Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut silent killer

karena pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita

penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu

penderita hipertensi umumnya tidak mengalami suatu tanda atau gejala

sebelum terjadi komplikasi. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko

terbesar penyebab morbiditas dan mortalitas pada penyakit kardiovaskular

(Kearney et al, 2005). Sejak tahun 1999 hingga 2009, angka kematian akibat

hipertensi meningkat sebanyak 17,1% (Go et al, 2014) dengan angka kematian

akibat komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013).

Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal ginjal,

dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat (James

dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74%

pasien congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan

darah >140/90 mmHg (Go et al, 2014). Hipertensi menyebabkan kematian

pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita

penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013). Selain itu, hipertensi juga

menelan biaya yang tidak sedikit dengan biaya langsung dan tidak langsung
2

yang dihabiskan pada tahun 2010 sebesar $46,4 milyar (Go et al., 2014).

Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang

terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar

9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di

masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan

(Kemenkes RI, 2013b). Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011

menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan

kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi

kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia

(Kemenkes RI, 2012).

Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu,

akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh

terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering

tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan

gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang

hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan

rutin atau datang dengan keluhan lain.

Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya

harus dilakukan dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, Kemenkes

membuat kebijakan, yaitu mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi

dini hipertensi secara aktif (skrining), meningkatkan akses masyarakat


3

terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu Penyakit Tidak

Menular (PTM), dan meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan

hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui

Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten

dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas

pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen

pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan

preventif) dan holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana

promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan

(Kemenkes RI, 2012).

Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan

pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus,

maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier

difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan

tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang

tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak

memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung.

Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan

kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik.

Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari

komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan

memperpanjang lama ketahanan hidup (Kemenkes RI, 2012).


4

Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi dan komplikasi yang dapat terjadi

jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat, maka penggunaan obat yang

rasional pada pasien hipertensi merupakan salah satu elemen penting dalam

tercapainya kualitas kesehatan serta perawatan medis bagi pasien sesuai

standar yang diharapkan. Penggunaan obat secara tidak rasional dapat

menyebabkan timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, memperparah

penyakit, hingga kematian. Selain itu biaya yang dikeluarkan menjadi sangat

tinggi (WHO, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas adapun rumusan

masalah yang didapat adalah mengapa angka kesakitan hipertensi cukup tinggi

di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan diagnosis komunitas penyakit hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab

angka kesakitan hipertensi terus meningkat di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan.


5

2. Menentukan prioritas penyebab masalah angka kesakitan hipertensi

terus meningkat di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Gedong

Tataan.

3. Merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang menyebabkan

angka kesakitan hipertensi terus meningkat di wilayah kerjas

Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan.

4. Menentukan prioritas penyelesaian masalah yang menyebabkan

angka kesakitan hipertensi terus meningkat di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan.

Anda mungkin juga menyukai