Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang


disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari
luar yang berlebihan. Umumnya terjadi pada penderita dengan penyakit kronik
yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer,
pressure ulcer, pressure sore, bed sore.

Dekubitus juga beresiko tinggi pada orang-orang yang tidak mampu


merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal
mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit
kronis yang disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin oleh pankreas, baik
yang diturunkan maupun yang didapat, atau oleh ketidakefektifan produksi
insulin. Kekurangan ini meningkatkan kosentrasi glukosa dalam daarah,
dimana ini bisa membahayakan sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan
syaraf sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan
nyeri sehingga merupakan salah satu resiko terjadi dekubitus (WHO, 2005).

Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan
pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam
waktu yang lama yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka
tekan atau dekubitus (Mukti, 2005).

Kejadian dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan perlu


mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum
dilaporkan bahwa 5-11% terjadi ditatanan perawatan acute care, 15-25%
ditatanan perawatan jangka panjang atau longterm care, dan 7-12% ditatanan
perawatan rumah/homecare (Mukti, 2005). Masalah ini menjadi problem yang
cukup serius baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena
mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program
rehabilitas bagi penderita.

Hasil penelitian menunjukkan insiden decubitus di Indonesia sebesar


33,3%, angka ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan insiden
decubitus di ASEAN yang hanya berkisar 2,1-31,3%, namun angka
insiden decubitusmasih sangat simpang siur, secara umum insiden
ulkus decubitus di rumah sakit berkisar 1,2%-3% dan dapat meningkat
sampai 50% pada ruang rawatakut yang berhubungan dengan mortalitas
tinggi. hal ini disebabkan perbedaan metodologi, sampel, clinical
iisetting,dan variabel lainnya Saldy (2011, dalam Wawan Rismawan,
2014).

Data dari the UK General Practitioner Research Database menyebutkan


insidensi ulkus dekubitus pada pasien geriatri adalah sebesar 11 %. Geriatri
dengan usia 70-75 tahun memiliki resiko dua kali lipat lebih tinggi untuk
terjadinya ulkus dekubitus dibandingkan dengan usia 55-69 tahun. Insidensi
tertinggi pada kelompok usia 80-84 tahun (Perneger et al., 2008).

Pada RSUD Koja ruang bedah salmon lantai 5 didapatkan hasil tiga bulan
terakhir dari agustus yang mengalami ulkus dekubitus yaitu 1 orang, selanjutnya
pada bulan september naik menjadi 2 orang, lalu pada bulan november yaitu
turun menjadi 1 orang.

Kondisi sehat merupakan suatu hal yang mendasari didalam kehidupan


manusia. Salah satu masalah kesehatan yang menjadi permasalahan saat ini
adalah penyakit tidak menular yaitu kejadian Cronic Kidney Disease (Gagal
Ginjal Kronik) di Indonesia. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI,2011) menjelaskan bahwa, penyakit tidak menular merupakan
penyebab kematian tertinggi di Indonesia, sedangkan penyakit menular juga
belum tuntas. Sementara, banyak dijumpai penyakit infeksi baru dan timbulnya
kembali penyakit infeksi yang sudah lama, sehingga Indonesia mempunyai
tekanan kesehatan ganda.

Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (eksresi) manusia.


Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme
yang tidak diperlukan oleh tubuh lagi, ginjal membuang zat-zat yang tidak
diperlukan lagi dan mengambil zat-zat yang masih diperlukan tubuh, ginjal juga
bertugas mengatur kadar air dan bahan lainnya di dalam tubuh (Crowin, 2009).
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) menyebabkan
kerusakan ginjal selama lebih dari 3 bulan berdasarkan temuan struktur atau
fungsi abnormal atau, (Glomerular Filtartion Rate/ GFR) <60 mL/menit/1,73 m²
selama 3 bulan dengan atau tanpa bukti kerusakan ginjal (Tanto, dkk, 2014).

Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada ginjal ini ireversibel. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vascular akibat diabetes melitus dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. Gagal Ginjal
kronik (GGK) Merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk
mempertahankan homeostatis (Baradero, 2012).

Penyakit gagal ginjal yang berat pada umumnya dibagi menjadi dua kategori
yaitu Chronic Kidney Disease dan Acute Kidney Disease. Acute Kidney Disease
(AKD) terjadi secara cepat, dalam beberapa hari atau beberapa minggu,
sedangkan Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat. Ginjal kehilangan kemampuanya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
normal. Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak nefron ginjal. Beberapa penyakit utama ginjal utamanya
menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (Dipiro,2009;Suwitra,2009).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama lebih dari 3
bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejala pada pasien PGK (NKF-KDIG, 2013). Jika terjadi
kerusakan ginjal yang berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu
akhirnya produksi sel darah merah berkurang. Seiring dengan perdarahan,
defisiensi besi, kerusakan ginjal, dan diikuti dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, maka derajat anemia akan meningkat (Suhardjono 2009). Salah satu
gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami anemia adalah pasien
terlihat pucat (anemis), mudah lelah, lesu, badan lemah, pusing, mata berkunang-
kunang, nafas sesak, dan penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Keluarga
Pasien gagal ginjal kronik masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang
anemia, sehingga masih banyak pasien yang mengalami anemia.

Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun 1995-2025


diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal 41,4% di
Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien GGK menurut World Health
Organizatin (WHO) adalah 84,5% dengan prevalensi pada pasien dialysis kronis
menjadi 100% dan 73% pada pasien pradialisis. Pada tahun (2006), di Amerika
serikat penyakit ginjal kronik menempati urutan ke-9 sebagai penyebab kematian
paling banyak. Menurut data URDS 2010 angka kejadian anemia pada gagal
ginjal kronik stadium 1-4 di Amerika yaitu sebesar 51,8 dan kadar Hb rata-rata
pada gagal ginjal kronik tahap akhir 9,9 g/dl (PERNIFER, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan pertumbuhan


jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2014 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat
50% di tahun 2015. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang
Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140
dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2016).

Global epidemik dari gagal ginjal telah diakui sebagai masalah besar pada
kesehatan, tidak hanya pada negara maju, tetapi juga terjadi di Asia. Data dari
Western Australia menunjukkan bahwa glomerulonephritis, nefropati diabetikum
dan hipertensi terhitung sebanyak 80% menyebabkan CKD (Departement of
Health State of Western Australia, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa masalah
gagal ginjal ini terbentuk dari campuran masalah diabetes dan hipertensi, dimana
angka kejadian diabetes dan hipertensi sangat besar di Asia. Angka pertumbuhan
populasi dan tingkat urbanisasi mendukung Indonesia sebagai negara tertinggi
ketiga di Asia dengan angka CKD tertinggi setelah India dan China (Phillip et al,
2011). Di Malaysia, dengan populasi 18 juta penduduk, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.

Gagal ginjal kronis merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi jumlah


pasiennya semakin meningkat, diperkirakan tahun 2025 di Asia Tenggara,
Mediterania dan Timur Tengah serta Afrika mencapai lebih dari 380 juta orang,
hal tersebut dipengaruhi oleh factor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses
penuaan, urbanisasi, obesitas dan gaya hidup tidak sehat.

Indonesia termasuk pada tingkat gagal ginjal yang cukup tinggi, Indonesia
pada kasus CKD berada diurutan keempat sebagai Negara terbanyak penyakit
CKD, sampai januari 2011 diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di
Indonesia yang membutuhkan cangkok ginjal, menurut Persatuan Nefrologi
Indonesia (Pernefri,2011). CKD di Indonesia terjadi 350 per 1 juta penduduk.
Terdapat sekitar 70.000 pasien dengan kasus CKD yang memerlukan terapi
Hemodialisa, tapi hanya 10% dari 70.000 kasus atau sekitar 70.000 pasien yang
dapat melakukan terapi hemodialisa tersebut.

Hasil Riskedas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular


mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain
kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.
Dijelaskan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, prevalensi gagal
ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8% di Indonesia.

Di RSUD Koja di ruang bedah salmon lantai 5 didapatkan pasien yang


menderita CKD yaitu agustus tidak ada yang mengalami, september 1 pasien
yang mengalami, oktober 1 pasien yang mengalami dan november 2 orang yang
mengalami terjadi peningkatan pada bulan november.

Penyakit ulkus dekubitus merupakan penyakit yang memerlukan perawatan


dan penanganan yang tepat agar tidak terjadi perlebaran pada luka. Fenomena
yang terjadi banyak klien yang keluar masuk Rumah Sakit untuk melakukan
pengobatan dan tindakan operasi jika sudah parah. Oleh karena itu peran perawat
sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien ulkus
dekubitus, serta diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik klien tetapi juga
psikologis klien. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun
karya tulis ilmiah tentang asuhan keperawatan dengan Ulkus Dekubitus di RSUD
Koja sebagai pemenuhan tugas akhir.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien Tn.
M dengan Ulkus Dekubitus di ruang Bedah RSUD Koja Jakarta Utara.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan
mendukung serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan
yang diberikan.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan khususnya
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Ulkus Dekubitus.
2. Institusi Pendidikan
Menjadi masukan bagi institusi guna menambah literatur / referensi
untuk kelengkapan perkuliahan.
3. Klien dan keluarga
Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
Ulkus Dekubitus, terutama tentang cara pencegahan dan
penanggulangannya.
4. Penulis
Sebagai prasyarat mendapat gelar Profesi Keperawatan, dan
menjadi bahan acuan untuk menambah pengetahuan serta
mendapatkan pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Ulkus Dekubitus.

Anda mungkin juga menyukai