Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lilin batik adalah bahan yang dipakai untuk menutup permukaan kain

menurut gambar motif batik, sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak

atau resist terhadap warna yang diberikan pada kain tersebut. Lilin batik ini bukan

terdiri dari satu macam bahan, tetapi campuran dari beberapa bahan pokok lilin.

Sebagai bahan pokok lilin adalah: Gondorungkem, Damar matakucing,

Parafin (putih dan kuning), Microwax, Macrowax, Lemak binatang (Kendal,

gajih), Minyak Zaitun, Lilin Tawon, Lilin Lanceng. Jumlah bahan pokok yang

dipakai dan perbandingannya adalah bermacam-macam, menurut pemakaiannya

dan pengalamannya masing-masing. Jadi lilin batik itu sudah merupakan

kombinasi dari bahan-bahan pokok lilin.

Awal mula pemakaian lilin dalam proses penutup dakian saat membuat

motif menggunakan lilin dari tawon atau lancing. Lilin dari binatang ini menurut

orang jawa disebut dengan “malam”, maka lilin batik masih sering disebut pula

malam batik. Karena pengalamannya, orang kemudian mencampur malam yang

murni dari binatang sebangsa tawon itu dengan bahan dari tumbuhan seperti

Gondorungkem dan Damar matakucing.

Kemudian untuk mencairkan dan menurunkan titik lelehnya ditambahkan

lemak atau minyak, gajih binatang atau minyak zaitun. Pada proses pembuatan

batik yang terakhir, seluruh lilin batik dihilangkan dengan kain tersebut dengan

dimasukkan kedalam air panas, sehingga lilin batik tersebut lepas dan setelah air

1
lorodan dingin lilin batik menjadi beku kembali dan dapat diambil. Lilin yang

diperoleh dari lorodan ini disebut “lilin bekas” atau lilin hitam, karena warnanya

kehitaman. Lilin bekas ini dicampurkan kembali pada pembuatan campuran lilin

baru.

Proses kerja malam dan pewarna pada pembuatan batik pada prinsipnya

memanfaatkan dua sifat bahan yang saling bertolak belakang sebagaimana minyak

dan air, lilin mengandung minyak sedangkan pewarna mengandung air. Bagian-

bagian tertentu yang diberi lilin secara otomatis tidak bisa ditembus oleh pewarna.

Pada jaman dulu, orang jawa banyak memanfaatkan sarang lebah untuk

membatik, karena bagian dalam dari sarang lebah tersebut terdapat kumpulan

struktur berbentuk heksagonal yang terbuat dari semacam lilin, lilin ini tersusun

dari ester asam lemak dan berbagai senyawa alkohol rantai panjang. Orang jawa

menyebut sarang lebah adalah “Malam”, oleh karena itu hingga saat ini lilin

untuk membatik sering disebut malam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, didapatkan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh komposisi macrowax dalam proses pembuatan

lilin batik?

2. Bagaimana hasil dari pewarnaan pada batik yang diperoleh?

2
1.3 BATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini, masalah-masalah diberi batasan dengan tujuan agar

penelitian ini menjadi lebih terarah dan lebih jelas. Oleh sebab itu, penulis

memberikan batasan sebagai berikut:

1. Jenis lilin yang dibuat adalah lilin batik klowong.

2. Komposisi dari macrowax 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram, 25 gram

umtuk setiap sampel.

3. Waktu pembekuan satu hari satu malam.

4. Jenis canting yang digunakan yaitu canting tembokan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui komposisi macrowax yang dibutuhkan pada lilin batik.

2. Mengetahui pengaruh komposisi macrowax terhadap hasil pewarnaan pada

batik.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

kualitas lilin batik klowong yang dibutuhkan sehingga menghasilkan hasil

pewarnaan yang baik pada batik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LILIN BATIK

Malam atau lilin adalah salah satu bahan baku yang sangat penting dalam proses

pembuatan kain batik. Malam adalah komponen untuk membuat motif batik, yang

memiliki fungsi untuk menutup bidang sesuai motif supaya tidak terkena warna

atau mempertahankan warna agar tidak terwarnai dalam pemberian warna

berikutnya.

Malam adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam

tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada

proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain.

Kualitas malam bervariasi, dari kualitas biasa sampai kualitas bagus. Malam

dengan kualitas biasa gampang retak setelah ditorehkan pada kain dan banyak

mengandung kotoran sehingga canting cepat tersumbat. Sebaiknya gunakan

malam kualitas bagus karena tidak mudah retak dan bersih dari kotoran. Malam

yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam biasa. Malam untuk

membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika

proses pelorodan.

4
Ada berbagai macam jenis malam (lilin) yang biasa digunakan, dan tiap

jenis malam berpengaruh pada hasil dari batik. Jenis malam yang biasa digunakan,

antara lain:

a. Malam tawon (lebah) yang berasal dari sarang lebah (tala tawon). Tala

tawon dipisahkan dari telur lebah dengan cara merebusnya

b. Malam lancing berasal tawon lancing

c. Malam timur berasal dari minyak tanah buatan pabrik

d. Malam sedang pabrikan berasal dari minyak tanah

e. Malam putih pabrikan berasal dari minyak tanah

f. Malam kuning pabrikan berasal dari minyak tanah

g. Malam songkal pabrikan berasal dari minyak tanah

h. Malam geplak pabrikan berasal dari minyak tanah

i. Malam gandarukem pabrikan berasal dari minyak tanah

Bahan utama malam adalah lilin lebah (bee wax) yang tentunya diperoleh

dari sarang lebah. Setelah melalui beberapa proses pembuatan kemudian lilin

dijual dalam bentuk bongkahan kepada pengusaha atau pengrajin batik. Dalam

pengolahan malam batik para pengrajin memiliki teknik pengolahan malam yang

cenderung dirahasiakan.

5
A. Lilin Batik Tembokan

Lilin tembokan digunakan untuk menjaga agar kain bergambar motif dapat

dirintangi secara sempurna. Ciri-ciri batik ini antara lain:

1. Saat dipanaskan lilin ini cukup lama untuk dapat cair.

2. Jika tidak dijaga kestabilannya cepat sekali membeku.

3. Lilin ini mudah melekat sehingga daya ikatannya kuat.

4. Tahan terhadap larutan alkali.

5. Sukar lepas dari rendaman air sehingga sangat sulit untuk dilorod.

6. Kelebihannya tidak meninggalkan bekas ketika selesai proses

lorodnya.

B. Lilin Batik Klowong

Lilin Batik Klowong digunakan untuk menutupi ragam hias dan desain

batik yang dilakukan secara reng-reng dan nerusi (bolak balik di dua sisi kain).

Kerangka motif yang memakai lilin batik ini merupakan isen-isen untuk penghias

dan ornament pada kain batik, seperti cecek, sawut, dll. Ciri-ciri batik ini antara

lain:

1. Mudah encer saat dipanaskan.

2. Cepat membeku bila tidak dijaga kestabilan panas pada suhu kompor.

3. Dapa tmembuat garis motif yang tajam.

4. Daya lekatnya cukup kuat sama seperti lilin tembokan.

5. Lilin ini tidak tahan terhadap larutan alkali.

6
6. Mudah sekali dilorod dan tidak meninggalkan bekas setelah proses

pelorotan.

7. Lilin jenis ini mudah sekali hancur dan remuk bila tidak hati-hati dan

member perlakuan yang salah pada batik.

C. Lilin Batik Tutupan

Lilin tutupan (biron) digunakan untuk menutupi warna motif tertentu yang

dipertahankan pada kain setelah proses celup dan dicolet. Ciri-ciri batik ini antara

lain:

1. Mudah mencair dan membeku.

2. Mudah dilorod.

3. Daya lekat cukup kuat.

4. Tidak tahan terhadap alkali.

7
2.2 SIFAT-SIFAT BAHAN POKOK LILIN BATIK

Untuk dapat mempunyai gambaran pemakaian bahan-bahan pokok lilin

batik didalam campuran lilin batik, maka baiknya bila secara singkat sifat-sifat

dari pada bahan-bahan pokok tersebut.

1. MALAM TAWON

Gambar 2.2.1 Malam Tawon

Malam tawon disebut juga “kote” atau lilin tawon. Lilin tawon yang terkenal

diperoleh dari daerah Timor (Sumbawa, Sumba, dsb) dan Palembang. Sebangsa

malam tawon yang lain adalah malam lancing. Adapun sifat-sifat dari pada malam

tawon yaitu:

a. Warnanya kuning suram.

b. Mudah meleleh dan titik lelehnya rendah (59oC).

c. Mudah melekat pada kain.

d. Tahan lama, tak berubah oleh perubahan iklim.

e. Mudah lepas pada lorod dan dengan air panas.

8
2. GONDORUKEM

Gambar 2.2.2 Gondorukem

Gondorukem adalah berasal dari pinus-merkusii. Getah pinus ini disuling untuk

memisahkan terpentin dan air didalamnya, maka yang tinggal ialah gondorukem.

Gondorukem dalam perdagangan disebut pula Gondo, Songka, Harpus atau Hars.

Pabrik Gondorukem di Indonesia antara lain Pekalongan, di Balapulang daerah

Pekalongan, Ngebel daerah Ponorogo dan di Takeungon Aceh. Dalam pembatikan

dikenal beberapa jenis gondorukem, Gondorukem Amerika, Gondorukem

Hongkong, Gondorukem Aceh, dan Gondorukem Pekalongan.

Sifat-sifat daripada gondorukem adalah:

a. Jika dipanaskan lama menjadi encer, atau lama melelehnya.

b. Gondorukem yang sudah menjadi encer, lebih mudah menembus kain.

c. Yang melekat dan setelah dingin membeku pada kain dan mudah patah.

d. Tidak tahan larutan alkali (loog).

e. Titik leleh gondorukem antara 70-80oC.

9
Maksud pemakaian gondodalamcampuran lilin batik ialah agar lilin batik

menjadi lebih keras, tidak mudah membeku sehingga bentuk lilin batik (tapak,

Jw.) menjadi batik.

Gondo dipakai untuk campuran lilin klowong maupun untuk lilin tembokan.

Dari beberapa macam gondorukem yang dikenal dalam pembatikan, makin jernih

transparan dianggap makin baik, sedangkan sebaliknya makin kehitaman makin

kurang baik. Berturut-turut dari yang baik kekurang baik ialah Gondo Amerika,

Gondo Hongkong, Gondo Aceh, Gondo Pekalongan.

3. DAMAR MATAKUCING

Gambar 2.2.3 Damar Mata Kucing

Damar mata kucing diambil dari pohon Shorea spec, dan bahan ini setelah diambil

dari pohon dammar tersebut tidak mengalami pengolahan seperti gondo,

melainkan hanya dipecah-pecah menjadi lebih kecil dan dibersihkan kotorannya

saja. Damar dipakai dalam pembatikan sebagai campuran lilin batik dengan

perbandingan tertentu disesuaikan dengan sifat dan penggunaan lilin batik yang

dikehendaki. Mata kucing dipakai sebagai campuran lilin agar lilin batik dapat

10
membentuk bekas atau garis-garis yang baik (Ngawat, Jw), melekat pada kain

dengan baik. Ciri-cirinya adalah:

a. Sukar meleleh.

b. Lekas membeku.

c. Tahan terhadap larutan alkali.

4. PARAFIN

Gambar 2.2.4 Parafin

Paraffin atau lilin BPM berupa putih bersih atau kuning muda, dipakai dalam

campuran lilin batik, agar lilin batik mempunyai daya tahan tembus basah yang

baik dan mudah lepas waktu di lorod, serta sebagai bahan pengisi karena harga

paraffin relatif lebih murah dari pada bahan-bahan lilin lainnya. Sifat-sifat

daripada paraffin antara lain:

a. Mempunyai daya tolak tembus basah yang baik.

b. Mudah encer dan lekas membeku.

c. Daya lekat kecil, mudah lepas.

11
d. Titik leleh rendah, paraffin kuning maupun putih pada 56-60oC.

e. Tahan terhadap larutan alkali tetapi tidak tahan lama.

Lilin paraffin cocok untuk campuran lilin yang dipakai pada hawa yang basah

atau musim hujan. Dipakai pada campuran lilin klowong maupun tembokan,

terutama untuk batik kasar.

5. Microwax

Gambar 2.2.5 Microwax

Microwax atau lilin mikro adalah jenis parafin yang lebih halus. Warnanya kuning

muda. Microwax memiliki sifat menyerupai lilin lebah yaitu lemas/lentur/ulet dan

mudah di-lorod. Keadaanya lemas (flexible) menyerupai lilin tawon (kote). Maka

pemakaianya sebagai pengganti atau dapat mengurangi penggunaan lilin tawon

(kote).

Sifat-sifat microwax adalah sebagai berikut:

a. Titik leleh 70 derajat Celcius

b. Membutuhkan waktu lama untuk mencairkannya

c. Mudah lepas dalam rendaman air

12
d. Sukar menembus kain

e. Tahan larutan alkali

Microwax dipakai dalam campuran lilin batik sebagai

lilin klowong maupun lilin tembokan untuk pembuatan batik berkualitas tinggi.

6. Macrowax

Macrowax ini berasal dari lilin-lilin yang telah digunakan kemudian di daur ulang

(recycle) dengan cara melakukan penyaringan dari proses pelorodan yang

dikeringkan kembali untuk dikeraskan lalu jadilah lilin macrowax. Warna dari

macrowax ada yang berwarna kuning kecoklatan dan hitam. Macrowax ini sendiri

hampir mempunyai semua (gabungan) tekstur dan sifat dari komponen-komponen

lilin yang ada dalam pencampuran lilin pada saat pelorodan tersebut.

Sifat-sifat Macrowax adalah sebagai berikut:

a. Mempunyai tekstur yang alot dan lentur

b. Mempunyai warna kuning kecoklatan

c. Titik leleh 60 derajat Celcius

d. Mudah lepas saat pelorodan dengan air panas

13
2.3 TITIK LELEH LILIN BATIK

Faktor-faktor leleh lilin batik adalah penting dalam pertimbangan menghilangkan

atau melorod lilin batik. Misalnya, tidak akan mungkin lilin itu dilepaskan,

apabila titik leleh lilin batik mendekati atau sama dengan titik didih air. Maka

makin rendah titik leleh batik akan makin mudah dilepaskan dari kain secara

lorodan. Maka dalam membuat campuran lilin diberikan bahan-bahan pokok yang

merendahkan titik leleh. Bagaimana cara menghitung atau menentukan titik leleh

lilin batik itu? Laboratorium Balai Penelitian Batik pernah mencoba menghitung

titik leleh batik dengan rumus:

Tcam = 0.75 x Thit

Dimana:

Tcam = titik leleh campuran titik leleh lilin batik.

Thit = titik leleh perhitungan.

𝐴 𝑥 𝑎+𝐵 𝑥 𝑏+ 𝐶 𝑥 𝑐
TKhit = 𝑎+𝑏+𝑐

A = titik leleh bahan pokok lilin.

a = banyaknya bahan pokok A, dalam gram.

Contoh:

Misalnya akan menghitung campuran lilin batik dengan campuran

500 gram malam tawon (titik leleh 60oC)

1000 gram paraffin putih (titik leleh 60oC)

14
500 gram gondorukem (titik leleh 80oC)

125 gram Kendal (titik leleh 45oC)

Maka bila dihitung dengan rumus akan diperoleh titik leleh lilin batik tersebut:

60𝑥500 + 60𝑥1000 + 500𝑥80 + 45𝑥125


𝑇𝑐𝑎𝑚 = 0.75 𝑥 ( )
500 + 1000 + 500 + 125

𝑇𝑐𝑎𝑚 = 0.75 𝑥 63.5 = 47.45 𝑎𝑡𝑎𝑢 48℃

Untuk membuat campuran lilin batik kecuali beberapa bahan yang sudah

disebutkan diatas, masih ada beberapa bahan lain yang dapat digunakan misalnya

Gondoselo yang diperoleh dari galian seperti bahan tambangan dari dalam tanah,

dan mentega sebagai pengganti Kendal, minyak kelapa, atau minyak zaitun.

Didalam proses penelitian ini, kami menggunakan malam/lilin batik. Malam atau

lilin batik adalah bahan yang digunakan untuk menutup permukaan kain menurut

gambar motif batik, sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak atau

resisten terhadap warna yang diberikan kepada kain tersebut. Dari segi warna,

sifat dan fungsinya malam dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu, malam

carikan, malam tembokan, malam remukan, dan malam biron.

Jenis lilin batik yang kami gunakan disini yaitu lilin batik klowong yang berfungsi

menutup bagian motif yang akan tetap putih, menutup dasaran kain agar tetap

putih (disebut nembok/mopok), menutup pinggiran pada kain panjang (seret).

15
Lilin tembok mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Lama mencair dan cepat membeku.

2. Daya lekatnya sangat kuat sehingga tidak mudah lepas/remuk.

3. Mudah meresap pada kain.

4. Tahan terhadap larutan alkali.

5. Tidak mudah lepas dalam rendaman air.

6. Sukar dilorod.

7. Tidak meninggalkan bekas setelah dilorod.

2.4 Evaluasi Tekstil

2.4.1 Cara Kerja Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan kain

(CROCKMETER)

1. Pertama hubungkan Steker Crockmeter ke sumber arus listrik

2. Contoh uji kain yang telah diwarnai dipotong sesuai ketentuan dengan

ukuran 7,5x25 cm dan 5x5 cm untuk kain yang putih untuk penggosok

kain yang berwatrna tadi

3. Kemudian kain dibentang dan dicepitkan ujung-ujungnya pada alat

tersebut

4. Pasang kain putih ukuran 5x5 cm pada selubung yang ada pada bagian

penggosokan

-Uji Gosok Kering kain putih ukuran 5x5 cm pasang pada selubung yang

ada pada bagian penggosokan tanpa dibasahi

16
- Kalau uji Gosok basah putih ukuran 5x5 cm dibasahi dengan dicelup di

air kemudian keringkan dengan tisu supaya keadaan masih lembap dan

dipasang pada diselubung bagian penggosokan

5. Nol-kan angka pada counter dan letakkan penggosok diatas bahan yang

hendak diuji

6. Jalankan alat dengan menekan tombol on (warna hijau)

7. Bila jumlah gosokan telah sesuai dengan rencan yaitu sepuluh kali

gosokan, Hentikan alat dengan menekan tombol off (warna merah)

8. Pengetesan tahan luntur warna bisa penggosokan dengan sistem kering dan

penggosokan basah yaitu yang dibasahi kain yang putih dengan ukuran

5x5 cm

9. Setelah selesai pengetesan, bahan tadi yang telah diuji kemudian dinilai

penodaan warna yang telah menempel terhadap kain putih tadi dengan

menggunakan alat ukur skala abu-abu (Staining Scale) berapa nilai

penodaannya? Contoh nilai 3 (Cukup), Nilai 5 (Baik sekali, berarti tidak

luntur/tidak ada noda)

10. Setelah selesai uji, mesin crockmeter yang telah tersambung dengan arus

listrik untuk dicabut dari stop kontak

17
Gambar 2.4.1 Crockmeter

2.4.2 Cara Uji Ketuaan Warna (Reflektansi = R%) (Dengan Menggunakan

Program Uv-Pc Model Isr-2200)

Langkah Kerja:

1. Pertama hubungkan Steker Komputer dan Spektrofotometer ke sumber arus

listrik

2. Hidupkan komputer yang sudah ada program UV-PC

3. Hidupkan pula Spektrofotometer yang sudah terkoneksi dengan komputer tadi

4. Kemudian klik 2x pada gambar program UV-PC yang sudah ada di layar

monitor

5. Buka menu CONFIGURE pilih PARAMETER keluar keluar menu dan diisi

kolom jenis printernya yang mau dipakai lalu di klik OK

6. Buka menu CONFIGURE pilih UTILITAS keluar menu UV-PC pilih ON

(artinya: didalam UV-PC lampu sinar harus menyala/aktif semula) lalu tunggu

sampai tanda warna hijau dimonitor menyala semua ± 10 menit, kemudian baru

klik OK

18
7. Buka Menu CONFIGURE pilih PARAMETER keluar menu dan diisi, umpana

pilih (T%) lalu ring grafiknya diisi untuk kolom star diisi 780nm dan untuk

kolom finis diisi 500nm lalu di OK

8. Sebelum menguji keserat yang sudah diproses, untuk mengenolkan grafik /

blangko, Serat yang ASLI/STANDAR yang lilitkan tebal pada media kertas

ukuran 5x5 cm dijepit pada kotak ISR didalam UP-PC lalu klik BASELINE

ditunggu sampai menunjukan angka 500nm

9. Awal uji masukan sampel Serat yang sudah divariasi atau yang sudah

Proses ukuran 5x5 cm dipejepit pada kotak ISR pada UV-PC lalu diklik

STAR, Tunggu sampai terdeteksi sampai finis yang ke 500nm, kemudian

keluar menu file name, kolom 1 diberi nama kode sampel dan kolom 2 diberi

nama pemilik sampel uji. Lalu tekan OK

10. Kemudian pengujian selanjutnya dengan sampel-sampel kain yang sudah

divariasi dan langkahnya seperti no.9 begitu seterusnya

11. Untuk mencari grafik yang belum kelihatan dalam layar monitor buka menu

PRESENTASE pilih RADAR otomatis akan kelihatan gambar grafik yag telah

diuji tadi

12. Untuk mencari file yang telah diuji buka MANIPULE piih PEAK PICK diklik

dan akan keluar menu gambar alu dimove keatas biar kelihatan gambar grafik

dan nilai datanya hasil pengujian tersebut

13. Untuk mencari nilai yang diambil angka R % urutan yang terakhir atau

yang paling bawah, makin nilai R % nya kecil warna serat makin

19
tua/gelap, sebaliknya kalau nilai R% nya besar warna seratnya makin

terang menuji warna keputih

14. cara mengeprint, buka OUTPUT di PEAK PICK pilih menu grafik plot diklik

langsung keluar data serta grafiknya.

2.4.3 Instruksi Kerja Operasional Spektrophotometer 2401 Pc (Alat Uji Beda

Warna)

1.1. Hubungkan steker kesumber arus listrik

1.2. ON kan voltage regulator atau stabilisator

1.3. Hidupkan komputer yang sudah diinstall dengan program color analisis

diklik 2 kali, kemudia hidupkan mesin UV-PC supaya conect dengan

komputer

1.4. Buka menu CONFIGURE pada progam pilih PC CONFIGURE keluar

menu dan diisi jenis printernya yang dipakai lalu diklik OK

1.5. Buka menu CONFIGURE pilih UTILITAS keluar menu UV-PC pilih ON

(Artinya: didalam UV-PC lampu-lampu energi UV harusnya nyala semua)

lalu diklik OK , tunggu sampai lampu tanda warna hijau di monitor menyala

semua ± 10 menit kemudian baru diklik OK. Dan alat spektrophotometer

siap dipakai

1.6. Buka menu CONFIGURE pilih PC configurasion parameters dan mengisi

untuk jenis teks printer diisi jenis printernya, grafik: diisi juga jenis printer

dan serial plot diisi: 1 terus di OK

20
1.7. Langkah 1: buka CONFIGURE pilih SCAN PARAMETER keluar menu

dan diisi, umpama pilih (R%, T%) ring grafiknya diisi, untuk kolom star

diisi 780 nm dan untuk kolom finis diisi 380 nm lalu diklik OK

1.8. Langkah 2: buka CONFIGURE pilih iluminan / obs. Parameter dengan

pilihan sebagai berikut: D65, C6, Standar Observer diisi 10 degree

kwmudian klik OK

1.9. Langkah 3: buka CONFIGURE pilih color scales diisi pilih yang CIELAB

dan diaktivkan yang diinginkan: L*a*b*dE*ab kemudian di OK

1.10. Untuk mengenolkan grafik, kain yang asli warna putih ukuran 5x5 cm

dijepit dan dimasukan ke UV-PC kemudia klik BASELINE ditunggu

sampai menunjukan angka 380 nm

1.11. Pertama kain yang putih asli dicari nilai standarnya degan mengklik

STDREAD

1.12. Selanjutnya masukan sampel kain yang sudah diwarnai ukuran 5x5 cm

dijepitkan dan masukan kedalam UV-PC lalu diklik UNK READ, tunggu

sampai proses penyinaran selesai ± 2 menit dan akan keluar menu file name,

untuk kolom 1 diberi nama sampel yang diuji tadi, dan untuk kolom 2 diberi

nama yang mengujikan lalu diklik OK

1.13. Kemudaian pengujian selanjutnya dengan sampel kain warna yang sudah

divariasi atau konsentarsi lainnya dan langkahnya seperti langkah 1.12

begitu seterusnya

21
1.14. Untuk mencari print out data nilai saja yang sudah diuji tadi dibuka menu

presentasion pilih tabel data print diklik 1 x print out grafik buka menu

presentasion pilih colour plot dan klik 1 x

2.4.4 PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNATUJUAN DAN STANDARD

PENGUJIAN

Dalam Evaluasi tekstil bagian kimia, pengujian tahan luntur warna memang

peranan penting, karena pengujian tahan luntur warna selain untuk menilai:

ketahanan hasil dari pencelupan kain, dapat juga dipergunakan sebagai alat

pengambil keputusan dalam pemilihan zat warna.

Sebagai standard penilaian hasil pengujian tahan luntur warna digunakan standard

skala abu-abu (GREY SCALE) dan standard skala penodaan (STAINING

SCALE).

2.4.5 STANDARD SKALA PENODAAN (STAINING SCALE)

Staining scale dipakai untuk menilai penodaan warna pada kain putih yang

digunakan pada pengujian tahan luntur warna.

Untuk penilaian penodaan pada kain sama seperti penilaian grey scale.

Staining scale terdiri dari sepasang lempeng standard putih dan 8 lempeng

standard putih abu-abu yang pada tiap pasang menunjukan perbedaan dan

kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna.

22
Pada staining scale penilain penodaan pada kain putih pengujian pada tahan luntur

warna, dilakukan dengan membandingkan dari kain putih yang dinodai terhadap

terhadap perbedaan yang di gambarkan oleh staining scale dan dinyatakan juga

dengan nilai kekromatikan adam.

2.4.6 EVALUASI TAHAN LUNTUR WARNA

Nilai Tahan Luntur Warna Evaluasi Tahan Luntur Warna


5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Tabel 2.4.6.1 Evaluasi tahan luntur warna

Arti = L*a*b*

L* = menunjukan Lightness, yang berskala dari 0-100, dimana 0

menunjukan warna yang paling GELAP, 100 menunjukan warna

yang paling TERANG.

23
a* dan b* = menunjukan cromaticity coordinat.

a+ = menunjukan kearah warna MERAH

a- = menunjukan kearah warna HIJAU

b+ = menunjukan kearah warna KUNING

b- = menunjukan kearah warna BIRU

24
BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

dengan uji laboratorium dengan menggunakan alat dan bahan sebagai berikut:

3.1 Alat dan Bahan yang digunakan:

 Alat, Adapun alat-alat yang digunakan untuk percobaan yaitu:

 Membuat pola batik:

- Pensil

- Penggaris

- Kain mori yang biasa digunakan untuk membatik

 Membuat sampel lilin percobaan:

- Wajan (untuk memanaskan lilin)

- Timbangan

- Gelas Arloji

- Kompor Listrik

- Alat pengaduk

- Tempat/cetakan untuk menampung sampel lilin

 Membuat batik:

- Canting klowong

- Wajan

- Kompor Listrik

 Membuat pewarna batik:

- Baskom (ember) untuk wadah pewarna

25
- Wajan besar

- Gelas beker

- Jepitan

 Campuran komposisi pada macrowax yang akan digunakan sebagai

sampel :

Macrowax terdiri dari campuran :

- 100 gram gondorukem

- 100 gram damar matakucing

- 250 gram parafin

- 100 gram malam tawon

- 75 gram microwax

 Bahan- bahan secara keseluruhan dibuat dalam 5 Sampel:

- 400 gram damar matakucing

- 200 gram paraffin

- 400 gram gondorukem

- 200 gram malam tawon

- 50 gram microwax

- 75 gram macrowax

26
3.2 Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan ini yaitu:

 Resep sampel:

 Sampel A:

- 80 gr damar mata kucing

- 80 gr gondorukem

- 40 gr paraffin

- 20 gr malam tawon

- 10 gr microwax

- 5 gr macrowax

Gambar 3.2.1 Sampel A

 Sampel B:

- 80 gr damar mata kucing

- 80 gr gondorukem

- 40 gr paraffin

- 20 gr malam tawon

- 10 gr microwax

- 10 gr macrowax

Gambar 3.2.2 Sampel B

27
 Sampel C:

- 80 gr damar mata kucing

- 80 gr gondorukem

- 40 gr paraffin

- 20 gr malam tawon

- 10 gr microwax

- 15 gr macrowax

Gambar 3.2.3 Sampel C

 Sampel D:

- 80 gr damar mata kucing

- 80 gr gondorukem

- 40 gr paraffin

- 20 gr malam tawon

- 10 gr microwax

- 20 gr macrowax

Gambar 3.2.4 Sampel D

28
 Sampel E:

- 80 gr damar mata kucing

- 80 gr gondorukem

- 40 gr paraffin

- 20 gr malam tawon

- 10 gr microwax

- 25 gr macrowax

Gambar 3.2.5 Sampel E

 Untuk membuat 5 (empat) komposisi sampel lilin tersebut

maka dibutuhkan bahan-bahan sebanyak:

- 400 gr damar mata kucing (@sampel = 80 gr)

- 400 gr gondorukem (@sampel = 80 gr)

- 200 gr paraffin putih (@sampel = 40 gr)

- 100 gr malam tawon (@sampel = 20 gr)

- 50 gr microwax (@sampel = 10 gr)

- 75 gr macrowax (berbeda tiap sampel)

 Naphtol AS-OL dan Garam Orange GC untuk pewarnaan

 Air dingin

29
3.3 Prosedur Penelitian

Untuk mendapatkan lilin batik yang sebaik-baiknya, maka pada

waktu menjebor atau membuat campuran lilin harus memperhatikan

beberapa petunjuk sebagai berikut:

1. Bahan lilin batik yang mempunyai titik leleh yang paling tinggi

dilelehkan lebih dahulu, kemudian berturut-turut yang lebih rendah dan

yang terakhir yang mempunyai titik leleh terendah.

2. Didalam pengerjaan mencampur ini, setelah semula bahan-bahan

pokok dimasukkan dan menjadi cair, diaduk yang baik dan rata, agar

campuran betul-betul homogen.

3. Campuran lilin batik yang masih cair disaring dengan kain, kemudian

dicetak pada tempat yang baik dan kemudian didinginkan satu malam.

Setelah semua masuk dan mencair, diaduk sampai campur dan dipanaskan

untuk beberapa saat, kemudian disaring pakai kain, kain yang bersih serta

dicetak pada cetakkan lilin batik. Pada keesokan harinya lilin campuran ini

dapat diambil dan dipergunakan.

3.4 Tempat dan Waktu pelaksanaan

Tempat : Di laboratorium Pertekstilan Jurusan Teknik Kimia

Waktu : 1 November s/d 8 Desember 2017

30
3.5 Pelaksanaan Penelitian

 Cara Kerja

I. Mencampurkan semua bahan

II. Melakukan penyaringan dan pencetakan hingga menjadi

malam

III. Melakukan proses pencairan malam

IV. Menutup kain dengan malam cair sesuai pola

V. Memberikan zat warna padakain yang telah ditutup malam

VI. Melepaskan malam yang menempel untuk melihat hasil dari

pewarnaan

VII. Membandingkan hasil setiap sampel dengan melihat hasil

pengujian di Laboratorium Evaluasi Tekstil

31
Alur
Pencampuran

Penyaringan

Pencairan
malam

Penutupan kain oleh


malam

Pewarnaan

Pelepasan
malam

Evaluasi

Berhasil Tidak

Membandingkan
Hasil Pewarnaan

32
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berikut adalah hasil dari percobaan yang dilakukan dari mulai

pencampuran, pemasakan, pembuatan pola, pembatikan dan pewarnaan

hingga pelorodan:

Gambar 4.1.1 Hasil Pelorodan Sampel A

Gambar 4.1.2 Hasil Pelorodan Sampel B

33
Gambar 4.1.3 Hasil Pelorodan Sampel C

Gambar 4.1.4 Hasil Pelorodan Sampel D

Gambar 4.1.5 Hasil Pelorodan Sampel E

34
Gambar 4.1.6 Sampel – sampel sebelum pelorodan

Gambar 4.1.7 Hasil dari Berbagai Pengujian

35
Dari penelitian didapatkan hasil pengujian sebagai berikut:

e. Hasil uji TLW terhadap gosokan kain (basah dan kering)

Tabel 4.1.1 Hasil uji TLW terhadap gosokan kain (basah dan kering)

No Kode Sampel Nilai Uji Gosok Kering Nilai Uji Gosok Basah

1 A (5 gr Macrowax) 4 (Baik) 4-5 (Baik)

2 B (10 gr Macrowax) 4 (Baik) 4-5 (Baik)

3 C (15 gr Macrowax) 3-4 (Cukup Baik) 4-5 (Baik)

4 D (20 gr Macrowax) 4 (Baik) 4-5 (Baik)

5 E (25 gr Macrowax) 4 (Baik) 4-5 (Baik)

Pada analisa Tahan Luntur Warna (TLW) dapat dilihat dari tabel

4.1.1 bahwa di dapatkan hasil nilai uji gosok kering dan nilai uji gosok

basah dari masing-masing variasi Macrowax adalah sebagai berikut : pada

sampel A dengan komposisi macrowax 5 gr hasil dari uji gosok kering

yaitu 4, untuk uji gosok basah yaitu 4-5. Untuk sampel B dengan

komposisi Macrowax 10 gr hasil uji gosok kering 4, untuk uji gosok

basah yaitu 4-5, tidak ada perubahan dari sampel A. Sedangkan untuk

sampel C dengan komposisi macrowax 15 gr nilai hasil uji gosok kering

lebih menurun dari hasil uji gosok kering lainnya yaitu 3-4 dan uji gosok

basah tetap sama (tidak mengalami penurunan) yaitu 4-5. Pada sampel D

dengan komposisi macrowax 20 gr nilai hasil uji gosok kering mengalami

kenaikan kebambali sama seperti sampel A dan B yaitu 4 lalu uji gosok

basah 4-5. Dan sampel E yang terakhir dengan komposisi macrowax 25 gr

36
uji gosok kering 4 dan uji gosok basah juga sama dengan sampel

A,B,C,D, dan E yaitu 4-5.

Ket indeks 1-5 : 1= jelek ; 2= kurang ; 3= Cukup ; 4= Baik ; 5= Sangat

Baik

Grafik 4.1.1 Hubungan antara komposisi Macrowax dengan uji gosok

kering dan basah

Dari grafik 4.1.1 diatas menunjukkan bahwa hasil dari uji

gosok kering dan uji gosok basah yang dilakukan di Laboratorium

evaluasi tekstil, perbedaan konsentrasi macrowax pada pembuatan batik

sedikit mempengaruhi penurunan kualitas warna ketika diuji gosok

kering, hal itu di buktikan dengan adanya penurunan hasil uji gosok

kering yang terjadi dalam grafik pada komposisi 10 gr ke 15 gr dan

mengalami kenaikkan kembali dalam grafik pada komposisi 15 gr ke 20

gr. Dan pada parameter uji gosok basah angka yang ditunjukan pada

37
setiap komposisi di dalam grafik adalah angka 4-5, yang mana itu

merupakan hasil yang baik.

f. Hasil uji TLW terhadap pencucian Sabun

Tabel 4.1.2 Hasil uji TLW terhadap pencucian Sabun

No Kode Sampel Nilai Uji Kelunturan Cuci Sabun

1 A (5 gr Macrowax) 3-4 (Cukup Baik)

2 B (10 gr Macrowax) 4-5 (Baik)

3 C (15 gr Macrowax) 4 (Baik)

4 D (20 gr Macrowax) 4-5 (Baik)

5 E (25 gr Macrowax) 4-5 (Baik)

Setelah uji gosok, dapat dilakukan uji TLW terhadap pencucian

Sabun dengan variasi macrowax yang dapat dilihat pada tabel 4.1.2 untuk

sampel A dengan komposisi 5 gr macrowax uji kelunturannya yaitu 3-4

(Cukup Baik). Sedangkan Sampel B dengan komposisi 10 gr macrowax

uji kelunturannya yaitu 4-5 (Baik). Pada sampel C dengan komposisi 15

gr macrowax uji kelunturannya yaitu 4 (Baik). Untuk sampel D dengan

komposisi 20 gr macrowax uji kelunturannya yaitu 4-5 (Baik). Dan

sampel E yang terakhir dengan komposisi 25 gr macrowax uji

kelunturannya yaitu 4-5 (Baik). Terjadi peningkatan pada sampel A ke B

lalu sampel D dan E cenderung stabil mendapatkan hasil nilai uji

kelunturannya yaitu 4-5. Tahan luntur warna (TLW) memang peranan

penting, karena pengujian tahan luntur warna selain untuk memilai

38
ketahanan luntur hasil dari pencelupan kain, dapat juga di pergunakan

sebagai alat pengambil keputusan dalam pemilihan zat warna.

Grafik 4.1.2 Hubungan antar komposisi macrowax dengan uji cuci sabun

HUBUNGAN ANTARA KOMPOSISI MACROWAX


DENGAN KELUNTURAN CUCI SABUN
5
4.5
4
NILAI UJI

3.5
3
2.5
2
A (5gr) B (10 gr) C (15 gr) D (20 gr) E (25 gr)
KOMPOSISI MACROWAX

KELUNTURAN SABUN

Dari grafik 4.1.2. diatas menunjukkan bahwa hasil dari uji

kelunturan cuci sabun yang dilakukan di Laboratorium Evaluasi Tekstil,

perbedaan konsentrasi macrowax pada pembuatan batik cukup

mempengaruhi kualitas warna ketika diuji kelunturan cuci sabun, hal itu

di buktikan dengan adanya perubahan pada grafik. Angka yang

ditunjukan di grafik dimulai dari nilai 3-4 lalu mengalami kenaikan,

setelah itu terjadi penurunan pada komposisi 10 gr ke 15 gr, dan

mengalami kenaikan kembali lalu stabil dinilai uji 4-5 yang mana

merupakan hasil yang baik pada parameter uji kelunturan cuci sabun.

39
g. Hasil Uji Ketuaan Warna ( R %)

Tabel 4.1.3 Hasil Uji Ketuaan Warna ( R %)

No Kode Sampel Nilai Uji Ketuaan Warna (R%)

1 Nilai standar kain katun putih 105,64

2 A (5 gr Macrowax) 80,59

3 B (10 gr Macrowax) 89,79

4 C (15 gr Macrowax) 94,35

5 D (20 gr Macrowax) 86,76

6 E (25 gr Macrowax) 96,08

Uji ketuaan warna dengan berbagai variasi macrowax dapat dilihat

pada tabel 4.1.3. Pada tabel nilai standard kain katun putih yaitu 105,64 ,

kain putih disini digunakan sebagai blanko untuk mengukur ketuaan

warna dari kain yang akan diuji. Untuk sampel A dengan macrowax 5 gr

didapatkan ketuaan warnanya yaitu 80,59. Sampel B dengan macrowax

10 gr didapatkan ketuaan warnanya yaitu 89,79. Untuk sampel C dengan

macrowax 15 gr didapatkan uji ketuaan warnanya yaitu 94,35. Sedangkan

sampel D dengan macrowax 20 gr di dapatkan uji ketuaan warnanya yaitu

86,76, terdapat penurunan hasil uji ketuaan warna dari sampel C dan D.

Dan untuk sampel E dengan macrowax 25 gr di dapatkan uji ketuaan

warnanya yaitu 96,08. Semakin nilai R% nya kecil berarti warna serat

makin Tua/gelap, sebaliknya kalau nilai R% nya besar warna seratnya

makin terang menuju warna putih.

40
Grafik 4.1.3 Hasil Uji Ketuaan Warna (R%)

HUBUNGAN ANTARA KOMPOSISI MACROWAX


DENGAN UJI KETUAAN WARNA
106
103
100
97
NILAI UJI

94
91
88
85
82
79
NILAI A (5gr) B (10 gr) C (15 gr) D (20 gr) E (25 gr)
STANDAR KOMPOSISI MACROWAX
KAIN KATUN
PUTIH (0 gr)
KETUAAN WARNA

Dari grafik 4.1.3 diatas menunjukkan bahwa hasil dari pewarnaan

kain. Semakin nilai R% nya kecil berarti warna serat makin Tua/gelap,

sebaliknya kalau nilai R% nya besar warna seratnya makin terang menuju

warna putih, dimana nilai standard kain katun putih adalah 105,64 atau

bisa disebut dengan blanko. Naik turunnya angka pada hasil cukup

signifikan karena hanya berbeda dari segi waktu pencelupan kain.

41
h. Hasil Uji Beda Warna ( R %)

Tabel 4.1.4 Hasil Uji Beda Warna dengan macrowax ( R %)

Nilai Uji Beda Warna

No. Kode sampel (L*a*b*dE*ab)

pakai

1 Microwax L* a* b* dE*ab

2 99,95 0,12 -0,27 0,00

3 A 72,79 34,07 41,85 60,54

4 B 90,47 8,62 7,59 14,96

5 C 78,11 33,97 37,94 55,53

6 D 67,63 40,03 46,74 69,63

7 E 67,67 39,43 44,74 68,07

Uji beda warna dengan berbagai variasi dengan menggunakan microwax

dapat dilihat di tabel 4.1.4. untuk L* nilai uji beda nya semakin turun dari

yang semula 99,95 menjadi 72,79. Untuk a* cenderung mengalami

kenaikan dari 33,97 menjadi 40,03 sedangkan untuk b* juga mengalami

keaikan. Untuk dE*ab nilai uji beda warnanya juga mengalami kenaikan

dari 55,53 menjadi 69,63.

42
Tabel 4.1.5 Hasil Uji Beda Warna Non macrowax ( R %)

Nilai Uji Beda Warna

No. Kode sampel (L*a*b*dE*ab)

pakai

Microwax L* a* b* dE*ab

1 100,67 -0,01 -0,01 0

2 A 78,07 34,57 39,94 57,09

3 B 96,19 24,37 22,02 33,16

4 C 87,68 30,06 28,15 43,19

6 D 65,54 42,12 40,39 68,12

6 E 68,97 43,67 41,02 67,79

Uji beda warna dengan berbagai variasi dengan menggunakan microwax

dapat dilihat di tabel 4.1.4. untuk L* nilai uji beda nya semakin turun dari

yang semula 96,19 menjadi 68,97. Untuk a* cenderung mengalami

kenaikan dari 24,37 menjadi 43,67 sedangkan untuk b* juga mengalami

keaikan. Untuk dE*ab nilai uji beda warnanya juga mengalami kenaikan

dari 33,16 menjadi 67,79.

43
Grafik 4.1.4 Hubungan antara Lilin menggunakan Macrowax dengan

Hasil Uji beda Warna

HUBUNGAN ANTARA LILIN MACROWAX VS


NILAI BEDA WARNA
102
99
96
93
90
NILAI UJI

87
84
81
78
75
72
69
66
NILAI A (5gr) B (10 gr) C (15 gr) D (20 gr) E (25 gr)
STANDAR
KOMPOSISI MACROWAX
KAIN KATUN
PUTIH (0 gr) HASIL UJI BEDA WARNA

Dari grafik 4.1.4. diatas menunjukkan bahwa hasil dari pengujian

beda warna dengan macrowax. Dari grafik menunjukan nilai uji beda

warna mengalami penurunan lalu mengalami kenaikan kemudian

langsung mengalami penurunan kembali, penurunan angka disini

menunjukan warna yang diuji semakin gelap seiring turunnya angka uji

tersebut. Pengujian beda warna terdapat skalanya yaitu dari skala 0-100,

angka yang mendekati angka 100 berarti semakin terang begitu

sebaliknya angka yang mendekati angka 0 berarti semakin gelap. Hal ini

menunjukan semakin banyak macrowax yang digunakan nilai beda

warnanya semakin turun dan menjadi semakin gelap.

44
Grafik 4.1.5 Hubungan antara Lilin tanpa menggunakan Macrowax

dengan Hasil Uji beda Warna

Dari grafik 4.1.5. diatas menunjukkan bahwa hasil dari pengujian

beda warna dengan tanpa menggunakan macrowax. Dari grafik

menunjukan nilai uji beda warna mengalami penurunan, penurunan angka

disini menunjukan warna yang diuji semakin gelap seiring turunnya

angka uji tersebut. Pengujian beda warna terdapat skalanya yaitu dari

skala 0-100, angka yang mendekati angka 100 berarti semakin terang

begitu sebaliknya angka yang mendekati angka 0 berarti semakin gelap.

Nilai beda warna non microwax semakin turun di bandingkan dengan

nilai beda warna menggunakan microwax, dengan tidak menggunakan

microwax hasilnya akan semakin gelap.

45
i. Hasil uji kualitas batik dari kuisioner

Berdasarkan pertanyaan yang diberikan pada 10 responden. Pertanyaan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas malam batik dalam pewarnaan pada kain sampel?

2. Bagaimana kualitas pola batik secara visual pada kain sampel?

3. Bagaimana kualitas pewarnaan secara visual pada kain sampel?

Di dapat kan Hasil sebagai berikut:

Grafik 4.1.6 Hasil kuisioner pertanyaan 1

KUALITAS MALAM BATIK


A B C D E
0%

25%
50%
25%

0%

Grafik 4.1.6 menunjukkan bahwa responden lebih memilih sampel E menjadi

sampel dengan hasil malam paling baik yaitu sebanyak 50%. Diikuti sampel B

dan C pada urutan kedua dengan nilai 25%.

46
Grafik 4.1.7 Hasil kuisioner pertanyaan 2

KUALITAS POLA BATIK


A B C D E

20% 20%

10%
40%
10%

Grafik 4.1.7 menunjukkan bahwa responden lebih memilih sampel B menjadi

sampel dengan hasil pola batik paling baik yaitu sebanyak 40%. Diikuti sampel A

dan E pada urutan kedua dengan nilai 20%.

Grafik 4.1.8 Hasil kuisioner pertanyaan 3

KUALITAS PEWARNAAN
A B C D E

20%

50%
30%

0% 0%

Grafik 4.1.8 menunjukkan bahwa responden lebih memilih sampel E menjadi

sampel dengan hasil pewarnaan paling baik yaitu sebanyak 50%. Diikuti sampel B

pada urutan kedua dengan 30% dan sampel A dengan 20%.

47
4.2 Pembahasan

Dari penelitian yang kami lakukan dapat dibahas sebagai berikut, bahwa

dalam penelitian ini kami menggunakan Macrowax sebagai bahan pembuat

malam batik. Macrowax merupakan bahan baku malam yang berasal dari lilin

bekas yang terdiri dari campuran lilin malam tawon, gondorukem, damar

matakucing, parafin, microwax yang dilelehkan terlebih dahulu lalu dicampur

menjadi satu sehingga menjadi lilin bekas yang disebut macrowax. Warna dari

macrowax adalah kuning muda, sifat dari macrowax sendiri menyerupai lilin

lebah yaitu lemas/lentur/ulet dan mudah di-lorod. Maka pemakaianya sebagai

pengganti atau dapat mengurangi penggunaan lilin tawon (kote).

Sifat-sifat macrowax adalah sebagai berikut:

a. Titik leleh 60 derajat Celcius

b. Membutuhkan waktu lama untuk mencairkannya

c. Mudah lepas dalam pelorodan

d. Sukar menembus kain

e. Memiliki tekstur yang sangat alot dan lengket

Dari sifat-sifat tersebut macrowax sangat cocok menjadi bahan malam yang

berfungsi untuk menutup pola malam ketika dalam pewarnaan kain. Dimana

bahan sangat mudah dilorod tetapi baik dalam menutup pola kain dalam

pewarnaan. Penggunaan macrowax yang bisa menggantikan fungsi dari malam

tawon dapat menanggulangi permasalahan dimana sulitnya mendapatkan malam

tawon daripada microwax. Dari segi harga malam tawon jauh lebih mahal

48
daripada macrowax, karena macrowax menggunakan bahan dari malam yang

sudah digunakan(dilorod) yang kemudian didaur ulang kembali.

Dari penjelasan diatas kami menggunakan macrowax sebagai bahan utama

pada penelitian kami sehingga kami dapat mengetahui pengaruh perbedaan

komposisi macrowax pada pembuatan batik klowong terhadap hasil pewarnaan

batik. Untuk bisa mendapat hasil yang berbeda pada tiap variabel, kami membuat

sampel dengan komposisi macrowax yang berbeda. Yang memiliki komposisi 5

gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram, 25 gram. Dari variasi tersebut akan terlihat

perbedaan kualitas dari tiap sampel sehingga dapat dilihat juga pengaruh

macrowax terhadap kualitas malam. Dengan variabel lain dibuat sama tiap

sampelnya. Mula-mula bahan dilelehkan terlebih dahulu dengan urutan bahan

dengan titik leleh lebih tinggi dilelehkan terlebih dahulu. Pada perhitungan suhu

titik leleh didapat angka titik leleh berturut-turut 57,51 oC, 57,25 oC, 57 oC, 56,76

o
C, dan 56,52 oC.

Dari segi analisa kualitatif, dengan adanya kuisioner. Didapat hasil malam

yang berbeda dari segi warna dan tekstur. Semakin banyak komposisi macrowax,

warnanya semakin terang dan bening. Sedangkan dari segi tekstur semakin

banyak komposisi macrowax membuat malam semakin lembut dan lebih mudah

mengering. Sedangkan dari segi penutupan pola, relatif sama. Semua sampel

dapat menutup pola dan mencegah meresapnya warna ke dalam kain.

Pada proses pembuatan malam dan pola. Kami juga melakukan langkah-

langkah dengan sangat teliti. Terutama ketika proses mencanting. Kami membuat

pola agar terlihat indah tetapi tetap dengan pola yang bisa mudah diuji ketika

49
proses pengujian. Pada proses pewarnaan kami menggunakan pewarna naphtol

orange agar warna yang didapat memiliki warna yang kuat dan jelas sehingga

terlihat perbedaan warna dengan kain yang ditutup malam. Proses pewarnaan 5

sampel dilakukan dengan perlakuan yang sama yaitu dengan kadar naphtol yang

sama,waktu perendaman yang sama dan waktu pengeringan yang sama. Sehingga

dari 5 sampel tersebut didapat hasil yang relatif sama. Setelah pewarnaan selesai

sampel dengan ukuran 5x5 akan diuji dengan penembakan spechtrofotometer.

Untuk menguji seberapa baik malam tersebut menutup pola dari pewarnaan.

Pada proses pelorodan dilakukan dengan air yang mendidih dan tambahan

soda kaustik agar malam dapat lepas dengan sempurna tanpa menyisakan lelehan

malam di sekitar kain. Setelah kain di lorod lalu dilakukan uji gosok kain (basah

dan kering), pencucian sabun, kelunturan cuci sabun, uji ketuaan warna dan uji

beda warna. Untuk menguji seberapa baik warna yang dihasilkan apakah luntur ke

warna putih yang ditutup oleh malam.

Hasil pengujian dari laboratorium evaluasi tekstil didapat hasil yaitu:

1. Nilai uji gosok baik basah atau kering menunjukkan hasil berubah atau tidak

stabil. Sehingga penggunaan macrowax mempengaruhi terhadap nilai uji

gosok

2. Nilai uji kelunturan sabun menunjukkan hasil yang naik turun naik kembali

lalu stabil. Penggunaan macrowax tidak mempengaruhi terhadap nilai uji

kelunturan sabun

3. Nilai uji ketuaan warna menunjukkan nilai yang fluktuatif. Hal ini

dikarenakan bedanya ketuaan warna orange pada kain. Disini kami tidak

50
menjadikan pewarnaan sebagai variable. Sehingga perbedaan nilai pada

pengujian ini tidak bisa ditarik kesimpulan akan kualitas malam batik. Nilai

pada sampel A =80,59, B = 89,79, C = 94,35, D = 86,76, E=96,08

4. Nilai uji beda warna menunjukkan nilai yang turun naik lalu turun kembali

dan stabil. Menandakan bahwa kualitas penutupan malam semakin turun

bila komposisi macrowax semakin banyak atau besar. Angka yang didapat

berturut turut 99,95 , 72,79 , 90,47 , 78,11 , 67,63, dan 67,67.

Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa macrowax merupakan salah

satu bahan utama untuk membuat malam. Fungsinya dapat menggantikan fungsi

dari malam tawon yang ketersediaannya sulit untuk didapatkan dan harganya

lebih mahal. Tetapi perlu diperhatikan juga komposisi dari macrowax tersebut.

Komposisinya haruslah seimbang dengan bahan lain. Proporsinya harus benar

benar tepat. Karena berdasar hasil uji. Semakin banyak komposisi macrowax pada

sampel maka semakin bening dan halus. Sehingga kemampuan untuk menutup

pola batik semakin berkurang.

51
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang kami lakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Semakin banyak komposisi macrowax yang digunakan, memperkecil suhu

dari titik leleh pada saat proses pelelehan bahan baku menjadi malam.

2. Semakin banyak komposisi macrowax yang digunakan pada sampel maka

semakin bening dan lembut pada hasil malam bila dilihat secara visual.

3. Dari hasil uji, Semakin banyak komposisi macrowax tidak membuat

semakin baiknya kualitas malam. Kualitas malam terbaik didapat pada

sampel dengan jumlah macrowax paling sedikit.

4. Komposisi macrowax harus seimbang dengan bahan lain agar

menghasilkan kualitas terbaik.

5. Macrowax memiliki kegunaan yang sama pada fungsi dari malam tawon.

Sehingga dapat mengurangi penggunaan malam tawon yang persediaannya

agak sulit didapat.

52
5.2 Saran

A. Pada proses penulisan malam pada pola batik. Harus lebih hati-hati agar

hasil yang didapat lebih maksimal dan mudah untuk diuji.

B. Menggunakan canting yang baik. Agar hasil pembatikan lebih maksimal.

C. Pada saat melelehkan bahan bahan utama dan macrowax harus dalam suhu

yang stabil agar mendapatkan kualitas malam yang baik.

D. Proses pelorodan yang dilakukan harus bersih agar tidak ada bekas lilin

atau malam yang masih tertempel dikain.

53
DAFTAR PUSTAKA

Kusrianto, Adi., 2013, Batik Filosofi, Motif dan Kegunaan, CV. ANDI OFFSET,

Yogyakarta.

Gumbolo HS., 2015, Batik dan Zat Warna Alam, Ardana Media. Yogyakarta

Ari Wulandari., 2011, Batik Nusantara Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan

Industri Batik, CV. ANDI OFFSER, Yogyakarta.

Wikipedia.,” Paraffin”. https://id.wikipedia.org/wiki/Parafin

Wikipedia.,”Gondorukem”.http://www.pgtgarahan.com/?PRODUKSI/GONDOR

UKEM

Wikipedia.,” Damar Mata Kucing”. https://id.wikipedia.org/wiki/Damar_mata-

kucing

Wikipedia.,”MalamBatik”.https://muhtadinbatik.wordpress.com/2014/12/23/mala

m-batik/

Wikipedia., “Malam_Zat”, https://id.wikipedia.org/wiki/Malam_(zat)


Wikipedia.,” Microwax”. https://id.wikipedia.org/wiki/Microwax

54
LAMPIRAN

55
PERHITUNGAN

A. Suhu Titik Leleh Campuran

Tcam = 0.75 x Thit

Dimana:

Tcam = titik leleh campuran titik leleh lilin batik.


Thit = titik leleh perhitungan.

𝑇𝑐𝑎𝑚

𝑇𝑔 𝑥 𝑋𝑔 + 𝑇𝑑 𝑥 𝑋𝑑 + 𝑇𝑚 𝑥 𝑋𝑚 + 𝑇𝑝 𝑥 𝑋𝑝 + 𝑇𝑚𝑖𝑐 𝑥 𝑋𝑚𝑖𝑐 + 𝑇𝑚𝑎𝑐 𝑥 𝑋𝑚𝑎𝑐


= 0.75 𝑥 ( )
𝑋𝑔 + 𝑋𝑑 + 𝑋𝑚 + 𝑋𝑝 + 𝑋𝑚𝑖𝑐 + 𝑋𝑚𝑎𝑐

Tg = Suhu titik leleh gondorukem

Td = Suhu titik leleh damar mata kucing

Tm = Suhu titik leleh malam tawon

Tp = Suhu titik leleh paraffin

Tmic = Suhu titik leleh Microwax

Tmac = Suhu titik leleh Macrowax

Xg = Komposisi gondorukem (gr)

Xd = Komposisi damar mata kucing (gr)

Xm = Komposisi malam tawon (gr)

Xp = komposisi paraffin (gr)

Xmic = Komposisi Microwax (gr)

Xmac = Komposisi Macrowax (gr)

56
A.1. Suhu titik leleh campuran sampel A

𝑇𝑐𝑎𝑚

(80 𝑥 80) + (90 𝑥 80) + (59 𝑥 20) + (56 𝑥 40) + (70 𝑥 10) + (60 𝑥 5)
= 0.75 𝑥 ( )
80 + 80 + 20 + 40 + 10 + 5

= 57,51 oC

A.2. Suhu titik leleh campuran sampel B

𝑇𝑐𝑎𝑚
(80 𝑥 80) + (90 𝑥 80) + (59 𝑥 20) + (56 𝑥 40) + (70 𝑥 10) + (60 𝑥 10)
= 0.75 𝑥 ( )
80 + 80 + 20 + 40 + 10 + 10
= 57,25 oC
A.3 Suhu titik leleh campuran sampel C

𝑇𝑐𝑎𝑚
(80 𝑥 80) + (90 𝑥 80) + (59 𝑥 20) + (56 𝑥 40) + (70 𝑥 10) + (60 𝑥 15)
= 0.75 𝑥 ( )
80 + 80 + 20 + 40 + 10 + 15
= 57 oC

A.4 Suhu titik leleh campuran sampel D

𝑇𝑐𝑎𝑚
(80 𝑥 80) + (90 𝑥 80) + (59 𝑥 20) + (56 𝑥 40) + (70 𝑥 10) + (60 𝑥 20)
= 0.75 𝑥 ( )
80 + 80 + 20 + 40 + 10 + 20

= 56,76 oC
A.4 Suhu titik leleh campuran sampel E

𝑇𝑐𝑎𝑚
(80 𝑥 80) + (90 𝑥 80) + (59 𝑥 20) + (56 𝑥 40) + (70 𝑥 10) + (60 𝑥 25)
= 0.75 𝑥 ( )
80 + 80 + 20 + 40 + 10 + 25

= 56,52 oC

57

Anda mungkin juga menyukai