Anda di halaman 1dari 3

Definition:

Cultural studies adalah suatu teori yang dikembangkan oleh pemikiran Stuart Hall tentang
bagaimana media menanamkan ideologi kepada audiensnya. Dengan demikian, Cultural
Studies adalah satu teori yang dibangun oleh para pemikir yang memandang produksi
pengetahuan teoristis sebagai praktik politik. Disini, pengetahuan tidak pernah menjadi
fenomena netral atau objektif, melainkan soal posisionalitas, soal darimana orang berbicara,
kepada siapa dan untuk tujuan apa.

Assumptions:

Asumsi pertama berkaitan dengan pemikiran mengenai budaya. Budaya didefinisikan sebagai
sebuah komunitas makna. Berbagai norma, ide dan nilai serta bentuk-bentuk pemahaman di
masyarakat yang membantu orang untuk menginterpretasikan realitas mereka adalah bagian
dari ideologi sebuah budaya. Menurut Hall (1981) ideologi adalah gambaran, konsep dan
premis yang menyediakan kerangka pemikiran di mana kita merepresentasikan,
menginterpretasikan, memahami dan memaknai beberapa aspek eksistensi sosial. Hall
menambahkan bahwa ideologi mencakup bahasa, konsep dan kategori yang dikumpulkan
oleh kelompok-kelompok sosial yang berbeda untuk memaknai lingkungan mereka (West &
Turner, 2008, II: 65).

Dalam artian luas, praktik-praktik budaya dan institusi memengaruhi ideologi kita. Kita tidak
dapat melarikan diri dari kenyataan budaya bahwa sebagai komunitas global, tindakan tidak
dilakukan dalam ruang hampa. Graham Murdock (1989) menekankan ketersebaran budaya
dengan menyatakan bahwa semua kelompok secara konstan terlibat dalam menciptakan dan
menciptakan ulang sistem makna dan memberikan bentuk kepada makna ini dalam bentuk-
bentuk ekspresif, praktik-praktik sosial dan institusi-institusi.

Asumsi kedua dari kajian budaya berkaitan dengan manusia sebagai bagian penting dari
sebuah hirarki sosial yang kuat. Kekuasaan bekerja di semua level kehidupan manusia.
Walaupun begitu, kekuasaan tidak didasarkan pada peran saja, seperti pada teori
penstrukturan adaptif. Sebaliknya Hall tertarik dengan kekuasaan yang dipegang oleh
kelompok sosial atau kekuasaan di antara kelompok-kelompok. Makna dan kekuasaan
berkaitan erat. Makna tidak dapat dikonseptualisasikan di luar bidang permainan dari
hubungan kekuasaan. Dalam tradisi Marxis, kekuasaan adalah sesuatu yang diinginkan oleh
kelompok subordinat tetapi tidak dapat dicapai. Sering kali terjadi pergulatan untuk
kekuasaan dan pemenangnya biasanya adalah orang yang berada di puncak hirarki sosial.
Dalam budaya kita sehari-hari, cantik yang seperti apakah yang sebenarnya? Kecantikan
sering kali didefinisikan sebagai langsing, putih, rambut panjang terurai dan penampilan
menarik, siapa pun yang tidak sesuai dengan ciri ini dianggap tidak menarik. Mereka yang
putih dan langsing—berada di puncak hirarki sosial—mampu menjalankan lebih banyak
kekuasaan dibandingkan yang berada di bawah hirarki (mereka yang tidak menarik).
Hegemony:

Hegemoni merupakan konsep penting dalam kajian budaya. Secara umum hegemoni
didefinisikan sebagai pengaruh, kekuasaan, atau dominasi dari sebuah kelompok sosial
terhadap yang lain. Ide ini adalah ide yang kompleks dan dapat dilacak pada karya Antonio
Gramsci. Pemikiran Gramsci mengenai hegemoni didasarkan pada ide Marx mengenai
kesadaran palsu, suatu keadaan di mana individu-individu menjadi tidak sadar mengenai
dominasi yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Gramsci berpendapat bahwa khalayak
dapat dieksploitasi oleh sistem sosial yang juga mereka dukung. Mulai dari budaya popular—
lagu-lagu pop, tarian atau dance, makanan, dst., hingga agama.

Counter Hegemony:

Penerapan pemikiran Gramsci mengenai hegemoni juga cukup sesuai untuk diaplikasikan
pada masyarakat di masa kini. Di bawah sebuah budaya yang hegemonis, beberapa orang
mendapatkan keuntungan, sementara yang lainnya merugi. Apa yang terjadi di dalam
masyarakat hegemonis adalah orang terpengaruh karena adanya persetujuan, bukan karena
pemaksaan, oleh karena itu, persetujuan merupakan komponen utama dari hegemoni. Tidak
heran bila orang cenderung mendukung dengan patuh ideologi dominan dari sebuah budaya.

Namun demikian, khalayak tidaklah selalu tertipu untuk menerima dan mempercayai apa pun
yang diberikan oleh kekuatan yang dominan. Terkadang khalayak juga menggunakan sumber
daya dan strategi yang sama seperti yang digunakan oleh kelompok sosial yang dominan.
Hingga batasan tertentu, individu-individu akan menggunakan praktik-praktik dominasi
hegemonis yang sama menentang dominasi yang ada. Inilah yang disebut Gramsci sebagai
hegemoni tandingan (counter-hegemony).

Audiance Decoding:

Tidak ada pesan hegemoni atau hegemoni tandingan yang dapat muncul tanpa kemampuan
kahalayak untuk menerima pesan dan membandingkannya dengan makna yang telah
tersimpan di dalam benak mereka. Hal ini disebut pengkodean (decoding), konsep terakhir
kajian budaya. Ketika kita menerima pesan dari orang lain, kita mendekodekan pesan-pesan
tersebut berdasarkan persepsi, pemikiran, dan pengalaman masa lalu kita. Bila publik
menerima informasi dalam jumlah yang besar dari kaum elit dan bahwa orang secara tidak
sadar mentaati pesan yang disampaikan oleh ideologi dominan. Publik harus dilihat sebagai
bagian dari konteks budaya yang lebih besar, konteks dimana mereka berjuang menyarakan
diri mereka sedang ditindas. Sebagaimana sudah dijelaskan, relasi sosial hirarkis (antara
atasan/elit dan pekerja/bawahan) yang ada di masyarakat tidaklah merata. Ketidakmerataan
dan ketidaksamaan ini mengakibatkan perbedaan dalam pendekodean terhadap pesan-pesan
dari kelas yang berkuasa. Secara umum media mewakili kelas yang berkuasa dalam
masyarakat.

http://yasir.staff.unri.ac.id/2012/03/14/kajian-budaya/
https://www.scribd.com/doc/132775649/Cultural-Studies-Dan-Feminisme
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8
&ved=0ahUKEwih18DWwNzMAhXF8RQKHTsIDFUQFghGMAU&url=http%3A%2F%2Fueu539
8.weblog.esaunggul.ac.id%2Fwp-
content%2Fuploads%2Fsites%2F2357%2F2013%2F12%2FCultural-
Studies1.pptx&usg=AFQjCNHh3JTK9akxxR3fBiwLNw9cI77hCA&sig2=UZ1A7W2VEqU0NPDJJX
Pkaw&bvm=bv.122129774,d.bGg

Anda mungkin juga menyukai