Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

ULKUS DIABETIKUM

Penyaji:

Andhika Reza Akbar Muhammad Imam Nugroho


Kezia SandriaTambunan Bahrina Hadani Lubis
Muthia Hidayanti Nur Setianingrum Wibisana
Astrid Jeanne Situmorang Reina Romauli Tarihoran
Haznur Ikhwan Andra Pratama
Sahala Audia Siregar Geetha Manoharan
Nik Farah Nadia

Supervisor:

dr. Rizqi Arini Siregar, M.Ked(PD), Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Rizqi Arini Siregar, M.Ked(PD), Sp.PD

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Ulkus Diabetikum”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 15 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3
2.1Definisi.....................................................................................................3
2.2Epidemiologi............................................................................................3
2.3 Etiologi....................................................................................................4
2.4 Patofisiologi.............................................................................................4
2.5 Diagnosis.................................................................................................5
2.6 Diagnosis Banding...................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................9
2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................10
2.9 Komplikasi............................................................................................17
2.10 Prognosis.............................................................................................17
BAB III. STATUS ORANG SAKIT ..............................................................18
BAB IV. FOLLOWUP.....................................................................................32
BAB V. DISKUSI KASUS...............................................................................34
BAB VI. KESIMPULAN................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................37

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat


adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat
gula darah yang tinggi sehingga pasien sering tidak mersakan luka, luka terbuka
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob ataupun
anaerob.Ulkus diabetikum sering disebut luka diabetes. Kondisi ini merupakan
komplikasi umum yang terjadi pada pasien yang menderita diabetes melitus.1
Pada tahun 2015, disetimasikan sekitar 1.6 juta kematian disebabkan oleh
diabetes. Diabetes diperkirakan akan berada di posisi ke-tujuh sebagai penyebab
kematian terbanyak pada tahun 2030.13Diabetes menyebabkan kematian sebanyak
6% dari total kematian dari seluruh usia di Indonesia pada tahun 2016. Diabetes
menyebabkan sekitar 50,000 kematian di tahun 2016 pada kelompok usia 70
tahun ke atas.14Untuk ulkus diabetikum sendiri, mortalitas seringkali diasosiasikan
dengan sclerosis yang terjadi di arteri besar seperti arteri koroner atau renal.
Angka survival jangka panjang untuk pasien dengan amputasi buruk, terutama
pada pasien dengan peripheral artery disease (PAD) atau insufisiensi renal.
Prediktor kematian yang signifikan pada pasien dengan amputasi adalah usia,
kelamin laki-laki, insufisiensi renal kronik, dialisis, dan PAD.15
Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat angka prevalensi
diabetes di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun 1980, angka
prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat. Persentase ulkus diabetikum
sebagai komplikasi diabetes mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah 8.70%.2
Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah mengklasifikasikan
luka tersebut. Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang
dapat membantu menentukan intensitas dan durasi terapi. Penatalaksanaan ulkus
diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali vaskular,

1
kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi mengenai perawatan
kaki mandiri.3

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah laporan kasus ini adalah:

1. Dapat mengerti dan memahami tentang Ulkus Diabetikum.

2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan Ulkus Diabetikum.

3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program


Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami Ulkus
Diabetikum.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulkus yang diasosiasikan dengan


neuropati dan/atau penyakit arteri perifer yang mencakup infeksi, ulkus, dan
kerusakan jaringan di ekstremitas bawah pada pasien dengan penyakit diabetes
mellitus.1

2.2 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan estimasi risiko ulkus diabetikum adalah 15%


dari keseluruhan penderita diabetes.Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada
tahun 2016 menderita diabetes dan hampir seperempatnya berisiko memiliki ulkus
diabetikum. 25% kasus ulkus diabetikum berdampak pada amputasi organ. 40%
kasus ulkus diabetikum dapat dicegah dengan rawat luka yang baik. 60% kasus
ulkus diabetikum berkaitan erat dengan neuropati perifer. Diestimasikan bahwa
risiko mengalami komplikasi ulkus kaki diabetes adalah 15%.2
Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat angka prevalensi
diabetes di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun 1980, angka
prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat. [14] Persentase ulkus
diabetikum sebagai komplikasi diabetes mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah 8.70%.10
Pada tahun 2015, disetimasikan sekitar 1.6 juta kematian disebabkan oleh
diabetes. Diabetes diperkirakan akan berada di posisi ke-tujuh sebagai penyebab
kematian terbanyak pada tahun 2030.13Diabetes menyebabkan kematian sebanyak
6% dari total kematian dari seluruh usia di Indonesia pada tahun 2016. Diabetes
menyebabkan sekitar 50,000 kematian di tahun 2016 pada kelompok usia 70
tahun ke atas.14Untuk ulkus diabetikum sendiri, mortalitas seringkali diasosiasikan
dengan sclerosis yang terjadi di arteri besar seperti arteri koroner atau renal.

3
Angka survival jangka panjang untuk pasien dengan amputasi buruk, terutama
pada pasien dengan peripheral artery disease (PAD) atau insufisiensi renal.
Prediktor kematian yang signifikan pada pasien dengan amputasi adalah usia,
kelamin laki-laki, insufisiensi renal kronik, dialisis, dan PAD.15
Amputasi untuk ulkus diabetes menyebabkan morbiditas yang tinggi; sekitar
0.03% -1.5% pasien dengan ulkus diabetik akan memerlukan amputasi. 1,3 Pada
pasien dengan neuropati, bila manajemen yang baik telah sukses menyembuhkan
ulkus diabetikum, tingkat rekurensi adalah 66% dan tingkat amputasi meningkat
menjadi 12%.3

2.3 Etiologi

Etiologi ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri,


tekanan (trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar dari ulkus diabetikum
adalah diabetik neuropati; yang dapat ditemukan pada 80-90% pasien dengan
ulkus.2,3
Kondisi iskemik disebabkan oleh penyakit arteri perifer menghambat
penyembuhan, terutama saat infeksi terjadi dimana demand lebih banyak
diperlukan.Deformitas atau abnormalitas struktur kaki memainkan peran yang
penting dalam pembentukan ulkus diabetikum, karena memberikan tekanan
abnormal yang dapat membentuk luka. Deformitas atau abnormalitas bentuk kaki
yang dimaksud, diantaranya flat foot, hallux valgus, Charcot neuroartropati,
atau hammer foot.2,3

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi ulkus diabetikum berkaitan dengan neuropati dan penyakit arteri


perifer yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Hiperglikemia menghasilkan stres
oksidatif pada sel saraf dan menyebabkan neuropati. Disfungsi saraf tambahan
terjadi lebih lanjut oleh karena glikosilasi protein sel saraf, yang menyebabkan
iskemia lebih lanjut. Perubahan sel ini terwujud pada komponen motorik, otonom,
dan sensorik dari ulkus diabetikum.3,4

4
Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease/PAD) merupakan faktor yang
berkontribusi terhadap perkembangan ulkus diabetikum hingga 50% kasus.
Disfungsi sel endotel dan kelainan sel otot polos terjadi di arteri perifer sebagai
konsekuensi dari keadaan hiperglikemik yang terus-menerus, sehingga
mengakibatkan penurunan resultan pada vasodilator endotelium yang
menyebabkan penyempitan. Selanjutnya, hiperglikemia pada diabetes dikaitkan
dengan peningkatan tromboksan A2, agonis agregator vasokonstriktor dan
platelet, yang menyebabkan peningkatan risiko hiperkoagulabilitas plasma. Ada
juga potensi perubahan dalam matriks ekstraselular vaskular yang menyebabkan
stenosis lumen arteri. Selain itu, merokok, hipertensi, dan hiperlipidemia adalah
faktor lain yang umum terjadi pada pasien diabetes dan berkontribusi pada
perkembangan PAD. Secara kumulatif, hal ini mengarah pada penyakit arteri
oklusif yang menyebabkan iskemia pada ekstremitas bawah dan peningkatan
risiko ulserasi pada pasien diabetes.3,4
Neuropati mempengaruhi saraf motorik, sensorik, dan otonom. Kelainan
motorik dapat menyebabkan kelemahan otot, atrofi, dan paresis. Kemudian
kelainan sensoris mempengaruhi daya sensasi nyeri, tekanan, dan panas. Karena
hal ini, banyak luka yang terjadi tidak diketahui oleh pasien sehingga terus-
menerus terkena trauma atau tekanan yang repetitif. Kelainan saraf otonom juga
berkontribusi untuk meningkatkan risiko infeksi karena mengurangi produksi
keringat dan vasodilatasi.1,2,3

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis

Anamnesis pada pasien ulkus diabetikum fokus ke gejala neuropati perifer,


gejala insufisiensi arteri perifer, gejala sistemik, riwayat lesi, riwayat diabetes
pasien, serta penilaian faktor risiko.3,5Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

5
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Gejala-gejala neuropati perifer termasuk hipestesi, hiperestesi, parestesi, disestesi,


nyeri radikular dan anhidrosis.3 Keluhan terkait neuropati perifer adalah :
 Sering kesemutan
 Nyeri kaki saat istirahat
 Sensari sentuhan pada kulit berkurang
 Rasa panas pada kulit
 Kaki pucat
 Ujung jari terasa dingin
 Luka yang terasa nyeri
Faktor mengenai diabetes sebaiknya juga ditanyakan ke pasien, riwayat
diabetes, penggunaan obat, dan anamnesis mengenai faktor-faktor risiko.
Komplikasi lain diabetes juga sebaiknya ditanyakan seperti fungsi renal (dialisa,
transplan, pengecekan rutin), fungsi retina (gangguan pengelihatan), dan fungsi
kardiovaskular (stroke, gejala gagal jantung kronis, gejala penyakit arteri coroner,
dan lainnya).12

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum sebaiknya menilai kondisi ulkus yang
ada, tanda neuropati perifer, tanda penyakit arteri perifer dan deformitas kaki.3,6

1. Pemeriksaan Ekstremitas
Lakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencari luka dan deformitas, karena
pasien terkadang tidak menyadari. Ulkus dapat ditemukan di:
 Area yang menopang beban seperti tumit/heel, area plantar metatarsal,
ujung-ujung jari kaki yang paling menonjol (jari kaki ke-1 atau ke-2), dan
ujung hammer toes. Jangan lupa untuk memeriksa area di antara jari-jari.
 Area yang menanggung tekanan/stress seperti bagian dorsal hammer toes.3

6
Pemeriksaan fisik juga dapat menemukan kalus hipertrofik, kuku-kuku
rapuh, hammer toes, fisura, atau kaki Charcot.3

Pemeriksaan Luka
Ulkus dapat dibagi menjadi dua; akut dan kronik. Ulkus akut dapat
dikategorikan disebabkan oleh dua hal yaitu abrasi dermal atau ulkus plantar di
daerah penopang beban. Ulkus diperiksa untuk drainase, bau, ada/tidak jaringan
granulasi, dan jaringan yang terekspos seperti tendon, kapsul sendi, atau tulang.
Periksa tanda-tanda inflamasi pada kaki, seperti eritema, kehangatan, nyeri,
edema, indurasi, dan cairan purulen. Periksakan juga tanda-tanda sistemik seperti
demam, hipotensi, atau takikardia yang dapat menandakan infeksi sistemik.5,6

Ulkus dapat diklasifikasikan menggunakan sistem klasifikasi Wagner sebagai


berikut :

Tingkat/
Deskripsi Lesi
Grade
Tidak ada lesi pada kaki berrisiko tinggi; bisa ada deformitas atau
0
selulitis
Ulkus diabetikum superfisial (dapat mencakup ketebalan kulit
1
parsial atau full)
Ulkus menyebar hingga ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau
2
fascia dalam tanpa abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis tulang
4 Gangren yang terlokalisasi ke bagian tumit atau kaki depan
5 Gangren ekstensif yang mencakup seluruh kaki
Tabel 1. Klasifikasi ulkus diabetes Wagner6

Pasien juga perlu dilakukan pemeriksaan osteomyelitis, karena hal ini dapat
terjadi dengan atau tanpa gejala infeksi jaringan. Pada pasien dengan ulkus kaki
diabetekum, osteomyelitis dapat dicurigai pada luka yang berukuran lebih dari 2
cm 2 dan kedalaman yang mencapai tulang (sampai tulang terekspos atau
pemeriksa dapat merasakan tulang saat pemeriksaan dalam luka).5

7
2. Pemeriksaan Insufisiensi Arteri Perifer
Pemeriksaan fisik insufisiensi arteri perifer seringkali menunjukkan nadi
perifer yang tidak teraba atau berkurang. Periksa pulsasi perifer dorsalis pedis
yang dapat ditemukan pada lateral dari tendon extensor halluces longus, dan tibia
posterior, yang berada di atas dan di belakang malleolus medial.3,4
Pemeriksaan lain yang dapat menandakan insufisiensi arteri adalah bruit yang
terdengar di atas arteri iliaka/femoral, atrofi kulit, hilangnya pertumbuhan rambut
di pedis, sianosis jari-jari kaki, ulkus atau nekrosis iskemik, dan warna pucat di
kaki.3

3. Pemeriksaan Neuropati Perifer


Saat evaluasi kondisi fisik kaki, sudah dapat terlihat tanda-tanda neuropati
perifer seperti claw toe atau kaki Charcot. Tanda lain juga mencakup neuropati
autonomik seperti kaki yang kering, scaly, atau cracked. Tanda-tanda neuropati
perifer adalah hilangnya sensasi vibrasi dan posisi, hilangnya reflex tendon dalam
(terutama pemeriksaan ankle jerk), ulkus tropis, drop foot, atrofi otot, dan
pembentukan kalus yang berlebih. Neuropati perifer dapat dinilai menggunakan
pemeriksaan sensasi fibrasi, sensasi tekanan (monofilamen), dan nyeri superfisial
(pinprick) atau sensasi suhu.3,6
Pemeriksaan sensasi vibrasi dapat dilakukan menggunakan garpu tala 128-Hz
yang digunakan ke tonjolan tulang di jari kaki pertama. Tes ini diperiksa di kedua
kaki dan pasien diminta untuk melaporkan perbedaan sensasi. Pemeriksaan
sensasi vibrasi juga dapat dilakukan secara kuantitatif menggunakan
Biothesiometer.6,12
Sensasi tekanan diperiksa menggunakan esthesiometer tekanan monofilament
(monofilament pressure esthesiometer) yang dapat menilai secara kuantitatif
batasan sensasi tekanan pasien.6 Pemeriksaan suhu atau nyeri dapat diperiksa
salah satu, tidak perlu diperiksa keduanya. Tes pinprick menggunakan sebuah
jarum diaplikasikan ke berbagai bagian kaki, kemudian ditanyakan rasa sensasi
pasien.6

8
2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding ulkus diabetikum dapat dibuat dari aspek ulkus, aspek
nyeri, dan aspek neuropati. Ulkus diabetikum dapat dibandingkan dengan
kelainan lain yang dapat muncul pada pasien diabetes; seperti dermopati
diabetikum, diabetikorum bulosa, xanthoma eruptif, lipoidika nekrobiosis, dan
granuloma annulare.3
Proses inflamasi yang terjadi di kulit dapat menyerupai gejala infeksi.
Beberapa diagnosis banding yang sesuai dengan kategori ini mencakup trauma,
artritis, artropati Charcot akut, fraktur, thrombosis, dan stasis vena. Namun proses
infeksi juga dapat terjadi bersamaan dengan inflamasi, bila penyebab gejala belum
dapat dipastikan, dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik empiris.5

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menilai penyakti vaskular


perifer, neuropati perifer, pemeriksaan laboratorium untuk menilai kondisi infeksi,
dan pemeriksaan imaging untuk melihat deformitas, osteomyelitis, dan lainnya.
Pemeriksaan untuk penyakit vaskular perifer mencakup ankle brachial
index yang menggunakan alat Doppler yang membandingkan rasio tekanan darah
sistolik tumit dan lengan. Tingkat keparahan penyakit arteri perifer dapat
diinterpretasi sebagai berikut1:
 0.91 – 1.30 : Normal
 0.70 – 0.90 : Obstruksi ringan
 0.40 – 0.69 : Obstruksi sedang
 < 0.40 : Obstruksi berat
 > 1.3 : Poorly compressible vessel
Alat ultrasonografi Doppler juga dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan stenosis atau keberadaan aneurisma.3
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi infeksi
pasien. Pemeriksaan yang disarankan adalah darah lengkap, gula darah, elektrolit,
dan fungsi renal. Pemeriksaan tanda inflamasi seperti erythrocyte sedimentation

9
rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP) dapat digunakan untuk memonitor
respon terhadap terapi.5
Pemeriksaan kultur dilakukan setelah debridement dan sebelum pemberian
terapi antibiotik empiris. Bahan kultur sebaiknya didapat dari luka menggunakan
kuretase dibandingkan swab atau irigasi agar hasil microbial lebih akurat.7
Pemeriksaan radiologis dasar dapat digunakan untuk melihat deformitas
tulang, keberadaan benda asing, dan gas di jaringan lunak. Bila diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut, dapat dilakukan magnetic resonance imaging (MRI)
untuk mengevaluasi kelainan jaringan lunak dan osteomyelitis.5

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali


metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan
edukasi mengenai perawatan kaki mandiri. Langkah awal penatalaksanaan ulkus
diabetikum adalah mengklasifikasikan luka tersebut. Klasifikasi yang umum
digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang dapat membantu menentukan
intensitas dan durasi terapi.7

 Lesi Grade 0 : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi


mengenai perawatan kaki yang baik, terutama pada pasien dengan neuropati.
 Lesi Grade 1 dan 2 : Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana
debridemen yang ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi tekan/beban di
ulkus, dan kontrol infeksi.
 Lesi Grade 3 : Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol
infeksi, perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori
ini berrrisiko untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi
antara pekerja kesehatan.
 Lesi Grade 4 dan 5 : Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit,
seringkali memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi operasi dan
terkadang amputasi.

10
Secara umum, setiap kali pasien berobat sebaiknya dilakukan perbandingan
dan catatan perkembangan; klasifikasi dan ukuran luka. Area permukaan dari
sebuah ulkus diabetikum yang sembuh dengan baik seharusnya berkurang sekitar
1 % per hari.7

Kendali Metabolik (Metabolic Control)

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa


darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentasi glukosa darah.
Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi
albumin serum, konsentrasi Hb, dan derajat oksigenisasi jaringan.12

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik


b. Penurunan berat badan yang cepat
c. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d. Krisis Hiperglikemiae.
e. Gagal dengan kombinasi OHO (obat hipoglikemik oral) dosis optimal
f. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
g. Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Kendali Vaskular (Vascular Control)

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio


intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular
dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya. Untuk

11
oklusi yang panjang, dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek, dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular - PTCA. Pada keadaan
sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik
bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil
pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.12

Kendali Luka (Wound Control)

Kendali luka dilakukan dengan cara perawatan luka dengan konsep TIME:
Tissue Debridement (Membersihkan Luka Dari Jaringan Mati). Debridemen ulkus
diabetikum merupakan langkah awal yang penting dalam pengelolaan luka.
Beberapa manfaat dapat dihasilkan dari debridemen yang tepat termasuk
pemotongan jaringan nekrotik yang tidak dapat bertahan serta menjaga agar luka
tetap terjaga. Kita harus berhati-hati dalam menilai ulkus jika diduga iskemia.
Intervensi revaskularisasi mungkin diperlukan sebelum debridemen dilakukan.
Debridemen juga merangsang pelepasan faktor pertumbuhan untuk
mempromosikan penyembuhan ulkus. Debridement bedah adalah metode standar
emas pada ulserasi diabetikum. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
pemotongan jaringan sehat harus diminimalkan dan kelainan bentuk yang dapat
memicu kekambuhan ulkus harus dicegah. Debridemen bedah biasanya dilakukan
untuk ulkus dengan jaringan nekrotik yang luas.

Inflammation And Infection Control (Kontrol Inflamasi Dan Infeksi)

Lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum


luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman
anaerob (seperti misalnya metronidazol). Bagi pasien rawat jalan dengan
antibiotik oral, durasi pengobatan biasanya 7-14 hari. Pada mereka yang dirawat
secara parenteral tapi tanpa osteomielitis, 2-4 minggu pengobatan sudah cukup.
Durasi terapi yang lebih lama diperlukan untuk orang-orang dengan osteomielitis
yaitu minimal 4-6 minggu minimal.

12
Moisture Balance (Menjaga Kelembaban)

Diabetes bisa menyebabkan perubahan pada kulit. Terkadang kulit menjadi


sangat kering. Kulit bisa mengelupas dan retak. Saraf yang mengendalikan
minyak dan kelembaban pada kulit mungkin tidak lagi bekerja. Setelah mandi,
keringkan kulit dan jaga kelembaban dengan pengolesan emolien.

Epithelial Edge Advancement

Keberadaan re-epitalisasi menandakan perbaikan luka. Pada tahapan ini,


kontraksi luka dan pertumbuhan epitel dievaluasi untuk melihat
apakah dressing dan perawatan luka yang dilakukan sudah sesuai atau belum.
Beragam modalitas terapi untuk meningkatkan efektifitas epitelisasi luka sudah
dikembangkan, seperti penggunaan electromagnetic therapy (EMT), terapi laser,
dan terapi ultrasound.

Kendali Tekanan (Pressure Control)

Off-loading merupakan teknik yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada


permukaan plantar kaki atau area ulkus diabetikum dengan mentransfer beban ke
daerah lainnya. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat
tekanan tinggi. TCC (total contact casting) adalah salah satu teknik off-
loading. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar
tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki
sisi depan dan belakang bagian tumit.
TCC mengurangi panjang langkah yang memperlambat kaki dan mengurangi
gaya yang diterapkan pada kaki. TCC telah terbukti mengurangi tekanan plantar
sebesar 32%, 63%, dan 69% pada bagian distal metatarsal kelima, keempat, dan
pertama; 65% pada ibu jari kaki; dan 45% di tumit. Bila pada anggota gerak
terdapat tulang yang menonjol atau kelainan anatomi/ deformitas, tatalaksana
lanjutan memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)

13
atau dengan pembenahan deformitas.13 Secara umum, modalitas yang dapat
digunakan dalam kendali tekanan adalah:

1. Tidak Bisa Dilepas / Non-Removable


Modalitas kendali tekanan yang tidak bisa dilepas, di antaranya:
 Total Contact Cast / Non-removable pressure relieving casts: Gips kontak
total adalah sebuah gips yang menutupi seluruh ekstremitas bawah yang dibuat
oleh plaster of Paris atau fibreglass dan bantalan/padding yang minimal. Alat ini
mendistribusikan ulang beban di kaki, agar beban tidak terfokus ke ulkus karena
mengikuti kontur normal kaki sehingga distribusi beban merata. Kekurangan dari
alat ini adalah ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien di saat-saat tertentu
(seperti saat di kamar mandi), luka yang tidak dapat diperiksa secara rutin,
pemasangan yang harus dilakukan oleh professional, dan kemungkinan
pembentukan ulkus baru bila ukuran tidak pas. Kelebihan alat ini adalah
efektivitasnya dalam penyembuhan ulkus. Menurut Cochrane database
review, penyembuhan luka jauh lebih baik saat 12 minggu dengan penggunaan
alat non-removable cast dibandingkan dengan alat yang dapat
dilepas. Kontraindikasi penggunaan alat ini adalah bila ada ulkus yang terinfeksi,
osteomyelitis, iskemi perifer, ulkus bilateral, amputasi ekstremitas bawah atau
ulkus di tumit.7,8

 Instant, non-removable pressure-relieving device: Alat instant, non-


removable pressure reliveing device dapat dipanggil juga sebagai non-removable
cast walkerserupa dengan cast walker biasa yang sudah dimodifikasi agar pasien
tidak dapat melepaskan alat secara mudah. Alat ini tidak memerlukan tenaga
professional untuk melepaskannya, tidak custom atau sesuai bentuk kaki pasien,
dan perlu dilepas jika ingin mengganti perban.8

2. Bisa Dilepas / Removable

Modalitas kendali tekanan yang bisa dilepas, di antaranya:

14
 Removable cast walker: Alat cast walker adalah sebuah
penyangga/brace yang dipasang di kaki, tidak harus custom, dan dapat
mendistribusikan beban seperti gips kontak total. Alat ini harus dilepas untuk
mengganti verban, dan dapat mempengaruhi kepatuhan (compliance) pasien
karena ia bisa melepaskannya. Beberapa penelitian melihat distribusi beban pada
kaki sehat yang dipasangkan cast walker, dan hasilnya serupa dengan gips kontak
total. Namun data untuk distribusi beban pada kaki dengan deformitas/ulkus
belum tersedia.7,8

 Therapeutic footwear: Setelah ulkus sembuh, pasien dapat menggunakan


sepatu terapi untuk menghindari rekurensi pembentukan luka. Sepatu yang
dimaksud lebih tebal, lebih lebar, lebih empuk dibandingkan sepatu biasa, dan
bentuk terbuka untuk menghindari infeksi jamur akibat keringat berlebih. Terdapat
dua jenis sepatu ini; sepatu jangka pendek atau half shoe, atau sepatu jangka
panjang yang disesuaikan dengan pasien (bespoke). Half shoe memiliki wedge di
bagiaan kaki depan atau tumit, untuk mengurangi beban kaki depan atau tumit.
Sepatu ini memberi keuntungan karena dapat membantu penyembuhan luka di
lokasi sulit seperti di tumit. Namun, kekurangan sepatu ini adalah sulitnya
penggunaan pada pasien lanjut usia dengan gangguan propriosepsi. Sepatu ini
mempersulit cara jalan pasien, dan terkadang pasien tidak dapat berjalan karena
tidak dapat menyesuaikan.1,7,8
 Padding: Bantalan dapat dibentuk oleh berbagai alat seperti kain wol,
untuk mengurangi tekanan pada kaki yang bersifat sementara. Bantalan dapat
disesuaikan untuk luka akut/kronik, ukuran, lokasi, tipe dan status penyembuhan
luka. Namun pemakaian bantalan harus diwaspadai karena dapat memindahkan
beban dari satu tempat ke tempat yang lain, bukan mendistribusikan secara
merata. Penggunaan bantalan harus diganti secara sering dan rutin karena bahan
dapat melekat ke kaki atau sepatu, atau ‘kempes’.8

Kendali Infeksi

15
Untuk memberikan tatalaksana infeksi, luka dapat dikalsifikasikan menjadi
tidak mengancam tungkai/ekstremitas, dan mengancam tungkai/ekstremitas.
Untuk kategori pertama, ditandai dengan adanya selulitis <2 cm dan tidak
menyebar ke tulang atau persendian. Kategori mengancam tungkai memiliki ciri-
ciri adanya selulitis >2 cm dan infeksi menyebar ke tulang, persendian, ataupun
sistemik. Infeksi yang tidak mengancam luka umumnya disebabkan oleh infeksi
Staphyloccus dan Streptococcus. Pemberian pengobatan sebaiknya disesuaikan
dengan hasil kultur dan resistensi bila memungkinkan.7,12
Belum ada pedoman klinis umum yang menentukan jenis antibiotik yang
superior untuk dipakai, dan hasil-hasil penelitian masih terbatas.7,12 Saat ini untuk
infeksi ringan-sedang tanpa risiko mengancam tungkai, pengobatan antibiotik
dapat diberikan secara oral seperti cephalexin, amoxilin clavulanate, moxifloxin,
atau clindamycin. Infeksi berat yang kemungkinan mengandung infeksi
polimikrobial sebaiknya dirawat inap dan diberikan antibiotik multi-regimen
sambil menunggu hasil uji kultur dan resistensi.7,12

2.9 Komplikasi

Komplikasi utama dari ulkus diabetikum adalah amputasi, infeksi yang


bertambah berat, sepsis, dan kematian.5

2.10 Prognosis
Prognosis ulkus diabetikum tergantung dari derajat ulkus ketika mencari
pengobatan, pada ulkus diabetikum derajat Wagner 0-2 maka prognosisnya
adalah dubia dan derajat 3-5 adalah dubia ad malam.14

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

No. Rekam Medis: 03.59.48

16
Tanggal Masuk: 11-11-2018 Dokter Ruangan:

dr. Chairunnisa / dr. Alif

Jam : 04.00 WIB Dokter Chief of Ward:

Ruang : Meranti 2 bed 1 Dokter Penanggung


Jawab Pasien:

dr. Bayu, M.ked (PD),


Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : NS

Umur : 59 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Pensiunan

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mongonsidi No.31 Medan

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Luka borok di kaki kiri

Telaah : Hal ini dialami pasien kurang lebih sudah sejak 20 hari ini.
Luka yang dialami pasiem dikarenakan tertusuk paku
pada saat pasien sedang menyapu rumah. Awalnya hanya

17
berupa kemerahan dan bengkak namun semakin lama
muncul luka melepuh dan keluar cairan nanah, Pasien
mengobati luka dengan menggunakan Iodine tapi tidak
kunjung sembuh. Pasien tidak merasa nyeri. Pasien
sering merasa kesemutan pada kaki kiri kurang lebih
selama 1 tahun sebelumnya. Pasien kesulitan dalam
berjalan dan beraktivitas. Nyeri ulu hati dijumpai, hal ini
sudah dialami kurang lebih 1 minggu, riwayat mual
dijumpai, muntah tidak ada. Pada saat belum makan
perut terasa nyeri, dan jika makan perut cepat terasa
penuh. Nyeri perut tidak terus menerus dan sering diikuti
dengan perasaan panas. Pasien mengaku sering telat
makan dan makan tidak teratur. Demam dijumpai, hal ini
dialami Pasien sudah sejak 1 minggu yang lalu, demam
awalnya cukup tinggi. Lemas dijumpai, sering merasa
lapar dijumpai. Pasien mengeluhkan sering merasa haus,
sering kencing pada malam hari diatas 3 kali sehari
dengan jumlah urine cukup. Penurunan berat badan
dijumpai, dan Pasien mengeluhkan mata kabur. Riwayat
batuk dan sesak tidak dijumpai. Riwayat BAK dan BAB
dalam batas normal. Riwayat Diabetes dijumpai, kira-
kira sudah selama 15 tahun, KGD tertinggi yang pernah
dialami Pasien adalah 700 mg/dl. Riwayat pemakaian
obat insulin teratur 3 kali sehari. Riwayat Hipertensi
tidak dijumpai, Riwayat penyakit gula tidak dijumpai.

RPT : Diabetes

RPO : Insulin 18 unit.

ANAMNESIS ORGAN

18
Jantung

Sesak napas :- Palpitasi :-

Angina Pectoris :- Lain-lain :-

Edema :-

Saluran Pernapasan

Batuk :- Asma :-

Dahak :- lain-lain :-

Saluran Pencernaan

Nafsu makan :- Penurunan BB :-

Keluhan menelan :- Keluhan defekasi :-

Keluhan perut :- Lain-lain :-

Saluran Urogenital

Sakit saat buang air kecil : - Buang air kecil tersendat: -

Mengandung batu :- Keadaan urin :-

Haid :- Lain- lain :-

Sendi dan Tulang

Sakit pinggang :- Keterbatasan gerak :-

Keluhan Persendian :- Lain-lain :-

19
Endokrin

Haus/ Polidipsi :+ Gugup :-

Poliuri :+ Perubahan Suara :-

Polifagi :+ Lain-lain :-

Saraf Pusat

Sakit Kepala :-

Hoyong :-

Lain-lain :-

Darah dan Pembuluh darah

Pucat :- Perdarahan :-

Petechie :- Purpura :-

Lain-lain :-

Sirkulasi Perifer

Claudicatio intermitten :- Lain-lain :-

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

20
Sensorium : Compos Mentis Pancaran Wajah : Lemas

Tekanan Darah : 160/80 mmHg Sikap Paksa :-

Nadi : 96x/i Refleks Fisiologis : +

Pernapasan : 22x/i Refleks Patologis :-

Temperatur : 37,1°C

Anemia (-) Sianosis (-) Ikterus (-) Edema (-)

Dispnoe (-) Purpura (-)

Keadaan Gizi

BB : 70 Kg

TB : 158 cm

BMI : 70 / 1.582 = 28,11 (Overweight)

PEMERIKSAAN FISIK

KEPALA

Mata : Konjungtiva Palpebra Inferior pucat (-/-), Sklera


Ikterik (-), Pupil isokor, ukuran refleks cahaya direk
(+)/ Indirek (+), kesan: Normal

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Lidah : Dalam batas normal

Gigi Geligi : Dalam batas normal

Tonsil/ faring : Dalam batas normal

LEHER

21
Pembesaran kelenjar limfa (-)

Trakea : Medial, pembesaran KGB (-), struma (-), TVJ: R-2 cm H2O

Kaku kuduk (-), lain- lain (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi

Nyeri Tekan : Tidak dijumpai

Fremitus Suara : Stem fremitus kiri = kanan

Iktus : tidak teraba

Perkusi

Paru

Batas Paru Hati R/A : ICS IV- ICS V

Peranjakan : ± 1cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS III LMCS

Batas kiri jantung : ICS V +/-1 cm medial LMCS

Batas Kanan Jantung : ICS III LPSD

22
Auskultasi

Paru

Suara Pernapasan : Vesikuler

Suara Tambahan :-

Jantung

M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-)

Heart rate : 96x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAKS BELAKANG

Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan Lambung/usus : -

Vena Kolateral :-

Caput medusa :-

Lain-lain :-

Palpasi

23
Dinding Abdomen : soepel

HATI

Pembesaran :-

Permukaan : reguler

Pinggir : tumpul

Ukuran : tidak teraba

Nyeri Tekan :-

LIMFA

Pembesaran : (-)

GINJAL

Ballotement : (-)

TUMOR

Perkusi

Pekak hati :-

Pekak beralih :-

Auskultasi

Peristaltik usus : Normoperistaltik

Lain-lain : (-)

24
PINGGANG

Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : laki-laki

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ampula : tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi : (-)

Lokasi : (-)

Jari tubuh : (-)

Tremor ujung jari : (-)

Telapak tangan sembab : (-)

Sianosis : (-)

Eritema palmaris : (-)

Lain-lain : Ulkus diabetikum pada telapak kaki kiri.

ANGGOTA GERAK BAWAH

Kiri Kanan

Edema - -

Arteri Femoralis + +

25
Arteri tibialis posterior + +

Arteri Dorsalis pedis + +

Refleks KPR + +

Reflkes APR + +

Refleks Fisiologis + +

Refleks patologis - -

Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Tanggal : 11 November 2018

Darah Kemih Tinja

Hb : 8,5 g/dl

Eritrosit : 2,98 x 106mm3

Leukosit : 16,77 x 103 Tidak dilakukan


pemeriksaan Tidak dilakukan
3
Trombosit : 393 x 10 pemeriksaan

Ht : 25 %

Hitung Jenis

Eosinofil : 0, 20%

Basofil : 0,1 %

Neutrofil segmen :
82,5%

Limfosit : 9,7%

26
Monosit : 7,%

RESUME

ANAMNESA Keluhan Utama : Ulkus Diabetikum

Telaah: Hal ini dialami pasien kurang lebih sudah


sejak 20 hari ini. Luka yang dialami
mengeluarkan pus. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri. Pasien mengeluhkan
kesemutan (+) pada kaki kiri. Epigastric
Pain (+) dijumpai, Hal ini sudah dialami
kurang lebih 1 minggu, Malaise (+)
Vomitting (-). Pada saat belum makan
perut terasa nyeri, dan jika makan perut
cepat terasa penuh. Febris (+). Batuk (-),
dipsnue (-). BAK dan BAB dalam batas
normal. Riwayat Diabetes (+), kira-kira
sudah selama 15 tahun, KGD tertinggi
yang pernah dialami OS 700 mg/dl.
Riwayat pemakaian obat insulin teratur 3
kali sehari. Riwayat Hipertensi (-) Riwayat
penyakit gula (-)

RPT : Diabetes

RPO : Insulin 18 Unit

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Berat

Keadaan Gizi : Lebih

PEMERIKSAAN FISIK Sens: CM RR: 22x/i

TD : 160/80 mmHg T : 37,1°C

27
HR : 96x/i

Kepala

Mata : Konj.Palpebra Inferior pucat (-)

T/H/M : dalam batas Normal

Leher

Trakea : di tengah

Pembesaran KGB : (-)

Thoraks

I : Simetris Fusiformis

P : Stem fremitus Ki=Ka

P : Sonor

A: Vesikuler, ronki (-/-)

Abdomen

I : Simetris Membesar

P : Timpani

P : Soepel

A : normoperistaltik

Extremitas

28
Superior : (-)

Inferior : ulkus pada telapak kaki kiri bawah

Laboratorium Rutin Darah:

Hb: 8,5

Eritrosit : 2,98

Leukosit : 16,77

Trombosit : 393.000

KGD : 589 mg/dl

DIAGNOSIS 2. Ulkus diabetikum grd II + DM tipe II


BANDING + dispepsia
3. Dermopati Diabetikum + DM tipe II
+ dispepsia
4. Diabetikorum bulosa + DM tipe II +
dispepsia

DIAGNOSIS Ulkus Diabetikum grd II + DM tipe II + dispepsia


SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah Baring

Diet : Diet DM

Tindakan Supotif : IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i

Medikamentosa:

- Inj ranitidine 50 mg / 12 jam IV


- Inj Novorapid 20-20-20 1V
- Levomir 0 – 0 – 18 IV
- Inj Ketorolac 1 amp
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Clindamycin 3 x 300 mg

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

29
1. Darah rutin 6. Funduskopi

2. Urinalisa 7. Profil lipid

3. Feces rutin 8. Faal Ginjal

4. KGDs, KGDpp, KGD puasa 9. Elektrolit

5. HbA1C 10. Kultur Pus

BAB IV

FOLLOW UP

FOLLOW-UP TANGGAL 12/11/18

S Luka borok pada kaki kiri

O Sens: CM TD: 130/70 mmHg HR: 88x/i RR: 20x/i Temp: 37,0C

30
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Thorax : I: Simetris,
P: Stem fremitus normal ka=ki
P: Sonor melemah,
A: SP: Vesikuler ST: Ronki (-/-)
Abdomen : I: Simetris
P: Timpani
P: Soepel, H/L/R: tidak teraba
A: Peristaltik (+) N
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik. Edema (-) ulkus pada kaki
kiri (+)
Pem.Lab:HB 8.5 g/dL
Ht 25.5 %
Leu 16770 /µL
PLT 393000/µL
Neutrofil 82.5%
KGDs 589 mg/dl

A - Ulkus diabetikum grade II

P -Tirah baring
- Diet DM
- Nacl 0.9% 20gtt
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Novorapid 18-18-18 IV
- Inj. Levomir 0 – 0 – 18 IV
- Inj. Ketorolac 1 amp k/p
- PCT 3 x 500 mg
- Clindamycin 3 x 300 mg
- Ganti Verban / hari

FOLLOW-UP TANGGAL 13/11/18

S Luka borok pada kaki kiri

O Sens: CM TD: 130/70 mmHg HR: 80x/i RR: 20x/i Temp: 36,5C
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Thorax : I: Simetris,

31
P: Stem fremitus normal ka=ki
P: Sonor melemah,
A: SP: Vesikuler ST: Ronki (-/-)
Abdomen : I: Simetris
P: Timpani
P: Soepel, H/L/R: tidak teraba
A: Peristaltik (+) N
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik. Edema (-)
Pemeriksaan Lab : KGD Puasa : 476 mg/dl
KGD PP : 326 mg/dl
HbA1C : 13,5 %

A - Ulkus diabetikum grade II

P -Tirah baring
- Diet DM 1800 Kkal
- Nacl 0.9% 20gtt
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Novorapid 20 – 20 – 20 IV
- Inj. Levomir 0 – 0 – 24 IV
- Inj. Ketorolac 1 amp k/p
- PCT 3 x 500 mg
- Clindamycin 3 x 300 mg
- Ganti Verban / hari

BAB V

DISKUSI KASUS

32
TEORI PASIEN

 Ulkus diabetikum  NS, wanita 59 tahun, datang ke


didefinisikan sebagai ulkus rumah sakit dengan keluhan
yang diasosiasikan dengan luka borok di kaki kiri. Luka
neuropati dan/atau penyakit awalnya berupa kemerahan
arteri perifer yang mencakup dan bengkak namun semakin
infeksi, ulkus, dan kerusakan lama muncul luka melepuh dan
jaringan di ekstremitas bawah keluar cairan bening, telah
pada pasien dengan penyakit diobati dengan iodine tetapi
diabetes mellitus. tidak kunjung sembuh.
 Pasien tidak merasa nyeri. OS
sering merasa kesemutan pada
 Kecurigaan adanya diabetes
kaki kiri kurang lebih selama 1
mellitus perlu dipikirkan
tahun sebelumnya. Pasien
apabila terdapat keluhan klasik
kesulitan dalam berjalan dan
DM seperti : poliuria,
beraktivitas. Lemas dijumpai,
polidipsia, polifagia dan
sering merasa lapar dijumpai.
penurunan berat badan yang
OS mengeluhkan sering
tidak dapat dijelaskan
merasa haus, sering kencing
sebabnya dan keluhan lainnya
pada malam hari diatas 3 kali
seperti : lemah badan,
sehari dengan jumlah urine
kesemutan, gatal, mata kabur,
cukup. Penurunan berat badan
dan disfungsi ereksi pada pria,
dijumpai, dan OS
serta pruritus vulva pada
mengeluhkan mata kabur.
wanita.  OS mendapatkan Clindamycin
3 x 300 mg.

 Luka di kategori grade 1 dan 2


memerlukan tatalaksana
debridemen yang ekstensif,
perawatan luka yang baik,

33
mengurangi tekan/beban di
ulkus, dan kontrol infeksi.
 Belum ada pedoman klinis
umum yang menentukan jenis
antibiotik yang superior untuk
dipakai, dan hasil-hasil
penelitian masih terbatas. Saat
ini untuk infeksi ringan-sedang
tanpa risiko mengancam
tungkai, pengobatan antibiotik
dapat diberikan secara oral
seperti cephalexin, amoxicilin
clavulanate, moxifloxin, atau
clindamycin.

BAB VI

KESIMPULAN

34
Pasien perempuan berusia 59 tahun bernama NS dirawat di RS USU
denganUlkus Diabetikum Grade II. Pasien telah dirawat selama 3 hari dan telah
ditatalaksana dengan tirah baring, Diet DM 1800 Kkal, Nacl 0.9% 20gtt, Inj.
Ceftriaxone 2 gr/24 jam, Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam, Inj. Novorapid 20 – 20-
20 IV, Inj. Levomir 0 – 0 – 24 IV, Inj. Ketorolac 1 amp k/p, PCT 3 x 500 mg,
Clindamycin 3 x 300 mg, Ganti Verban / hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, Bachtiar Noor.2011.Uji Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil


Asetat, dan Etanol Ekstrak Jintan Hitam Terhadap Zona Hambat
Bakteri Ulkus Diabetikum secara In Vitro, FKIK UMP, Purwokerto.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2015)
3. Widyahening, I. S.; van der Graaf, Y.; Soewondo, P.; Glasziou, P.; van
der Heijden, G. J. Awareness, agreement, adoption and adherence to
type 2 diabetes mellitus guidelines: a survey of Indonesian primary

35
care physicians. See http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24755412
for further details.

4. Reiber GE. The epidemiology of diabetic foot problems. Diabet Med.


1996;13(suppl 1):S6-S11.

5. Boulton AJ, Vileikyte L, Ragnarson-Tennvall G, Apelqvist J. The


global burden of diabetic foot disease. Lancet. 2005;366(9498): 1719-
1724.

6. Soewondo, P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes


in Indonesia: Results from the International Diabetes Management
Practices Study (IDMPS), J Indonesia Med Assoc. 2011, 61.

7. Widyahening, I. S.; van der Graaf, Y.; Soewondo, P.; Glasziou, P.; van
der Heijden, G. J. Awareness, agreement, adoption and adherence to
type 2 diabetes mellitus guidelines: a survey of Indonesian primary
care physicians. See http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24755412
for further details.

8. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, et al. 2012 Infectious Diseases
Society of America clinical practice guideline for the diagnosis and
treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis.
2012;54(12):e132-e173.

9. Saswono Wespadji. PAPDI - kaki diabetes. 2003.

10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2015)

36
11. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan Persadia.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Layanan Primer, ed.2, 2012.
(Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Indonesia FKUI, 2012)

12. Faries PL, Teodorescu VJ, Morrissey NJ, Hollier LH, Marin ML. The
role of surgical revascularization in the management of diabetic foot
wounds. Am J Surg. 2004 May. 187(5A):34S-37S.

13. Snyder, R.J., et al., The management of diabetic foot ulcers through
optimal off-loading building consensus guidelines and practical
recommendations to improve outcomes. J Am Podiatr Med Assoc,
2014. 104(6): p. 555–67.

14. Lee, L. T. Glycemic control in the diabetic patients after stroke., Crit
Care Nurs Clin N Am. 2009, 21, 507-515.

37

Anda mungkin juga menyukai