PENDAHULUAN
d. Rehabilitator
Perawat memberikan asuhan keparawatan adalah mengembalikan
fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan berfungsi normal.
2. Prinsip Manajemen Keperawatan
a. Pengkajian Pengumpulan Data
Proses adalah suatu rangkaian tindakan yang mengarah pada suatu
tujuan proses manajemen seperti proses keperawatan, mencakup
pengumpulan data,fakta-fakta, masalah-masalah diagnosa, perencanaan
tindakan, pelaksanaan rencana-rencana dan evaluasi hasil.
b. Perencanaan
Dimaksudkan untuk menyusun suatu perencanaan yang strategis dalam
mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan. Perencanaan disini
dimaksudkan untukmenentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan
kepada semua pasien, menegakan tujuan, mengalokasi anggaran belanja,
memutusan ukuran dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan,membuat
pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta
menegakan kebijaksanan dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan
misi institusi yang telah diterapkan.
c. Pelaksanaan
Karena manajemen membutuhkan kerja sama dengan orang lain,
pelaksanaan langkah proses manajemen menyangkut pengarahan
kelompok-kelompok perawatan untuk melaksanakan tindakan-tindakan
yang telah direncanaakan. Pengarahan karyawan mencakup pengarahan
komunikasi dan motivasi.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi disini adalah untuk
menilai seberapa jauhstaf mampu melaksaanan peranannya sesuai dengan
tujuan organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.
1. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga
mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain
khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan
klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.
2. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan
keperawatan klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami
sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan
beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama
sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang
dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim
dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama
yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga
harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan
lainnya.
3. Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional berdasarkan SP2KP
SP2KP sebagai sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat,
dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang
baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan diatur secara profesional (Sitorus & Yulia, 2006). Praktik
keperawatan dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
mengacu pada proses keperawatan itu sendiri yaitu meliputi pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dalam hal
pelaksanaan tindakan maupun pendokumentasiannya perawat dituntut untuk
profesional.
SP2KP merupakan bentuk pengembangan dari MPKP yang lebih
profesional dan lebih baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan
keperawatan terhadap klien. Didalam SP2KP kita sering mengenal perawat
primer (PP) dan perawat associate (PA). Dalam pengembangan konsep
SP2KP, perawat PP bertugas dalam menjalankan komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, farmasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP
bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil
pengkajian yang berhubungan dengan perawatan pasien yang dilaksanakan
oleh PA, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan medis
selanjutnya. Dalam melakukan asuhan keperawatan yang professional,
diperlukannya membuat suatu rencana asuhan keperawatan (renpra) untuk
membantu mengidentifikasi dan menyusun strategi terhadap tindakan
keperawatan yang akan dilakukan ke pasien. Selain itu renpra juga memiliki
fungsi sebagai berikut :
BAB III
ANALISA SITUASI
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929.
Awalnya RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berlokasi di jalan Sultan
Botituhe No.7 Kelurahan Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur, kemudian
telah berpindah alamat di Jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe No 92 RT 1 RW 4
Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo Provinsi
Gorontalo dengan luas lahan 5,4 Ha. RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo merupakan salah satu Rumah Sakit Umum yang dimiliki oleh
pemerintah Kota Gorontalo. Saat ini RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe menjadi
rumah sakit terbesar di Provinsi Gorontalo dan menjadi pusat rujukan pelayanan
kesehatan di Provinsi Gorontalo.
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo yang berada di Ibukota provinsi
Gorontalo dan secara geografis terletak dipusat wilayah Teluk Tomini, sehingga
memudahkan masyarakat yag berada didaerah Hinterland untuk mengakses
pelayanan rujukan. Untuk itu terus dilakukan perbaikan sarana/prasarana, sumber
daya manusia serta jenis pelayanan yang diberikan.
DIREKTUR
dr. ANDANG ILATO, SH. MM
MANAGER UNIT
KEPALA RUANGAN
Ns. TELISA PAPUTUNGAN, S.Kep
(Gambar 3.1 Struktur Organisasi di Gedung SP2KP Bedah Lt.II RSUD PROF. H. ALOEI SABOE)
Figur 1.1 Struktur organisasi di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
Metode penugasan yang diterapkan di ruangan ini menggunakan metode
penugasan TIM namun hanya sebatas struktural saja. Hal ini berdasarkan hasil
wawancara dengan perawat pelaksana dimana perawat mengatakan bahwa pembagian
tim ada secara struktural, namun untuk metode penugasan di dalam ruangan ini tidak
menerapkan metode TIM dan dalam pemberian tindakan dilakukan oleh semua
perawat.
A. Karakteristik Tenaga di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
1) Karakteristik ketenagaan berdasarkan spesifikasi pekerjaan di Gedung SP2KP
Bedah Lt. II
Tabel 1.1 Distribusi Ketenagaan Berdasarkan Spesifikasi Pekerjaan di
Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Spesifikasi Jumlah Persen
Pekerjaan
1 Perawat 23 76%
2 Administrasi 3 10%
3 Evakuasi 2 7%
4 Cleaning Service 2 7%
Jumlah 30 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 diatas, sebagian besar (76%) ketenagaan di ruang
SP2KP Bedah G2 Lantai II adalah tenaga keperawatan, selebihnya adalah
administrasi (10%), evakuasi (7%) dan cleaning service (7%).
2) Karakteristik ketenagaan berdasarkan status pekerjaan
Tabel 1.2 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Tingkat status
pekerjaan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
24
Berdasarkan tabel 1.2 diatas, sebagian besar (52%) ketenagaan di
gedung SP2KP Bedah G2 Lantai II merupakan pegawai Kontrak. Untuk
pegawai yang merupakan PNS adalah sebesar (48%).
3) Karakteristik ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 1.3 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Pendidikan Jumlah Persen
1 S.Kep Ners 9 39%
3 D3 – Keperawatan 14 61%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 diatas, sebagian besar (61%) ketenagaan di
gedung SP2KP Bedah G2 Lantai II memilki jenjang pendidikan Diploma III.
Untuk tingkat pendidikan S.Kep Ners adalah sebesar (39%).
4) Karakteristik tenaga keperawatan berdasarkan masa kerja
Tabel 1.3 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Masa Kerja
di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Masa Kerja Jumlah Persen
1 < 5 tahun 9 39%
2 = 5 tahun-10 tahun 8 35%
3 ≥10 Tahun 6 26%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 1.3 di atas, sebagian besar (39%) tenaga perawat di ruang
SP2KP Bedah G2 Lantai II memiliki pengalaman kerja <5 tahun, dan (35%)
memiliki pengalaman kerja = 5 tahun-10 tahun, dan (26%) memiliki
pengalaman kerja ≥10 Tahun.
25
5) Karakteristik tenaga keperawatan berdasarkan pelatihan yang diperoleh
Tabel 1.4 Distribusi Tenaga Keperawatan Berdasarkan Pernah
Mengikuti Pelatihan di Gedung SP2KP Bedah Lt. II Tahun 2018
No Pelatihan Jumlah Persen
1 Pernah 23 100 %
2 Tidak pernah 0 0%
Jumlah 23 100 %
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4 diatas, sebagian besar (0%) tenaga keperawatan di
Ruang SP2KP Bedah G2 Lantai II belum mengikuti pelatihan dan (100%)
diantaranya sudah pernah mengikuti pelatihan misalnya BTCLS. Hal ini
menunjukan bahwa semua tenaga perawat yang terdapat di ruangan SP2KP
Bedah G2 Lantai II sudah mengikuti pelatihan. pengembangan diri berupa
pelatihan sangatlah penting hal ini dikarenakan dengan adanya pelatihan tenaga
kesehatan dapat mengembangakan serta meningkatkkan pengetahuan, dan
keterampilan.
26
2) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan dengan
menggunakan rumus Gillies yaitu :
A ×B ×C F
Rumus = = =H
(C – D) × E G
4,6jam/klien/hari × 40 orang/hari × 365 hari 67.160 jam/hari
H= =
(365 hari – 76 hari/tahun) × 7 jam 2.023 jam/tahun
= 33,19 orang
= 33 orang
3) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang di butuhkan
perhari,yaitu:
Rata − rata klien/hari × rata − rata jam perawat/hari
RMS =
Jumlah jam kerja/jam
40 orang/hari × 4,6 jam perawat/hari
=
7 jam
= 26 orang
27
2. Rumus Warstler
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu
dengan ketentuan menurut Warstler yaitu :
a) Proporsi dinas pagi = 47%
b) Proporsi dinas sore = 36%
c) Proporsi dinas malam = 17%
(1) Shift pagi 47% ×26 org = 12,22 (12orang)
(2) Shift sore 36% ×26 org = 9,36 (9 orang)
(3) Shift malam 17% ×26 org = 4,42 (4 orang)
3. Rumus Depkes
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan pada Ruang Gedung
SP2KP Bedah G2 Lantai II menurut Depkes (2011).
BOR Ruangan : 62,67 %
Jumlah tempat tidur : 57
Rata-rata jam perawatan : 4,6
Jam kerja perawatan/ hari : 7 jam
Kebutuhan tenaga perawat :
(BOR x Jumlah TT)𝑥 rata − rata jam perawatan
𝑛=
Jam Kerja
(62,67% x 57)𝑥 4.6
𝑛= 7 jam
164.320
= 7 jam
Faktor resiko :
jumlah hari minggu dalam 1 tahun +cuti +hari besar
n= × jumlah perawat tersedia
jumlah hari kerja efektif
54+12+14
𝑛= 𝑥 23
279
28
Jumlah tenaga perawat yang diperlukan
= tenaga yang tersedia + factor resiko
= 23 + 7 = 30 orang
Berdasarkan perhitungan menurut Gillies, maka SP2KP Bedah G2 Lt. II
membutuhkan tenaga perawat sebanyak 33 orang. Dan berdasarkan perhitungan
menurut (Depkes, 2005). Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tenaga
perawat sebanyak 30 orang. Hal ini juga sesuai hasil wawancara dengan kepala
ruangan bahwa kurangnya jumlah perawat diruangan. Dengan demikian ruangan
Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tambahan tenaga perawat dengan
total 7-10 orang perawat.
a. BOR (Bed Occupantio rate Room)
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe sebagai badan layanan umum menerima dan
memberikan pelayanan bagi peserta asuransi kesehatan seperti BPJS dan jaminan
asuransi lainya serta melayani pasien umum. Dari hasil pengkajian pasien rawat
inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II dari bulan September-November 2018
didapatkan sebagai berikut :
1) Rekapitulasi kunjungan rawat inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
Tabel 3.5 Rekapitulasi kunjungan rawat inap di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
Bulan
No Urain Total
September Oktober November
1 Total dirawat 167 211 199 577
2 Jumlah hari 1074 1075 1102 3251
rawat
3 Pasien keluar 165 209 197 571
4 Mati 2 2 2 6
2) Efisiensi pelayanan Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
a) BOR Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian BOR di ruangan pada bulan September,
Oktober dan November di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gedung SP2KP
Bedah G2 Lt. II adalah gambaran kapasitas tempat tidur Gedung SP2KP
29
Bedah G2 Lt. II yaitu tempat tidur dengan rincian pada table berikut:
Tabel 3.6 Distribusi BOR Pasien Ruangan Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II
30
Sehingga dapat di simpulkan untuk periode September-November 2018:
3251
BOR = × 100%
57 × 91 (5187)
= 62,67%
Sehingga dapat disimpulkan untuk 2 periode pada bulan September-
November 2018 BOR yang didapatkan adalah 62,67% dan menurut (Depkes,
2005) ideal untuk BOR adalah 60-85%. Dengan kategori jika <60 % tempat tidur
belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya atau kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat, sedangkan jika >85%
kemungkinan terjadi infeksi nosokomial tinggi atau menunjukkan tingkat
pemanfaatkan tempat tidur yang tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk
BOR 2 bulan terakhir di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe ruangan Gedung SP2KP
Bedah G2 Lt. II adalah 53,14% sehingga masih dikategorikan BOR belum ideal.
4. Rumus Douglas
Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan berdasarkan
klasifikasi pasien pada Ruang SP2KP Bedah G2 Lantai II
SHIFT MINIMAL PARSIAL TOTAL JUMLAH
PAGI 13 × 0.17 18 × 0.27 = 4.86 9 × 0.36 = 3.24 10.31
= 2.21
SORE 13 × 0.14 = 1.82 18 × 0.15 = 2.7 9 × 0.30 = 2.7 7.22
MALAM 13 × 0.07 = 0.91 18 × 0.10 = 1.8 9 × 0.20 = 1.8 4.51
31
G2 Lt. II membutuhkan tenaga perawat sebanyak 30 orang. Sedangkan menurut
Douglas Ruang Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tenaga perawat
sebanyak 35 orang. Hal ini juga sesuai hasil wawancara dengan kepala ruangan
bahwa kurangnya jumlah perawat diruangan. Dengan demikian ruangan Gedung
SP2KP Bedah G2 Lt. II membutuhkan tambahan tenaga perawat dengan total ±
7-12 perawat.
Masalah M1 – Ketenagaan masih kurangnya jumlah kebutuhan tenaga
perawat di Gedung SP2KP Bedah G2 Lt. II dilihat rumus Gillies dan Depkes
yaitu membutuhkan tambahan tenaga peawat dengan total ± 7-12 perawat.
32
DENAH RUANGAN SP2KP BEDAH G2 ATAS
RSUD. PROF. DR. H. OLEI SABOE
KOTA GORONTALO
N M M GUDANG B
E O
P U R E B U D
I P G A
P R R KM E H T T G
A E L U U U
I T T /W
N
I A V I L L D
T I O I A I I A
I
K M L P P N
TIM 1 2 TIM 3 E G
PI
Ruang
A RUAN TA
R C C B P NG
E E Kepala G
A O K K
GA
T N N A M F
J Ruangan T A E L A
D D JAL
A A E L R. I M L A R M UR
R R
N W L K B
A A ADMINIST PERAW A M O B
A A Q O T B S O EV
G W W RASI AT
N J E J AK
L A A I O
G G I A Y A
UA
I S S SI
A I I A
S
H H N
33
Ket :
: Kamar Pasien
U
: Nurse station
: Administrasi/ruang karu T B
: Kamar mandi/Wc
S
: Ruang perawat
: Gudang
: Ruang perawat
34
Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan Gedung SP2KP Bedah Lt
II dapat disampaikan bahwa :
a. Area Pasien
1) Pencahayaan
Pencahayaan di ruangan pasien cukup terang, namun untuk beberapa
pencahayaan dikamar pasien belum memadai karena ada beberapa lampu
yang sudah tidak berfungsi dan jendela kamar tidak terbuka untuk
mendapat pencahayaan sinar matahari.
2) Ventilasi
Keadaan ventilasi diruangan pasien terbuka, namun beberapa jendela
kamar tidak terbuka sehingga udara hanya masuk melalui lubang angin
ventilasi yang menyebabkan udara ruangan tidak segar, dan sebagian akses
tempat tidur ada yang tidak memiliki pengaman sehingga sedikit
kemungkinan untuk menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain
dari unit tidak memperhatikan privasi dimana dimasing-masing kamar
tidak memiliki tirai yang menutupi bed pasien.
3) Lantai dan Atap
Lantai keramik, bersih dan kering, serta bagian atap di Gedung SP2KP Lt
II ada sebagian yang bocor .
4) Dinding
Kuat, tidak retak, bersih.
5) Sarana air bersih : Tersedia wastafel di setiap ruangan akan tetapi sudah
tidak dapat di gunakan.
6) Pembuangan air limbah : Lancar di semua ruangan.
7) Tempat sampah medis dan non medis terpisah.
8) Terdapat 2 tempat cuci tangan diluar kamar mandi/WC pasien akan tetapi
1 tidak dapat digunakan.
9) Setiap ruang rawat pasien memiliki 1 buah colokan.
10) Gedung SP2KP Bedah Lt II memiliki kapasitas 57 tempat tidur dengan
klasifikasi : 5 tempat tidur di tiap kamar pada ruang kelas III dan 4 tempat
35
tidur di tiap kamar pada ruang kelas II, dan 1 tempat tidur tiap kamar pada
kelas 1.
1. Fasilitas untuk pasien
Tabel Daftar Inventaris Fasilitas Alat Kesehatan Pasien di Ruang
SP2KP Bedah Lt II 2018
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Stetoskop 4 buah Baik/rusak 1:1/10 Perlu di tambahkan
2. Com stainless - - - Perlu diadakan
3. Tabung O2 6 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
4. Senter - - - Perlu diadakan
5. Bak injeksi - - 2/ ruangan Perlu diadakan
13. Tensimeter 4 buah Baik/rusak 1:1/10 Perlu di tambahkan
14. Pinset anatomis 2 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
15. Pinset cirurgis 2 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
16. Gunting 1 buah Baik 2/ruangan Perlu di tambahkan
nekrotomi
17. Gunting perban - - - Perlu diadakan
18. Korentang - - - Perlu diadakan
19. Bengkok - - - Perlu diadakan
20. Suction 1 buah baik 1:1/20 Perlu di tambahkan
27. Kereta obat 3 buah Baik 3/tim -
28. Standar baskom - - - Perlu diadakan
29. Standar infuse 42 buah Baik 1:1 Perlu di tambahkan
30. Ambu bag 1 buah Rusak 1/ruangan Perlu diadakan
32. Manometer O2 6 buah Baik 2/ruangan Perlu ditambahakan
lengkap
33. Standar O2 6 buah Baik 2/ruangan -
34. Thermometer 4 buah Baik 5/ruangan Perlu di tambahkan
Sumber : Data Primer, 2018
36
Berdasarkan table fasilitas alat kesehatan di Ruangan SP2KP Bedah Lt II,
fasilitas alat kesehatan yang dibutuhkan dalam tindakan keperawatan masih
banyak yang perlu di tambahkan, seperti standar O2, dan juga alat-alat
perawatan luka yang masih banyak yang belum lengkap serta alat untuk
mengukur tanda-tanda vital seperti, tensimeter.
2. Fasilitas untuk pertugas kesehatan
Tabel Daftar Inventaris Fasilitas Alat Kesehatan Pasien di Ruang SP2KP
Bedah Lt II 2018
No Nama Ruangan Fasilitas Keterangan
1 Ruang Kepala 1 meja, 3 kursi, 1 lemari, 1 TV, Ruang kepala ruangan
Ruangan 1 AC berhadapan dengan
ruangan nurse station
2 Nurse Station 4 meja, 4 kursi, 2 telepon., 2 Nurse station di bagi
kamar mandi/WC, 1 kulkas, 2 menjadi dua ruangan
tempat sampah non medis, 1
kipas angina
3 Ruangan alat Alat-alat kesehatan yang ada Bersebalahn dengan
kesehatan diruangan nurse station
4 Ruang perawat 1 kamar tidur, 1 lemari, 1 Berhadapan dengan
kulkas nurse station
5 Ruang administrasi 1 meja, 1 komputer, 1 lemari Berhadapan dengan
nurse station
6 Ruang rapat 1 TV, 1 AC Berhadapan dengan
ruangan nurse station
Sumber : Data Primer, 2018
37
3. Daftar Inventaris Fasilitas Alat Rumah Tangga di Ruang SP2KP Bedah Lt II
2018
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1 Tempat tidur 57 Baik/rusak 1:2/3 -
2 Meja pasien 58 Baik 1:1 -
3 AC/ kipas angin 2/15 Rusak 1/ruangan Perlu diganti
4 Kursi Roda 2 Baik 2-3/ruangan -
5 Branchart 1 Baik 1/ruangan -
6 Jam dinding Tidak ada - 2/ruangan Perlu diadakan
Kls 3 = 1: 5
Kamar Mandi/
7 17 Baik Kls 2 = 1: 4 -
WC
Kls 1 = 1 : 1
8 Wastafel 11 Rusak 1/ruangan Perlu diperbaiki
9. Papan informasi 1 Baik 1/ruangan -
Ember sampah - - - Perlu di adakan
10.
pasien
11. Lemari kaca 2 buah Baik 1/ ruangan -
12. Lemari besi 1 buah Baik 1/ruangan Perlu di adakan
13. Lemari obat 2 buah Baik 2/ruangan -
14. Telepon 2 buah Baik/rusak 1/ruangan Perlu diperbaiki
15. Computer 1 buah Baik 1/ruangan -
Alat pemadam 1 buah Baik 1/ruangan -
16.
kebakaran
17. Lampu darurat - - - Perlu diadakan
Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan hasil observasi untuk kamar yang ada dalam ruangan Gedung
SP2KP Bedah Lt II, Tempat tidur 57 bed dalam kondisi baik 50 bed dan 7 bed
dalam keadaan rusak, Dan untuk fasilitas lainnya yang perlu diperbaiki dan perlu
38
diadakan seperti AC 2 tidak ada remut, kipas angin 15 rusak, wastafel 11 rusak,
jam dinding dan ember sampah tidak ada di setiap kamar pasien.
b. Administrasi Penunjang
1) Buku Injeksi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, tidak terdapat buku injeksi, hal ini sesuai dengan
standar akreditasi Rumah Sakit Prof. Dr. H. Aloei Saboe .
2) Buku observasi tanda-tanda vital
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara perawat di ruang SP2KP
bedah lt II, tidak terdapat buku tanda-tanda vital yang digunakan untuk
melakukan tanda-tanda vital pada shift pagi, sore maupun malam
karena hasil dari pemeriksaan tanda-tanda vital sudah di catat di buku
status pasien.
3) Lembar dokumentasi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, lembar dokumentasi keperawatan digunakan untuk
pencatatan pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaliuasi.
4) Buku visite
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan perawat di ruang
SP2KP bedah lt II, buku visite terdapat di ruangan dan digunakan saat
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya (dokter, gizi).
5) SPO
Berdasarkan hasil observasi di ruang SP2KP Bedah Lt II, terdapat
buku kumpulan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang digunakan
pada setiap perawat dalam memberikan tindakan keperawatan kepada
pasien.
6) SAK
Standar asuhan keperawatan yang digunakan pada ruang SP2KP
bedah lt II, dimana perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ada.
39
7) Leaflet
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara perawat di ruang SP2KP
bedah lt II, terdapat leaflet di ruangan dan diletakkan di nurse station.
Masalah pada M2 :
1. Sarana prasarana di ruang SP2KP bedah lt II belum sesuai standar
3. M3: Metode
a) M3-1
b) M3-1. Metode Asuhan Keperawatan
Tabel 3.1 Metode Asuhan Keperawatan Yang Digunakan di Ruangan
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Pengetahuan perawat 17 100 % 0 0%
mengenai model asuhan
100
keperawatan yang digunakan
diruangan
Pemahaman perawat mengenai 17 100 % 0 0%
model asuhan keperawatan
yang digunakan
Model asuhan keperawatan 16 95 % 1 5%
cocok digunakan diruangan
atau tidak
Kesesuaian model asuhan 16 95 % 1 5%
keperawatan yang digunakan
dengan visi misi ruangan
40
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Penggunaan model asuhan 12 70.5 % 5 29.4%
keperawatan menjadikan lama
hari perawatan semakin pendek 100
Terjadi peningkatan 15 88.2 % 2 11.8%
kepercayaan pasien terhadap
ruangan
Penggunaan model asuhan 8 47.0% 9 53%
keperawatan tidak menyulitkan
dan memberikan beban kerja
berat pada perawat
Penggunaan model asuhan 7 42.0% 10 58%
keperawatan tidak
memberatkan dalam
pembiayaan
Penggunaan model asuhan 6 35 % 11 65%
keperawatan mendapat banyak
kritikan dari pasien.
41
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Terlaksana komunikasi 16 95 % 1 5%
yang adekuat antara
100
perawat dan tim kesehatan
lain
Kontinuitas rencana 16 95 % 1 5%
keperawatan terlaksana
Perawat menjalankan 14 82 % 3 18%
kegiatan sesuai tupoksi
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 17 orang perawat ada sebanyak 95%
perawat yang mengatakan telah terlaksana komunikasi yang adekuat antara
perawat dan tim kesehatan lain, dan sebanyak 1 % mengatakan tidak. Sebanyak
95 % perawat mengatakan kontinuitas rencana keperawatan sudah terlaksana, dan
sebanyak 1 % mengatakan tidak. Ada 82 % perawat yang mengatakan sudah
menjalankan kegiatan sesui tupoksi dan sebanyak 18 % yang tidak.
42
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa dari 17 orang perawat ada sebanyak 70.5 %
perawat yang mengatakan Job Description (uraian pekerjaan/tugas-tugas) sudah
jelas, namun ada sebanyak 29.5% mengatakan yang tidak. Dan semua perawat
mengatakan tugas-tugasnya sudah sesuai dengan model asuhan keperawatan
diruangan, serta semua perawat mengatakan sudah mengetahui kondisi pasien
dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di ruangan Bedah Lt 2 RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe pada tanggal 25-27 Desember 2018 didapatkan bahwa
metode asuhan keperawatan yang digunakan diruangan adalah Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) dengan metode tim. Metode ini
sudah diterapkan sejak tahun 2016. Di ruangan ini terdapat 1 orang kepala ruangan
dan 3 tim pelaksana pelayanan dimana masing-masing tim dipimpin oleh 1 orang
ketua tim. Tim 1 terdiri dari 8 orang perawat pelaksana, tim 2 terdiri dari 6 orang
perawat pelaksana, dan tim 3 terdiri dari 5 orang perawat pelaksana. Selain itu,
diruangan sudah terjalin kerjasama yang baik antara ketua tim dan anggota tim
(perawat pelaksana) serta antara sesama ketua tim dalam hal memberikan
pelayanan keperawatan pada pasien. Selain itu, di ruangan ini juga sudah ada
pembagian perawat shift pagi, shift sore, dan shift malam.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap
kepala ruangan bahwa penerapan metode SP2KP sudah berjalan dengan lancar,
dimana perawat sudah menjalankan tugas sesuai dengan tupoksinya masing-
masing baik sebagai ketua tim maupun sebagai perawat pelaksana di masing-
masing shift dinas baik pagi,siang maupun malam.
43
Tabel 3.5 Operan Shift dan Timbang Terima
Jawaban
Pernyataan Ya Presentase Tidak Presentase Total
(%)
Pelaksanaan timbang 17 100 % 0 0%
terima sudah dilakukan
diruangan
Pelaksanaan timbang 8 47 % 9 53%
terima dilaksanakan tepat
waktu
Timbang terima dihadiri 10 59 % 7 41%
oleh semua perawat yang 100
berkepentingan
Kegiatan timbang terima 17 100% 0 0%
didampingi oleh
penanggung jawab
Perawat mengetahui 17 100% 0 0%
persiapan
dalam pelaksanaan
operan/timbang terima
Perawat mengetahui hal-hal 17 100% 0 0%
yang harus dilaporkan pada
kegiatan timbang terima
Ada buku khusus untuk 11 65% 6 35%
mencatat hasil laporan
timbang terima
Ada kesulitan dalam 5 29% 12 71%
mendokumentasikan
laporan timbang terima
Ada interaksi antara 16 95% 1 5%
perawat dengan pasien saat
timbang terima
Perawat mengetahui teknik 16 95% 1 5%
pelaporan timbang terima
saat berada didepan pasien
Perlu waktu yang lama 10 59% 7 41%
untuk mengunjungi pasien
saat timbang terima
44
Perawat tahu mengenai 17 100% 0 0%
persetujuan tertulis saat
penerimaan timbang terima
Perawat dievaluasi 9 53% 8 47%
kesiapannya oleh kepala
ruangan sebelum timbang
terima
45
- Ada sebanyak 53% perawat yang mengatakan selalu dievaluasi kesiapannya
oleh kepala ruangan sebelum melakukan timbang terima dan yang mengatakan
tidak dievaluasi ada sebanyak 47%.
Menurut hasil wawancara terhadap 10 perawat diruangan, bahwa timbang
terima sudah dilakukan diruangan setiap kali pergantian shift dinas, yakni setiap
shift pagi ,sore, dan malam. Kegiatan operan/ timbang terima ini didampingi
oleh penanggungjawab baik kepala ruangan maupun ketua tim.Sebagian besar
perawat mengatakan pelaksanaan operan shift/timbang terima diruangan tidak
tepat waktu atau tidak sesuai dengan waktu pergantian shift dinas, serta tidak
semua perawat yang berkepentingan hadir diwaktu tersebut.
Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan pada 10 perawat
shift pagi, sore, dan malam di Ruangan SP2KP Bedah Lt 2 Rumah Sakit Prof.
Dr.H. Aloei Saboe pada tanggal 25-27 Desember 2018 didapatkan bahwa
pelaksanaan operan shift/ timbang terima masih belum optimal, karena belum
sesuai dengan standar operasional prosedur pelaksanaan timbang terima yang
ada di rumah sakit. Pelaksanaan timbang terima belum terstruktur seperti yang
ada di SOP, dimana masih banyak hal-hal yang tidak dilakukan oleh perawat
saat melakukan timbang terima seperti membuka kegiatan dengan salam,
menyebutkan tanggal pasien masuk rumah sakit, lama hari perawatan, keluhan
pasien, intervensi keperawatan yang sudah dilakukan dan rekomendasi
intervensi keperawatan yang perlu dilakukan, serta klarifikasi penjelasan dari
perawat shift sebelumnya ke perawat shift selanjutnya. Fokus pelaporan timbang
terima yang dilakukan oleh perawat diruangan hanya pada rencana terapi dan
rencana pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien. Pada operan
shift pagi dihadiri oleh kepala ruangan, ketua tim dan perawat yang bertugas.
Tetapi untuk operan shift sore dan malam hanya dihadiri oleh perawat yang
bertugas saja. Namun terkadang operan sudah dilakukan walaupun perawat yang
bertugas belum semuanya hadir. Pelaksanaan operan shift yang dilakukan
diruangan tidak tepat waktu terutama untuk operan shift malam, biasanya
terlambat dari waktu pergantian shift seharusnya, yakni dilakukan pada pukul
21.30. Dan pada saat operan shift tidak semua perawat yang bertugas hadir.
46
Sementara perawat lainnya yang bertugas pada shift malam hadir tidak pada
jam/waktu pergantian shift yang seharusnya.
Berdasarkan teori yang dismpaikan oleh (Nursalam 2015) hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan timbang terima antara lain :
1. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian sift
2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas
4. Informasi yang disampaikan harus akurat singkat sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5. Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa ada kesenjangan antara teori dan
aplikasi pelaksanaan timbang terima di ruangan sehingga diangkat masalah
berupa pelaksanaan timbang terima yang kurang optimal terkait isi pelaporan
timbang terima dan kehadiran perawat saat kegiatan timbang terima.
d) M3-3 : Ronde
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Ruangan
mendukung
adanya kegiatan 11 64,7 6 35,2 100
ronde
keperawatan
Perawat
mengerti tentang
17 100 0 0 100
ronde
keperawatan
Pelaksanaan
ronde
keperawatan di 11 64,7 6 35,2 100
ruangan sudah
optimal
Ronde
keperawatan
di;aksanakan 10 58,8 7 41,1 100
rutin satu bulan
sekali
Keluarga pasien
mengerti tentang
9 52,9 8 47 100
adanya ronde
keprawatan
47
Apakah tim
dalam
pelaksanaan
10 58,8 7 41,1 100
kegiatan ronde
keperawatan
telah dibentuk
Tim yang
dibentuk telah
mampu
9 52,9 8 47 100
melaksanakan
kegiatan ronde
dengan optimal
48
tersebut mendukung kegiatan ronde tetapi belum pernah dilakukan ronde
dikarenakan lama rawat pasien diruangan rata-rata selama ± 3 hari dan kurangnya
ketersediaan waktu dari perawat untuk melakukan ronde. Namun apabila ada
mahasiswa yang melakukan ronde diruangan KARU, KATIM dan PA akan ikut
serta dalam pelaksanaan ronde tersebut. Untuk pelaksanaan ronde telah di
jadwalkan dalam sebulan ±1 kali ,diadakan ronde tetapi hanya berupa perencanaan
saja, tetapi sudah dibentuk tim untuk pelaksanaan ronde.
Ini berarti didapatkan masalah bahwa pelaksanaan ronde belum berjalan
secara optimal.
Ronde adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, dan perawat assosiate
yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan. Ronde mempunyai
tujuan untuk menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berprikir kritis
(Nursalam,2015).
Karakteristik ronde antara lain :
1. Pasien dilibatkan langsung
2. Pasien merupakan focus kegiatan
3. PA, PP, dan Konselor melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreativitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah
Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat
mengetahui
16 94,1 1 5,8 100
tentang
sentralisasi obat
49
ruangan perawat
ini terdapat 9 52,9 8 47 100
sentralisasi obat
Sentralisasi obat
yang ada sudah
9 52,9 8 47 100
dilaksanakan
secara optimal
Ruangan perlu
diadakan 13 76,4 4 23,5 100
sentralisasi obat
perawat pernah
diberi wewenang
9 52,9 8 47 100
dalam urusan
sentralisasi obat
Ada format
daftar pengadaan
tiap-tiap macam
obat (Oral-
Injeksi- 15 88,2 2 11,7 100
Supositosia-
Infus-Insulin-
Obat gawat
darurat
50
Insulin-Obat gawat darurat” dari 17 responden yang menyatakan Ya berjumlah 15
responden dengan presentase 88,2% dan yang menyatakan Tidak berjumlah 2
responden dengan presentase 11,7%
Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
7 41,1 10 58,8 100
Dari tabel diatas menunjukan bahwa dari 17 responden yang menyatakan ada
format persetujuan sentralisai obat dari pasien/keluarga pasien” berjumlah 7
responden dengan presentase 41,1 % dan 10 responden yang menyatakan tidak
dengan presentase 58,8%
Pertanyaan Jawaban
Total (%)
(Question) Ya Presentase Tidak Presentase
ruangan terdapat
ruangan khusus
10 58,8 7 41,1 100
untuk sentralisasi
obat
perawat
memisahkan
kepemilikan 14 82,3 3 17,6 100
antar obat-obat
pasien
perawat
memberi
etiket dan
17 100 0 0 100
alamat pada
obat-obat
pasien
51
14 responden dengan presentase 82,3% dan menyatakan Tidak berjumlah 3
responden dengan presentase 17,6%, untuk pernyataan ketiga di dapatkan hasil 17
responden yang menyatakan “perawat memberi etiket dan alamat pada obat-obat
pasien” dari 17 responden dengan presentase hasil 100%
52
ke apotik, apotik ke perawat, perawat ke pasien untuk obat minum. Akan tetapi alur
tersebut akan berbeda pada shift sore dan malam. Dengan alur dari dokter ke
perawat, perawat ke keluarga pasien, keluarga pasien ke perawat, perawat ke pasien
untuk obat minum, ini di karenakan keterbatasan tenaga dari bagian apotik. Untuk
pasien yang tidak menggunakan jaminan atau (pasien umum) penyimpanan obat
diserahkan ke keluarga untuk menghindari kesalahan pemakaian obat. Untuk alur
penerimaan obat Belum ada format persetujuan sentralisasi obat dari pasien. Dan
kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sentralisasi obat belum optimal
seperti obat-obatan high alert, tempat penyimpanan obat oral, obat injeksi yang
masih tercampur, suposutoria, dan cairan infus
Dari hasil observasi dan wawancara di dapatkan masalah yang ada di ruang
SP2KP Bedah lantai II , yaitu pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal, dan
kurangnya kelengkapan sarana prasarana pendukung sentralisasi obat, serta belum
ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien
f) M3-5 : Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan
peningkatan kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif
(Nursalam, 2014).
Supervisi merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan
pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang
ditetapkan. Supervisi tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari
kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang
mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada pencapaian
atau keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang belum terpenuhi.
Untuk menjadi supervisor yang baik diperlukan kompetensi yang harus
dimiliki dalam melaksanakan supervisi.
53
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat mengerti
17 100 0 0 100
tentang supervisi
Perawat pernah
mendapatkan
pelatihan dan 4 23.6 13 76,4 100
sosialisasi tentang
supervisi
Supervisi pernah
dilakukan diruangan
13 76.4 4 23.6 100
jika iya berapa kali
supervisi dilakukan
Perawat tahu alur
supervisi yang ada di 11 64.7 6 35.3 100
ruangan
Ada format baku
untuk supervisi setiap 17 100 0 0 100
tindakan
Format supervisi
sudah sesuai standar 16 94.1 1 5.89 100
keperawatan
Alat untuk supervisi
tersedia secara 14 82.3 3 17.7 100
lengkap
Hasil supervisi di
sampaikan kepada 16 94,1 1 5.89 100
perawat
54
Ada umpan balik dari
supervisor untuk 14 82.3 3 17.7 100
setiap tindakan
Perawat puas dengan
13 76.4 4 23.6 100
hasil umpan balik
Ada tindak lanjut
untuk setiap hasil 14 82.3 3 17.7 100
supervisi
Perawat
menginginkan
perubahan untuk
setiap tindakan 16 94.1 1 5.89 100
dengan hasil
perbaikan dan
supervisi
55
- 82.3% perawat mengatakan alat instrumen untuk supervisi sudah tersedia
secara lengkap dan ada 17.7% perawat mengatakan alat instrumen untuk
supervisi belum tersedia secara lengkap
- 94,1% perawat mengatakan hasil supervisi disampaikan kepada perawat
dan ada 5.89 perawat mengatakan hasil supervisi belum disampaikan
kepada perawat
- 82.3% perawat mengatakan ada umpan balik dari supervisor untuk setiap
tindakan dan 17.7% mengatakan tidak ada umpan balik dari supervisor
untuk setiap tindakan
- 76.4% perawat mengatakan puas dari hasil dari umpan balik tersebut
- 82.3% perawat mengatakan ada tindak lanjut untuk setiap supervisi dan ada
17.7% mengatakan tidak ada tindak lanjut untuk setiap supervisi
- 94.1% mengatakan menginginkan perubahan untuk setiap tindakan sesuai
dengan hasil perbaikan dan supervisi 5.89 mengatakan tidak menginginkan
perubahan untuk setiap tindakan sesuai dengan hasil perbaikan dan
supervisi
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Desember 2018, didapatkan
bahwa perawat mengerti tentang supervisi dan mempunyai format untuk
supervisi dan juga kegiatan supervisi sudah diterapkan di Ruangan Gedung
Rawat Inap Lt II. Yaitu dari kepala ruangan ke katim dan ke perawat
pelaksana. Sebagian perawat sudah perna melakukan pelatihan dan
sosialisasi tentang supervisi dan juga sebagian perawat belum perna
mengikuti pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi.
- Masalah M3-5 :
Kurangnya program pelatihan atau sosialisasi tentang supervisi di
Gedung SP2KP Bedah Lt.II
56
g) M3-6 : Penerimaan Pasien Baru.
Jawaban
Pernyataan Total (%)
Ya Presentase Tidak Presentase
Perawat bersedia
17 100 0 0 100
melakukan PPB
Sudah ada
pembagian tugas 12 70,5 5 29,5 100
tentang PPB
Sudah ada
pemberian brosur /
8 47,1 9 52,9 100
leaflet saat
melakukan PPB
Setiap melakukan
PPB perawat
17 100 0 0 100
melakukan
pendokumentasian
57
Berdasarkan hasil observasi di dapatkan untuk tahap penerimaan pasien
baru perawat hanya menunjukan kamar atau tempat tidur pasien, dan perawat
bersama kariyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur ( apabila pasien
datang dengan brangkar atau kursi roda ) di berikan posisi yang nyaman, serta
perawat menyerahkan lembar informed pelaksanaan tindakan keperawatan.
Penjelasan mengenai penerimaan pasien baru Dijelaskan seperti struktur dibawah
sbb.
58
ALUR PASIEN MASUK
Ruang SP2KP G2 Lt.II
Kota Gorontalo
Administrasi
1) Mengisi registrasi Pekarya
2) Pengurusan jaminan perawat Pasien masuk 1) Layanan Umum
(selambat-lambatnya 3x24 2) Layanan Operasional
jam)
Perawat Associate
Implementasi sesuai rencana yang dibuat oleh ketua tim
/leader/penanggung jawab shift
59
h) M3-7 : Discharge Planning
Jawaban Total
Pernyataan
Ya Presentase Tidak Presentase (%)
Perawat mengerti tentang
16 94.1 1 5.9 1k00
perencanaan pulang
Perawat hanya
memberikan informasi 7 41.2 10 58.8 100
tentang penyakit pasien
Perawat bersedia
melakukan perencanaan 15 88.2 2 11.8 100
pulang
Perawat melakukan HE
15 88.2 2 11.8 100
saat pasien masuk RS
pembagian tugas tentang
11 64.7 6 35.3 100
perencanaan pulang
pembagian tugas yang
jelas tentang perencanaan
10 58.8 7 41.2 100
pulang oleh kepala
ruangan
Pemberian brosur/leaflet
saat melakukan 8 47.1 9 52.9 100
perencanaan pulang
Menggunakan bahasa
Indonesia saat melakukan
12 70.6 5 29.4 100
perencanaan pulang
kepada pasien
Menggunakan teknik
lisan dalam melakukan 12 70.6 5 29.4 100
perencanaan pulang
Bahasa yang perawat
gunakan dalam
melakukan perencanaan 14 82.4 3 17.6 100
pulang mudah dipahami
oleh pasien
Setiap selesai melakukan
perencanaan pulang,
14 82.4 3 17.6 100
perawat melakukan
pendokumentasian
60
dari kuesioner sebanyak 64.7% mengatakan bahwa sudah ada pembagian tugas
tentang perencanaan pulang dan sebanyak 58.8% mengatakan sudah ada
pembagian tugas yang jelas tentang perencanaan pulang oleh kepala ruangan.
Selain itu sebanyak 52.9% mengatakan tidak memberikan brosur/leaflet saat
melakukan perencanaan pulang.
Pada saat perencanaan pulang, sebanyak 70.6% mengatakan selalu
menggunakan bahasa Indonesia dengan teknik lisan dalam melakukan
perencanaan pulang dan bahasa yang digunakan oleh responen dapat dipahami
oleh pasien. Saat selesai melakukan perencanaan pulang, sebanyak 82.4%
responden melakukan pendokumentasian dan sebanyak 17.6% tidak
melakukan pendokumentasian.
Dari hasil wawancara yang kami lakukan pada tanggal 25 Desember
s/d 27 Desember 2018 didapatkan bahwa Discharge Planning di Ruangan
SP2KP Bedah Lt II dari 5 responden, sebanyak 5 rensponden sudah dilakukan
dengan lisan ataupun tulisan baik berupa memberikan pendidikan kesehatan
tentang prilaku hidup sehat, pola makan yang teratur, makanan-makanan yang
harus dihindari yang berhubungan dengan penyakit klien dan patuh minum
obat untuk mengurangi kekambuhan penyakit klien. Klien juga diberikan
pendidikan kesehatan tentang terapi kesehatan mandiri yang dapat dilakukan
berhubungan dengan diagnosa keperawatan klien.
Berdasarkan hasil observasi Discharge planning ini dilakukan saat
pasien menjelang pulang, dan yang menjadi kekurangan dari hasil observasi
kami adalah discharge planning ini tidak disertai dengan brosur atau leaflet
yang diberikan kepada pasien. Selain itu penjelasan discharge planning saat
pasien masuk RS belum optimal atau belum dijelaskan kepada pasien.
61
format
pendokumentasian
yang baku di
ruangan
Perawat sudah
mengerti cara
17 100 0 0 100
pengisian format
dokumentasi
Format yang
digunakan dapat
membantu
perawat dalam 17 100 0 0 100
melakukan
pengkajian pada
pasien
Perawat sudah
melaksanakan
pendokumentasian 17 100 0 0 100
dengan tepat
waktu
Model
dokumentasi yang
digunakan dapat 10 58.8 7 41.2 100
menambah beban
kerja perawat
Model
dokumentasi yang
digunakan ini 9 52.9 8 47.1 100
menyita banyak
waktu perawat
62
pendokumentasian yang baku. Responden juga sudah mengerti cara pengisian
format dokumentasi dengan benar dan dilaksanakan tepat waktu. Sebanyak
58.8% responden mengatakan bahwa model dokumentasi yang digunakan
dapat menambah beban kerja dan 52.9% menyita banyak waktu bagi
responden.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari tanggal 25
Desember s/d 27 Desember 2018 yang didapatkan Pendokumentasian yang
berada di Gedung SP2KP Bedah Lt II adalah system dokumentasi CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) dengan model
pendokumentasian menggunakan format SOAP (Subjek, Objektif, Assesment,
Planing). Ruangan menggunakan NANDA NOC NIC dalam hal
pengangkatan diagnosa keperawatan, tujuan yang diharapkan serta rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Hasil observasi diperoleh model pendokumentasian perawat di
ruangan dilakukan setelah perawat ruangan melakukan hand over/timbang
terima. Hasil perkembangan pasien pada shift pagi dicatat oleh perawat shift
sore dan begitupula untuk perkembangan pasien pada shift sore
didokumentasikan oleh perawat shift malam.
Pengkajian keperawatan juga dilakukan secara sistem head to toe.
Sistem pendokumentasian yang dilakukan masih secara manual. Catatan
keperawatan berisikan pengkajian fisik, catatan mandiri perawat, catatan
perkembangan, hasil TTV. Dokumentasi keperawatan di Gedung SP2KP
Bedah Lt II dilaksanakan segera setelah pasien masuk diruangan. Namun
untuk pengkajian ada beberapa item yang tidak dilakukan pengisian secara
lengkap seperti pemeriksaan fisik.
Tabel 3. Uraian lembar dokumentasi di Gedung Rawat Inap Lt II
No Format Pengkajian Sumber
1 Bukti pelayanan rawat inap Admnistrasi
2 Lembar tagihan Administrasi
3 Ringakasan masuk dan keluar Perawat
4 Pengkajian keperawatan Perawat
63
5 Pengkajian dokter Dokter
6 Resume medis Dokter
7 Kardeks dan grafik Perawat
8 Tindakan keperawatan Perawat
9 Resume keperawatan Perawat
10 Chek list discharge planing Perawat
11 Pemberian pendidikan kesehatan Perawat
pasien/keluarga interdisiplin
12 Daftar semua jenis obat yang dipakai / Dokter
catatan pemberian obat
13 Formulir keinginan pasien memilih DPJP Perawat
Asuhan gizi
14 Lembar hasil pemeriksaan laboratorium Dokter gizi
15 Lembar hasil pemeriksaan radiologi Dokter
endoscopi SC scan patologi anatomi
16 EKG Dokter
17 Informed consen Perawat
18 Lembar transfuse Perawat
4. M4- Money
64
SP2KP Bedah sudah cukup yaitu terdapat uang Gaji dan Jasa berlaku sesuai
golongan yang ditransfer ke rekening perawat. Selain itu dikhususkan untuk
pendanaan fasilitas kesehatan bagi petugas bisa diberikan setiap 2 hari sekali seperti
masker, handscoon dan alkohol yang termasuk APD perawat, serta untuk tunjangan
perawat memiliki BPJS. Sedangkan, untuk fasilitas kesehatan bagi pasien itu di
tanggung oleh BPJS untuk pasien yang mempunyai jaminan kesehatan, dan untuk
pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan di hitung umum dan biaya di
tanggung oleh pasien itu sendiri.
Adapun rincian pembiayan rawat inap bagi pasien itu sendiri sesuai PERDA
2017 sebagai berikut :
No. Jenis Tindakan Tarif Kelas I Tarif Kelas II Tarif Kelas III
1. Visite Rp. 39,600 Rp. 30,800 Rp. 23,100
2. Rawat Bersama Rp. 39,600 Rp. 30,800 Rp. 23,100
3. Ivfd Rp.47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,700
4. Ngt Rp. 103,900 Rp.79,900 Rp. 59,900
5. Kateter Rp. 47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,700
6. Nebulizer Rp. 103,900 Rp. 79,900 Rp. 59,900
7. Rawat Luka Rp. 154,200 Rp. 103,900 Rp. 11,700
8. Aff Hecting Rp. 318,700 Rp. 265,600 Rp. 199,200
9. Aff Drain Rp. 103,900 Rp. 79,900 Rp. 59,900
10. Transfuse Rp. 47,000 Rp. 36,200 Rp. 27,100
11. Oksigen/Tabung Rp. 9,900 Rp. 9,900 Rp. 9,900
12. Self Care Rp. 14,200 Rp. 11,800 Rp. 8,800
13. Partial Care Rp. 33,500 Rp. 27,900 Rp. 20,900
14. Total Care Rp. 52,800 Rp. 44,000 Rp. 33,000
Sumber : Data Primer 2018
65
- PNS Sesuai golongan
- Honorer S1 Ners Rp. 850.000 /bulan
- Honorer D3 Rp. 800.000 /bulan
- jaga malam perawat Rp. 35.000 /malam
- jasa perbulan untuk perawat Rp. 1.000.000 – 2.500.000/bulan
Bedasarkan tabel diatas bahwa jumlah gaji PNS tetap di sesuaikan dengan
golongan, untuk honorer S1 sebesar Rp. 850.000 /bulan dan D3 sebesar
Rp.800.000/ bulan, jaga malam Rp. 35.000 /malam adapun uang jasa perawat
biasanya mendapatkan Rp. 1.000.000 – 2.500.000/bulan.
5. M5: Marketing dan Mutu (Kualitas Pelayanan Keperawatan)
Marketing atau pemasaran merupakan salah satu langkah pengumpulan data
yang dilakukan untuk pengelolaan Manajemen di suatu Rumah Sakit. Ruangan
SP2KP Bedah Lantai II RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo telah
menerapkan upaya penjaminan mutu perawatan pasien dimana terdapat
beberapa aspek penilaian penting diantaranya yaitu :
Patient safety
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk mengukur
dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil lembar observasi penerapan International
Patient Safety Goals yang dibagi dalam 6 sasaran didapatkan bahwa:
a. Sasaran I: Ketepatan identifikasi pasien
Berdasarkan hasil observasi di ruangan SP2KP Bedah Lantai II didapatkan
bahwa ketepatan identifikasi pasien masih menggunakan data pasien yang
didapatkan dari buku laporan dan hasil operan antar shift seperti nama pasien,
diagnosa, dan tindakan yang sudah maupun akan dilakukan. Saat
pengidentifikasian pasien perawat hanya mengidentifikasi menggunakan nama
pasien saja. Di ruangan SP2KP bedah lantai II sudah diterapkan penggunaan
gelang pasien untuk mengetahui identitas pasien secara tepat dan akurat dalam
66
mengenal pasien serta melakukan tindakan keperawatan yang sudah di pasang
dari UGD.
Menurut (Nursalam, 2015) Ketepatan identifikasi pasien meliputi standar
berikut :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis (lihat juga).
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau
prosedur
5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
b. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
Berdasarkan hasil observasi di ruangan Bedah peningkatan komunikasi
yang efektif oleh perawat di ruangan SP2KP Bedah sudah dilakukan dengan
baik namun masih dibutuhkan peningkatan komunikasi yang lebih efektif .
Rata-rata perawat sudah baik dalam menjalin komunikasi baik dengan pasien
maupun dengan keluarga pasien. Dalam hal pencatatan instruksi dengan
menggunakan tehnik SBAR (Situations, Background, Assessment,
Recommendation). Tidak ada masalah dengan komunikasi perawat di ruang
SP2KP Bedah lantai II
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi.
proses komunikasi efektif artinya proses dimana komunikator dan komunikan
saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua
orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan.
Sederhananya, komunikasi efektif adalah proses komunikasi dimana
komunikan mengerti apa yang disampaikan dan melakukan apa
yang komunikator inginkan.
67
Menurut (Nursalam, 2015) Peningkatan komunikasi yang efektif dapat
dilakukan dengan beberapa cara :
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung paraktik yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melaui telepon
Pada ruangan SP2KP Bedah Lantai II diperlukan pertemuan dengan
perawat diruangan untuk membahas peningkatan komunikasi yang lebih
efektif. Hal ini diperlukan karena komunikasi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan keamanan pasien dan membuat pasien nyaman karena perawat
mengetahui keadaan pasien. Tujuan komunikasi antar petugas medis harus tepat
waktu, akurat, lengkap, tidak ambigu dan dipahami penerima pesan,
komunikasi efektif di rumah sakit. Ada dua jenis komunikasi yang dapat
dilakukan di RS yakni, SBAR dan TBaK. SBAR (Situation, Background,
Assesment dan Reccomendation) adalah komunikasi lisan pada saat serah
terima pasien dan pelaporan hasil kritis. Sedangkan TBaK (Tulis, Baca dan
Konfirmasi) adalah tehnik komunikasi lisan menggunakan telpon dengan
menulis, membaca ulang dan melakukan konfirmasi pesan yang diterima oleh
penerima pesan. Prosedur tersebut penting untuk jejak medis pengobatan pasien
selama dirawat di RS sehingga tidak terjadi delay treatment.
68
resiko tinggi (High-alert) di ruangan tidak memiliki tempat penyimpanan yang
aman/ area yang dibatasi. Hal ini dipengaruhi oleh tidak tersedianya tempat
penyimpanan obat High-alert di ruangan SP2KP Bedah Lantai II.
Menurut (Nursalam, 2015) Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (High-alert medication) yakni :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengatur identifikasi,
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada diunit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit pelayanan pasien diberi label
yang jelas dan disimpan dengan cara membatasi akses ( restrict acces)
Petugas medis perlu waspada ketika menggunakan obat dengan high alert
karena obat tersebut berbahaya jika tidak tepat penggunaannya yang bisa
menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Penempatan obat kategori high alert
harus disimpan didalam kotak yang diberi tanda dan dalam pemberiannya
harus divalidasi oleh dua orang yang berbeda supaya tidak salah.
d. Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur ,tepat pasien operasi.
Berdasarakan hasil observasi di ruangan SP2KP Bedah lantai II setiap
tindakan yang dilakukan oleh perawat sudah tepat namun ada beberapa tindakan
yang belum maksimal dilakukan seperti pemakaian APD dalam melakukan
prosedur tindakan, untuk proses penandaan lokasi operasi di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboei mengginakan tanda “O” . Pada ruangan bedah diperlukan SOP
tambahan untuk ruangan yang bertujuan untuk meminimalisir kesalahan dalam
melakukan tindakan invasif.
Menurut (Nursalam, 2015) Kepastian Ketepatan Lokasi, tepat prosedur,
tepat pasien operasi yakni :
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenal untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan.
69
2. Rumah sakit menggunakan suatu ceklis atau proses lain untuk melakukakn
verifikasi praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang perlukan tersedia, tepat/benar dan
fungsioanal.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur sign in (sebelum induksi), sebelum insisi/time-out tepat sebelum
dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan dan sign out (Sebelum
meninggalkan kamar operasi)
e. Sasaran V : Pengurangan Resiko Infeksi terkait pelayanan kesehatan
Berdasarkan hasil observasi di ruangan SP2KP bedah lantai II terlihat setiap
tindakan yang dilakukan sudah terdapat pencegahan mengurangi resiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, tetapi untuk hand hygine di ruangan SP2KP Bedah
Lantai II belum optimal dilakukan hand hygiene sesuai five moment dan cuci
tangan 6 langkah. Perawat hanya sering mencuci tangan pada 2 waktu saja yaitu
sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik. Perawat selalu
menggunakan masker dan handscoen saat akan melakukan tindakan. Diruangan
SP2KP Bedah lantai II pengurangan resiko infeksi ini juga belum diterapkan
pada pengunjung seperti pemberitahuan terkait resiko infeksi. Hal ini dapat
dilihat dari tidak terdapatnya poster maupun papan pemberitahuan terkait
pencegahan terhadap infeksi dan juga tidak tersedianya handrub pada masing-
masing kamar perawatan.
70
f. Sasaran VI : Pengurangan resiko pasien jatuh
Berdasarkan hasil wawancara 4 perawat mengatakan bahwa untuk pasien
resiko jatuh dilakukan assesment terhadap resiko jatuh dan akan diberi identitas
dengan gelang kuning dan dari data register tidak terdapat pasien jatuh selama
3 bulan terakhir (September-November). Begitu pula dengan hasil observasi
yang dilakukan sejak hari senin tanggal 24 Desember tidak ditemukan pasien
jatuh. Tempat tidur pasien sudah dilengkapi dengan tiang pembatas, tetapi ada
7 tempat tidur yang tidak memiliki tiang pembatas. Rumah sakit juga
menyediakan gelang untuk mengidentifikasi pasien resiko jatuh.
Menurut (Nursalam, 2015) Pengurangan resiko pasien jatuh dapat
dilakukan dengan:
1. Rumah sakit menerapkan proses assessment awal resiko pasien jatuh dan
melakukan pengkajian ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil assessment dianggap beresiko
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya baik tentang keberhasil penurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak sengaja.
4. Kebijakan dan atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan dari
resiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit.
Di ruang SP2KP Bedah masih diperlukan perhatian terhadap pasien
dengan resiko jatuh sehingga tindakan dalam pengurangan resiko jatuh masih
diperlukan seperti pemberitahuan kepada pihak keluarga untuk menggunakan
pengaman selama pasien dirawat atau saat pasien ditinggalkan dan cara turun
dari tempat tidur untuk pasien dengan resiko jatuh saat bangun dari tempat tidur.
Ada 3 kriteria resiko rawat inap di sebuah rumah sakit :
1. Tidak beresiko
2. Resiko rendah
3. Resiko tinggi
Untuk mengurangi resiko jatuh rumah sakit biasanya melakukan penilaian
pasien sejak awal dengan menggunakan 2 jenis formulir humpty dumpty (untuk
71
pasien anak) dan formulir morse fall scale (untuk pasien dewasa). Selain itu
untuk menangani pasien dengan resiko jatuh tinggi ruangan perawatan dapat
menandai dengan warna gelang kuning, memasang tanda yang ditempel di pintu
masuk kamar dan ranjang, memposisikan ranjang di posisi rendah, memasang
hand rel, menjaga penerangan, serta menggunakan alat bantu seperti tongkat.
72
Berdasarkan hasil data laporan register ruangan SP2KP Bedah lantai II
selama 3 bulan terakhir tidak ditemukan
4) ILO (Infeksi Luka Operasi)
Berdasarkan data laporan register Ruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan bahwa tidak terdapat angka kejadian infeksi luka operasi selama
3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil observasi juga tidak didaptkan adanya
infeksi pada luka operasi.
5) ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Berdasarkan data laporan register Ruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan bahwa tidak terdapat angka kejadian Infeksi Saluran Kemih
akibat INOS (infeksi nosokomial) selama 3 bulan terakhir. Berdasarkan
hasil observasi didapatkan 2 orang pasien menggunakan kateter. Dari 2
orang tidak terdapat infeksi saluran kemih.
6) Kematian pasien :
Berdasarkan data yang diperoleh dari bulan September-November
2018 NDR (Net Death Rate) diruang SP2KP Bedah Lantai II didapatkan 2
pasien meninggal setiap bulan selama September-November, sedangkan
jumlah pasien keluar (Hidup+Mati) adalah 577 pasien. Dapat dilihat dari
tabel sebagai berikut :
73
Adapun menurut (DEPKES RI 2005) ideal untuk NDR yaitu standar
<4.5 %, semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit berarti mutu
pelayanannya semakin baik, sedangkan diruang SP2KP Bedah Lantai II
didapatkan rata-rata ideal untuk NDR adalah 3,2%, sehingga untuk ruang
SP2KP Bedah RSUD Prof. Dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo tergolong
kategori Rendah.
a. Indikator mutu
1) Tingkat Kepuasan Pasien
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting
dan menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat
adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
pelayanan kesehatan harus dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan masyarakat agar dapat mencapai kepuasan masyarakat.
Sebab, apabila jika tenaga kesehatan tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan masyarakat akan menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat yang mengakibatkan kesetiaan
masyarakat akan suatu pelayanan menjadi luntur.
Berikut mengenai kepuasan pasien terhadap kinerja perawat.
Pelaksanaan evaluasi menggunakan kuesioner yang berisi 25
pertanyaan berbentuk pertanyaan pilihan (Nursalam, 2015).
Pertanyaan pilihan mencakup pemberian penjelasan setiap prosedur
tindakan dan sikap perawat selama memberikan asuhan
keperawatan. Dari hasil kuesioner tentang kepuasan pasien terhadap
pelayanan perawat yang dibagikan kepada 10 responden didapatkan
jawaban 75,6% puas dengan pelayanan perawat, 14% merasa tidak
puas dan 10,4% sangat puas.
2) Kenyamanan pasien
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 25 desember
2018 terhadap 10 responden didapatkan responden mengeluh nyeri
dengan skala nyeri ringan (1-3) sebanyak 6 responden, skala nyeri
74
sedang (4-6) sebanyak 3 respnden, dan dengan skala nyeri berat (7-
10) sebanyak 1 respponden. Klien dengan nyeri berat mengalami
keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Dan responden dengan
skala ringan dan sedang, nyeri hanya mengganggu aktivitas makan
dan minum klien.
3) Kecemasan Pasien
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dari Skala
Peringkat Kecemasan Diri Zung Self pada 10 responden didapatkan
9 responden normal/tidak cemas dan 1 responden (10%) yang
mengalami kecemasan ringan.
4) Perawatan diri
Berdasarkan hasil pengkajian dari 10 responden didapatkan hasil :
Jumlah
Kategori Deskripsi
Pasien
Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB,
A mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah 3
dan mandi
Mandiri semuanya, kecuali salah satu dari
B 0
fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi dan salah satu fungsi di
C 2
atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah
D 1
satu fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet
E 0
dan salah satu fungsi di atas
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
F 3
berpindah dan salah satu fungsi di atas
G Ketergantungan untuk semua fungsi di atas 1
b. ALOS
75
Alos menurut Hufman (1994) adalah “ The Average hospitalization
stay of inpatient discharnged during the periode under consideratio “.
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan
pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih
lanjut, secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes RI
2005).
ALOS = Jumlah lama rawat Rata-Rata
Jumlah pasien keluar hidup + Mati
Jumlah lama rawat di Ruang SP2KP bedah lantai II sejak 3 bulan terakhir
adalah :
1. September : 1074 hari
2. Oktober : 1075 hari
3. November : 1102 hari
Sedangkan jumlah pasien sejak 3 bulan terakhir adalah :
1. September : 167 pasien
2. Oktober : 211 pasien
3. November : 199 pasien
Sehingga, hasil ALOS selama 3 bulan terakhir :
a. September
= 1074 hari = 6,43 hari ( 6 hari perawatan)
167 Pasien
b. Oktober
= 1075 hari = 5,09 hari ( 5 hari perawatan)
211 Pasien
c. November
= 1102 hari = 5,53 hari ( 6 hari perawatan)
199 Pasien
76
Berdasarkan hasil perhitungan ALOS selama 3 bulan terakhir, diperoleh
rata-rata lamanya pasien dirawat di ruang SP2KP Bedah lantai II adalah
selama 5,68 hari atau 6 hari.
c. TOI
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
= 3 hari
77
BTO = Jumlah pasien keluar hidup + Mati
Jumlah tempat tidur
Sedangkan jumlah pasien sejak 3 bulan terakhir adalah :
a. September : 167 pasien
b. Oktober : 211 pasien
c. November : 199 pasien
Jumlah tempat tidur : 57
Sehingga hasil BTO 3 bulan terakhir adalah:
a. September
= 167 Pasien = 2,92 kali
57 TT
b. Oktober
= 211 Pasien = 3,70 kali
57 TT
c. November
= 199 Pasien = 3,49 kali
57 TT
78
IKHTISAR KEPEMIMPINAN DAN MANAJAMEN KEPERAWATAN
PRIORITAS MASALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANGAN
SP2KP BEDAH LT. II
M3-3
Pelaksanaan ronde belum berjalan
secara optimal.
M3-4
Dari hasil observasi di ruangan
SP2KP Bedah Lt II belum terdapat
ruangan khusus untuk sentralisasi
obat, tempat penyimpanan obat
berada di nurse station
79
M3-5
kurangnya program pelatihan atau
sosialisasi tentang supervisi di
Gedung SP2KP Bedah Lt.II
M3-6
Belum ada format yang baku untuk
penerimaan pasien baru
M3-7
Berdasarkan hasil observasi
penjelasan discharge planning saat
pasien masuk RS belum optimal atau
belum dijelaskan kepada pasien.
Discharge planning ini tidak disertai
dengan brosur atau leaflet yang
diberikan kepada pasien.
M5
Pengidentifikasian pasien hanya
menggunakan 1 identitas yaitu nama
pasien saja, sedangkan berdasarkan
teori untuk identifikasi pasien
minimal menggunakan 2 data
identitas pasien.
80
KETERANGAN :
Magnitude : Besarnya Masalah
Severity : Besarnya Kerugian yang ditimbulkan
Managebility : Bisa dipecahkan
Nursing Concern : Ada Perhatian dari Bidang Perawatan
Affordability : Ketersediaan Sumber Daya
SKALA PENILAIAN :
5 : Sangat Penting
4 : Penting
3 : Cukup Penting
2 : Kurang Penting
1 : Tidak Penting
81