Anda di halaman 1dari 10

IJDS 2016; Vol.3: No.

1: Page 16 - 25

Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bagi


Penyandang Tunadaksa di Universitas Brawijaya
Tamba Jefri

Departemen Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Abstract: The provision of good accessibility of infrastructure facilities is the main duty of an institution to
become an institution that is good for all parties. However, problems frequently arise is still the lack of
infrastructure that is less accessible for the disabled. The University of Brawijaya as an institution of higher
education higher based inclusive prompted many changes to the accessibility infrastructure that is friendly to
people with disabilities, especially physical disabilities (ambulant disabled and. This paper aims to find the
accessibility of facilities in the UB for a physical disabled people. With an emphasis on means of pedestrian,
doors, lifts, ramps and toilets at some points in UB faculties and buildings.
.
Keywords: Accessibility, Infrastructure, Physical Disability, University of Brawijaya

1. Latar Belakang Tentu saja hal ini memerlukan standarisasi


Perkembangan sarana dan prasarana secara teknis dalam membangun sebuah
yang ramah bagi penyandang difabel, infrastruktur yang ramah terhadap
khususnya pada tempat-tempat umum sudah masyarakat kelompok tunadaksa. Pada
terlihat bermunculan. Seiring dengan dasarnya, aksesibilitas infrastruktur bagi
berjalannya waktu, hampir semua elemen kelompok penyandang tunadaksa harus
dalam masyarakat turut andil dalam dijadikan hal yang prioritas untuk menunjang
pembangunan sarana dan prasarana bagi lingkungan yang inklusif.
kelompok penyandang difabel tersebut. Universitas Brawijaya (UB), sebagai
Misalnya saja di pada institusi Perguruan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di
Tinggi Negeri (PTN), selaku institutsi Indonesia yang telah melaksanakan kebijakan
pendidikan tinggi milik pemerintah yang kampus inklusif juga sangat memperhatikan
bernaung pada sayap Kementerian Riset, secara infrastruktur. Hal tersebut menjadikan
Teknologi dan Pendidikan Tinggi juga UB sebagai pelopor kampus inklusif di
tengah bersiap untuk memberikan fasilitas Indonesia. Pada tahun akademik 2013/2014
(sarana dan prasarana) kepada kelompok UB memberikan kuota penerimaan khusus
mahasiswa berkebutuhan khusus tersebut. kepada calon mahasiswa penyandang difabel,
Fasilitas umum yang yang baik merupakan sebanyak 15 mahasiswa difabel telah
hal yang paling dibutuhkan bagi seluruh diterima di UB melalui jalur mandiri khusus
civitas akademika dalam menunjang yakni, Seleksi Penerimaan Khusus
keamanan dan kenyamanan bagi seluruh Penyandang Difabel (SPKPD), adapun
individu, termasuk bagi mereka yang jumlah persebarannya ialah 5 pada Fakultas
memiliki kebutuhan khusus. Ilmu Budaya, 2 Fakultas Ilmu Komputer, 1
Akses infrastruktur di tempat umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 4 Fakultas
semestinya juga menunjang bagi seluruh Ilmu Administrasi 2 Fakultas Hukum, 2
masyarakat, tidak terkecuali bagi kelompok Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 5
difabel (khususnya bagi mereka kelompok Program Vokasi (Sugito, 2013). Jumlah
tunadaksa). tersebut akan terus ditingkatkan setiap tahun
penerimaan sesuai dengan kualitas
Corresponding author: Jefry Tamba
jefripenny@gmail.com
mahasiswa. Beberapa alasan lain yang
Published online at http://IJDS.ub.ac.id mendukung hal tersebut ialah UB telah
Copyright © 2016 PSLD UB Publishing. meresmikan Pusat Studi dan Layanan Difabel
All Rights Reserved (Center for Disability Studies and Services)
dan juga membangun banyak sarana dan

16
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

prasarana yang ramah kepada penyandang Hal ini mengasumsikan bahwa seluruh
difabel di berbagai fakultas dan fasilitas penyandang cacat (difabel) berhak untuk
umum lainnya. mendapatkan persamaan akses kenyamanan
Dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 dalam kehidupan. Aksesibilitas tersebut
disebutkan bahwa “seluruh warga negara dititikberatkan pada fasilitas umum,
berhak atas pekerjaan dan penghidupan contohnya seperti berikut ini ukuran dasar
yang layak”, artinya negara menjamin bahwa ruang, jalur pedestrian, jalur pemandu, area
seluruh masyarakat, yang tidak dibatasi oleh parkir, pintu, ramp, tangga, lift, kamar kecil
keadaan fisik berhak untuk mendapatkan (toilet), pancuran, wastafel, telepon,
pekerjaan. Selain itu, pasal 34 ayat 3 perlengkapan, perabot, dan yang terakhir
menyatakan bahwa, “Negara ialah rambu.
bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas Dalam peraturan tersebut juga dibahas
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum mengenai asas atau kriteria aksesibilitas yang
yang layak”, hal ini dapat diartikan bahwa baik sebagai pedoman dasar penyediaan
negara bertanggung-jawab atas pengadaan akses pada sarana dan prasarana, yaitu
segala fasilitas kesehatan dan pelayanan meliputi:
umum yang ada di masyarakat. Secara
keseluruhan, hal ini dapat diasumsikan • Kemudahan, yaitu setiap orang dapat
bahwa UB sebagai institusi pendidikan milik mencapai semua tempat atau
negara harus dapat memberikan pelayanan bangunan yang bersifat umum dalam
umum yang memadai bagi seluruh civitas suatu lingkungan;
akademikanya. Baik itu kelompok yang • Kegunaan, yaitu setiap orang harus
normal, maupun kelompok penyandang dapat mempergunakan semua tempat
difabel. atau bangunan yang bersifat umum
Maka dari itu pentingnya dalam suatu lingkungan;
keaksesibelan suatu sarana dan prasarana di • Keselamatan, yaitu setiap bangunan
lingkungan pendidikan tinggi merupakan hal yang bersifat umum dalam suatu
yang perlu dikaji secara terus menerus untuk lingkungan terbangun, harus
menemukan jawaban dari keadaan dan situasi memperhatikan keselamatan bagi
terkini tentang aksesibilitas sarana dan semua orang;
prasarana itu sendiri. • Kemandirian, yaitu setiap orang
harus bisa mencapai, masuk dan
2. Tinjauan Pustaka mempergunakan semua tempat atau
2.1 Aksesibilitas Sarana dan Prasarana bangunan yang bersifat umum dalam
bagi Tunadaksa suatu lingkungan dengan tanpa
Sarana dan prasarana umum membutuhkan bantuan orang lain.
merupakan hal yang paling utama dalam
melayani mobilitas masyarakat untuk Hak aksesibilitas bagi difabel juga
mencapai tempat yang dituju. Hal ini, tidak tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4
terkecuali bagi seluruh kelompok Tahun 1997, pada pasal 10 tentang kesamaan
penyandang difabel, khususnya kelompok hak para difabel, yaitu meliputi:
tunadaksa. Oleh karenanya, pembangunan (1) Kesamaan kesempatan bagi
sarana dan prasarana yang ramah bagi penyandang cacat dalam segala aspek
penyandang tunadaksa di tempat umum kehidupan dan penghidupan dilaksanakan
merupakan hal yang baik dalam mendukung melalui penyediaan aksesibilitas.
kenyamanan dan keamanan. (2) Penyediaan aksesibilitas yang
dimaksud untuk menciptakan keadaan dan
2.1.1. Definisi Aksesibilitas lingkungan yang lebih menunjang
penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup
Aksesibilitas menurut Keputusan bermasyarakat.
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS (3) Penyediaan aksesibilitas sebagaimana
Tahun 1998 ialah “kemudahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan /atau
disediakan bagi penyandang cacat guna masyarakat dan dilakukan secara
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
segala aspek kehidupan dan penghidupan”.

17
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

2.1.2 Tunadaksa Sedangkan untuk subyek penelitian


Menurut (Somantri, 2006) tunadaksa ini berjumlah 6 orang. Dengan 3 kriteria
adalah suatu keadaan rusak atau terganggu subyek penelitian yakni, masyarakat
sebagai akibat gangguan bentuk atau pada tunadaksa, berusia diatas 18 tahun, dan
tulang, otot dan sendi dalam funsingnya yang pernah mengenyam pendidikan dasar sampai
normal. Kondisi ini dapar disebabkan oleh dengan tingkat menengah.
penyakit, kecelakaan atau dapat juga Berikut merupakan subyek penelitian
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Oleh yang mendukung makalah ini:
sebabnya bagi mereka penyandang tunadaksa
pasti memerlukan alat bantu (tools) untuk 1. Subyek MIZ
mempermudah gerakan mereka. Menurut MIZ (31 tahun) merupakan seorang
(Dhini Murdiyanti, 2012) tunadaksa memiliki tunadaksa yang berasal dari Surabaya. MIZ
2 katagori, yakni ambulant-disabled dan mengalami club-foot sejak lahir. Ia hendak
wheelchair-bound disabled. berkunjung ke kota Malang karena ingin
1. Ambulant disabled menemui kerabatnya yang sedang menempuh
Para penyandang tunadaksa dalam studi di Universitas Brawijaya.
katagori ini memiliki keterbatasan untuk
berpindah tempat, mereka dapat berpindah 2. Subyek S
dengan menggunakan alat bantu seperti S (19 tahun) merupakan seorang
kruk, tongkat, braces, frames (alat penahan tunadaksa dari Kota Malang. Pada tahun
yang berada didalam tubuh individu). 2016 ia baru saja lulus dari salah satu Pondok
Individu ini tidak seluruh tubuhnya Pesantren di Ponorogo. Rencanaya, S ingin
mengalami kelumpuhan. Pada kelompok melanjutkan studi pendidikan Vokasi di
katagori ini, mereka tidak perlu Universitas Brawijaya
menggunakan kursi roda.
3. Subyek LI
2. Wheelchair-bound disabled LI (62 tahun) merupakan seorang ibu
Sedangkan untuk kelompok katagori yang telah berkeluarga asal Kota Malang. LI
ini, memiliki keterbatasan untuk didiaknosa sejak tahun 2008 mengidap
mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain. penyakit diabetes melitus dan terpaksa
Maka dari itu mereka dipastikan harus mengamputasi kaki sebelah kirinya sampai
menggunakan alat bantu kursi roda untuk ke lutut di tahun 2012.
melakukan kehidupan sehari-hari.
4. Subyek RM
3. Metodologi Penelitian RM (21 Tahun) merupakan mahasiswa
3.1 Pendekatan dan Subyek Penelitian Universitas Brawijaya. Ia berasal dari
Penelitian ini dilakukan dengan Malang. Memiliki impian untuk bersekolah
metodologi kualitatif. Dalam metode ini, pascasarjana di Eropa Barat.
penelitilah yang mengkontrusikan dunia
melalui refleksinya sebagai makhluk sosial, 5. Subyek WE
politik dan budaya (Raco, 2010). Penelitian WE (22 tahun) merupakan mahasiswi
ini dilakukan dengan pendekatan Universitas Brawijaya. Ia memiliki cita-cita
fenomenologi. Pendekatan ini memiliki arti untuk membangun sebuah wadah pelatihan
bahwa peneliti harus terjun ke lapangan guna masak-memasak bagi penyandang difabel.
mengamati fenomena yang ada. Menurut
(Moleong, 2007) ada beberapa ciri-ciri pokok 6. Subyek KR
fenomenologis yaitu: KR (20 Tahun) merupakan mahasiswa
(a) Mengacu kepada kenyataan, dalam hal Universitas Indonesia yang kebetulan sedang
ini kesadaran tentang suatu benda secara berkunjung ke Kota Malang, khususnya ke
jelas. Universitas Brawijaya. Ia memiliki hobi yang
(b) Memahami arti peristiwa dan kaitan- cukup baik, yakni membiasakan diri untuk
kaitannya terhadap orang-orang yang berjemur di panas matahari pagi selama
berada dalam situasi tertentu. kurang lebih 30 menit.
(c) Memulai dengan diam.

18
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

4. Teknik Pengumpulan Data sebagai sarana dan prasarana yang aksesibel.


Dalam makalah ini, peneliti akan Aksesibel disini menurut Keputusan Menteri
menggunakan teknik wawancara sebagai Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS Tahun
metode utama atau primer dan observasi 1998 diartikan sebagai kondisi suatu tapak,
sebagai metode pelengkap atau sekunder. bangunan, fasilitas, atau bagian darinya
Berikut penejelasannya: yang memenuhi persyaratan teknis
1. Wawancara dengan pedoman khusus aksesbilitas. Kondisi aksesibel ini dirujuk
yaitu dalam proses wawancara ini, kepada beberapa fasilitas sarana dan
peneliti dilengkapi pedoman wawancara prasarana yang ramah bagi kelompok difabel,
yang sangat umum yang mencantumkan yakni jalur pejalan kaki (pedestrian), pintu,
isu-isu yang harus diliputi tanpa lift, ramp, kamar kecil dan lain sebagainya.
menentukan urutan pertanyaan. Maka dari itu terdapat beberapa
Wawancara denga pedoman sangat umum persyaratan yang dapat menilai bahwa sarana
dapat berbentuk wawancara terfokus, dan prasarana tersebut aksesibel terhadap
yakni wawancara yang mengarahkan kelompok tunadaksa atau tidak. Pada tabel
pembicaraan pada hal-hal tertentu dari yang bertanda (√) maka subyek penelitian
kehidupan subyek penelitian. Peneliti menanggap sarana tersebut aksesibel dan
memilih menggunakan jenis wawancara bilamana bertanda (X) maka subyek
dengan pedoman umum untuk memenuhi penelitian mengaggap sarana tersebut tidak
keperluan penelitian ini. Peneliti memilih aksesibel terhadap mereka. Berikut
jenis wawancara ini karena wawancara merupakan persyaratannya:
seperti ini dapat mengarahkan
a. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
pembicaraan pada kehidupan subyek
penelitian. • Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat,
2. Jenis observasi yang digunakan dalam tahan cuaca, bertekstur halus tetapi
penelitian ini adalah observasi sistematik, tidak licin. Hindari sambungan atau
yaitu yang menggunakan pedoman sesuai gundukan pada permukaan, kalaupun
dengan tujuannya. Pedoman ini akan terpaksa ada, tingginya harus tidak
membatasi pokok masalah yang diamati, lebih dari 1,25 cm. Apabia
yaitu pada perilaku yang relevan dengan menggunakan karpet, maka ujungnya
harus kencang dan mempunyai trim
masalah penelitian. Observasi sistematik
adalah observasi yang menggunakan yang permanen.
pedoman tujuan. Pedoman ini akan • Kemiringan
membatasi pokok masalah yang diamati, Kemiringan maksimum 7° dan pada
yaitu pada kegiatan-kegiatan yang relevan setiap jarak 9 m disarankan terdapat
dengan masalah penelitian. pemberhentian untuk istirahat.
• Area istirahat
Terutama digunakan untuk
5. Pembahasan dan Hasil membantu pengguna jalan penyandang
Universitas Brawijaya sebagai cacat.
kampus inklusif pada pendidikan tinggi,
• Pencahayaan, berkisar antara 50-150
khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
lux tergantung pada intensitas
hendaknya dapat menciptakan sarana dan
pemakaian, tingkat bahaya dan
prasarana pendidikan yang menunjang bagi
kebutuhan keamanan.
seluruh civitas akademika, ini bertepatan
• Perawatan Dibutuhkan untuk
dengan berdirinya suatu pusat studi difabel
mengurangi kemungkinan terjadinya
pada tanggal 19 Maret 2012. Hal ini
kecelakaan.
mengasumsikan bahwa UB harus senantiasa
membangun dan mengupayakan semaksimal • Drainase
mungkin dalam menciptakan sarana dan Dibuat tegak lurus dengan arah jalur
prasarana yang ramah kepada penyandang dengan kedalaman maksimal 1,5 cm,
difabel, khususnya tunadaksa. mudah dibersihkan dan perletakan
Pentingnya sarana dan prasarana lubang dijauhkan dari tepi ramp.
yang ramah ini dapat juga di mengerti • Ukuran

19
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

Lebar minimum jelur pedestrian


Gambar 5.1 Akses Pedestrian (pejalan kaki) di UB
adalah 120 cm untuk jalur searah dan
160 cm untuk dua arah. Jalur Tampak pada gambar diatas kontur
pedestrian harus bebas dari pohon, akses pejalan kaki terbuat dari batu kerikil
tiang rambu-rambu dan benda-benda halus yang memungkinkan pejalan,
pelengkap jalan yang menghalang. khususnya penyandang tunadaksa berkursi
• Tepi pengaman roda dapat menjalankan secara peribadi kursi
Penting bagi penghentian roda rodanya. Kontur jalan tersebut juga tidak
kendaraan dan tongkat tuna netra ke licin jika hujan mengguyur akses jalan ini.
arah area yang berbahaya. Tepi
pengaman dibuat setinggi minimum 10 b. Pintu
cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur • Pintu pagar ke tapak bangunan harus
pedestrian. mudah dibuka dan ditutup oleh
penyandang cacat.
Tabel 5.1 Aksesibilitas Jalur Pejalan Kaki
(Pedestrian) • Pintu keluar/masuk utama memiliki
lebar bukaan minimal 90 cm, dan
Kriteria Subyek Subyek Subyek pintu-pintu yang kurang penting
Aksesibilitas I II III
Kemudahan √ X √ memiliki lebar bukaan minimal 80
Kegunaan √ √ X cm.
Keselamatan X √ √ • Di daaerah sekitar pintu masuk
Kemandirian √ √ √
sedapat mungkin dihindari adanya
lanjutan ramp atau perbedaan ketinggian
Subyek Subyek Subyek lantai.
IV V VI
Kemudahan √ √ √ • Jenis pintu yang penggunaannya
Kegunaan √ √ X tidak dianjurkan:
Keselamatan √ √ √ i. Pintu geser.
Kemandirian √ X X
ii. Pintu yang berat, dan sulit untuk
dibuka/ditutup.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan
iii. Pintu dengan dua daun pintu
bahwa kriteria kemudahan dalam
yang berukuran kecil.
aksesibilitas pada sarana dan prasarana
iv. Pintu yang terbuka kekedua arah
pejalan kaki bagi penyandang tunadaksa
( "dorong" dan "tarik").
yang hendak mengunjungi kampus
v. Pintu dengan bentuk pegangan
Universitas Brawijaya dapat dikatakan sangat
yang sulit dioperasikan terutama
baik. Hal ini dikarenakan, telah tersedianya
bagi tuna netra.
akses jalan yang ramah terhadap penyandang
tunadaksa baik itu yang berkursi roda • Penggunaan pintu otomatis
maupun yang tidak menggunakan kursi roda diutamakan yang peka terhadap
(tongkat) dan sebagainya. Namun disini yang bahaya kebakaran. Pintu tersebut
perlu diperhatikan ialah masih minimnya tidak boleh membuka sepenuhnya
akses ramp. dalam waktu lebih cepat dari 5 detik
dan mudah untuk menutup kembali.
• Hindari penggunean bahan lantai
yang licin di sekitar pintu.
• Alat-alat penutup pintu otomatis
perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna, karena
pintu yang terbuka sebagian dapat
membahayakan penyandang cacat.
• Plat tendang yang diletakkan di
bagian bawah pintu diperlukan bagi
pengguna kursi roda.

Tabel 5.2 Aksesibilitas pada Pintu

Kriteria Subyek Subyek Subyek

20
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

Aksesibilitas I II III • Toleransi perbedaan muka lantai


Kemudahan √ √ √
Kegunaan √ √ X bangunan dengan muka lantai ruang
Keselamatan √ √ √ lift maksimurn 1,25 mm.
Kemandirian √ √ √ • Koridor/lobby lift
lanjutan i. Ruang perantara yang digunakan
Subyek Subyek Subyek untuk menunggu kedatangan lift,
IV V VI sekaligus mewadahi penumpang
Kemudahan √ √ √
Kegunaan √ √ X yang baru keluar dari lift, harus
Keselamatan √ √ √ disediakan. Lebar ruangan ini
Kemandirian √ √ √ minimal 185 cm, den tergantung
pada konfigurasi ruang yang
Dari hasil diatas ditemui bahwa ada.
aksesibilitas pada pintu-pintu yang terdapat ii. Perletakan tombol dan layar
di lingkungan Universitas Brawijaya sangat tampilan yang mudah dilihat dan
memenuhi kriteria yang ada, apalagi pada dijangkau.
kriteria kemudahan, keselamatan dan iii. Panel luar yang berisikan
kemandirian. Hal ini didukung oleh tombol lift harus dipasang di
pembangunan atau renovasi infrastruktur tengah-tengah ruang lobby atau
khususnya pada gedung-gedung baru. hall lift dengan ketinggian 90-
Renovasi atau pembangunan tersebut 110 cm dari muka lantai
dilakukan dengan mengganti desain pintu bangunan.
yang awalnya terbuat dari kayu, kini telah iv. Panel dalam dari tombol lift
banyak yang menggunakan kaca atau pintu dipasang dengan ketinggian 90-
geser. Pintu ini tentu bersifat otomatis, 120 cm dari muka lantai ruang
karena menggunakan tenaga listrik di dalam lift.
pengoperasiannya. Hal ini membuat banyak v. Semua tombol pada panel harus
pintu-pintu di UB terlebih di setiap fakultas- dilengkapi dengan panel huruf
fakultas menjadi aksesibel bagi kalangan Braille, yang dipasang dengan
tunadaksa. tanpa mengganggu panel biasa.
vi. Selain terdapat indikator suara,
layar/tampilan yang secara
visual menunjukkan posisi lift
harus dipasang di atas panel
kontrol dan di atas pintu lift,
baik di dalam maupun di luar lift
(hall/koridor).
• Ruang lift
i. Ukuran ruang lift harus dapat
memuat pengguna kursi roda,
mulai dari masuk melewati pintu
lift, gerakan memutar,
menjangkau panel tombol dan
keluar melewati pintu lift.
Ukuran bersih minimal ruang lift
Gambar 5.2 Pintu Geser pada Gedung Utama FEB UB adalah 140cm x 140cm.
ii. Ruang lift harus dilengkapi
c. Lift dengan pegangan rambat
(handrail) menerus pada ketiga
• Untuk bangunan lebih dari 5 lantai sisinya.
paling tidak satu buah lift yang • Pintu lift
aksesibel harus terdapat pada jalur i. Waktu minimum bagi pintu lift
aksesibel den memenuhi standar untuk tetap terbuka karena
teknis yang berlaku. menjawab panggilan adalah 3
detik.

21
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

ii. Mekanisme pembukaan dan mencapai 7 lantai. Oleh karena itu, untuk
penutupan pintu harus mempermudah akses mobilisasi civitas
sedemikian rupa sehingga gedung ini dipasang 2 buah lift.
memberikan waktu yang cukup
bagi penyandang cacat terutama d. ramp
untuk masuk dan keluar dengan
mudah. Untuk itu lift harus • Kemiringan suatu ramp di dalam
dilengkapi dengan sensor photo- bangunan tidak boleh melebihi 7°,
electric yang dipasang pada perhitungan kemiringan tersebut
ketinggian yang sesuai. tidak termasuk awalan atau akhiran
ramp (curb ramps/landing)
Tabel 5.3 Aksesibilitas pada Lift
Sedangkan kemiringan suatu ramp
Kriteria Subyek Subyek Subyek yang ada di luar bangunan
Aksesibilitas I II III maksimum 6°.
Kemudahan √ √ √
Kegunaan √ √ √ • Panjang mendatar dari satu ramp
Keselamatan √ √ √ (dengan kemiringan 7°) tidak boleh
Kemandirian √ √ √ lebih dari 900 cm. Panjang ramp
lanjutan dengan kemiringan yang lebih rendah
Subyek Subyek Subyek dapat lebih panjang.
Kemudahan
IV

V

VI

• Lebar minimum dari ramp adalah 95
Kegunaan √ √ √ cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm
Keselamatan √ √ √ dengan tepi pengaman. Untuk ramp
Kemandirian √ √ √
yang juga digunakan sekaligus untuk
pejalan kaki dan pelayanan angkutan
Dari hasil data diatas, dapat barang harus dipertimbangkan secara
disimpulkan bahwa lift merupakan sarana seksama lebarnya, sedemikian
yang paling sempurna serta user-friendly sehingga bisa dipakai untuk kedua
dalam membantu para penyandang tunadaksa fungsi tersebut, atau dilakukan
untuk bermobilisasi. Keenam subyek sangat pemisahan ramp dengan fungsi
setuju bahwasanya lift di sekitar gedung- sendiri-sendiri.
gedung UB sangat aksesibel dan bekerja • Muka datar (bordes) pada awalan
dengan baik. Kecuali bila terjadi pemadaman atau akhiran dari suatu ramp harus
listrik. bebas dan datar sehingga
memungkinkan sekurang-kurangnya
untuk memutar kursi roda dengan
ukuran minimum 160 cm.
• Permukaan datar awalan atau akhiran
suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu
hujan.
• Lebar tepi pengaman ramp (low
curb) 10 cm, dirancang untok
menghalangi roda kursi roda agal
tidak terperosok atau keluar dari jalur
ramp. Apabila berbatasan langsung
dengan lalu-lintas jalan umum atau
Gambar 5.3 Lift di Gedung B FIA UB
persimpangan harus dibuat
sedemikian rupa agar tidak
Untuk bangunan yang memiliki
mengganggu jalan umum.
lantai lebih dari 5 lantai, maka bangunan
• Ramp harus diterangi dengan
tersebut wajib memiliki atau mengoperasikan
pencahayaan yang cukup sehingga
lift. Salah satunya di gedung B Fakultas Ilmu
membantu penggunaan ramp saat
Administrasi (FIA) UB. Gedung ini
malam hari. Pencahayaan disediakan
merupakan gedung tertinggi yang dimiliki
pada bagian-bagian ramp yang
oleh FIA saat ini. Dengan ketinggian

22
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

memiliki ketinggian terhadap muka Pada gambar 5.3 terlihat jelas bahwa ramp
tanah sekitarnya dan bagian- bagian tersebut curam. Hal ini nampak pada ukuran
yang membahayakan. kemiringannya melebihi batas persyaratan
• Ramp harus dilengkapi dengan yang dianjurkan yakni 900 cm.
pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan
ketinggian yang sesuai.

Tabel 5.4 Aksesibilitas pada Ramp

Kriteria Subyek Subyek Subyek


Aksesibilitas I II III
Kemudahan √ √ X
Kegunaan √ √ √
Keselamatan X √ X Gambar 5.5 Ramp yang terbuat dari Baja di FIA UB
Kemandirian X √ √
Sedangkan pada gambar 5.4 dimana
lanjutan ramp yang digunakan untuk mengakses pintu
Subyek Subyek Subyek
IV V VI gedung B Fakultas Ilmu Administrasi UB
Kemudahan √ √ √ menggunakan baja ringan. Tingkat
Kegunaan √ √ √ kemiringannya tidak lebih dari 900cm. Hal
Keselamatan √ √ √
Kemandirian X √ X
ini lebih memungkinkan penyandang
tunadaksa untuk mengaksesnya secara
Dari hasil diatas, untuk kriteria mandiri.
kemudahan dan kegunaan ramp yang tersebar
di lingkungan UB sudah sangat membantu e. Kamar kecil (toilet)
akses mobilitas penyandang tunadaksa.
• Toilet atau kamar kecil umum yang
Banyak fakultas di UB yang mengubah
aksesibel harus dilengkapi dengan
desain anak tangga menjadi ramp. Hal ini
tampilan rambu "penyandang cacat"
sangat jelas terlihat juga di teras gedung
pada bagian luarnya.
Perpustakaan Pusat UB. Namun, untuk
• Toilet atau kamar kecil umum harus
kriteria kemandirian nampaknya pembuatan
memiliki ruang gerak yang cukup
ram masih ada yang terlihat curam sehingga
untuk masuk dan keluar pengguna
penyandang tunadaksa harus dibantu oleh
kursi roda.
pendamping dalam menaiki ataupun
menuruni ramp tersebut. • Ketinggian tempat duduk kloset
harus sesuai dengan ketinggian
pengguna kursi roda. (45-50 cm)
• Toilet atau kamar kecil umum harus
dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian disesuaikan dengan
pengguna kursi roda dan penyandang
cacat yang lain. Pegangan disarankan
memiliki bentuk siku-siku mengarah
ke atas untuk membantu pergerakan
pengguna kursi roda.
• Letak kertas tissu, air, kran air atau
pancuran (shower) dan
perlengkapan-perlengkapan seperti
tempat sabun dan pengering tangan
Gambar 5.4 Ramp di FIA UB harus dipasang sedemikian hingga
mudah digunakan oleh orang yang

23
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

memiliki keterbatasanketerbatasan
fisik dan bisa dijangkau pengguna
kursi roda.
• Kran pengungkit sebaiknya dipasang
pada wastafel.
• Bahan dan penyelesaian lantai harus
tidak licin.
• Pintu harus mudah dibuka untuk
memudahkan pengguna kursi roda
untuk membuka dan menutup.
• Kunci-kunci toilet atau grendel
dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi Gambar 5.6 Posisi WC di FIA UB
darurat.
• Pada tempat-tempat yang mudah
dicapai, seperti pada daerah pintu 6. Kesimpulan
masuk, dianjurkan untuk
menyediakan tombol pencahayaan Aksesibilitas sebuah infrastruktur
darurat (emergency light button) bila pada sebuah bangunan merupakan hal yang
sewaktu-waktu terjadi listrik padam. paling penting untuk menunjang keamanan
dan kenyamanan semua orang yang ada di
Tabel 5.5 Aksesibilitas pada Kamar Kecil (Toilet) dalamnya. Tidak terkecuali bagi penyandang
disabilitas, khususnya tunadaksa. Mereka
Kriteria Subyek Subyek Subyek yang memiliki kekurangan di dalam
Aksesibilitas I II III
Kemudahan X X X mobilisasi dan memerlukan alat bantu seperti
Kegunaan X √ X tongkat, braces, frames, bahkan kursi roda
Keselamatan X √ X sangat kurang nyaman bilamana sebua sarana
Kemandirian X X X
dan prasarana di dalam bangunan tidak
lanjutan memenuhi kriteria persyaratan
Subyek Subyek Subyek aksesibilitasnya. Universitas Brawijaya (UB)
IV V VI
Kemudahan X √ X sebagai kampus pertama di Indonesia yang
Kegunaan X X √ berbasis inklusif telah banyak membangun
Keselamatan √ X X sarana dan prasarana yang ramah atau
Kemandirian X X X
aksesibel bagi penyandang disabilitas.
Terkhusus bagi penyandang tunadaksa.
Dari hasil diatas, dapat disimpulkan Pada penelitian ini telah ditemukan
bahwa kamar kecil atau toilet disekitar beberapa hal yang perlu diperhatikan atas
kampus Universitas Brawijaya masih kurang aksesibilitas sarana dan prasarana di UB,
ramah terhadap penyandang tunadaksa. khususnya di beberapa fakultas. Dengan
Hanya satu subyek yang menganggap bahwa memperhatikan keenam subyek penelitian
kamar kecil itu memenuhi kriteria aksesibel. (MIZ, S, LI, RM, WE, dan KR) dan lima
Sedangkan lainnya menganggap kamar kecil sarana dan prasarana (pedestrian, pintu, lift,
tersebut tidak aksesibel. Hal ini memang ramp, dan kamar kecil), maka dapat
terlihat pada minimnya tissue yang disimpulkan:
disediakan di tiap-tiap toilet dan juga fasilitas
handrail atau pegangan tangan. • bahwa jalur pejalan kaki (pedestrian)
di lingkungan UB masih perlu
diperhatikan, yakni kurangnya
jumlah ramp yang ada. Ramp ini
sangat berguna bagi mahasiswa
tunadaksa.
• Pintu dan lift, saat ini pintu dan lift
dominan telah aksesibel terhadap
penyandang tunadaksa.

24
IJDS 2016; Vol.3: No. 1: Page 16 - 25

• Kemudian kamar kecil atau toilet.


Kamar kecil ditemui di lingkungan
UB, khususnya di Fakultas Ilmu
Administrasi masih kurang
memenuhi syarat aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas tunadaksa.
Hal ini dapat terlihat dari tidak
kecilnya ukuran bilik toilet dan tidak
tersedianya handrail pada tiap toilet
tersebut.

Daftar Pustaka
1. Dhini Murdiyanti, S. S. (2012).
Aksesibilitas Sarana Prasarana
Transportasi yang Ramah Penyandang
Disabilitas (TransJakarta).

2. Depok: Departemen Arsitektur, Fakultas


Teknik, Universitas Indonesia.

3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum


Nomor: 468/KPTS/1998 Tentang
Persyaratan Teknis Aksesibilitas
Pada Bangunan Umum dan
Lingkungan.

4. Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian


Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset.

5. Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian


Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan
Penggunaanya. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.

6. Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar


Biasa. Bandung: Refika Aditama.

7. Sugito, Y. (2013). Laporan Program


Kerja Rektor Universitas
Brawijaya Tahun 2013. Malang: Pusat
Informasi, Dokumentasi, dan Keluhan
(PIDK), Universitas Brawijaya.

8. Undang Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.
9. Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat.

25

Anda mungkin juga menyukai