Anda di halaman 1dari 12

Submit

 Meet The Team

 Product & Services


 More

 Home
 Articles
 Mengenal lebih jauh Revolusi Industri 4.0
MENGENAL LEBIH JAUH
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
02 May 2019
 Articles
Istilah Indonesia 4.0 pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Awal mula dari istilah ini adalah
terjadinya revolusi industri di seluruh dunia, yang mana merupakan sebuah revolusi industri
keempat. Dapat dikatakan sebagai sebuah revolusi, karena perubahan yang terjadi
memberikan efek besar kepada ekosistem dunia dan tata cara kehidupan. Revolusi industri
4.0 bahkan diyakini dapat meningkatkan perekonomian dan kualitas kehidupan secara
signifikan. Yuk, kita bahas secara singkat mengenai sejarah dan apa itu Revolusi Industri 4.0.

Pertama-tama, mari kita bahas awal mula dari Revolusi Industri 4.0 terlebih dahulu. Mulai
dicetuskan pertama kali oleh sekelompok perwakilan ahli berbagai bidang asal Jerman, pada
tahun 2011 lalu di acara Hannover Trade Fair. Dipaparkan bahwa industri saat ini telah
memasuki inovasi baru, dimana proses produksi mulai berubah pesat. Pemerintah Jerman
menganggap serius gagasan ini dan tidak lama menjadikan gagasan ini sebuah gagasan resmi.
Setelah resminya gagasan ini, pemerintah Jerman bahkan membentuk kelompok khusus
untuk membahas mengenai penerapan Industri 4.0 .

Pada 2015, Angella Markel mengenalkan gagasan Revolusi Industri 4.0 di acara World
Economic Forum (WEF). Jerman sendiri menggelintirkan modal sebesar €200 juta untuk
menyokong akademisi, pemerintah, dan pebisnis untuk melakukan penelitian lintas akademis
mengenai Revolusi Industri 4.0. Tidak hanya Jerman yang melakukan penelitian serius
mengenai Revolusi Industri 4.0, namun Amerika Serikat juga menggerakkan Smart
Manufacturing Leadership Coalition (SMLC), sebuah organisasi nirlaba yang terdiri dari
produsen, pemasok, perusahaan teknologi, lembaga pemerintah, universitas dan laboratorium
yang memiliki tujuan untuk memajukan cara berpikir di balik Revolusi Industri 4.0.
Saat ini kita berada di zaman dimana Revolusi Industri 4.0 baru saja dimulai. Lalu seperti apa
sebenarnya Revolusi Industri 4.0? Revolusi Industri 4.0 menerapkan konsep automatisasi
yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya.
Dimana hal tersebut merupakan hal vital yang dibutuhkan oleh para pelaku industri demi
efisiensi waktu, tenaga kerja, dan biaya. Penerapan Revolusi Industri 4.0 di pabrik-pabrik saat
ini juga dikenal dengan istilah Smart Factory. Tidak hanya itu, saat ini pengambilan ataupun
pertukaran data juga dapat dilakukan on time saat dibutuhkan, melalui jaringan internet.
Sehingga proses produksi dan pembukuan yang berjalan di pabrik dapat termotorisasi oleh
pihak yang berkepentingan kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan internet.

Bila kita melihat kembali Revolusi Industri 3.0 dimana merupakan titik awal dari era digital
revolution, yang memadukan inovasi di bidang Elektronik dan Teknologi Informasi. Ada
perdebatan apakah Revolusi Industri 4.0 cocok disebut sebagai sebuah revolusi industri atau
hanya sebuah perluasan atau pengembangan dari Revolusi Industri 3.0. Namun nyatanya,
perkembangan Revolusi Industri 3.0 ke Revolusi Industri 4.0 sangat signifikan, hal baru
yang sebelumnya tidak pernah ada di era Revolusi Industri 3.0 mulai ditemukan. Para ahli
meyakini era ini merupkana era dari Revolusi Industri 4.0, dikarenakan terdapat banyak
inovasi baru di Industri 4.0, diantaranya Internet of Things (IoT), Big Data, percetakan
3D, Artifical Intelligence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot dan
mesin pintar. Salah satu hal terbesar didalam Revolusi Industri 4.0 adalah Internet of Things.

IoT (Internet of Things) memiliki kemampuan dalam menyambungkan dan memudahkan


proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor, dan manusia melalui jaringan internet.
Sebagai contoh kecil, apabila sebelumnya di era Revolusi Industri 3.0 kita hanya dapat
mentransfer uang melalui ATM atau teller bank, saat ini kita dapat melakukan transfer uang
dimana saja dan kapan saja selama kita terhubung dengan jaringan internet. Cukup dengan
aplikasi yang ada di dalam gadget kita dan koneksi internet, kita dapat mengontrol aktifitas
keuangan kita dimanapun dan kapanpun.

Selain Internet of Things, ada juga istilah Big Data yang berperan penting dalam Revolusi
Industri 4.0. Big data adalah seluruh informasi yang tersimpan di cloud computing. Analitik
data besar dan komputasi awan, akan membantu deteksi dini cacat dan kegagalan produksi,
sehingga memungkinkan pencegahan atau peningkatan produktivitas dan kualitas suatu
produk berdasarkan data yang terekam. Hal ini dapat terjadi karena adanya analisis data besar
dengan sistem 6c, yaitu connection, cyber, content/context, community, dan customization.

Proses tersebut dapat memberikan wawasan yang berguna bagi manajemen pabrik. Data
diproses dengan alat canggih (analitik dan algoritma) untuk menghasilkan informasi yang
logik. Data yang diproses tersebut juga dapat membantu mempertimbangkan adanya masalah
yang terlihat dan tidak terlihat di pabrik industri. Algoritma pembuatan informasi harus
mampu mendeteksi masalah yang tidak terlihat seperti degradasi mesin dan kehausan
komponen.

Indonesia pun saat ini mulai menggarap konsep Revolusi Industri 4.0 secara serius. Strategi
Indonesia salah satunya, melalui Kementerian Perindustrian mecoba membuat
sebuah roadmap bertajuk Making Indonesia 4.0. Sosialisasipun sudah disampaikan oleh
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di beberapa kesempatan. Bagaimana tanggapanmu
mengenai Revolusi Industri 4.0? Dan apa langkahmu dalam membantu pemerintah dalam
menggalakkan Indonesia 4.0?

Listhari Baenanda

Share to your friends





1.

Sejarah dan Perkembangan Revolusi Industri – Knowledge BinusThu, 02 May 2019 at 11:24
[…] Mengenal lebih jauh Revolusi Industri 4.0 Share to your friends […]
Reply

Send

BINUS UNIVERSITY
Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved

Pengertian Revolusi Industri 4.0


Daftar Isi
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan revolusi industri 4.0? Secara singkat, pengertian
industri 4.0 adalah tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan
teknologi cyber.

Pada industri 4.0, teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran
data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan
komputasi kognitif.

Tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi, dunia kerja,
bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Singkatnya, revolusi 4.0 menanamkan teknologi
cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia.

Prinsip Rancangan Industri 4.0


Dikutip dari Wikipedia, revolusi industri 4.0 memiliki empat prinsip yang memungkinkan
setiap perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan berbagai skenario
industri 4.0, diantaranya adalah:

1. Interoperabilitas (kesesuaian); kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia


untuk terhubung dan saling berkomunikasi satu sama lain melalui media internet untuk
segalanya (IoT) atau internet untuk khalayak (IoT).
2. Transparansi Informasi; kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia
fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor.
3. Bantuan Teknis; pertama kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia
mengumpulkan data dan membuat visualisasi agar dapat membuat keputusan yang bijak.
Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia melakukan berbagai
tugas yang berat, tidak menyenangkan, atau tidak aman bagi manusia.
4. Keputusan Mandiri; kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan dan
melakukan tugas semandiri mungkin.

Sudah Siapkah Menghadapi Revolusi Industri 4.0?

Revolusi industri 4.0 akan membawa banyak perubahan dengan segala konsekuensinya,
industri akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula risiko yang mungkin muncul,
misalnya berkurangnya Sumber Daya Manusia karena digantikan oleh mesin atau robot.
Dunia saat ini memang tengah mencermati revolusi industri 4.0 ini secara saksama. Berjuta
peluang ada di situ, tapi di sisi lain terdapat berjuta tantangan yang harus dihadapi.

Apa sesungguhnya revolusi industri 4.0? Prof. Klaus Martin Schwab, teknisi dan ekonom
Jerman, yang juga pendiri dan Executive Chairman World Economic Forum, yang pertama
kali memperkenalkannya. Dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution (2017), ia
menyebutkan bahwa saat ini kita berada pada awal sebuah revolusi yang secara fundamental
mengubah cara hidup, bekerja dan berhubungan satu sama lain.

Perubahan itu sangat dramatis dan terjadi pada kecepatan eksponensial. Perubahan yang
sangat berpengaruh dalam kehidupan di banding era revolusi industri sebelumnya. Pada
revolusi Industri 1.0, tumbuhnya mekanisasi dan energi berbasis uap dan air menjadi
penanda.

Tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Mesin uap pada abad ke-18
adalah salah satu pencapaian tertinggi. Revolusi 1.0 ini bisa meningkatkan perekonomian
yang luar biasa. Sepanjang dua abad setelah revolusi industri pendapatan perkapita negara-
negara di dunia meningkat enam kali lipat.

Revolusi Industri 2.0 perubahannya ditandai dengan berkembangnya energi listrik dan motor
penggerak. Manufaktur dan produksi massal terjadi. Pesawat telepon, mobil, dan pesawat
terbang menjadi contoh pencapaian tertinggi.

Perubahan cukup cepat terjadi pada revolusi Industri 3.0. Ditandai dengan tumbuhnya
industri berbasis elektronika, teknologi informasi, serta otomatisasi. Teknologi digital dan
internet mulai dikenal pada akhir era ini. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan
berkembangnya Internet of/for Things, kehadirannya begitu cepat.

Banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi inovasi baru,
serta membuka lahan bisnis yang sangat besar. Munculnya transportasi dengan sistem ride-
sharing seperti Go-jek, Uber, dan Grab. Kehadiran revolusi industri 4.0 memang
menghadirkan usaha baru, lapangan kerja baru, profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya.

Pendapat Ahli Tentang Revolusi Industri 4.0


Ada beberapa pendapat para ahli tentang revolusi industri 4.0, yang pertama menurut Jobs
Lost, Jobs Gained: Workforce Transitions in a Time of Automation, yang dirilis McKinsey
Global Institute (Desember 2017), pada 2030 sebanyak 400 juta sampai 800 juta orang harus
mencari pekerjaan baru, karena digantikan mesin.

Pendapat yang kedua, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang P.S.
Brodjonegoro, mempunyai pendapat yang sama dengan McKinsey & Co. Menurutnya,
memasuki revolusi industri 4.0 Indonesia akan kehilangan 50 juta peluang kerja.

Pendapat yang ketiga, menurut menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, sebaliknya.


Revolusi industri 4.0 justru memberi kesempatan bagi Indonesia untuk berinovasi. Revolusi
yang fokus pada pengembangan ekonomi digital dinilai menguntungkan bagi
Indonesia. Pengembangan ekonomi digital adalah pasar dan bakat, dan Indonesia memiliki
keduanya. Ia tidak sependapat bahwa revolusi industri 4.0 akan mengurangi tenaga kerja,
sebaliknya malah meningkatkan efisiensi.

Program Making Indonesia 4.0


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan meluncurkan program Making Indonesia 4.0
yang merupakan peta jalan (roadmap) terintegrasi dan kampanye untuk
mengimplementasikan strategi menghadapi era revolusi industri ke-4 (Industry
4.0). Roadmap tersebut akan diluncurkan pada 4 April 2018.

Sebagai langkah awal dalam menjalankan Making Indonesia 4.0, terdapat lima industri yang
menjadi fokus implementasi industri 4.0 di Indonesia, yaitu:

1. Makanan dan minuman


2. Tekstil
3. Otomotif
4. Elektronik
5. Kimia
Lima industri ini merupakan tulang punggung, dan diharapkan membawa pengaruh yang
besar dalam hal daya saing dan kontribusinya terhadap ekonomi Indonesia menuju 10 besar
ekonomi dunia di 2030. Kelima sektor inilah yang akan menjadi contoh bagi penerapan
industri 4.0, penciptaan lapangan kerja baru dan investasi baru berbasis teknologi.

Industri 4.0 di Indonesia akan menarik investasi luar negeri maupun domestik di Indonesia,
karena industri di Indonesia lebih produktif dan sanggup bersaing dengan negara-negara lain,
serta berusaha semakin baik yang disertai dengan peningkatan kemampuan tenaga kerja
Indonesia dalam mengadopsi teknologi. Revolusi mental juga harus dijalankan, mulai dari
mengubah mindset negatif dan ketakutan terhadap industri 4.0 yang akan mengurangi
lapangan pekerjaan atau paradigma bahwa teknologi itu sulit.

Kita harus berusaha untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan belajar, ketrampilan


yang sesuai dengan kebutuhan era industri 4.0, sehingga kita akan mempunyai daya saing
yang lebih kuat. Kita tentu berharap industri 4.0 tetap dalam kendali. Harus tercipta
kesadaran bersama baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, bahwa perubahan
besar dalam industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Dengan segala potensi yang ada kita harus menjadi pelaku aktif yang mendapat manfaat atas
perubahan besar itu. Tantangan ke depan adalah meningkatkan skill tenaga kerja di Indonesia,
mengingat 70% angkatan kerja adalah lulusan SMP. Pendidikan sekolah vokasi menjadi
suatu keharusan agar tenaga kerja bisa langsung terserap ke industri.

Selain itu Pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja riset baik melalui skema APBN atau
memberikan insentif bagi Perguruan Tinggi dan perusahaan swasta. Saat ini porsi belanja
riset Indonesia hanya 0,3% dari PDB di tahun 2016, sementara Malaysia 1,1% dan China
sudah 2%. Belanja riset termasuk pendirian techno park di berbagai daerah sebagai pusat
sekaligus pembelajaran bagi calon-calon wirausahawan di era revolusi industri 4.0.

Harapannya tingkat inovasi Indonesia yang saat ini berada diperingkat 87 dunia bisa terus
meningkat sehingga lebih kompetitif di era transisi teknologi saat ini. Kesimpulannya
revolusi industri 4.0 bukanlah suatu kejadian yang menakutkan, justru peluang makin luas
terbuka bagi anak bangsa untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Artikel dikirim oleh Viranda Tresya,


Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Making Indonesia 4.0: Strategi RI Masuki


Revolusi Industri Ke-4
You are here:Home/About/Latest News/Uncategorized/Making Indonesia 4.0: Strategi RI Masuki Revolusi Industri Ke-4
Kementerian Perindustrian telah merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta
jalan) yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era
Industry 4.0. Guna mencapai sasaran tersebut, langkah kolaboratif ini perlu melibatkan beberapa
pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga
unsur akademisi.

“Sejak tahun 2011, kita telah memasuki Industry 4.0, yang ditandai meningkatnya
konektivitas,interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin
konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto padaacara Sosialisasi Roadmap Implementasi Industry 4.0 di Jakarta, Selasa (20/3).

Menperin menjelaskan, revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap
untukmenggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian, generasi kedua, melalui penerapan
konsepproduksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan, generasi ketiga, ditandai
denganpenggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.

“Padarevolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, dimana teknologi
informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya.Tidak hanya dalam proses produksi,
melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang
baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih
baik,” paparnya.

Untuk itu, sektor industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan
teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era Industry 4.0. Adapun lima teknologi
utama yang menopang pembangunan sistem Industry 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial
Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D
Printing.

Berdasarkan Global Competitiveness Report 2017, posisi daya saing Indonesia berada di
peringkat ke-36 dari 100 negara. “Walaupun telah naik sebesar 5 peringkat dibandingkan tahun
sebelumnya, tetapi perlu terus dilakukan perubahan secara sistematis dan strategi yang jelas untuk
berkompetisi,” ujar Airlangga.

Menperin juga menyampaikan, semua negara masih mempelajari implementasi sistem Industry
4.0, sehingga dengan penyiapan peta jalannya, Indonesia berpeluang menjadi pemain kunci di
Asia. “Kitamelihat banyak negara, baik yang maju maupun berkembang, telah menyerap
pergerakan ini keagenda nasional mereka dalam rangka merevolusi strategi industrinya agar
semakinberdaya saing global. Dan, Indonesia siap untuk mengimplementasikan,” tegasnya.

Implementasi Industry 4.0 tidak hanya memiliki potensi luar biasa dalam merombak aspek
industri, bahkan juga mampu mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia. “Kita
punya pasar dalam negeri yang kuat, dan punya banyak talenta dari jumlah universitas yang
ada, sehingga tersedianya pool of talent,” kata Menperin.
Jadi, langkah dasar yang sudah diawali oleh Indonesia, yakni meningkatkan kompetensi sumber
daya manusia melalui program link and matchantara pendidikaan dengan industri. Upaya ini
dilaksanakan secara sinergi antara Kemenperin dengan kementerian dan lembaga terkait
seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, Kemeneterian Pendidikan
dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Dengan menerapkan Industry 4.0, Airlangga menargetkan, aspirasi besar nasional dapat tercapai.
Aspirasi tersebut secara garis besar, yaitu membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi di
tahun 2030, mengembalikan angka net export industri 10 persen, peningkatan produktivitas
tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta pengalokasiaan
2 persen dari GDP untuk aktivitas R&D teknologi dan inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.

Pada kesempatan yang sama, Sekjen Kemenperin Haris Munandar mengungkapkan, salah satu
strategi Indonesia memasuki Industry 4.0 adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan
menjadi percontohan untuk memperkuat fundamental struktur industri Tanah Air.

Adapun kelima sektor tersebut, yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri Otomotif, Industri
Elektronik, Industri Kimia, serta Industri Tekstil. “Melalui komitmen dan partisipasi aktif dari
pemerintah, swasta dan publik melalui kemitraan yang tepat sasaran, kita semua yakin bahwa
Industry 4.0 akan membawa manfaat bagi bangsa dan Negara,” terangnya.

Revitalisasi manufaktur

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur
Antaramengatakan, implementasi Industry 4.0 akan membawa peluang besar untuk merevitalisasi
sektor manufaktur dan menjadi akselerator dalam mencapai visi Indonesia menjadi 10 besar
ekonomi dunia pada tahun 2030.
“Jadi, akan meningkatkan produktivitas industri kita dan dapat menciptakan lapangan kerja baru
yang lebih bernilai tambah tinggi sebagai dasar dari fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di
masa datang,” tuturnya.

Ngakan menegaskan, penerapan Industry 4.0 dinilai dapat menghasilkan peluang pekerjaan baru
yang lebih spesifik, terutama yang membutuhkan kompetensi tinggi. Untuk itu, dibutuhkan
transformasi keterampilan bagi SDM industri di Indonesia yang mengarah kepada bidang
teknologi informasi.
“Studi yang dilakukan terhadap industri yang ada di Jerman menunjukkan bahwa permintaan
tenaga kerja akan meningkat secara signifikan hingga 96 persen, khususnya di bagian R&D dan
pengembangan software,” ungkapnya
Ia menambahkan bawa terjadi shifting pekerjaan karena penerapan Industry 4.0. “Pekerjaan nanti
tidak hanya di manufaktur saja, akan berkembang ke supply chain, logistik, R&D. Selain itu,
yang di sektor manufaktur juga perlu rescaling atau up-scaling untuk memenuhi kebutuhan,”
ujarnya.

Dengan penggunaan teknologi terkini dan berbasis internet, menurut Ngakan, muncul
pula permintaan jenis pekerjaan baru yang cukup banyak, seperti pengelola dan analis data
digital, serta profesi yang dapat mengoperasikan teknologi robot untuk proses produksi di
industri.

“Bahkan, ada beberapa potensi keuntungan yang dihasilkan sebagai dampak penerapan
konsep Industry 4.0,” ujarnya. Keuntungan tersebut, antara lain mampu menciptakan efisiensi
yang tinggi, mengurangi waktu dan biaya produksi, meminimalkan kesalahan kerja, dan
peningkatan akurasi dan kualitas produk.
Agar menjamin keberlangsungan sistem Industry 4.0 berjalan secara optimal, Ngakan
menyebutkan, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh industri. Kebutuhan penunjang
itu di antaranya adalah ketersediaan sumber daya listrik yang melimpah, murah, dan kontinyu,
serta ketersediaan infrastruktur jaringan internet dengan bandwidth yang cukup besar dan
jangkauan luas (wide coverage).
Selanjutnya, ketersediaan data center dengan kapasitas penyimpanan yang cukup banyak,
aman dan terjangkau,ketersediaan infrastruktur logistik modern, dan kebijakan ketenagakerjaan
yang mendukung kebutuhan industri sesuai dengan karakter Industry 4.0.
Tidak hanya industri skala besar, Kemenperin juga mendorong kepada industri kecil dan
menengah (IKM) agar ikut menangkap peluang di era Industry 4.0. “Kemenperin telah
meluncurkan program e-Smart IKM. Ini yang perlu dimanfaatkan oleh mereka untuk
lebih meningkatkan akses pasarnya melalui internet marketing,” imbuhnya.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.


source: http://www.kemenperin.go.id/artikel/18967/Making-Indonesia-4.0:-Strategi-RI-Masuki-
Revolusi-Industri-Ke-4

Anda mungkin juga menyukai