Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan salah satu bentuk Organisasi
pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan upaya kesehatan rujukan. Tujuan
program kesehatan rujukan antara lain adalah: peningkatan mutu, cakupan dan
efisiensi rumah sakit, melalui penerapan dan penyempurnaan standar pelayanan
tenaga, standard peralatan, profesi dan manajemen rumah sakit (Aditama, 2013).
Rumah sakit Prof Dr.H Aloei Saboe merupakan rumah sakit terbesar di
Provinsi Gorontalo dan menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan di Provinsi
Gorontalo maupun luar Provinsi Gorontalo. RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe secara
geografis terletak dipusat wilayah Teluk Tomini, sehingga memudahkan
masyarakat yag berada didaerah Hinterland untuk mengakses pelayanan rujukan.
Sehingga perlu dilakukan penataan saran dan prasaran, sumber daya manusia serta
jenis pelayan yang diberikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
Rumah Sakit.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan diperlukan
adanya manajemen yang tepat dalam hal ketenagaan (Man), sarana prasarana
(Material) Metode pelaksanaan asuhan (Methode), keuangan (Money) hingga mutu
pelayanan (Marketing). Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan
proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan Organisasi. Dalam Organisasi
keperawatan, pelaksanaan manajemen dikenal sebagai manajemen keperawatan.
Manajemen tersebut mencakup kegiatan planning, organizing, actuating,
controlling terhadap staf sarana dan prasarana dalam mencapai organisasi
(Nursalam, 2015).
Manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja yang dilakukan oleh
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
professional. Dalam hal ini seorang manajer keperawatan dituntut untuk melakukan
suatu proses yang meliputi lima fungsi utama yaitu planning, organizing, actuating,
controlling terhadap staf sarana dan prasarana dalam mencapai organisasi
(Nursalam, 2015).
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai
metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan
keduanya dapat saling mendukung. Adanya manajemen keperawatan dapat
membantu kualitas terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Pelayanan
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien yaitu meliputi pelayanan bio-
psiko-sosial-spiritual yang meliputi segala aspek kehidupan dari klien tersebut baik
dar kesehatan fisik/jasmaninya,pikiranya,interaksi sosialnya maupun keagamannya
(Rosyidi, 2013).
Pelayanan keperawatan secara profesional perlu mendapatkan perhatian
dalam pengembangan dunia keperawatan. Salah satu strategi untuk
mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperawatan adalah
melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya factor kelola yang
optimal sehingga mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan
keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
Berdasarkan berbagai pemikiran tersebut maka mahasiswa melaksanakan
praktek profesi manajemen keperawatan di ruang SP2KP Bedah Lantai 2 Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe sehingga dapat memberikan
pengalaman pengelolaan pada salah satu unit pelayanan kesehatan, sekaligus
berkontribusi meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan praktek profesi manajemen keperawatan,
mahasiswa mampu menerapkan konsep dan prinsip manajemen keperawatan dan
menjadi “ Change Agent” dan model peran dalam kepemimpinan dan pengelolaan
pelayanan keperawatan professional pada unit pelayanan kesehatan secara nyata
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Ruangan Bedah Lantai II RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan praktek profesi keperawatan Manajemen
Keperawatan mahasiswa mampu:
a. Mahasiswa mampu menerapkan konsep, teori dan prinsip manajamen
keperawatan dan pengelolaan manajemen asuhan keperawatan pada klien di
tingkat unit atau ruang rawat di suatu tatanan pelayanan kesehatan.
b. Mahasiswa berperan sebagai agen pembaharu dan model peran dalam
kepemimpinan dan pengelolaan pelayanan keperawatan profesioanal tingkat
dasar.
1.3 MANFAAT PENULISAN
Dengan diadakannya praktek klinik manajemen keperawatan ini diharapkan
akan memberikan manfaat kepada :
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen secara nyata dilahan praktek maupun
di tempat kerja.
2. Bagi Ruangan/ Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sesuai dengan
masalah yang ditemukan di lahan praktek sesuai dengan ilmu yang
didapatkan selama proses akademik dengan tehnik pemecahan masalah
pada konsep manajemen sehingga meningkatkan mutu pelayanan di Rumah
Sakit.
3. Bagi Pendidikan
Dapat menjadi referensi sebagai evaluasi untuk meningkatkan
kualitas pengajaran manajemen keperawatan bagi mahasiswa yang akan
menjalankan praktek profesi manajemen keperawatan pada program
berikutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Manajemen


1. Definisi Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Adapun definisi
manajemen yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan (2012;1) menyatakan
“manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu”.
2. Fungsi-fungsi Manajemen
Dalam manajemen terdapat sejumlah fungsi-fungsi operasional. Fungsi-fungsi
tersebut telah dikemukakan oleh para penulis dengan berbagai sudut pendekatan
dan sudut pandang yang berbeda.
Menurut Terry (2010: 9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian,
yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating
(pelaksanaan), dan controlling (pengawasan) :
1) Planning (Perencanaan)
a. Pengertian Planning
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning
mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan
alternatif-alternatif keputusan.
Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke
depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang.
b. Proses Perencanaan
Proses perencanaan berisi langkah-langkah:
(1) Menentukan tujuan perencanaan;
(2) Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan;
(3) Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang;
(4) Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan; dan
(5) Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi
hasilnya.
c. Elemen Perencanaan
Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan
rencana (plan).
- Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, atau
seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran
memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk
mengukur suatu pekerjaan.
- Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk
mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya,
jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi
berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi
penggunaanya.
d. Unsur-unsur Perencanaan
Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam pertanyaan yang
tercakup dalam unsur-unsur perencanaan yaitu:
- tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu mengidentifikasi segala
sesuatu yang akan dilakukan;
- apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan, yaitu merumuskan
faktor-faktor penyebab dalam melakukan tindakan;
- tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan tempat atau lokasi;
- kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan waktu
pelaksanaan tindakan;
- siapa yang akan melakukan tindakan tersebut, yaitu menentukan
pelaku yang akan melakukan tindakan; dan
- bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut, yaitu menentukan
metode pelaksanaan tindakan.
e. Klasifikasi perencanaan
Rencana-rencana dapat diklasifikasikan menjadi:
- rencana pengembangan. Rencana-rencana tersebut menunjukkan arah
(secara grafis) tujuan dari lembaga atau perusahaan;
- rencana laba. Jenis rencana ini biasanya difokuskan kepada laba per
produk atau sekelompok produk yang diarahkan oleh manajer. Maka
seluruh rencana berusaha menekan pengeluaran supaya dapat mencapai
laba secara maksimal;
- rencana pemakai. Rencana tersebut dapat menjawab pertanyaan sekitar
cara memasarkan suatu produk tertentu atau memasuki pasaran dengan
cara yang lebih baik; dan
- rencana anggota-anggota manajemen. Rencana yang dirumuskan untuk
menarik, mengembangkan, dan mempertahankan anggota-anggota
manajemen menjadi lebih unggul (Terry, 1993: 60).
f. Tipe-tipe Perencanaan
Tipe-tipe perencanaan terinci sebagai berikut:
- perencanaan jangka panjang (Short Range Plans), jangka waktu 5 tahun
atau lebih;
- perencanaan jangka pendek (Long Range Plans), jangka waktu 1 s/d 2
tahun;
- perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang dan menentukan
komprehensif yang telah diarahkan;
- perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang harus dilakukan
untuk mengimplementasikan perencanaan strategi untuk mencapai
tujuan strategi tersebut;
- perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang terjadi berulang kali
(terus-menerus); dan
- perencanaan sekali pakai, digunakan hanya sekali untuk situasi yang
unik.
g. Dasar-dasar Perencanaan yang Baik
Dasar-dasar perencanaan yang baik meliputi:
- forecasting, proses pembuatan asumsi-asumsi tentang apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang;
- penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif skenario
masa yang akan datang atau peristiwa yang mungkin terjadi;
- benchmarking, perbandingan eksternal untuk mengevaluasi secara lebih
baik suatu arus kinerja dan menentukan kemungkinan tindakan yang
dilakukan untuk masa yang akan datang;
- partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang mungkin
akan mempengaruhi hasil dari perencanaan dan atau akan membantu
mengimplementasikan perencanaanperencanaan tersebut; dan
- penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam mengarahkan dan
mengkoordinasi sistem perencanaan untuk organisasi secara
keseluruhan atau untuk salah satu komponen perencanaan yang utama.
h. Tujuan Perencanaan
- untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan
non-manajerial;
- untuk mengurangi ketidakpastian;
- untuk meminimalisasi pemborosan; dan
- untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi
selanjutnya.
i. Sifat Rencana yang Baik
Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat-sifat sebagai berikut:
- pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas;
- fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya;
- stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami perubahan,
sehingga harus dijaga stabilitasnya;
- ada dalam pertimbangan; dan
- meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi fungsi-fungsi yang
ada dalam organisasi.
2) Organizing (Pengorganisasian)
a. Pengertian Pengorganisasian
Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang
berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatankegiatan untuk mencapai
tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer
(Terry & Rue, 2010: 82). Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun
dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia,
sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil.
b. Ciri-ciri Organisasi
Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut:
- mempunyai tujuan dan sasaran;
- mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati;
- adanya kerjasama dari sekelompok orang; dan
- mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.
c. Komponen-komponen Organisasi
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata
“WERE” (Work, Employees, Relationship dan Environment).
- Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan berasal dari
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
- Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan
untuk melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan.
- Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam organisasi.
Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi antara satu
pegawai dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan unit kerja
pegawai dengan unit kerja lainnya merupakan hal-hal yang peka.
- Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang mencakup
sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan dimana para
pegawai melaksanakan tugas-tugas mereka, lokasi, mesin, alat tulis
kantor, dan sikap mental yang merupakan faktor-faktor yang
membentuk lingkungan.
d. Tujuan organisasi
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang
tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang
akan dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi (Handoko, 1995: 109).
e. Prinsip-prinsip organisasi
Williams (1965: 85) mengemukakan pendapat bahwa prinsipprinsip
organisasi meliputi :
- prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas
- prinsip skala hirarki;
- prinsip kesatuan perintah;
- prinsip pendelegasian wewenang;
- prinsip pertanggungjawaban;
- prinsip pembagian pekerjaan;
- prinsip rentang pengendalian;
- prinsip fungsional;
- prinsip pemisahan;
- prinsip keseimbangan;
- prinsip fleksibilitas; dan
- prinsip kepemimpinan.
f. Manfaat pengorganisasian
Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut:
- dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota satu dengan yang
lain;
- setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung
jawab;
- setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisinya dalam struktur
organisasi;
- dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang dalam organisasi secara
tegas, sehingga setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama
untuk berkembang; dan
- akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota organisasi,
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan dengan mudah.
3) Actuating (Pelaksanaan)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok
sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan bersama
4) Controlling (Pengawasan)
a. Pengertian Controlling
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara
dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
b. Tahap-tahap Pengawasan
Tahap-tahap pengawasan terdiri atas:
- penentuan standar;
- penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
- pengukuran pelaksanaan kegiatan;
- pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan;
dan
- pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.
c. Tipe-tipe Pengawasan
- Feedforward Control dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah
dan penyimpangan dari standar tujuan dan memungkinkan koreksi
sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan.
- Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu dari suatu
prosedur harus disetujui dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau
untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
- Feedback Control mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
dilaksanakan.
Manajemen Organisasi
Alat-alat dalam manajemen organisasi menurut Abdulsyan (2010) dapat
dirumuskan dalam 5M, yaitu:
1. Man : tenaga kerja manusia
2. Money : uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan
3. Methods : cara atau sistem untuk mencapai tujuan
4. Materials : bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan
5. Market : pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi
2.2 Manajemen Keperawatan
1. Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus
dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan serta mengawasi sumber – sumber yang ada,
baik sumber daya maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang efektif kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Manajemen keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan
pelayanan nyata, yaitu di Rumah Sakit dan Komunitas sehingga perawat perlu
memahami konsep dan aplikasi. Konsep manajemen keperawatan perencanaan
berupa rencana strategi melalui pendekatan yaitu pengumpulan data, analisa
SWOT dan menyusun langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan secara
operasional, khususnya dalam pelaksanaan metoda asuhan keperawatan,
melakukan pengawasan dan pengadilan serta dokumentasi yang lengkap.
Menurut Swanburg (2010), ketrampilan manajemen dapat diklasifikasikan
dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual, yang meliputi
kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan berfikir. 2) Keterampilan
teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan
interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi
dengan individu atau kelompok.
1. Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan
Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut depkes
(1994), adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:
1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain
sesuai kebutuhan.
2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan.
3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan
yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.
b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi:
1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang
rawat.
2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga
lain sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan / peraturan yang berlaku
(bulanan, mingguan, harian).
3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu
atau tenaga lain yamg bekerja di ruang rawat.
4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk
melaksanakan asuhan perawatan sesuai standart.
5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja
sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang
rawat.
6) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan
pengadaannkkya sesuai kebutuhan pasien agar tercapainya
pelayanan optimal.
7) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan
lain yang diperlukan di ruang rawat.
8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar
selalu dalam keadaan siap pakai.
9) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan.
10) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya
meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas
yang ada dan cara penggunaannya.
11) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa
pasien dan mencatat program.
12) Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang
rawat untuk tingkat kegawatan, injeksi dan non injeksi, untuk
memudah pemberian asuhan keperawatan.
13) Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat untuk
mengetahui keadaan dan menampung keluhan serta membantu
memecahkan masalah berlangsung.
14) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
15) Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien / keluarga dalam
batas wewenangnya.
16) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi
serlama pelaksanaan pelayanan berlangsung.
17) Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan
asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakuakan secara tepat
dan benar.
18) Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap
lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala
UPF di Rumah Sakit.
19) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara
petugas, pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan
20) Memberi motivasi tenaga nonkeperawatan dalam memelihara
kebersihan ruangan dan lingkungan.
21) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan.
22) Memeriksa dan meneliti pengisi daftar pemintaan makanan
berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa /
meneliti ulang saat pengkajiannya.
23) Memelihara buku register dan bekas catatan medis.
24) Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan
keperawatan serta kegiatan lain di ruangan rawat.
c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi:
1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
ditentukan, melaksanakan penilaian terhadap uapaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan.
2) Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana
keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung
jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik pangkat / golongan,
melanjutkan sekolah) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan
peralatan perawatan serta obat – obatan secara efektif dan efisien.
3) Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan
asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.
2. Perawat Pelaksana
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung
atau tidak langsung (Praptianingsi, 2006). Dalam melaksanakan peran
sebagai perawat pelaksana bertindak sebagai:
a. Comferter
Perawat mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pasien
(Praptianingsi, 2006).
b. Protector dan Advocat
Perawat berupaya melindungi pasien, mengupayakan terlaksananya
hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan (Praptianingsi,
2006).
c. Communication
Perawat sebagai mediator antara pasien dan anggota tim kesehatan, hal
ini terkait dengan keberadaan perawatyang mendampingi pasien selama
24 jam untuk memberikan asuhan keperawatan dalam rangka upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit (Praptianingsi, 2006).

d. Rehabilitator
Perawat memberikan asuhan keparawatan adalah mengembalikan
fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan berfungsi normal.
2. Prinsip Manajemen Keperawatan
a. Pengkajian Pengumpulan Data
Proses adalah suatu rangkaian tindakan yang mengarah pada suatu
tujuan proses manajemen seperti proses keperawatan, mencakup
pengumpulan data,fakta-fakta, masalah-masalah diagnosa, perencanaan
tindakan, pelaksanaan rencana-rencana dan evaluasi hasil.
b. Perencanaan
Dimaksudkan untuk menyusun suatu perencanaan yang strategis dalam
mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan. Perencanaan disini
dimaksudkan untukmenentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan
kepada semua pasien, menegakan tujuan, mengalokasi anggaran belanja,
memutusan ukuran dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan,membuat
pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta
menegakan kebijaksanan dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan
misi institusi yang telah diterapkan.
c. Pelaksanaan
Karena manajemen membutuhkan kerja sama dengan orang lain,
pelaksanaan langkah proses manajemen menyangkut pengarahan
kelompok-kelompok perawatan untuk melaksanakan tindakan-tindakan
yang telah direncanaakan. Pengarahan karyawan mencakup pengarahan
komunikasi dan motivasi.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi disini adalah untuk
menilai seberapa jauhstaf mampu melaksaanan peranannya sesuai dengan
tujuan organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.

2.2 Konsep SP2KP


1. Definisi
SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)
merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan
Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya
(Perry, Potter. 2009). Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional
(SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit
ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang baik dimana
sesional luruh komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan diatur
secara profesional (Rantung 2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya
terdiri dari: perawat, profil pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan,
kepemimpinan, nilai-nilai profesional, fasilitas, sarana prasarana (logistik)
serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan DEPKES RI, 2009)
Pelaksanaan SP2KP merupakan aplikasi nilai-nilai profesional dalam
praktik keperawatan, manajemen dan pemberian asuhan keperawatan dan
pengembangan profesional diri. Komponen pelaksanaan SP2KP terdiri dari
aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik keperawatan, Manajemen dan
pemberian asuhan keperawatan, dan Pengembangan profesional diri
(Kemenkes RI, 2010).

Pelaksanaan melibatkan kerjasama profesional antara kepala ruangan,


perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta adanya CCM (Clinical
Care Management). Perawat primer bertugas untuk mengidentifikasi seluruh
kebutuhan perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya,
merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien. Perawat asosiet
bertugas untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan
dan memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.
Clinical care management bertugas untuk membimbing PP dan PA dalam
implementasi SP2KP untuk melakukan ronde keperawatan, memberi
masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA, bekerja sama dengan kepala
ruangan, dan mengevaluasi implementasi SP2KP.

2. Komponen Pelayanan Keperawatan Profesional


Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods
(1996), terdapat komponen pelayanan keperawatan professional menurut
Kusnanto (2004) diantaranya yaitu :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga
sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi
renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis
komunikasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim
menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan
yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan
sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.

c. Metode pemberian asuhan keperawatan


Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan
oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat
modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.

1. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga
mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain
khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan
klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.
2. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan
keperawatan klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami
sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan
beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama
sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang
dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim
dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama
yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga
harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan
lainnya.
3. Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional berdasarkan SP2KP
SP2KP sebagai sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat,
dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang
baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan diatur secara profesional (Sitorus & Yulia, 2006). Praktik
keperawatan dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
mengacu pada proses keperawatan itu sendiri yaitu meliputi pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dalam hal
pelaksanaan tindakan maupun pendokumentasiannya perawat dituntut untuk
profesional.
SP2KP merupakan bentuk pengembangan dari MPKP yang lebih
profesional dan lebih baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan
keperawatan terhadap klien. Didalam SP2KP kita sering mengenal perawat
primer (PP) dan perawat associate (PA). Dalam pengembangan konsep
SP2KP, perawat PP bertugas dalam menjalankan komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, farmasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP
bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil
pengkajian yang berhubungan dengan perawatan pasien yang dilaksanakan
oleh PA, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan medis
selanjutnya. Dalam melakukan asuhan keperawatan yang professional,
diperlukannya membuat suatu rencana asuhan keperawatan (renpra) untuk
membantu mengidentifikasi dan menyusun strategi terhadap tindakan
keperawatan yang akan dilakukan ke pasien. Selain itu renpra juga memiliki
fungsi sebagai berikut :

1. Pedoman bagi PP-PA dalam melakukan tindakan dan asuhan keperawatan


professional
2. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan
ilmu pengetahuan Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi
sebagai penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP
mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan
yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim
PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat
perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa
renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan-
ketentuan tertentu (biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi
rumah sakit).

BAB III
ANALISA SITUASI

Analisa situasional fungsi manajemen dikaji oleh mahasiswa profesi Ners


Universitas Negeri Gorontalo untuk mencapai kompetensi praktek manajemen
keperawatan. Analisa situasional mencakup seluruh kegiatan manajemen diruang
SP2KP Bedah RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo yaitu keadaan ruangan,
lingkungan dan orang-orang yang melaksanakan pekerjaan diruangan SP2KP
Bedah lantai 2. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan
dan kelemahan dalam manajemen agar dapat diberi intervensi.
3.1 Gambaran Umum RSUD Prof. Dr Aloei Saboe Kota Gorontalo

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929.
Awalnya RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berlokasi di jalan Sultan
Botituhe No.7 Kelurahan Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur, kemudian
telah berpindah alamat di Jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe No 92 RT 1 RW 4
Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo Provinsi
Gorontalo dengan luas lahan 5,4 Ha. RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo merupakan salah satu Rumah Sakit Umum yang dimiliki oleh
pemerintah Kota Gorontalo. Saat ini RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe menjadi
rumah sakit terbesar di Provinsi Gorontalo dan menjadi pusat rujukan pelayanan
kesehatan di Provinsi Gorontalo.

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo yang berada di Ibukota provinsi
Gorontalo dan secara geografis terletak dipusat wilayah Teluk Tomini, sehingga
memudahkan masyarakat yag berada didaerah Hinterland untuk mengakses
pelayanan rujukan. Untuk itu terus dilakukan perbaikan sarana/prasarana, sumber
daya manusia serta jenis pelayanan yang diberikan.

A. Analisa Situasi Ruangan


Analisa situasi ruangan Gedung SP2KP Bedah Lt. II RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe sebagai berikut :
1. M1 (MAN): Tenaga dan Pasien
Di Gedung SP2KP Bedah Lt. II RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo saat ini memiliki 23 perawat dan 1 orang penanggung jawab ruangan
dengan pendidikan S.Kep Ners. Di ruangan ini terdapat 3 tim dengan jumlah
anggota yang berbeda-beda dimana jumlah anggota tim I berjumlah 9 orang, tim II
berjumlah 7 orang dan tim III berjumlah 6 orang. Berdasarkan hasil observasi saat
dilakukan pengkajian di dapatkan struktur organisasi didalam ruangan masih
struktur yang lama. Pengadaan Struktur organisasi yang baru di dalam ruangan
penting hal ini dikarenakan dengan adanya struktur organisasi dapat menjelaskan
pembagian aktivitas kerja, serta dapat memperhatikan hubungan fungsi dan
aktivitas sampai batas tertentu, selain itu struktur organisasi menjelaskan hirarki
dan susunan kewenangan, serta hubungan pelaporan (Husein, 2003). Berdasarkan
hal itu maka perlu adanya pengadaan struktur organisasi yang baru di dalam
ruangan dengan rencana penyusunan struktur organisasi adalah :
Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI GEDUNG SP2KP BEDAH LT. II
RSUD. PROF. DR. H. ALOEI SABOE
KOTA GORONTALO

DIREKTUR
dr. ANDANG ILATO, SH. MM

KEPALA BIDANG KEPERAWATAN


Ns. ABDUL WAHAB PAKAYA, S.Kep., M.Kep

MANAGER UNIT

KEPALA RUANGAN
Ns. TELISA PAPUTUNGAN, S.Kep

KETUA TIM I KETUA TIM II KETUA TIM III


Ns. Irawati Masie, S.Kep Ns. Titin Utina S.Kep Ns. Erna Moridu, S.Kep

ANGGOTA TIM ANGGOTA TIM ANGGOTA TIM


Amin Iloponu Amd.Kep Olvin Ladiku Amd.Kep Surya Waris Amd.Kep
Sherly Wulandari Amd.Kep Rafliana Botutihe Amd.Kep Alita Almunawir Amd.Kep
Ulfa Mamonto Amd.Kep Ardan Kadir S.Kep Ns Zuhrianti Harman S.Kep.Ns
Junaidi Akbar Djumura Amd.Kep
Nia Mulyani Luawo Amd.Kep Yuliana S.Kasim Amd.Kep
Moh.Crets Marali Amd.Kep
Tri Rahyani Turede S.Kep Ns Ziad Ulhaq Hasan Amd.Kep Yolanda Badaru S.Kep.Ns
Delfy T. Akaseh Amd.Kep
Asfiati Djafar S.Kep Ns
Anggraini Husain S.Kep Ns ADMINISTRASI EVAKUASI
Marni Yusuf SKM Adrianto Kamba
Puspa Lanyahi SE
Salim Katili 23
Nur Laila Laliyo SKM

(Gambar 3.1 Struktur Organisasi di Gedung SP2KP Bedah Lt.II RSUD PROF. H. ALOEI SABOE)
Figur 1.1 Struktur organisasi di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
Metode penugasan yang diterapkan di ruangan ini menggunakan metode
penugasan TIM namun hanya sebatas struktural saja. Hal ini berdasarkan hasil
wawancara dengan perawat pelaksana dimana perawat mengatakan bahwa pembagian
tim ada secara struktural, namun untuk metode penugasan di dalam ruangan ini tidak
menerapkan metode TIM dan dalam pemberian tindakan dilakukan oleh semua
perawat.
A. Karakteristik Tenaga di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
1) Karakteristik ketenagaan berdasarkan spesifikasi pekerjaan di Gedung SP2KP
Bedah Lt. II
Tabel 1.1 Distribusi Ketenagaan Berdasarkan Spesifikasi Pekerjaan di
Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Spesifikasi Jumlah Persen
Pekerjaan
1 Perawat 23 76%
2 Administrasi 3 10%
3 Evakuasi 2 7%
4 Cleaning Service 2 7%
Jumlah 30 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 diatas, sebagian besar (76%) ketenagaan di ruang
SP2KP Bedah G2 Lantai II adalah tenaga keperawatan, selebihnya adalah
administrasi (10%), evakuasi (7%) dan cleaning service (7%).
2) Karakteristik ketenagaan berdasarkan status pekerjaan
Tabel 1.2 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Tingkat status
pekerjaan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018

No PEGAWAI Jumlah Persen


1 PNS 11 48%
3 KONTRAK 12 52%
Jumlah 23 100 %

Sumber : Data Primer 2018

24
Berdasarkan tabel 1.2 diatas, sebagian besar (52%) ketenagaan di
gedung SP2KP Bedah G2 Lantai II merupakan pegawai Kontrak. Untuk
pegawai yang merupakan PNS adalah sebesar (48%).
3) Karakteristik ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 1.3 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Pendidikan Jumlah Persen
1 S.Kep Ners 9 39%
3 D3 – Keperawatan 14 61%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 diatas, sebagian besar (61%) ketenagaan di
gedung SP2KP Bedah G2 Lantai II memilki jenjang pendidikan Diploma III.
Untuk tingkat pendidikan S.Kep Ners adalah sebesar (39%).
4) Karakteristik tenaga keperawatan berdasarkan masa kerja
Tabel 1.3 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Masa Kerja
di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Masa Kerja Jumlah Persen
1 < 5 tahun 9 39%
2 = 5 tahun-10 tahun 8 35%
3 ≥10 Tahun 6 26%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 di atas, sebagian besar (39%) tenaga perawat di ruang
SP2KP Bedah G2 Lantai II memiliki pengalaman kerja <5 tahun, dan (35%)
memiliki pengalaman kerja = 5 tahun-10 tahun, dan (26%) memiliki
pengalaman kerja ≥10 Tahun.

25
5) Karakteristik tenaga keperawatan berdasarkan pelatihan yang diperoleh
Tabel 1.4 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Pernah
Mengikuti Pelatihan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Pelatihan Jumlah Persen
1 Pernah 23 100 %
2 Tidak pernah 0 0%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4 diatas, sebagian besar (0%) tenaga keperawatan di
Ruang SP2KP Bedah G2 Lantai II belum mengikuti pelatihan dan (100%)
diantaranya sudah pernah mengikuti pelatihan misalnya BTCLS. Hal ini
menunjukan bahwa semua tenaga perawat yang terdapat di ruangan SP2KP
Bedah G2 Lantai II sudah mengikuti pelatihan. pengembangan diri berupa
pelatihan sangatlah penting hal ini dikarenakan dengan adanya pelatihan tenaga
kesehatan dapat mengembangakan serta meningkatkkan pengetahuan, dan
keterampilan.

B. Analisis kebutuhan tenaga keperawatan di Ruang Gedung SP2KP Bedah G2 Lantai


II
Analisa kebutuhan tenaga perawat di Ruang Gedung SP2KP Bedah G2 Lantai II
berdasarkan Rumus Gillies adalah sebagai berikut :
1. Rumus Gillies
a) Perawatan langsung
a. Keperawatan Self Care 13 klien: 13 x 2 jam = 26 jam
b. Keperawatan Partial Care 18 klien : 18 x 3 jam = 54 jam
c. Keperawatan Total Care 9 klien : 9 x 6 jam = 54 jam
Jumlah = 134 jam
b) Keperawatan tidak langsung : 40 orang klien x 1 jam = 40 jam
c) Penyuluhan kesehatan : 40 orang klien x 0,25 jam =10 jam
Total jam secara keseluruhan adalah = 184 jam
1) Menentukan jumlah total jam keperawatan yang dibutuhkan perpasien
perhari adalah 184 jam : 40 orang klien = 4,6 jam /klien/ hari

26
2) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan dengan
menggunakan rumus Gillies yaitu :
A ×B ×C F
Rumus = = =H
(C – D) × E G
4,6jam/klien/hari × 40 orang/hari × 365 hari 67.160 jam/hari
H= =
(365 hari – 76 hari/tahun) × 7 jam 2.023 jam/tahun
= 33,19 orang
= 33 orang
3) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang di butuhkan
perhari,yaitu:
Rata − rata klien/hari × rata − rata jam perawat/hari
RMS =
Jumlah jam kerja/jam
40 orang/hari × 4,6 jam perawat/hari
=
7 jam
= 26 orang

27
2. Rumus Warstler
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu
dengan ketentuan menurut Warstler yaitu :
a) Proporsi dinas pagi = 47%
b) Proporsi dinas sore = 36%
c) Proporsi dinas malam = 17%
(1) Shift pagi 47% ×26 org = 12,22 (12orang)
(2) Shift sore 36% ×26 org = 9,36 (9 orang)
(3) Shift malam 17% ×26 org = 4,42 (4 orang)
3. Rumus Depkes
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan pada Ruang Gedung
SP2KP Bedah G2 Lantai II menurut Depkes (2011).
BOR Ruangan : 62,67 %
Jumlah tempat tidur : 57
Rata-rata jam perawatan : 4,6
Jam kerja perawatan/ hari : 7 jam
Kebutuhan tenaga perawat :
(BOR x Jumlah TT)𝑥 rata − rata jam perawatan
𝑛=
Jam Kerja
(62,67% x 57)𝑥 4.6
𝑛= 7 jam
164.320
= 7 jam

= 23,47 orang = 23 orang.

Faktor resiko :
jumlah hari minggu dalam 1 tahun +cuti +hari besar
n= × jumlah perawat tersedia
jumlah hari kerja efektif

54+12+14
𝑛= 𝑥 23
279

= 6,59 orang = 7 orang

28
Jumlah tenaga perawat yang diperlukan
= tenaga yang tersedia + factor resiko
= 23 + 7 = 30 orang
Berdasarkan perhitungan menurut Gillies, maka SP2KP Bedah G2 Lt. II
membutuhkan tenaga perawat sebanyak 33 orang. Dan berdasarkan perhitungan
menurut (Depkes, 2005). Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tenaga
perawat sebanyak 30 orang. Hal ini juga sesuai hasil wawancara dengan kepala
ruangan bahwa kurangnya jumlah perawat diruangan. Dengan demikian ruangan
Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tambahan tenaga perawat dengan
total 7-10 orang perawat.
a. BOR (Bed Occupantio rate Room)
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe sebagai badan layanan umum menerima dan
memberikan pelayanan bagi peserta asuransi kesehatan seperti BPJS dan jaminan
asuransi lainya serta melayani pasien umum. Dari hasil pengkajian pasien rawat
inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II dari bulan September-November 2018
didapatkan sebagai berikut :
1) Rekapitulasi kunjungan rawat inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
Tabel 3.5 Rekapitulasi kunjungan rawat inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
Bulan
No Urain Total
September Oktober November
1 Total dirawat 167 211 199 577
2 Jumlah hari 1074 1075 1102 3251
rawat
3 Pasien keluar 165 209 197 571
4 Mati 2 2 2 6
2) Efisiensi pelayanan Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
a) BOR Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian BOR di ruangan pada bulan September,
Oktober dan November di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gedung SP2KP
Bedah G2 Lt. II adalah gambaran kapasitas tempat tidur Gedung SP2KP

29
Bedah G2 Lt. II yaitu tempat tidur dengan rincian pada table berikut:
Tabel 3.6 Distribusi BOR Pasien Ruangan Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II

No Periode Jumlah Pasien Jumlah Bed


BOR
1. September 167 57 bed 62.80%
2. Oktober 211 57 bed 60,83%
3. November 199 57 bed 64,44%
Total 577 57 bed 62,67%
Berdasarkan hasil pengkajian di dapatkan jumlah pasien pada bulan
September yaitu sebanyak 167 pasien, pada bulan Oktober sebanyak 211
pasien dan pada bulan November sebanyak 199 pasien. Adapun jumlah
tempat tidur 57 TT. Periode = 3 bulan sehingga :
Rumus yang digunakan untuk mengitung BOR :
Menghitung BOR dalam satu bulan :
Jumlah Hari Rawat
Jumlah hari rawat
BOR = × 100%
Jumlah TT × Jmlh Hari/Periode
Pada Bulan September :
1074
BOR = × 100%
57 × 30 (1710)
= 62.80%
Pada Bulan Oktober :
1075
BOR = × 100%
57 × 31 (1767)
= 60,83%
Pada Bulan November :
1102
BOR = × 100%
57 × 30 (1710)
= 64,44%

30
Sehingga dapat di simpulkan untuk periode September-November 2018:
3251
BOR = × 100%
57 × 91 (5187)
= 62,67%
Sehingga dapat disimpulkan untuk 2 periode pada bulan September-
November 2018 BOR yang didapatkan adalah 62,67% dan menurut (Depkes,
2005) ideal untuk BOR adalah 60-85%. Dengan kategori jika <60 % tempat tidur
belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya atau kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat, sedangkan jika >85%
kemungkinan terjadi infeksi nosokomial tinggi atau menunjukkan tingkat
pemanfaatkan tempat tidur yang tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk
BOR 2 bulan terakhir di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe ruangan Gedung SP2KP
Bedah G2 Lt. II adalah 53,14% sehingga masih dikategorikan BOR belum ideal.
4. Rumus Douglas
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan berdasarkan
klasifikasi pasien pada Ruang SP2KP Bedah G2 Lantai II
SHIFT MINIMAL PARSIAL TOTAL JUMLAH
PAGI 13 × 0.17 18 × 0.27 = 4.86 9 × 0.36 = 3.24 10.31
= 2.21
SORE 13 × 0.14 = 1.82 18 × 0.15 = 2.7 9 × 0.30 = 2.7 7.22
MALAM 13 × 0.07 = 0.91 18 × 0.10 = 1.8 9 × 0.20 = 1.8 4.51

Berdasarkan obeservasi jumlah pasien berdasarkan derajat ketergantungan


selama 22 hari ( 4 minggu ) di ruang SP2KP Bedah G2 Lantai II maka :
 Jumlah perawat yang dibutuhkan setiap hari : 10.31 + 7.22 + 4.51 = 22.04/22
orang
 Libur/cuti : 9 orang
 Jumlah tenaga yang dibutuhkan : 22 + 9 = 31+ 1 karu + 3 PP = 35 orang
Berdasarkan perhitungan menurut Gillies, maka Ruang Gedung SP2KP
Bedah G2 Lt. II membutuhkan tenaga perawat sebanyak 33 orang. Dan
berdasarkan perhitungan menurut (Depkes, 2005) Ruang Gedung SP2KP Bedah

31
G2 Lt. II membutuhkan tenaga perawat sebanyak 30 orang. Sedangkan menurut
Douglas Ruang Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tenaga perawat
sebanyak 35 orang. Hal ini juga sesuai hasil wawancara dengan kepala ruangan
bahwa kurangnya jumlah perawat diruangan. Dengan demikian ruangan Gedung
SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tambahan tenaga perawat dengan total ±
7-12 perawat.
Masalah M1 – Ketenagaan masih kurangnya jumlah kebutuhan tenaga
perawat di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II dilihat rumus Gillies dan Depkes
yaitu membutuhkan tambahan tenaga peawat dengan total ± 7-12 perawat.

2. M2: Material (Bangunan, Sarana dan Prasarana)


a. Penataan Gedung/Lokasi dan Denah ruangan
Lokasi penerapan proses profesi manajemen keperawatan yang digunakan
dalam kegiatan profesi keperawatan mahasiswa profesi ners UNG di Gedung
SP2KP Bedah Lt II sebagai berikut :
a. Sebelah timur : Ruang sterilisasi alat kesehatan
b. Sebelah barat : Arah belakang rumah sakit
c. Sebelah utara : G3 atas yang sedang di renovasi
d. Sebelah selatan : G1 atas (SP2KP anak)

32
DENAH RUANGAN SP2KP BEDAH G2 ATAS
RSUD. PROF. DR. H. OLEI SABOE
KOTA GORONTALO

N M M GUDANG B
E O
P U R E B U D
I P G A
P R R KM E H T T G
A E L U U U
I T T /W
N
I A V I L L D
T I O I A I I A
I
K M L P P N
TIM 1 2 TIM 3 E G

PI

N JALUR EVAKUASI JALUR EVAKUASI


T

Ruang
A RUAN TA
R C C B P NG
E E Kepala G
A O K K
GA
T N N A M F
J Ruangan T A E L A
D D JAL
A A E L R. I M L A R M UR
R R
N W L K B
A A ADMINIST PERAW A M O B
A A Q O T B S O EV
G W W RASI AT
N J E J AK
L A A I O
G G I A Y A
UA
I S S SI
A I I A
S
H H N

33
Ket :

: Kamar Pasien
U
: Nurse station

: Administrasi/ruang karu T B

: Kamar mandi/Wc
S
: Ruang perawat

: Gudang

: Ruang perawat

34
Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan Gedung SP2KP Bedah Lt
II dapat disampaikan bahwa :
a. Area Pasien
1) Pencahayaan
Pencahayaan di ruangan pasien cukup terang, namun untuk beberapa
pencahayaan dikamar pasien belum memadai karena ada beberapa lampu
yang sudah tidak berfungsi dan jendela kamar tidak terbuka untuk
mendapat pencahayaan sinar matahari.
2) Ventilasi
Keadaan ventilasi diruangan pasien terbuka, namun beberapa jendela
kamar tidak terbuka sehingga udara hanya masuk melalui lubang angin
ventilasi yang menyebabkan udara ruangan tidak segar, dan sebagian akses
tempat tidur ada yang tidak memiliki pengaman sehingga sedikit
kemungkinan untuk menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain
dari unit tidak memperhatikan privasi dimana dimasing-masing kamar
tidak memiliki tirai yang menutupi bed pasien.
3) Lantai dan Atap
Lantai keramik, bersih dan kering, serta bagian atap di Gedung SP2KP Lt
II ada sebagian yang bocor .
4) Dinding
Kuat, tidak retak, bersih.
5) Sarana air bersih : Tersedia wastafel di setiap ruangan akan tetapi sudah
tidak dapat di gunakan.
6) Pembuangan air limbah : Lancar di semua ruangan.
7) Tempat sampah medis dan non medis terpisah.
8) Terdapat 2 tempat cuci tangan diluar kamar mandi/WC pasien akan tetapi
1 tidak dapat digunakan.
9) Setiap ruang rawat pasien memiliki 1 buah colokan.
10) Gedung SP2KP Bedah Lt II memiliki kapasitas 57 tempat tidur dengan
klasifikasi : 5 tempat tidur di tiap kamar pada ruang kelas III dan 4 tempat

35
tidur di tiap kamar pada ruang kelas II, dan 1 tempat tidur tiap kamar pada
kelas 1.
1. Fasilitas untuk pasien
Tabel Daftar Inventaris Fasilitas Alat Kesehatan Pasien di Ruang
SP2KP Bedah Lt II 2018
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Stetoskop 4 buah Baik/rusak 1:1/10 Perlu di tambahkan
2. Com stainless - - - Perlu diadakan
3. Tabung O2 6 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
4. Senter - - - Perlu diadakan
5. Bak injeksi - - 2/ ruangan Perlu diadakan
13. Tensimeter 4 buah Baik/rusak 1:1/10 Perlu di tambahkan
14. Pinset anatomis 2 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
15. Pinset cirurgis 2 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
16. Gunting 1 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
nekrotomi
17. Gunting perban - - - Perlu diadakan
18. Korentang - - - Perlu diadakan
19. Bengkok - - - Perlu diadakan
20. Suction 1 buah baik 1:1/20 Perlu di tambahkan
27. Kereta obat 3 buah Baik 3/tim -
28. Standar baskom - - - Perlu diadakan
29. Standar infuse 42 buah Baik 1:1 Perlu di tambahkan
30. Ambu bag 1 buah Rusak 1/ruangan Perlu diadakan
32. Manometer O2 6 buah Baik 2/ruangan Perlu ditambahakan
lengkap
33. Standar O2 6 buah Baik 2/ruangan -
34. Thermometer 4 buah Baik 5/ruangan Perlu di tambahkan
Sumber : Data Primer, 2018

36
Berdasarkan table fasilitas alat kesehatan di Ruangan SP2KP Bedah Lt II,
fasilitas alat kesehatan yang dibutuhkan dalam tindakan keperawatan masih
banyak yang perlu di tambahkan, seperti standar O2, dan juga alat-alat
perawatan luka yang masih banyak yang belum lengkap serta alat untuk
mengukur tanda-tanda vital seperti, tensimeter.
2. Fasilitas untuk pertugas kesehatan
Tabel Daftar Inventaris Fasilitas Alat Kesehatan Pasien di Ruang SP2KP
Bedah Lt II 2018
No Nama Ruangan Fasilitas Keterangan
1 Ruang Kepala 1 meja, 3 kursi, 1 lemari, 1 TV, Ruang kepala ruangan
Ruangan 1 AC berhadapan dengan
ruangan nurse station
2 Nurse Station 4 meja, 4 kursi, 2 telepon., 2 Nurse station di bagi
kamar mandi/WC, 1 kulkas, 2 menjadi dua ruangan
tempat sampah non medis, 1
kipas angina
3 Ruangan alat Alat-alat kesehatan yang ada Bersebalahn dengan
kesehatan diruangan nurse station
4 Ruang perawat 1 kamar tidur, 1 lemari, 1 Berhadapan dengan
kulkas nurse station
5 Ruang administrasi 1 meja, 1 komputer, 1 lemari Berhadapan dengan
nurse station
6 Ruang rapat 1 TV, 1 AC Berhadapan dengan
ruangan nurse station
Sumber : Data Primer, 2018

37
3. Daftar Inventaris Fasilitas Alat Rumah Tangga di Ruang SP2KP Bedah Lt II
2018
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1 Tempat tidur 57 Baik/rusak 1:2/3 -
2 Meja pasien 58 Baik 1:1 -
3 AC/ kipas angin 2/15 Rusak 1/ruangan Perlu diganti
4 Kursi Roda 2 Baik 2-3/ruangan -
5 Branchart 1 Baik 1/ruangan -
6 Jam dinding Tidak ada - 2/ruangan Perlu diadakan
Kls 3 = 1: 5
Kamar Mandi/
7 17 Baik Kls 2 = 1: 4 -
WC
Kls 1 = 1 : 1
8 Wastafel 11 Rusak 1/ruangan Perlu diperbaiki
9. Papan informasi 1 Baik 1/ruangan -
Ember sampah - - - Perlu di adakan
10.
pasien
11. Lemari kaca 2 buah Baik 1/ ruangan -
12. Lemari besi 1 buah Baik 1/ruangan Perlu di adakan
13. Lemari obat 2 buah Baik 2/ruangan -
14. Telepon 2 buah Baik/rusak 1/ruangan Perlu diperbaiki
15. Computer 1 buah Baik 1/ruangan -
Alat pemadam 1 buah Baik 1/ruangan -
16.
kebakaran
17. Lampu darurat - - - Perlu diadakan
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan hasil observasi untuk kamar yang ada dalam ruangan Gedung
SP2KP Bedah Lt II, Tempat tidur 57 bed dalam kondisi baik 50 bed dan 7 bed
dalam keadaan rusak, Dan untuk fasilitas lainnya yang perlu diperbaiki dan perlu

38
diadakan seperti AC 2 tidak ada remut, kipas angin 15 rusak, wastafel 11 rusak,
jam dinding dan ember sampah tidak ada di setiap kamar pasien.
b. Administrasi Penunjang
1) Buku Injeksi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, tidak terdapat buku injeksi, hal ini sesuai dengan
standar akreditasi Rumah Sakit Prof. Dr. H. Aloei Saboe .
2) Buku observasi tanda-tanda vital
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara perawat di ruang SP2KP
bedah lt II, tidak terdapat buku tanda-tanda vital yang digunakan untuk
melakukan tanda-tanda vital pada shift pagi, sore maupun malam
karena hasil dari pemeriksaan tanda-tanda vital sudah di catat di buku
status pasien.
3) Lembar dokumentasi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, lembar dokumentasi keperawatan digunakan untuk
pencatatan pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaliuasi.
4) Buku visite
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, buku visite terdapat di ruangan dan digunakan saat
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya (dokter, gizi).
5) SPO
Berdasarkan hasil observasi di ruang SP2KP Bedah Lt II, terdapat
buku kumpulan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang digunakan
pada setiap perawat dalam memberikan tindakan keperawatan kepada
pasien.
6) SAK
Standar asuhan keperawatan yang digunakan pada ruang SP2KP
bedah lt II, dimana perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ada.

39
7) Leaflet
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara perawat di ruang SP2KP
bedah lt II, terdapat leaflet di ruangan dan diletakkan di nurse station.
Masalah pada M2 :
1. Sarana prasarana di ruang SP2KP bedah lt II belum sesuai standar

3. M3: Metode
a) M3-1
b) M3-1. Metode Asuhan Keperawatan
Tabel 3.1 Metode Asuhan Keperawatan Yang Digunakan di Ruangan
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Pengetahuan perawat 17 100 % 0 0%
mengenai model asuhan
100
keperawatan yang digunakan
diruangan
Pemahaman perawat mengenai 17 100 % 0 0%
model asuhan keperawatan
yang digunakan
Model asuhan keperawatan 16 95 % 1 5%
cocok digunakan diruangan
atau tidak
Kesesuaian model asuhan 16 95 % 1 5%
keperawatan yang digunakan
dengan visi misi ruangan

Tabel diatas menunjukkan dari 17 perawat diketahui bahwa semua perawat


(100%) sudah mengetahui dan memahami model asuhan keperawatan yang
digunakan diruangan saat ini yakni model SP2KP. Sebanyak 95 % perawat
mengatakan model asuhan keperawatan yang digunakan cocok dan sesuai dengan
visi misi ruangan.

Tabel 3.2 Efektifitas dan Efisiensi Model Asuhan Keperawatan

40
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Penggunaan model asuhan 12 70.5 % 5 29.4%
keperawatan menjadikan lama
hari perawatan semakin pendek 100
Terjadi peningkatan 15 88.2 % 2 11.8%
kepercayaan pasien terhadap
ruangan
Penggunaan model asuhan 8 47.0% 9 53%
keperawatan tidak menyulitkan
dan memberikan beban kerja
berat pada perawat
Penggunaan model asuhan 7 42.0% 10 58%
keperawatan tidak
memberatkan dalam
pembiayaan
Penggunaan model asuhan 6 35 % 11 65%
keperawatan mendapat banyak
kritikan dari pasien.

Tabel diatas menunjukkan dari 17 perawat diketahui bahwa ada sebanyak


70.5% mengatakan penggunaan model asuhan keperawatan menjadikan lama hari
perawatan semakin pendek dan sebanyak 29.4 % mengatakan tidak. Sebanyak 88.2
% mengatakan penggunaan metode tersebut meningkatkan kepercayaan pasien
terhadap ruangan dan sebanyak 11.8 % yang mengatakan tidak. Ada 47.0 % yang
mengatakan model SP2KP tidak memberikan beban kerja berat bagi perawat,
sedangkan ada sebanyak 9 % yang mengatakan tidak. Ada sebanyak 42.0 % perawat
yang mengatakan penggunaan model SP2KP tidak memberatkan dalam
pembiayaan, dan sebanyak 58% mengatakan tidak. Sebanyak 35 % perawat
mengatakan model SP2KP mendapat banyak kritikan dari pasien di ruangan, dan
sebanyak 65% mengatakan tidak.

Tabel 3.3 Pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan

41
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Terlaksana komunikasi 16 95 % 1 5%
yang adekuat antara
100
perawat dan tim kesehatan
lain
Kontinuitas rencana 16 95 % 1 5%
keperawatan terlaksana
Perawat menjalankan 14 82 % 3 18%
kegiatan sesuai tupoksi

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 17 orang perawat ada sebanyak 95%
perawat yang mengatakan telah terlaksana komunikasi yang adekuat antara
perawat dan tim kesehatan lain, dan sebanyak 1 % mengatakan tidak. Sebanyak
95 % perawat mengatakan kontinuitas rencana keperawatan sudah terlaksana, dan
sebanyak 1 % mengatakan tidak. Ada 82 % perawat yang mengatakan sudah
menjalankan kegiatan sesui tupoksi dan sebanyak 18 % yang tidak.

Tabel 3.4 Tanggung Jawab dan Pembagian Tugas


Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Job Description perawat 12 70.5 % 5 29.5%
selama ini sudah jelas 100
Tugas perawat sesuai 17 100 % 0 0%
dengan model asuhan
keperawatan yang
digunakan
Perawat mengetahui kondisi 17 100 % 0 0%
pasien dan mampu menilai
tingkat kebutuhan pasien

42
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa dari 17 orang perawat ada sebanyak 70.5 %
perawat yang mengatakan Job Description (uraian pekerjaan/tugas-tugas) sudah
jelas, namun ada sebanyak 29.5% mengatakan yang tidak. Dan semua perawat
mengatakan tugas-tugasnya sudah sesuai dengan model asuhan keperawatan
diruangan, serta semua perawat mengatakan sudah mengetahui kondisi pasien
dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di ruangan Bedah Lt 2 RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe pada tanggal 25-27 Desember 2018 didapatkan bahwa
metode asuhan keperawatan yang digunakan diruangan adalah Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) dengan metode tim. Metode ini
sudah diterapkan sejak tahun 2016. Di ruangan ini terdapat 1 orang kepala ruangan
dan 3 tim pelaksana pelayanan dimana masing-masing tim dipimpin oleh 1 orang
ketua tim. Tim 1 terdiri dari 8 orang perawat pelaksana, tim 2 terdiri dari 6 orang
perawat pelaksana, dan tim 3 terdiri dari 5 orang perawat pelaksana. Selain itu,
diruangan sudah terjalin kerjasama yang baik antara ketua tim dan anggota tim
(perawat pelaksana) serta antara sesama ketua tim dalam hal memberikan
pelayanan keperawatan pada pasien. Selain itu, di ruangan ini juga sudah ada
pembagian perawat shift pagi, shift sore, dan shift malam.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap
kepala ruangan bahwa penerapan metode SP2KP sudah berjalan dengan lancar,
dimana perawat sudah menjalankan tugas sesuai dengan tupoksinya masing-
masing baik sebagai ketua tim maupun sebagai perawat pelaksana di masing-
masing shift dinas baik pagi,siang maupun malam.

c) M3-2 Timbang Terima

43
Tabel 3.5 Operan Shift dan Timbang Terima
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Pelaksanaan timbang 17 100 % 0 0%
terima sudah dilakukan
diruangan
Pelaksanaan timbang 8 47 % 9 53%
terima dilaksanakan tepat
waktu
Timbang terima dihadiri 10 59 % 7 41%
oleh semua perawat yang 100
berkepentingan
Kegiatan timbang terima 17 100% 0 0%
didampingi oleh
penanggung jawab
Perawat mengetahui 17 100% 0 0%
persiapan
dalam pelaksanaan
operan/timbang terima
Perawat mengetahui hal-hal 17 100% 0 0%
yang harus dilaporkan pada
kegiatan timbang terima
Ada buku khusus untuk 11 65% 6 35%
mencatat hasil laporan
timbang terima
Ada kesulitan dalam 5 29% 12 71%
mendokumentasikan
laporan timbang terima
Ada interaksi antara 16 95% 1 5%
perawat dengan pasien saat
timbang terima
Perawat mengetahui teknik 16 95% 1 5%
pelaporan timbang terima
saat berada didepan pasien
Perlu waktu yang lama 10 59% 7 41%
untuk mengunjungi pasien
saat timbang terima

44
Perawat tahu mengenai 17 100% 0 0%
persetujuan tertulis saat
penerimaan timbang terima
Perawat dievaluasi 9 53% 8 47%
kesiapannya oleh kepala
ruangan sebelum timbang
terima

Dari tabel diatas didapat diketahui bahwa :


- Semua perawat (100%) mengatakan timbang terima/operan sudah dilakukan
diruangan.
- Sebanyak 47% perawat mengatakan timbang terima telah dilaksanakan tepat
waktu, sementara ada sebanyak 53% perawat yang mengatakan timbang terima
tidak dilaksanakan tepat waktu.
- Sebanyak 59% perawat mengatakan timbang terima dihadiri oleh semua perawat
yang berkepentingan, sedangkan sebanyak 41% mengatakan sebaliknya.
- Semua perawat (100%) mengatakan pelaksanaan timbang terima didampingi
oleh penanggungg jawab, yakni kepala ruangan dan ketua tim.
- Semua perawat (100%) mengatakan mengetahui hal apa saja yang perlu
dipersiapkan dalam timbang terima, hal-hal yang disampaikan dalam pelaporan
timbang terima, serta buku khusus untuk mencatat hasil laporan timbang terima.
- Sebanyak 29% perawat mengatakan ada kesulitan dalam mendokumentasikan
laporan timbang terima.
- Semua perawat (100%) mengatakan ada interaksi antara perawat dan pasien saat
timbang terima dan mengetahui teknik pelaporan timbang terima saat berada
didepan pasien.
- Sebanyak 59% perawat mengatakan diperlukan waktu lama untuk mengunjungi
tiap pasien, sementara ada 41 % perawat yang mengatakan sebaliknya.
- Semua perawat (100%) mengatakan tahu tentang persetujuan tertulis saat
penerimaan timbang terima.

45
- Ada sebanyak 53% perawat yang mengatakan selalu dievaluasi kesiapannya
oleh kepala ruangan sebelum melakukan timbang terima dan yang mengatakan
tidak dievaluasi ada sebanyak 47%.
Menurut hasil wawancara terhadap 10 perawat diruangan, bahwa timbang
terima sudah dilakukan diruangan setiap kali pergantian shift dinas, yakni setiap
shift pagi ,sore, dan malam. Kegiatan operan/ timbang terima ini didampingi
oleh penanggungjawab baik kepala ruangan maupun ketua tim.Sebagian besar
perawat mengatakan pelaksanaan operan shift/timbang terima diruangan tidak
tepat waktu atau tidak sesuai dengan waktu pergantian shift dinas, serta tidak
semua perawat yang berkepentingan hadir diwaktu tersebut.
Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan pada 10 perawat
shift pagi, sore, dan malam di Ruangan SP2KP Bedah Lt 2 Rumah Sakit Prof.
Dr.H. Aloei Saboe pada tanggal 25-27 Desember 2018 didapatkan bahwa
pelaksanaan operan shift/ timbang terima masih belum optimal, karena belum
sesuai dengan standar operasional prosedur pelaksanaan timbang terima yang
ada di rumah sakit. Pelaksanaan timbang terima belum terstruktur seperti yang
ada di SOP, dimana masih banyak hal-hal yang tidak dilakukan oleh perawat
saat melakukan timbang terima seperti membuka kegiatan dengan salam,
menyebutkan tanggal pasien masuk rumah sakit, lama hari perawatan, keluhan
pasien, intervensi keperawatan yang sudah dilakukan dan rekomendasi
intervensi keperawatan yang perlu dilakukan, serta klarifikasi penjelasan dari
perawat shift sebelumnya ke perawat shift selanjutnya. Fokus pelaporan timbang
terima yang dilakukan oleh perawat diruangan hanya pada rencana terapi dan
rencana pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien. Pada operan
shift pagi dihadiri oleh kepala ruangan, ketua tim dan perawat yang bertugas.
Tetapi untuk operan shift sore dan malam hanya dihadiri oleh perawat yang
bertugas saja. Namun terkadang operan sudah dilakukan walaupun perawat yang
bertugas belum semuanya hadir. Pelaksanaan operan shift yang dilakukan
diruangan tidak tepat waktu terutama untuk operan shift malam, biasanya
terlambat dari waktu pergantian shift seharusnya, yakni dilakukan pada pukul
21.30. Dan pada saat operan shift tidak semua perawat yang bertugas hadir.

46
Sementara perawat lainnya yang bertugas pada shift malam hadir tidak pada
jam/waktu pergantian shift yang seharusnya.
Berdasarkan teori yang dismpaikan oleh (Nursalam 2015) hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan timbang terima antara lain :
1. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian sift
2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas
4. Informasi yang disampaikan harus akurat singkat sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5. Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa ada kesenjangan antara teori dan
aplikasi pelaksanaan timbang terima di ruangan sehingga diangkat masalah
berupa pelaksanaan timbang terima yang kurang optimal terkait isi pelaporan
timbang terima dan kehadiran perawat saat kegiatan timbang terima.

d) M3-3 : Ronde
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Ruangan
mendukung
adanya kegiatan 11 64,7 6 35,2 100
ronde
keperawatan
Perawat
mengerti tentang
17 100 0 0 100
ronde
keperawatan
Pelaksanaan
ronde
keperawatan di 11 64,7 6 35,2 100
ruangan sudah
optimal
Ronde
keperawatan
di;aksanakan 10 58,8 7 41,1 100
rutin satu bulan
sekali
Keluarga pasien
mengerti tentang
9 52,9 8 47 100
adanya ronde
keprawatan

47
Apakah tim
dalam
pelaksanaan
10 58,8 7 41,1 100
kegiatan ronde
keperawatan
telah dibentuk
Tim yang
dibentuk telah
mampu
9 52,9 8 47 100
melaksanakan
kegiatan ronde
dengan optimal

Tabel diatas menunjukan bahwa dengan pernyataan ‘Ruangan mendukung


adanya kegiatan ronde keperawatan’ ada 11 responden yang menyatakan dari 17
responden dengan presentase 64% dan yang menyatakan tidak ada 6 responden
dengan presentase 35,2%, selanjutnya pertnyataaan kedua “Perawat mengerti
tentang ronde keperawatan” ada 17 responden dari 17 responden dengan presentase
100%, pertanyaan “pelaksanaan ronde keperawatan di ruangan sudah optimal?”
hasil menunjukan bahwa ada 11 responden yang menjawab menyatakan Ya dengan
Presentase 64,7% dan yang menjawab tidak ada 6 responden dengan presentase
35,2%, pernyataan ke 4 “Ronde keperawatan dilaksanakan rutin satu bulan sekali”
dengan hasil dari 17 responden ada 10 responden yang menyatakan Ya dengan
presentase 58,8% dan yang menyatakan Tidak ada 7 responden dengan presentase
41,1%, untuk pernyataan ke 3 “Keluarga pasien mengerti tentang adanya ronde
keprawatan” dari 17 responden yang menyatakan Ya ada 9 responden dengan
presentase 52,9 dan yang menyatakan Tidak ada 8 responden dengan presentase
47%, selanjutnya untuk pernyataan “tim dalam pelaksanaan kegiatan ronde
keperawatan telah dibentuk” hasil dari 17 responden yang menyatakan Ya ada 10
responden dengan presentase 58,8% dan yang menyatakan Tidak ada 7 responden
dengan presentase 41,1%,. Yang terakhir pernyataan “tim yang dibentuk telah
mampu melaksanakan kegiatan ronde dengan optimal” hasil dari 17 responden
yang menyatakan Ya ada 9 responden dengan presentase 52,9% dan yang
menyatakan Tidak ada 8 responden dengan presentase 47%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan dan Kepala-Kepala
Tim tanggal 25-26 Desember 2018 di ruangan SP2KP Bedah Lt II. Diruangan

48
tersebut mendukung kegiatan ronde tetapi belum pernah dilakukan ronde
dikarenakan lama rawat pasien diruangan rata-rata selama ± 3 hari dan kurangnya
ketersediaan waktu dari perawat untuk melakukan ronde. Namun apabila ada
mahasiswa yang melakukan ronde diruangan KARU, KATIM dan PA akan ikut
serta dalam pelaksanaan ronde tersebut. Untuk pelaksanaan ronde telah di
jadwalkan dalam sebulan ±1 kali ,diadakan ronde tetapi hanya berupa perencanaan
saja, tetapi sudah dibentuk tim untuk pelaksanaan ronde.
Ini berarti didapatkan masalah bahwa pelaksanaan ronde belum berjalan
secara optimal.
Ronde adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, dan perawat assosiate
yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan. Ronde mempunyai
tujuan untuk menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berprikir kritis
(Nursalam,2015).
Karakteristik ronde antara lain :
1. Pasien dilibatkan langsung
2. Pasien merupakan focus kegiatan
3. PA, PP, dan Konselor melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreativitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah

e) M3-4 : Sentralisasi Obat


Distribusi Pengadaan Sentralisasi Obat

Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat
mengetahui
16 94,1 1 5,8 100
tentang
sentralisasi obat

49
ruangan perawat
ini terdapat 9 52,9 8 47 100
sentralisasi obat
Sentralisasi obat
yang ada sudah
9 52,9 8 47 100
dilaksanakan
secara optimal
Ruangan perlu
diadakan 13 76,4 4 23,5 100
sentralisasi obat
perawat pernah
diberi wewenang
9 52,9 8 47 100
dalam urusan
sentralisasi obat
Ada format
daftar pengadaan
tiap-tiap macam
obat (Oral-
Injeksi- 15 88,2 2 11,7 100
Supositosia-
Infus-Insulin-
Obat gawat
darurat

Tabel di atas menunjukan pernyataan “Perawat mengetahui tentang


sentralisasi obat” dari 17 responde yang menyatakan Ya berjumlah 16 responden
dengan presentasi 94,1 dan yang menyatakan Tidak berjumlah 1 Responden dengan
presentase 5,8%, pernyataan yang ke dua” ruangan perawat ini terdapat sentralisasi
obat” hasil dari 17 responden yang menyatakan Ya ada 9 responden dengan
presentase 52,9% dan yang menjawab Tidak ada 8 responden dengan presentasi 47
%. Dan pernyataan “Sentralisasi obat yang ada sudah dilaksanakan secara optimal”
dari 17 responden yang menyatakan Ya berjumlah 9 responden dengan presentase
52,9% dan yang menyatakan Tidak berjumlah 8 responden dengan presentase 47%.
Selanjutnya untuk pernyataan ke empat ”Ruangan perlu diadakan sentralisasi obat
Hasil dari 17 responden di dapatkan 13 responden yang menyatakan Ya dengan
presentase 76,4% dan yang menyatakan Tidak berjumlah 4 responden dengan
presentase 23,5%. Pernyataan ke 5 ”perawat pernah diberi wewenang dalam urusan
sentralisasi obat” menujukan hasil dari 17 responden yang menyatakan Ya
berjumlah 9 responden dengan presentase 52,9 % dan 2 responden yang
menyatakan Tidak dengan presentase 11,7%. Untuk pernyataan yang ke 6 “Ada
format daftar pengadaan tiap-tiap macam obat (Oral- Injeksi-Supositosia-Infus-

50
Insulin-Obat gawat darurat” dari 17 responden yang menyatakan Ya berjumlah 15
responden dengan presentase 88,2% dan yang menyatakan Tidak berjumlah 2
responden dengan presentase 11,7%

Alur Penerimaan Obat

Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
7 41,1 10 58,8 100

Dari tabel diatas menunjukan bahwa dari 17 responden yang menyatakan ada
format persetujuan sentralisai obat dari pasien/keluarga pasien” berjumlah 7
responden dengan presentase 41,1 % dan 10 responden yang menyatakan tidak
dengan presentase 58,8%

Cara Penyimpanan Obat

Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
ruangan terdapat
ruangan khusus
10 58,8 7 41,1 100
untuk sentralisasi
obat
perawat
memisahkan
kepemilikan 14 82,3 3 17,6 100
antar obat-obat
pasien
perawat
memberi
etiket dan
17 100 0 0 100
alamat pada
obat-obat
pasien

Tabel diatas menunjukan hasil dari pernyataan “ruangan terdapat ruangan


khusus untuk sentralisasi obat” dari 17 responden yang menyatakan Ya Berjumlah
10 responden dengan presentase 58,8% dan yang menyatakan Tidak berjumlah 7
responden dengan presentase 41,1%. Selanjutnya dari 17 responden yang
menyatakan “perawat memisahkan kepemilikan antar obat-obat pasien” berjumlah

51
14 responden dengan presentase 82,3% dan menyatakan Tidak berjumlah 3
responden dengan presentase 17,6%, untuk pernyataan ketiga di dapatkan hasil 17
responden yang menyatakan “perawat memberi etiket dan alamat pada obat-obat
pasien” dari 17 responden dengan presentase hasil 100%

Cara Penyimpanan Obat


Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
sebelum
memberikan obat
kepada pasien
perawat selalu
menginformasikan 17 100 0 0 100
jumlah
kepemilikan obat
yang telah
digunakan
ada format tiap
jenis obat sebelum
17 100 0 0 100
Anda memberikan
obat ke pasien

Tabel diatas menunjukan 17 responden menyatakan “sebelum memberikan


obat kepada pasien perawat selalu menginformasikan jumlah kepemilikan obat
yang telah digunakan” dari 17 responden dengan presentase 100%, dan 17
responden menyatakan “ada format tiap jenis obat sebelum Anda memberikan obat
ke pasien” Dari 17 responden dengan presentase 100%
Sentralisasi obat adalah pengelolaan dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat
(Nursalam, 20011)
Dari hasil observasi di ruangan SP2KP Bedah Lt II belum terdapat ruangan
khusus untuk sentralisasi obat, tempat penyimpanan obat berada di nurse station,
hasil observasi juga pada 10 perawat bahwa semuan perawat memisahkan
kepemilikan antar obat-obat pasien, dan memberi label di tempat penyimpanan atau
setiap obat-obat pasien.
.Berdasarkan hasil wawancara kepada ketua tim dan dua orang perawat
didapatkan alur penerimaan obat yaitu dari dokter ke perawat, kemudian perawat

52
ke apotik, apotik ke perawat, perawat ke pasien untuk obat minum. Akan tetapi alur
tersebut akan berbeda pada shift sore dan malam. Dengan alur dari dokter ke
perawat, perawat ke keluarga pasien, keluarga pasien ke perawat, perawat ke pasien
untuk obat minum, ini di karenakan keterbatasan tenaga dari bagian apotik. Untuk
pasien yang tidak menggunakan jaminan atau (pasien umum) penyimpanan obat
diserahkan ke keluarga untuk menghindari kesalahan pemakaian obat. Untuk alur
penerimaan obat Belum ada format persetujuan sentralisasi obat dari pasien. Dan
kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sentralisasi obat belum optimal
seperti obat-obatan high alert, tempat penyimpanan obat oral, obat injeksi yang
masih tercampur, suposutoria, dan cairan infus
Dari hasil observasi dan wawancara di dapatkan masalah yang ada di ruang
SP2KP Bedah lantai II , yaitu pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal, dan
kurangnya kelengkapan sarana prasarana pendukung sentralisasi obat, serta belum
ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien

f) M3-5 : Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan
peningkatan kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif
(Nursalam, 2014).
Supervisi merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan
pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang
ditetapkan. Supervisi tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari
kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang
mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada pencapaian
atau keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang belum terpenuhi.
Untuk menjadi supervisor yang baik diperlukan kompetensi yang harus
dimiliki dalam melaksanakan supervisi.

53
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat mengerti
17 100 0 0 100
tentang supervisi
Perawat pernah
mendapatkan
pelatihan dan 4 23.6 13 76,4 100
sosialisasi tentang
supervisi
Supervisi pernah
dilakukan diruangan
13 76.4 4 23.6 100
jika iya berapa kali
supervisi dilakukan
Perawat tahu alur
supervisi yang ada di 11 64.7 6 35.3 100
ruangan
Ada format baku
untuk supervisi setiap 17 100 0 0 100
tindakan
Format supervisi
sudah sesuai standar 16 94.1 1 5.89 100
keperawatan
Alat untuk supervisi
tersedia secara 14 82.3 3 17.7 100
lengkap
Hasil supervisi di
sampaikan kepada 16 94,1 1 5.89 100
perawat

54
Ada umpan balik dari
supervisor untuk 14 82.3 3 17.7 100
setiap tindakan
Perawat puas dengan
13 76.4 4 23.6 100
hasil umpan balik
Ada tindak lanjut
untuk setiap hasil 14 82.3 3 17.7 100
supervisi
Perawat
menginginkan
perubahan untuk
setiap tindakan 16 94.1 1 5.89 100
dengan hasil
perbaikan dan
supervisi

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa:


- Semua perawat (100%) mengatakan mengerti tentang supervisi
- Dari semua perawat ada sebagian perawat yang perna mendapatkan
sosialisai dan pelatihan tentang supervisi sebanyak 23.6% dan 76,4%
mengatakan belum perna mendapatkan sosialisai dan pelatihan tentang
supervisi
- Dari semua perawat sebanyak 76.4 mengatakan supervisi dilakukan oleh
kepala ruangan dan tidak terjadwal dan sebanyak 23.6% mengatakan tidak
perna dilakukan supervisi.
- 64.7% mengatakan mengetahui tentang alur supervisi dan 35,3 belum
mengetahui tentang alur supervisi
- 100% perawat mengatakan mempunyai format untuk supervisi setiap
tindakan
- 94.1% mengatakan supervisi sudah sesuai standar keperawatan dan ada
5.89% mengatakan belum sesuai standar keperawatan

55
- 82.3% perawat mengatakan alat instrumen untuk supervisi sudah tersedia
secara lengkap dan ada 17.7% perawat mengatakan alat instrumen untuk
supervisi belum tersedia secara lengkap
- 94,1% perawat mengatakan hasil supervisi disampaikan kepada perawat
dan ada 5.89 perawat mengatakan hasil supervisi belum disampaikan
kepada perawat
- 82.3% perawat mengatakan ada umpan balik dari supervisor untuk setiap
tindakan dan 17.7% mengatakan tidak ada umpan balik dari supervisor
untuk setiap tindakan
- 76.4% perawat mengatakan puas dari hasil dari umpan balik tersebut
- 82.3% perawat mengatakan ada tindak lanjut untuk setiap supervisi dan ada
17.7% mengatakan tidak ada tindak lanjut untuk setiap supervisi
- 94.1% mengatakan menginginkan perubahan untuk setiap tindakan sesuai
dengan hasil perbaikan dan supervisi 5.89 mengatakan tidak menginginkan
perubahan untuk setiap tindakan sesuai dengan hasil perbaikan dan
supervisi
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Desember 2018, didapatkan
bahwa perawat mengerti tentang supervisi dan mempunyai format untuk
supervisi dan juga kegiatan supervisi sudah diterapkan di Ruangan Gedung
Rawat Inap Lt II. Yaitu dari kepala ruangan ke katim dan ke perawat
pelaksana. Sebagian perawat sudah perna melakukan pelatihan dan
sosialisasi tentang supervisi dan juga sebagian perawat belum perna
mengikuti pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi.
- Masalah M3-5 :
Kurangnya program pelatihan atau sosialisasi tentang supervisi di
Gedung SP2KP Bedah Lt.II

56
g) M3-6 : Penerimaan Pasien Baru.
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat bersedia
17 100 0 0 100
melakukan PPB
Sudah ada
pembagian tugas 12 70,5 5 29,5 100
tentang PPB
Sudah ada
pemberian brosur /
8 47,1 9 52,9 100
leaflet saat
melakukan PPB
Setiap melakukan
PPB perawat
17 100 0 0 100
melakukan
pendokumentasian

- Dari semua perawat 100% mengatakan bersedia melakukan PBB


(penerimaan pasien baru)
- 70,5% perawat mengatakan ada pembagian tugas tentang penerimaan
pasien baru dan ada 29,5% mengatakan tidak ada pembagian tugas tentang
penerimaan pasien baru
- 47,1% perawat mengatakan sudah ada pemberian brosur saat melakukan
penerimaan pasien baru dan ada 52,9% perawat mengatakan belum ada ada
pemberian brosur saat melakukan penerimaan pasien baru
- Semua perawat 100% mengatakan selesai melakukan penerimaan pasien
baru ada pendokumentasian.

57
Berdasarkan hasil observasi di dapatkan untuk tahap penerimaan pasien
baru perawat hanya menunjukan kamar atau tempat tidur pasien, dan perawat
bersama kariyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur ( apabila pasien
datang dengan brangkar atau kursi roda ) di berikan posisi yang nyaman, serta
perawat menyerahkan lembar informed pelaksanaan tindakan keperawatan.
Penjelasan mengenai penerimaan pasien baru Dijelaskan seperti struktur dibawah
sbb.

58
ALUR PASIEN MASUK
Ruang SP2KP G2 Lt.II
Kota Gorontalo

Pasien masuk melalui : UGD/Ruangan


sebelumnya

Perawat UGD/ Ruangan sebelumnya menghubungi


ruangan yang akan ditempati

Perawat ruangan mengundang keluarga pasien


untuk :
- Penyampaian tata tertib RS
- Penyampaikan fasilitas ruangan dan
cara penggunaannya

Administrasi
1) Mengisi registrasi Pekarya
2) Pengurusan jaminan perawat Pasien masuk 1) Layanan Umum
(selambat-lambatnya 3x24 2) Layanan Operasional
jam)

Diterima oleh Katim/Leader/Penanggung Jawab shift (pada


pagi, sore, dan malam hari)
- Orientasi pasien
- Pengkajian
- Mentukan diagnosa keperawatan
- Buat rencana perawatan

Perawat Associate
Implementasi sesuai rencana yang dibuat oleh ketua tim
/leader/penanggung jawab shift

59
h) M3-7 : Discharge Planning
Jawaban Total
Pernyataan
Ya Presentase Tidak Presentase (%)
Perawat mengerti tentang
16 94.1 1 5.9 1k00
perencanaan pulang
Perawat hanya
memberikan informasi 7 41.2 10 58.8 100
tentang penyakit pasien
Perawat bersedia
melakukan perencanaan 15 88.2 2 11.8 100
pulang
Perawat melakukan HE
15 88.2 2 11.8 100
saat pasien masuk RS
pembagian tugas tentang
11 64.7 6 35.3 100
perencanaan pulang
pembagian tugas yang
jelas tentang perencanaan
10 58.8 7 41.2 100
pulang oleh kepala
ruangan
Pemberian brosur/leaflet
saat melakukan 8 47.1 9 52.9 100
perencanaan pulang
Menggunakan bahasa
Indonesia saat melakukan
12 70.6 5 29.4 100
perencanaan pulang
kepada pasien
Menggunakan teknik
lisan dalam melakukan 12 70.6 5 29.4 100
perencanaan pulang
Bahasa yang perawat
gunakan dalam
melakukan perencanaan 14 82.4 3 17.6 100
pulang mudah dipahami
oleh pasien
Setiap selesai melakukan
perencanaan pulang,
14 82.4 3 17.6 100
perawat melakukan
pendokumentasian

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil sebanyak 94.1% mengerti


tentang perencanaan pulang, 41.2% hanya memberikan informasi tentang
penyakit pasien, 88.2% bersedia melakukan perencanaan pulang, 88.2%
melakukan HE saat pasien masuk Rumah Sakit. Selain itu berdasarkan hasil

60
dari kuesioner sebanyak 64.7% mengatakan bahwa sudah ada pembagian tugas
tentang perencanaan pulang dan sebanyak 58.8% mengatakan sudah ada
pembagian tugas yang jelas tentang perencanaan pulang oleh kepala ruangan.
Selain itu sebanyak 52.9% mengatakan tidak memberikan brosur/leaflet saat
melakukan perencanaan pulang.
Pada saat perencanaan pulang, sebanyak 70.6% mengatakan selalu
menggunakan bahasa Indonesia dengan teknik lisan dalam melakukan
perencanaan pulang dan bahasa yang digunakan oleh responen dapat dipahami
oleh pasien. Saat selesai melakukan perencanaan pulang, sebanyak 82.4%
responden melakukan pendokumentasian dan sebanyak 17.6% tidak
melakukan pendokumentasian.
Dari hasil wawancara yang kami lakukan pada tanggal 25 Desember
s/d 27 Desember 2018 didapatkan bahwa Discharge Planning di Ruangan
SP2KP Bedah Lt II dari 5 responden, sebanyak 5 rensponden sudah dilakukan
dengan lisan ataupun tulisan baik berupa memberikan pendidikan kesehatan
tentang prilaku hidup sehat, pola makan yang teratur, makanan-makanan yang
harus dihindari yang berhubungan dengan penyakit klien dan patuh minum
obat untuk mengurangi kekambuhan penyakit klien. Klien juga diberikan
pendidikan kesehatan tentang terapi kesehatan mandiri yang dapat dilakukan
berhubungan dengan diagnosa keperawatan klien.
Berdasarkan hasil observasi Discharge planning ini dilakukan saat
pasien menjelang pulang, dan yang menjadi kekurangan dari hasil observasi
kami adalah discharge planning ini tidak disertai dengan brosur atau leaflet
yang diberikan kepada pasien. Selain itu penjelasan discharge planning saat
pasien masuk RS belum optimal atau belum dijelaskan kepada pasien.

i) M3-8 : Dokumentasi Keperawatan


Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat
17 100 0 0 100
mengetahui

61
format
pendokumentasian
yang baku di
ruangan
Perawat sudah
mengerti cara
17 100 0 0 100
pengisian format
dokumentasi
Format yang
digunakan dapat
membantu
perawat dalam 17 100 0 0 100
melakukan
pengkajian pada
pasien
Perawat sudah
melaksanakan
pendokumentasian 17 100 0 0 100
dengan tepat
waktu
Model
dokumentasi yang
digunakan dapat 10 58.8 7 41.2 100
menambah beban
kerja perawat
Model
dokumentasi yang
digunakan ini 9 52.9 8 47.1 100
menyita banyak
waktu perawat

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa saat


pendokumentasian di Ruangan SP2KP Bedah Lt. II sudah mempunyai format

62
pendokumentasian yang baku. Responden juga sudah mengerti cara pengisian
format dokumentasi dengan benar dan dilaksanakan tepat waktu. Sebanyak
58.8% responden mengatakan bahwa model dokumentasi yang digunakan
dapat menambah beban kerja dan 52.9% menyita banyak waktu bagi
responden.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari tanggal 25
Desember s/d 27 Desember 2018 yang didapatkan Pendokumentasian yang
berada di Gedung SP2KP Bedah Lt II adalah system dokumentasi CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) dengan model
pendokumentasian menggunakan format SOAP (Subjek, Objektif, Assesment,
Planing). Ruangan menggunakan NANDA NOC NIC dalam hal
pengangkatan diagnosa keperawatan, tujuan yang diharapkan serta rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Hasil observasi diperoleh model pendokumentasian perawat di
ruangan dilakukan setelah perawat ruangan melakukan hand over/timbang
terima. Hasil perkembangan pasien pada shift pagi dicatat oleh perawat shift
sore dan begitupula untuk perkembangan pasien pada shift sore
didokumentasikan oleh perawat shift malam.
Pengkajian keperawatan juga dilakukan secara sistem head to toe.
Sistem pendokumentasian yang dilakukan masih secara manual. Catatan
keperawatan berisikan pengkajian fisik, catatan mandiri perawat, catatan
perkembangan, hasil TTV. Dokumentasi keperawatan di Gedung SP2KP
Bedah Lt II dilaksanakan segera setelah pasien masuk diruangan. Namun
untuk pengkajian ada beberapa item yang tidak dilakukan pengisian secara
lengkap seperti pemeriksaan fisik.
Tabel 3. Uraian lembar dokumentasi di Gedung Rawat Inap Lt II
No Format Pengkajian Sumber
1 Bukti pelayanan rawat inap Admnistrasi
2 Lembar tagihan Administrasi
3 Ringakasan masuk dan keluar Perawat
4 Pengkajian keperawatan Perawat

63
5 Pengkajian dokter Dokter
6 Resume medis Dokter
7 Kardeks dan grafik Perawat
8 Tindakan keperawatan Perawat
9 Resume keperawatan Perawat
10 Chek list discharge planing Perawat
11 Pemberian pendidikan kesehatan Perawat
pasien/keluarga interdisiplin
12 Daftar semua jenis obat yang dipakai / Dokter
catatan pemberian obat
13 Formulir keinginan pasien memilih DPJP Perawat
Asuhan gizi
14 Lembar hasil pemeriksaan laboratorium Dokter gizi
15 Lembar hasil pemeriksaan radiologi Dokter
endoscopi SC scan patologi anatomi
16 EKG Dokter
17 Informed consen Perawat
18 Lembar transfuse Perawat

4. M4- Money

Ruangan SP2KP Bedah memiliki sistem keuangan yang diatur langsung


oleh pihak rumah sakit (BLUD). Manajemen pembayaran (pembayaran pegawai,
listrik, air, telepon, dan lainnya) bersumber dari BPJS. Untuk pengembangan sarana
/ prasarana di ruang itu sendiri perlu perbaikan berupa Ruang rawat inap terdapat
kamar mandi bocor, wastafel rusak, dan untuk alat kesehatan perlu pengadaan tensi
meter, struktur baru dan map status pasien. Kemudian untuk pengembangan sumber
daya manusia sendiri dari pendidikan formal dan non formal dan pernah mengikuti
pelatihan BLS dan BTCLS, dan sering ikut serta dalam seminar .

Untuk tenaga perawat yang PNS berjumlah 11 orang, Honorer 12 orang,


Administrasi 3 orang, dan Evakuasi 2 orang. Untuk pembiayaan dalam ruang

64
SP2KP Bedah sudah cukup yaitu terdapat uang Gaji dan Jasa berlaku sesuai
golongan yang ditransfer ke rekening perawat. Selain itu dikhususkan untuk
pendanaan fasilitas kesehatan bagi petugas bisa diberikan setiap 2 hari sekali seperti
masker, handscoon dan alkohol yang termasuk APD perawat, serta untuk tunjangan
perawat memiliki BPJS. Sedangkan, untuk fasilitas kesehatan bagi pasien itu di
tanggung oleh BPJS untuk pasien yang mempunyai jaminan kesehatan, dan untuk
pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan di hitung umum dan biaya di
tanggung oleh pasien itu sendiri.

Adapun rincian pembiayan rawat inap bagi pasien itu sendiri sesuai PERDA
2017 sebagai berikut :

No. Jenis Tindakan Tarif Kelas I Tarif Kelas II Tarif Kelas III
1. Visite Rp. 39,600 Rp. 30,800 Rp. 23,100
2. Rawat Bersama Rp. 39,600 Rp. 30,800 Rp. 23,100
3. Ivfd Rp.47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,700
4. Ngt Rp. 103,900 Rp.79,900 Rp. 59,900
5. Kateter Rp. 47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,700
6. Nebulizer Rp. 103,900 Rp. 79,900 Rp. 59,900
7. Rawat Luka Rp. 154,200 Rp. 103,900 Rp. 11,700
8. Aff Hecting Rp. 318,700 Rp. 265,600 Rp. 199,200
9. Aff Drain Rp. 103,900 Rp. 79,900 Rp. 59,900
10. Transfuse Rp. 47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,100
11. Oksigen/Tabung Rp. 9,900 Rp. 9,900 Rp. 9,900
12. Self Care Rp. 14,200 Rp. 11,800 Rp. 8,800
13. Partial Care Rp. 33,500 Rp. 27,900 Rp. 20,900
14. Total Care Rp. 52,800 Rp. 44,000 Rp. 33,000
Sumber : Data Primer 2018

Golongan Gaji perbulan

65
- PNS Sesuai golongan
- Honorer S1 Ners Rp. 850.000 /bulan
- Honorer D3 Rp. 800.000 /bulan
- jaga malam perawat Rp. 35.000 /malam
- jasa perbulan untuk perawat Rp. 1.000.000 – 2.500.000/bulan

Table Daftar Gaji Perbulan Pegawai RSUD Prof.DR.H.Aaloei Saboe


Sumber : Data Primer 2018

Bedasarkan tabel diatas bahwa jumlah gaji PNS tetap di sesuaikan dengan
golongan, untuk honorer S1 sebesar Rp. 850.000 /bulan dan D3 sebesar
Rp.800.000/ bulan, jaga malam Rp. 35.000 /malam adapun uang jasa perawat
biasanya mendapatkan Rp. 1.000.000 – 2.500.000/bulan.
5. M5: Marketing dan Mutu (Kualitas Pelayanan Keperawatan)
Marketing atau pemasaran merupakan salah satu langkah pengumpulan data
yang dilakukan untuk pengelolaan Manajemen di suatu Rumah Sakit. Ruangan
SP2KP Bedah Lantai II RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo telah
menerapkan upaya penjaminan mutu perawatan pasien dimana terdapat
beberapa aspek penilaian penting diantaranya yaitu :
Patient safety
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk mengukur
dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil lembar observasi penerapan International
Patient Safety Goals yang dibagi dalam 6 sasaran didapatkan bahwa:
a. Sasaran I: Ketepatan identifikasi pasien
Berdasarkan hasil observasi di ruangan SP2KP Bedah Lantai II didapatkan
bahwa ketepatan identifikasi pasien masih menggunakan data pasien yang
didapatkan dari buku laporan dan hasil operan antar shift seperti nama pasien,
diagnosa, dan tindakan yang sudah maupun akan dilakukan. Saat
pengidentifikasian pasien perawat hanya mengidentifikasi menggunakan nama
pasien saja. Di ruangan SP2KP bedah lantai II sudah diterapkan penggunaan
gelang pasien untuk mengetahui identitas pasien secara tepat dan akurat dalam

66
mengenal pasien serta melakukan tindakan keperawatan yang sudah di pasang
dari UGD.
Menurut (Nursalam, 2015) Ketepatan identifikasi pasien meliputi standar
berikut :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis (lihat juga).
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau
prosedur
5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
b. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
Berdasarkan hasil observasi di ruangan Bedah peningkatan komunikasi
yang efektif oleh perawat di ruangan SP2KP Bedah sudah dilakukan dengan
baik namun masih dibutuhkan peningkatan komunikasi yang lebih efektif .
Rata-rata perawat sudah baik dalam menjalin komunikasi baik dengan pasien
maupun dengan keluarga pasien. Dalam hal pencatatan instruksi dengan
menggunakan tehnik SBAR (Situations, Background, Assessment,
Recommendation). Tidak ada masalah dengan komunikasi perawat di ruang
SP2KP Bedah lantai II
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi.
proses komunikasi efektif artinya proses dimana komunikator dan komunikan
saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua
orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan.
Sederhananya, komunikasi efektif adalah proses komunikasi dimana
komunikan mengerti apa yang disampaikan dan melakukan apa
yang komunikator inginkan.

67
Menurut (Nursalam, 2015) Peningkatan komunikasi yang efektif dapat
dilakukan dengan beberapa cara :
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung paraktik yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melaui telepon
Pada ruangan SP2KP Bedah Lantai II diperlukan pertemuan dengan
perawat diruangan untuk membahas peningkatan komunikasi yang lebih
efektif. Hal ini diperlukan karena komunikasi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan keamanan pasien dan membuat pasien nyaman karena perawat
mengetahui keadaan pasien. Tujuan komunikasi antar petugas medis harus tepat
waktu, akurat, lengkap, tidak ambigu dan dipahami penerima pesan,
komunikasi efektif di rumah sakit. Ada dua jenis komunikasi yang dapat
dilakukan di RS yakni, SBAR dan TBaK. SBAR (Situation, Background,
Assesment dan Reccomendation) adalah komunikasi lisan pada saat serah
terima pasien dan pelaporan hasil kritis. Sedangkan TBaK (Tulis, Baca dan
Konfirmasi) adalah tehnik komunikasi lisan menggunakan telpon dengan
menulis, membaca ulang dan melakukan konfirmasi pesan yang diterima oleh
penerima pesan. Prosedur tersebut penting untuk jejak medis pengobatan pasien
selama dirawat di RS sehingga tidak terjadi delay treatment.

c. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High-alert


medication)
Berdasarkan hasil observasi di ruangan Bedah dalam pemberian obat sudah
tepat dengan memperhatikan 6 B (Benar pasien, Benar obat, Benar Dosis, Benar
Cara/ rute, benar waktu, benar dokumentasi). Namun, untuk penyimpanan obat

68
resiko tinggi (High-alert) di ruangan tidak memiliki tempat penyimpanan yang
aman/ area yang dibatasi. Hal ini dipengaruhi oleh tidak tersedianya tempat
penyimpanan obat High-alert di ruangan SP2KP Bedah Lantai II.
Menurut (Nursalam, 2015) Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (High-alert medication) yakni :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengatur identifikasi,
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada diunit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit pelayanan pasien diberi label
yang jelas dan disimpan dengan cara membatasi akses ( restrict acces)
Petugas medis perlu waspada ketika menggunakan obat dengan high alert
karena obat tersebut berbahaya jika tidak tepat penggunaannya yang bisa
menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Penempatan obat kategori high alert
harus disimpan didalam kotak yang diberi tanda dan dalam pemberiannya
harus divalidasi oleh dua orang yang berbeda supaya tidak salah.
d. Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur ,tepat pasien operasi.
Berdasarakan hasil observasi di ruangan SP2KP Bedah lantai II setiap
tindakan yang dilakukan oleh perawat sudah tepat namun ada beberapa tindakan
yang belum maksimal dilakukan seperti pemakaian APD dalam melakukan
prosedur tindakan, untuk proses penandaan lokasi operasi di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboei mengginakan tanda “O” . Pada ruangan bedah diperlukan SOP
tambahan untuk ruangan yang bertujuan untuk meminimalisir kesalahan dalam
melakukan tindakan invasif.
Menurut (Nursalam, 2015) Kepastian Ketepatan Lokasi, tepat prosedur,
tepat pasien operasi yakni :
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenal untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan.

69
2. Rumah sakit menggunakan suatu ceklis atau proses lain untuk melakukakn
verifikasi praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang perlukan tersedia, tepat/benar dan
fungsioanal.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur sign in (sebelum induksi), sebelum insisi/time-out tepat sebelum
dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan dan sign out (Sebelum
meninggalkan kamar operasi)
e. Sasaran V : Pengurangan Resiko Infeksi terkait pelayanan kesehatan
Berdasarkan hasil observasi di ruangan SP2KP bedah lantai II terlihat setiap
tindakan yang dilakukan sudah terdapat pencegahan mengurangi resiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, tetapi untuk hand hygine di ruangan SP2KP Bedah
Lantai II belum optimal dilakukan hand hygiene sesuai five moment dan cuci
tangan 6 langkah. Perawat hanya sering mencuci tangan pada 2 waktu saja yaitu
sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik. Perawat selalu
menggunakan masker dan handscoen saat akan melakukan tindakan. Diruangan
SP2KP Bedah lantai II pengurangan resiko infeksi ini juga belum diterapkan
pada pengunjung seperti pemberitahuan terkait resiko infeksi. Hal ini dapat
dilihat dari tidak terdapatnya poster maupun papan pemberitahuan terkait
pencegahan terhadap infeksi dan juga tidak tersedianya handrub pada masing-
masing kamar perawatan.

Menurut (Nursalam, 2015) pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan


kesehatan dapat dilakukan dengan :

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru


yang baru baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antar lain
dari WHO Patient Safety)
2. Rumah sakit menerapkan program Hand Hygiene yang efektif
3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mendukung
pengurangan secara berkelanjutan resiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan

70
f. Sasaran VI : Pengurangan resiko pasien jatuh
Berdasarkan hasil wawancara 4 perawat mengatakan bahwa untuk pasien
resiko jatuh dilakukan assesment terhadap resiko jatuh dan akan diberi identitas
dengan gelang kuning dan dari data register tidak terdapat pasien jatuh selama
3 bulan terakhir (September-November). Begitu pula dengan hasil observasi
yang dilakukan sejak hari senin tanggal 24 Desember tidak ditemukan pasien
jatuh. Tempat tidur pasien sudah dilengkapi dengan tiang pembatas, tetapi ada
7 tempat tidur yang tidak memiliki tiang pembatas. Rumah sakit juga
menyediakan gelang untuk mengidentifikasi pasien resiko jatuh.
Menurut (Nursalam, 2015) Pengurangan resiko pasien jatuh dapat
dilakukan dengan:
1. Rumah sakit menerapkan proses assessment awal resiko pasien jatuh dan
melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil assessment dianggap beresiko
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya baik tentang keberhasil penurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak sengaja.
4. Kebijakan dan atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan dari
resiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit.
Di ruang SP2KP Bedah masih diperlukan perhatian terhadap pasien
dengan resiko jatuh sehingga tindakan dalam pengurangan resiko jatuh masih
diperlukan seperti pemberitahuan kepada pihak keluarga untuk menggunakan
pengaman selama pasien dirawat atau saat pasien ditinggalkan dan cara turun
dari tempat tidur untuk pasien dengan resiko jatuh saat bangun dari tempat tidur.
Ada 3 kriteria resiko rawat inap di sebuah rumah sakit :
1. Tidak beresiko
2. Resiko rendah
3. Resiko tinggi
Untuk mengurangi resiko jatuh rumah sakit biasanya melakukan penilaian
pasien sejak awal dengan menggunakan 2 jenis formulir humpty dumpty (untuk

71
pasien anak) dan formulir morse fall scale (untuk pasien dewasa). Selain itu
untuk menangani pasien dengan resiko jatuh tinggi ruangan perawatan dapat
menandai dengan warna gelang kuning, memasang tanda yang ditempel di pintu
masuk kamar dan ranjang, memposisikan ranjang di posisi rendah, memasang
hand rel, menjaga penerangan, serta menggunakan alat bantu seperti tongkat.

Berikut adalah penerapan beberapa parameter pengukuran keselamatan


pasien yang digunakan dirumah sakit. Ruang SP2KP Bedah Lantai II
menerapkan upaya penjaminan mutu perawatan pasien, dimana terdapat
beberapa aspek penting terdapat didalamnya. Yaitu :
1) Kejadian Dekubitus
Berdasarkan hasil data di ruangan SP2KP Bedah Lantai II didapatkan
bahwa selama 3 bulan terakhir (September-November), tidak terdapat angka
kejadian dekubitus di ruangan SP2KP Bedah Lantai II. Dari hasil observasi
sejak tanggal 25 Desember 2018 diruangan juga tidak ditemukan pasien
yang mengalami dekubitus.
2) Kejadian Flebitis
Berdasarkan data laporan register Ruangan SP2KP Bedah Lantai
selama 3 bulan terakhir (September-November 2018) didapatkan pada
bulan oktober terdapat 1 kejadian flebitis dan pada bulan September dan
November tidak tercatat adanya kejadian flebitis. Berdasarkan hasil
observasi pada 25 Desember 2018 tidak ditemukan adanya tanda-tanda
flebitis apa pasien.
3) Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Kejadian kesalahan pemberian obat yang meliputi tidak tepat obat,
tidak tepat cara pemberian, tidak tepat dosis, tidak tepat pasien, tidak tepat
waktu pemberian dan tidak waspada terhadap efek pemberian obat tidak
terjadi selama periode 3 bulan terakhi (September-November), dari hasil
observasi juga didapatkan bahwa pemberian obat dilakukan secara benar
sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter.

72
Berdasarkan hasil data laporan register ruangan SP2KP Bedah lantai II
selama 3 bulan terakhir tidak ditemukan
4) ILO (Infeksi Luka Operasi)
Berdasarkan data laporan register Ruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan bahwa tidak terdapat angka kejadian infeksi luka operasi selama
3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil observasi juga tidak didaptkan adanya
infeksi pada luka operasi.
5) ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Berdasarkan data laporan register Ruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan bahwa tidak terdapat angka kejadian Infeksi Saluran Kemih
akibat INOS (infeksi nosokomial) selama 3 bulan terakhir. Berdasarkan
hasil observasi didapatkan 2 orang pasien menggunakan kateter. Dari 2
orang tidak terdapat infeksi saluran kemih.
6) Kematian pasien :
Berdasarkan data yang diperoleh dari bulan September-November
2018 NDR (Net Death Rate) diruang SP2KP Bedah Lantai II didapatkan 2
pasien meninggal setiap bulan selama September-November, sedangkan
jumlah pasien keluar (Hidup+Mati) adalah 577 pasien. Dapat dilihat dari
tabel sebagai berikut :

Tabel Distribusi Pasien Ruang SP2KP Bedah Lantai II


Rumah Aloei Saboe Kota Gorontalo
Jumlah Pasien Jumlah Pasien NDR
No Periode
Mati > 48 Jam (Hidup + Mati)
1 September 2 167 2/167x100% = 1,2%

2 Oktober 2 211 2/211 x100% = 1%

3 November 2 199 2/199 x100% = 1%

Total 6 577 3,2%

73
Adapun menurut (DEPKES RI 2005) ideal untuk NDR yaitu standar
<4.5 %, semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit berarti mutu
pelayanannya semakin baik, sedangkan diruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan rata-rata ideal untuk NDR adalah 3,2%, sehingga untuk ruang
SP2KP Bedah RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo tergolong
kategori Rendah.

a. Indikator mutu
1) Tingkat Kepuasan Pasien
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting
dan menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat
adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
pelayanan kesehatan harus dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan masyarakat agar dapat mencapai kepuasan masyarakat.
Sebab, apabila jika tenaga kesehatan tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan masyarakat akan menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat yang mengakibatkan kesetiaan
masyarakat akan suatu pelayanan menjadi luntur.
Berikut mengenai kepuasan pasien terhadap kinerja perawat.
Pelaksanaan evaluasi menggunakan kuesioner yang berisi 25
pertanyaan berbentuk pertanyaan pilihan (Nursalam, 2015).
Pertanyaan pilihan mencakup pemberian penjelasan setiap prosedur
tindakan dan sikap perawat selama memberikan asuhan
keperawatan. Dari hasil kuesioner tentang kepuasan pasien terhadap
pelayanan perawat yang dibagikan kepada 10 responden didapatkan
jawaban 75,6% puas dengan pelayanan perawat, 14% merasa tidak
puas dan 10,4% sangat puas.
2) Kenyamanan pasien
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 25 desember
2018 terhadap 10 responden didapatkan responden mengeluh nyeri
dengan skala nyeri ringan (1-3) sebanyak 6 responden, skala nyeri

74
sedang (4-6) sebanyak 3 respnden, dan dengan skala nyeri berat (7-
10) sebanyak 1 respponden. Klien dengan nyeri berat mengalami
keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Dan responden dengan
skala ringan dan sedang, nyeri hanya mengganggu aktivitas makan
dan minum klien.
3) Kecemasan Pasien
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dari Skala
Peringkat Kecemasan Diri Zung Self pada 10 responden didapatkan
9 responden normal/tidak cemas dan 1 responden (10%) yang
mengalami kecemasan ringan.
4) Perawatan diri
Berdasarkan hasil pengkajian dari 10 responden didapatkan hasil :
Jumlah
Kategori Deskripsi
Pasien
Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB,
A mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah 3
dan mandi
Mandiri semuanya, kecuali salah satu dari
B 0
fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi dan salah satu fungsi di
C 2
atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah
D 1
satu fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet
E 0
dan salah satu fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
F 3
berpindah dan salah satu fungsi di atas
G Ketergantungan untuk semua fungsi di atas 1

b. ALOS

75
Alos menurut Hufman (1994) adalah “ The Average hospitalization
stay of inpatient discharnged during the periode under consideratio “.
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan
pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih
lanjut, secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes RI
2005).
ALOS = Jumlah lama rawat Rata-Rata
Jumlah pasien keluar hidup + Mati
Jumlah lama rawat di Ruang SP2KP bedah lantai II sejak 3 bulan terakhir
adalah :
1. September : 1074 hari
2. Oktober : 1075 hari
3. November : 1102 hari
Sedangkan jumlah pasien sejak 3 bulan terakhir adalah :
1. September : 167 pasien
2. Oktober : 211 pasien
3. November : 199 pasien
Sehingga, hasil ALOS selama 3 bulan terakhir :
a. September
= 1074 hari = 6,43 hari ( 6 hari perawatan)
167 Pasien
b. Oktober
= 1075 hari = 5,09 hari ( 5 hari perawatan)
211 Pasien
c. November
= 1102 hari = 5,53 hari ( 6 hari perawatan)
199 Pasien

76
Berdasarkan hasil perhitungan ALOS selama 3 bulan terakhir, diperoleh
rata-rata lamanya pasien dirawat di ruang SP2KP Bedah lantai II adalah
selama 5,68 hari atau 6 hari.
c. TOI
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus :

= (Jumlah tempat tidur x periode) – Hari perawatan


Jumlah pasien Keluar (hidup+ mati)

= (57 x 91) – 3.251


445
= 5.187 – 3.251
445
= 1.936
577
= 3.35 hari

= 3 hari

Jadi tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur dalam 3 bulan terakhir di


ruangan Kebidanan adalah 3 hari sehingga masuk dalam kategori Ideal.

d. BTO (Bed Turn Over)


BTO menurut depkes (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur
pada satu periode, beberapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan
waktu tertentu, idealnya dalam 1 tahun 1 tempat tidur rata-rata dipakai
>30 kali.

77
BTO = Jumlah pasien keluar hidup + Mati
Jumlah tempat tidur
Sedangkan jumlah pasien sejak 3 bulan terakhir adalah :
a. September : 167 pasien
b. Oktober : 211 pasien
c. November : 199 pasien
Jumlah tempat tidur : 57
Sehingga hasil BTO 3 bulan terakhir adalah:
a. September
= 167 Pasien = 2,92 kali
57 TT
b. Oktober
= 211 Pasien = 3,70 kali
57 TT
c. November
= 199 Pasien = 3,49 kali
57 TT

Berdasarkan hasil perhitungan BTO selama 3 bulan terakhir, diperoleh


rata-rata frekuensi pemakaian tempat tidur di ruang SP2KP Bedah lantai
II adalah 3,37 kali atau 3 kali perputaran dalam 1 bulan. Sehingga 3 x 12
bulan yaitu 36 x perputaran tempat tidur dalam 1 tahun (12 bulan).
Sehingga masuk dalam kategori ideal.

78
IKHTISAR KEPEMIMPINAN DAN MANAJAMEN KEPERAWATAN
PRIORITAS MASALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANGAN
SP2KP BEDAH LT. II

MASALAH MANAJEMEN M S M NC A TOTAL


M1
Masih kurangnya jumlah tenaga
perawat di Ruangan SP2KP Bedah
Lt.II
M2
Masih kurangnya sarana dan
prasarana di ruangan seperti
stetoskop rusak, tensi meter rusak,
tempat tidur rusak, kipas angin rusak,
wastafel rusak, atap ruangan bocor,
tidak ada tempat sampah di setiap
ruangan pasien, tidak ada jam dinding
di setiap ruangan pasien.
M3-2
Pelaksanaan timbang terima yang
kurang optimal terkait isi pelaporan
timbang terima dan kehadiran
perawat saat kegiatan timbang terima.

M3-3
Pelaksanaan ronde belum berjalan
secara optimal.

M3-4
Dari hasil observasi di ruangan
SP2KP Bedah Lt II belum terdapat
ruangan khusus untuk sentralisasi
obat, tempat penyimpanan obat
berada di nurse station

79
M3-5
kurangnya program pelatihan atau
sosialisasi tentang supervisi di
Gedung SP2KP Bedah Lt.II

M3-6
Belum ada format yang baku untuk
penerimaan pasien baru

M3-7
Berdasarkan hasil observasi
penjelasan discharge planning saat
pasien masuk RS belum optimal atau
belum dijelaskan kepada pasien.
Discharge planning ini tidak disertai
dengan brosur atau leaflet yang
diberikan kepada pasien.
M5
Pengidentifikasian pasien hanya
menggunakan 1 identitas yaitu nama
pasien saja, sedangkan berdasarkan
teori untuk identifikasi pasien
minimal menggunakan 2 data
identitas pasien.

Peningkatan keamaan obat High


Alert tidak sesuai dengan teori yang
ada. Dimana diruangan tidak ada
penyimpana khusus untuk obat-
obatan yang aksesnya terbatas.

Belum optimalnya atau belum sesuai


dengan SOP untuk proses Hand
Hygine

80
KETERANGAN :
Magnitude : Besarnya Masalah
Severity : Besarnya Kerugian yang ditimbulkan
Managebility : Bisa dipecahkan
Nursing Concern : Ada Perhatian dari Bidang Perawatan
Affordability : Ketersediaan Sumber Daya

SKALA PENILAIAN :
5 : Sangat Penting
4 : Penting
3 : Cukup Penting
2 : Kurang Penting
1 : Tidak Penting

81

Anda mungkin juga menyukai