangan sampai meninggalkan
kewajiban kita sebagai makhluk sosial.
2. Tertib dan disiplin
Selalu tertib dan disiplin dalam melakukan setiap aktivitas. Disiplin waktu biar nggak
keteteran.
3. Kesopanan
Senantiasa menjaga sopan santun, baik dengan teman sebaya atau orang tua dan juga
guru dimanapaun dan kapanpun.
4. Kesederhanaan
Bersikaplah sederhana .
5. Kejujuran
Jujur akan membawa kita ke dalam kebenaran. Bersikap jujurlah walau itu pahit.
6. Keadilan
Senantiasa bersikap adil dalam bergaul. Tidak membeda-bedakan teman.
7. Cinta Kasih
Saling mencintai dan menyayangi teman kita agar terhindar dari permusuhan.
8. Suasana & tempat pergaulan kita

Faktor yang mempengaruhi pergaulan remaja


Sebagai makhluk sosial, individu di tuntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan
yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Begitu juga dengan pergaulan pada remaja, ada
beberapa faktor yang bisa memengaruhinya antara lain :
1. Kondisi fisik
2. Kebebasan Emosional
3. Interaksi sosial.
4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
Prinsip dasar pergaulan yang sehat
Pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua kutub yang ekstrem,
yaitu terlalu sensitive (menutup diri) atau terlalu bebas. Semestinya lebih di tekankan kepada hal-
hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta
menambah wawasan.
1. Saling menyadari bahwa semua orang saling membutuhkan
dan merasa paling benar. Seperti kita ketahui bersama bahwa setiap manusia pasti akan
membutuhkan manusia lain. Keadaan ini harus kita sadari betul, supaya kita tidak menjadi manusia
paling egois
2. Hubungan memberikan nilai positif bagi kedua belah pihak
Hubungan yang baik adalah hubungan yang saling menguntungkan. Saya yakin anda tidak
suka di rugikan demikian sebaliknya orang lain juga tidak suka kita rugikan. Dari itulah salah satu
dasar pergaulan sehat yang lain adalah simbiosis mutualisme. Jangan sampai kita berpikir untuk
merugikan orang lain
3. Saling menghormati dan menghargai
Jika ingin di hargai dan di hormati orang lain, maka kita harus lebih dulu bisa menghargai
dan menghormati orang lain dengan melakukan banyak hal seperti menghargai dan menghormati
pendapat orang lain, cara beribadah orang lain, adat istiadat orang lain, cara berpikir orang lain.
4. Tidak berprasangka buruk
Agama menapun jelas melarang seseorang untuk berprasangka buruk kepada orang lain.
Karena prasangka buruk hanya akan mendatangkan masalah dan permusuhan antara kita dengan
orang lain.
5. Saling memahami perbedaan
Manusia di lahirkan dengan berbagai macam perbedaan, baik itu dari segi fisik, psikologis,
ras, suku, budaya dan lain-lain. Setiap manusia itu memiliki keunikan tersendiri, karena hal inilah
kita harus memahami perbedaan tersebut.
6. Saling memberikan nasihat
Orang bijak berkata teman yang baik adalah teman yang selalu mengajak ke jalan yang
baik dan mencegah ke jalan yang tidak baik. Ini juga salah satu prinsip pergaulan yang sehat.
Dengan saling memberikan nasehat, kita secara tidak langsung, menjalin hubungan yang lebih
sehat bukan hanya untuk dunia saja, tapi juga untuk akhirat kelak.
BAB IV
PENUTUP
2.2 KESIMPULAN

Etika sangat melekat dalam setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral dalam kehidupan
kita sehari-hari. Ada berbagai macam etika, mulai dari Etika social, etika keluarga, etika
pendidikan, etika bisnis, etika lingkungan, etika kedokteran dan lain sebagainya. Etika sosial
adalah etika yang mengatur perilaku seseorang terkait pergaulan dengan lingkungan, sistematika
etika ini ada deskriptif , normative, dan mataetika.
Memahami etika dalam pergaulan (social) dapat disimpulkan
1. Etika pergaulan adalah sopan santun atau tata krama dalam pergaulan yang sesuai dengan
situasi dan keadaan serta tidak melanggar norma-norma yang berlaku baik norma agama,
kesopanan, adat, hukum dan lain-lain.
2. Cara yang baik bersikap dalam pergaulan adalah bagaimana seseorang tersebut mengutamakan
perilaku yang sopan santun saat berhubungannya dengan setiap orang.
3. Dunia pergaulan banyak jenisnya. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor umur,
pekerjaan, keterikatan, lingkungan dan sebagainya.
4. Dampak positif dari pergaulan adalah mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa
diterima di berbagai lapisan sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok individu yang
pantas diteladani.
5. Dampak negatif dari pergaulan adalah tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian
yang menyimpang.
Berbagai masalah tentang pergaulan remaja pada masa ini, terutama di negara kita
Indonesia, yang dikenal dengan baik dengan budaya ketimuran dan mengerti akan sopan santun
juga marak terjadi.

2.3 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini kita berharap semoga etika yang baik yang diterapkan ita sehari-
hari bukan hanya teori tentang etika,tetapi bagaimana penerapan dari etika itu dalam kehidupan
sehari hari.

Anda mungkin juga menyukai