PENDAHULUAN
Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan
pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam
waktu yang lama yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka
tekan atau dekubitus (Mukti, 2005).
Pada RSUD Koja ruang bedah salmon lantai 5 didapatkan hasil tiga bulan
terakhir dari agustus yang mengalami ulkus dekubitus yaitu 1 orang, selanjutnya
pada bulan september naik menjadi 2 orang, lalu pada bulan november yaitu
turun menjadi 1 orang.
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada ginjal ini ireversibel. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vascular akibat diabetes melitus dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. Gagal Ginjal
kronik (GGK) Merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk
mempertahankan homeostatis (Baradero, 2012).
Penyakit gagal ginjal yang berat pada umumnya dibagi menjadi dua kategori
yaitu Chronic Kidney Disease dan Acute Kidney Disease. Acute Kidney Disease
(AKD) terjadi secara cepat, dalam beberapa hari atau beberapa minggu,
sedangkan Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat. Ginjal kehilangan kemampuanya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
normal. Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak nefron ginjal. Beberapa penyakit utama ginjal utamanya
menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama
menyerang tubulus ginjal (Dipiro,2009;Suwitra,2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini muncul selama lebih dari 3
bulan dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Penurunan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejala pada pasien PGK (NKF-KDIG, 2013). Jika terjadi
kerusakan ginjal yang berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu
akhirnya produksi sel darah merah berkurang. Seiring dengan perdarahan,
defisiensi besi, kerusakan ginjal, dan diikuti dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, maka derajat anemia akan meningkat (Suhardjono 2009). Salah satu
gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami anemia adalah pasien
terlihat pucat (anemis), mudah lelah, lesu, badan lemah, pusing, mata berkunang-
kunang, nafas sesak, dan penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Keluarga
Pasien gagal ginjal kronik masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang
anemia, sehingga masih banyak pasien yang mengalami anemia.
Global epidemik dari gagal ginjal telah diakui sebagai masalah besar pada
kesehatan, tidak hanya pada negara maju, tetapi juga terjadi di Asia. Data dari
Western Australia menunjukkan bahwa glomerulonephritis, nefropati diabetikum
dan hipertensi terhitung sebanyak 80% menyebabkan CKD (Departement of
Health State of Western Australia, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa masalah
gagal ginjal ini terbentuk dari campuran masalah diabetes dan hipertensi, dimana
angka kejadian diabetes dan hipertensi sangat besar di Asia. Angka pertumbuhan
populasi dan tingkat urbanisasi mendukung Indonesia sebagai negara tertinggi
ketiga di Asia dengan angka CKD tertinggi setelah India dan China (Phillip et al,
2011). Di Malaysia, dengan populasi 18 juta penduduk, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.
Indonesia termasuk pada tingkat gagal ginjal yang cukup tinggi, Indonesia
pada kasus CKD berada diurutan keempat sebagai Negara terbanyak penyakit
CKD, sampai januari 2011 diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di
Indonesia yang membutuhkan cangkok ginjal, menurut Persatuan Nefrologi
Indonesia (Pernefri,2011). CKD di Indonesia terjadi 350 per 1 juta penduduk.
Terdapat sekitar 70.000 pasien dengan kasus CKD yang memerlukan terapi
Hemodialisa, tapi hanya 10% dari 70.000 kasus atau sekitar 70.000 pasien yang
dapat melakukan terapi hemodialisa tersebut.