Anda di halaman 1dari 7

OPTIMASI VARIASI KOMPOSISI PARAFIN DAN GONDORUKEM PADA

PEMBUATAN LILIN KLOWONG TERHADAP KUALITAS WARNA


BATIK
Getar Sabdayagra1, Muhamad Ridho Farizan2, Dulmalik*
1
Program Studi Teknik Kimia, Universitas Islam Indonesia, Jl.Kaliurang Km.14,5 Sleman Yogyakarta 55584, Indonesia

*Corresponding author: 14521161@students.uii.ac.id

Abstrak
Batik adalah salah satu warisan budaya leluhur, bangsa Indonesia dan mempunyai macam-macam motif. Batik memiliki
berbagai macam motif yang sangat beragam. Corak batik di Indonesia sangat banyak, sesuai filosofi dan budaya masing-
masing daerah di Indonesia. Lilin merupakan bahan baku penting untuk membuat batik, fungsi dari bahan ini ialah untuk
menutupi bagian tertentu pada kain agar tidak terkena pewarna. Lilin tembokan lilin batik untuk tembokan batik dan
lilin batik klowong untuk klowong batik. Klowong batik memiliki garis dan titik motif as decoration dan ornamen pada
kain batik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi Parafin yang dibutuhkan pada lilin batik dan
Mengetahui pengaruh komposisi Parafin terhadap hasil pewarnaan pada batik. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif dengan teknik bahan pengukuran, pengamatan hasil dengan menggunakan alat, pengisian
kuesioner. Komposisi ini digunakan pada proses pembuatan klowong lilin batik adalah tawon malam, damar mata
kucing, parafin putih dan gondorukem. Sampel parafin dan gondorukem dibuat berbeda dalam penelitian ini sampel
terdiri dari sampel A, sampel B, sampel C, dan sampel D. Tingkat hasil pewarnaan pada batik berdasarkan sampel diuji
untuk melihat hasil kerja batik. Tes dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk melihat secara
visual dan memilih sampel terbaik menurut pendapat mereka.

Keywords: Batik, Parafin, Lilin, Klowong

1. Pendahuluan

Malam merupakan salah satu bahan baku yang paling penting untuk membuat batik. Fungsi dari bahan ini ialah
untuk menutupi bagian tertentu pada kain agar tidak terkena pewarna. Kegunaan malam dan pewarna pada pembuatan
batik prinsipnya memanfaatkan dua sifat bahan yang saling bertolak belakang seperti contohnya pada minyak dan air,
lilin mengandung minyak sedangkan pewarna mengandung air. Bagian-bagian yang diberi lilin pada dasarnya tidak bisa
ditembus oleh pewarna.

Pada jaman dulu, orang jawa banyak memanfaatkan sarang lebah untuk membatik, karena bagian dalam dari
sarang lebah tersebut terdapat kumpulan struktur berbentuk heksagonal yang terbuat dari semacam lilin, lilin ini
tersusun dari ester asam lemak dan berbagai senyawa alkohol rantai panjang. Orang jawa menyebut sarang lebah adalah
“Malam”, oleh karena itu hingga saat ini lilin untuk membatik sering disebut malam. Lilin batik secara umum terbuat
dari berbagai macam bahan yang mampu menahan air. Beberapa bahan tersebut diantaranya Gondorukem, Getah Damar,
Parafin, lilin tawon, lilin dan lainnya. Adapun komposisi bahan pembuatnya disesuaikan agar saat lilin digunakan
memiliki daya tahan terhadap air, dapat meleleh saat panas (akan meleleh kira-kira pada suhu 59 derajat celcius), tidak
mudah pecah saat kering dan mampu menempel pada kain secara baik.

Tidak ada aturan baku dalam mengatur komposisi saat membuat lilin batik, hampir setiap pengrajin memiliki
formulanya masing-masing. Bagi pengrajin batik yang berpengalaman, lilin batik yang dibeli di pasaran tidak begitu
saja digunakan namun akan diproses terlebih dahulu sesuai ukuran yang ia inginkan. Secara umum lilin batik terdiri
dari tiga macam, yakni malam klowong, tembok dan bironi. Malam klowong digunakan untuk nglowongi atau pelekatan
pertama pada motif yang sudah dibuat (mempertegas pola). Malam tembok digunakan untuk nemboki/ngeblok atau
mengisi bidang yang luas pada sebuah pola. Sedangkan malam bironi digunakan untuk menutupi warna biru serta isen-
sen.
Berdasarkan penelitian terkait dengan penelitian ini ialah pengaruh komposisi damar mata kucing pada
pembuatan lilin batik terhadap kualitas pewarnaan pembatikan. Penelitian ini ditulis oleh Nadia dan Khairunnisa,
dimana peneliti ini ingin menguji pengaruh komposisi damar mata kucing pada kualitas lilin batik yang dihasilkan.
Untuk itu kami mencoba dengan merubah komposisinya dan memvariasikan parafin dan gondorukem, tujuanya untuk
mengetahui seberapa pengaruh komposisi dan variasi parafin dan gondorukem terhadap kualitas lilin batik.

2. Metodelogi
Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan uji laboratorium dengan
menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

2.1 Alat Dan Bahan


Alat dan bahan untuk membuat pola batik dibutuhkan pensil, kain mori yang biasa digunakan untuk membatik,
cetakan wadah, penggaris. Lalu untuk membuat sampel lilin percobaan dibutuhkan wajan (untuk memanaskan lilin),
timbangan, gelas arloji, kompor listrik, alat pengaduk, tempat/cetakan untuk menampung sampel lilin. Dan bahan
yang digunakan untuk membuat pola batik adalah canting klowong, wajan, kompor listrik. Untuk pewarnaan pada
batik dibutuhkan wadah (ember) untuk wadah pewarna, wajan besar, gelas beker, jepitan. Bahan- bahan secara
keseluruhan dibuat dalam 4 Sampel : 320 gram damar matakucing, 140 gram paraffin, 320 gram gondorukem, 160
gram malam tawon.
2.2 Tahapan Penelitian

Prosedur penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dari persiapan bahan baku hingga menjadi
sesuatu yang dapat diamati sesuai dengan hasil yang diinginkan. Pada tiap proses terdapat tahapan-tahapan tersendiri.
Pertama yang dilakukan ialah menimbang bahan-bahan sesuai dengan masing-masing resep sampel, kedua adalah
melakukan pembuatan pola pada kain batik, ketiga ialah proses pembatikan. Sebelum proses pembatikan, bahan bahan
lilin dipanaskan kembali agar meleleh kembali dengan sempurna, keempat yang harus dilakukan yaitu proses
pewarnaan. Pada proses pewarnaan menggunakan pewarna warna biru tua, kelima yaitu proses pelorodan pada sampel.
Keenam adalah tahap terakhir dari penelitian ini yaitu melakukan uji hasil pada sampel sampel yang telah dibuat.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Penilaian dengan Media Kuisioner

Dengan mengumpulkan beberapa koresponden secara acak untuk mengisi kuisioner yang digunakan untuk
menilai secara visual hasil dari “Optimasi variasi komposisi pafarin dan gondorukem pada pembuatan lilin klowong
terhadap kualitas warna batik” maka didapatkan hasil sebagai berikut. Lihat pada Tabel 1
Tabel 1 Hasil Kuisioner Pewarnaan Kain

Dari hasil koresponden secara acak yang kami lakukan didapatkan hasil yaitu untuk persentase sampel B
memiliki kualitas warna yang lebih baik dibandingkan sampel lainya menurut korosponden kami dengan nilai
persentase mencapai 43%.
3.1 Uji Kekuatan dan Kemuluran Kain

Berdasarkan hasil uji lab mengenai kekuatan uji tarik kain batik dan uji kemuluran kain batik yang dilakukan
di Laboratorium Evaluasi Tekstil FTI UII maka didapatkan hasil sebagai berikut dengan test parameter nya adalah jarak
jepit 200 mm, kecepatan tarik 40 mm/menit, kekuatan alat maksimal 300 kg.

Tabel 1 Hasil Uji Kekuatan dan Kemuluran Kain

Berdasarkan hasil uji tersebut didapatkan bahwa kain C memiliki kekuatan tarik arah Lusi dan Mulur kain arah Lusi yaitu
sebesar 21.900 kg dan 10.783 %. Dan kain A memiliki kekuatan tarik arah Pakan dan Mulur arah Pakan yaitu sebesar
12.233 kg dan 18.283 %. Uji kekuatan tarik dan kemuluran kain ini menggunakan alat yang dinamakan tenso lab yang
ada di Laboratorium Evaluasi Tekstil FTI UII. Berikut adalah gambar beberapa alat yang digunakan dalam proses
pengujian kekuatan dan kemuluran kain batik.

Gambar 1 Alat Tenso Lab (Uji kekuatan dan kemuluran kain)


3.2 Uji Keluntuan Zat Warna
Selain uji tarik dan kelenturan kain batik dilakukan uji kelunturan kain batik dengan basic warna biru dengan
menggunakan uji alat Tanso Lab. Uji kelunturan warna kain batik ini dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah
dan metode kering. Dari kedua metode tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2 Hasil Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosok

Berikut adalah gambar alat yang digunakan untuk menguji kelunturan warna pada kain batik. Alat yang
digunakan adalah crockmeter. Cara kerjanya ialah dengan menjepit kain yang akan diuji lalu mesin dinyalakan dan
bagian atas mesin akan bekerja dengan menggosokkan kain tersebut. Penggunaan crockmeter ini dibedakan berdasarkan
metode yang dipakai. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya metode yang dipakai untuk pengujian alat ini adalah
metode basah dan metode kering.

Gambar 2 Alat Crockmeter (Uji kelunturan warna)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kain dari keempat sampel ini memiliki kelunturan warna yang berbeda
beda. Semakin kecil nilai nya maka akan semakin baik penyerapan zat warna tersebut pada kain. Nilai kelunturan warna
ini dapat dilihat dengan menggunakan alat yaitu staning scale. Berikut adalah gambar kertas pembanding yang
dinamakan staning scale.
Gambar 3 Staning Scale

Gambar 4 Hasil Uji Kelunturan

Dari gambar diatas terlihat bagian atas merupakan hasil dari metode basah dan bagian bawah merupakan hasil
pengujian dari metode kering. Dapat dilihat secara visual bahwa hasil dengan meggunakan metode basah lebih terlihat
jelas daripada dengan menggunakan metode kering.
3.3 Uji Nilai Kelunturan dan Nilai Penodaan

Tabel 3 Uji Nilai Kelunturan dan Nilai Penodaan

4. Kesimpulan

1. Pada hasil uji yang dilakukan oleh beberapa koresponden menunjukan bahwa sampel B memiliki hasil yang
lebih dominan dalam pewarnaan dari pada keempat sampel lainya.
2. Sampel B memiliki hasil pewarnaan batik yang baik menurut survey koresponden.
3. Kain C memiliki kekuatan tarik arah Lusi dan Mulur kain arah Lusi yaitu sebesar 21.900 kg dan 10.68 %.
4. Kain A memiliki kekuatan tarik arah Pakan dan Mulur arah Pakan yaitu sebesar 12.233 kg dan 18.28 %.
5. Perbedaan Hasil kekuatan tarik dan mulur kain disebabkan ketika pada proses pemotongan kain.

Referensi

1. Susanto, Gumbolo Hadi. 2015. Batik dan Zat Warna. Yogyakarta: Ardana Media
2. Nyi Kushardjanti, 2008, Makna Filosofis Motif dan Pola Batik Klasik/Tradisional, Seminar Nasional
Kebangkitan Batik Indonesia, Yogyakarta.
3. Nurainun, Heriyana; Rasyimah. 2008.“Analisis Industri Batik di Indonesia.” Fokus Ekonomi,
Desember 2008, Vol 7. No.3.
4. Sewan Susanto, 1980, Seni Kerajinan Batik Indonesia, Departemen Perindustrian RI, Jakarta.
5. Nadia, Khairunnisa, 2016, “Pengaruh Komposisi Damar Mata Kucing Pada Pembuatan Lilin
Batik Terhadap Kualitas Pewarnaan Hasil Pembatikan”, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai