Anda di halaman 1dari 36

KONSEP MEDIK

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kelenjar Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah
dari buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20
gram (Purnomo, 2012). Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan
dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada
bagian superior dari prostat berhubungan dengan vesika urinaria, sedangkan
bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital. Permukaan ventral
prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal dalam spatium
retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti. Anatomi
kelenjar prostat disajikan pada gambar 1

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Prostat (Sumber: Kumar dkk., 2010).

Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai
menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur
hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih,
uretra, vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma
panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek
bersama diafragma bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan
colok dubur (Sjamsuhidajat dkk., 2012).

1
Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat mengandung
cukup banyak jaringan fibrosa dan jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus
oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus
vena. Kelenjar limfe regionalnya ialah kelenjar limfe hipogastrik, sacral,
obturator, dan iliaka eksterna (Sjamsuhidajat dkk., 2012).
Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria vesicalis
inferior dan arteria rectalis media, cabang arteria iliaca interna. Vena-vena
bergabung membentuk plexus venosus prostaticus sekeliling sisi-sisi dan alas
prostat. Plexus venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibrosa dan
sarung prostat, ditampung oleh vena iliaka interna. Plexus venosus prostaticus
juga berhubungan dengan plexus venosus vesicalis dan plexus venosi
vertebrales. Pembuluh limfe terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci
interni dan nodi lymphoidei externi (Sjamsuhidajat dkk., 2012).
2. Fisiologi
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung
kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama
pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas
deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar
prostat menambah jumlah semen lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang
sedikit basa mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena
cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir
metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi
sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (pH 3,5−4). Sperma tidak dapat
bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 6−6,5. Akibatnya,
cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan
seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan
fertilitas sperma (Guyton & Hall, 2008; Sherwood, 2011).
B. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Nursalam, 2006).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
2
Dari pengertian di atas kami dapat menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia
lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan.

Gambar 1. Pembesaran Prostat

C. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula
dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah
karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan
Wim De Jong etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria
terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan
estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
2. Ketidakseimbangan endokrin.
3. Faktor umur/usia lanjut : Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
4. Unknown / tidak diketahui secara pasti : Penyebab BPH tidak diketahui secara
pasti (idiopatik), tetapi biasanya disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut
(Kapita Selekta Kedokteran, 2006).

3
D. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen
uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko
ureter. Keadaan-keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot
polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan
berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Purnomo, 2011).

4
Pathway Proses Menua

Ketidakseimbangan Hormon

Prosedur Pembedahan BPH Kurang Informasi Kurang


(Benigna Prostat Hiperplasia) Tentang Penyakit Pengetahuan

Kurang Terpapar Tindakan Infasi Prosedur Anestesi


Informasi Mengenai Penyempitan Lumen Defisiensi
Prosedur Uretra Pengetahuan
Perdarahan Sub Archnoid
Pembedahan
Block
Menghambat Aliran
Ancaman Urine
Tidak Terkontrol Penurunan
Kematian Motorik
Bendungan
Media Berkembangnya
Resiko Syok Kelemahan Anggota Vesica Urinaria Stasis Urine
Ansietas Patogen
Gerak, Penurunan
Kekuatan Otot
Resiko Infeksi

Resikop Cedera

5
Peningkatan Tekanan
Gangguan Nocturia
Intravesikal
Pola Tidur

Tekanan Kontraksi Otot Peningkatan Kontraksi Otot


Gangguan
Mekanis Suprapubik Detrusor
Eliminasi Urine

Merangsang Reseptor Dekompensasi Otot Detrusosr


Nyeri (olot melemah, tidak mampu
Gejala Obstruktif Gejala Iritasi
kontraksi lagi)
Medulla Spinalis  Hesistensi  Urgency
 Intermitency  Frekuensi
LUTS  Pancaran lemah BAK Sering
Dipersepsikan  BAK tidak puas (Nocturia)
Sebagai Nyeri (Lower Urinary Tract  Terminal  Disuria
Syndrome) dribbling
Nyeri Akut

6
E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrusor buli buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intravesika sampai berakhirnya
miksi.
3) Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan caliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
diuretra.
4) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
5) Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
b. Iritasi :
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (Nocturia).
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas : Nyeri pinggang, demam (infeksi),
hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi
prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Afriyanto,
2008).
F. Komplikasi
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi
prostat adalah:

7
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
4. Hematuria.
5. Disfungsi seksual
Arifiyanto (2008).

G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi :
a. Obat-obatan : Obat yang seringkali diberikan pada penderita BPH
diantaranya adalah Dutasteride dan Finasteride. Kedua jenis obat ini
bekerja dengan cara menghambat efek hormone dihidrotestosteron
untuk mereduksi ukuran prostat dan meredakan gejala. Penggunaan
obat ini harus mendapat pengawasan ketat dari dokter karena memiliki
efek samping yang cukup serius, diantaranya menurunnya kualitas dan
kuantitas sperma, impotensi, serta risiko menghasilkan bayi yang
cacat. Selain itu, jenis obat penghambat alfa seperti Alfuzosin dan
Tamsulosin juga dapat dikombinasikan dengan kedua jenis obat tadi.
Fungsinya adalah untuk melemaskan otot-otot kandung kemih
sehingga dapat memperlancar laju urine. Feel samping dari
penggunaan obat ini adalah termasuk sakit kepala, badan lemas, hingga
hipotensi dan pingsan.
b. Terapi menahan kemih : Pada terapi ini pasien akan diajarkan
bagaimana cara menahan berkemih setidaknya dalam jeda 2 jam sekali,
termasuk cara mengalihkan pikiran, cara mengatur pernapasan, dan
relaksasi otot.
2. Nonfarmakologi :
Mengubah gaya hidup, dengan cara :
a. Olahraga teratur
b. Mengurangi atau menghentikan secara total konsumsi kafein dan
alcohol
c. Menentukan jadwal minum, agar terhindar dari nocturia (peningkatan
frekuensi berkemih dimalam hari) (Madjid dan Suharyanto, 2009).
8
H. Pencegahan
1. Pencegahan Prostat Jangan menahan keinginan untuk berkemih dan sebaiknya
berkemih dalam posisi duduk sehingga otot-otot dasar panggul dalam keadaan
rileks.
2. Pencegahan Prostat Pada malam hari jangan banyak minum, tetapi siang hari
perlu minum secukupnya.
3. Pencegahan Prostat Menghindari alkohol dan kopi yang dapat memicu
berkemih.
4. Pencegahan Prostat Menghindari imobilitas yang berkelanjutan, misalnya
duduk selama berjam-jam.
5. Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia Dengan Mengkonsumsi makanan
yang memperkuat prostat, seperti semangka dan tomat yang mengandung anti
oksidan lycopen.
6. Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia Menghindari konsumsi lemak
karena dapat meningkatkan pembesaran prostat.
7. Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia Mewaspadai beberapa jenis obat
yang dapat memperburuk proses berkemih, misalanya beberapa diuretika, obat
anti depresi, dan beberapa antihistaminika serta obat antimampat (efedrin,
fenilpropanolamin) yang sering kali terdapat dalam obat-obat flu bebas. Obat
dekongestan ini memiliki efek menciutkan leher kandung kemih sehingga
menyulitkan berkemih (Nursalam dan Fransisca, 2006).

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus
diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dan
fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen
(PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi
dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila
nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen Density (PSAD)
9
yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume
BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine, mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak
berhubungan dengan BPH. Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:
a. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.
b. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
belok–belok di vesika)
c. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,
penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria
b. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
c. BUN / kreatinin : meningkat.
d. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
e. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung
kemih.
f. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi
kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
g. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat
dan kandung kemih.
h. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur
sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu
(Nursalam dan Fransisca, 2006).

10
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, diagnosa
medis).
b. Keluhan utama : Kumpulan gejala BPH dikenal dengan LUTS (Lower
Urinary Tract Symptomps) antara lain : hesitansi, pancaran urine
lemah, intermittency, terminal dribbing, terasa ada sisa setelah miksi
gejala tersebut disebut gejala obstruksi. Selain itu ada juga gejala
iritatif dapat berupa urgency, frekuensi (nocturia), serta dysuria.
2. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit hitam
memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih. Status social
ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang
baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang penyakit ini, orang yang
pekerjaanya mengangkat barang-barang berat memiliki resiko lebih tinggi.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi ,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-
putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi
urine.
b. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit BPH.
4. Pola Kesehatan Fungsional
a. Eliminasi

11
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu
ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk
berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada
pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran
kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti
konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
c. Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).
d. Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah
e. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan,
penggunaan alkhohol.
f. Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban
berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada
umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan,
dimana pasien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari
sendiri.
g. Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua
seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh
pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan

12
pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan
luka operasi.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok –
septik.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tekhnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pilonefrosis. Pada daerah
suprasimfeser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa
adanya balotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
struktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
e. Rektal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rektal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

 Derajat 1 = beratnya kurang lebih 20 gr


 Derajat 2 = beratnya antara 20 – 40 gr
 Derajat 3 = beratnya lebih dari 40 gr.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui
kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba.
 Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.

13
 Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan
biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat,
demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
b. Radiologis/pencitraan
 Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya
batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan
adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai
tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta
osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
 Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang
berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika,
penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli-buli.
 Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar
prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual
urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan
batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari
kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

14
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Eliminasi Urine (Domain 3 : Eliminasi dan Pertukaran Kelas 1 :
Fungsi Urinarius) (00016)
2. Gangguan Pola Tidur (Domain 4 : Aktivitas/Istrahat Kelas 1 : Tidur/Istrahat)
(000198)
3. Nyeri Akut (Domain 12 : Kenyamanan Kelas 1 : Kenyamanan Fisik) (00132)
4. Risiko Infeksi (Domain 11 : Keamanan/Perlindungan Kelas 1 : Injeksi) (00004)
5. Defisiensi Pengetahuan (Domain 5 : Persepsi/Kognisi Kelas 4 Kognisi) (00126)
6. Ansietas (Domain 9 : Koping/Toleransi Stres Kelas 2 : Respon Koping) (00146)
7. Risiko Syok (Domain 11 : Keamanan/Perlindungan Kelas 2 : Cedera Fisik)
(00205)
8. Risiko Cedera (Domain 11 : Keamanan/Perlindungan Kelas 2 : Cedera Fisik)
(00035)
(Judith M. Wilkinsom PhD, Nancy R. Ahren PhD., 2011)

15
C. Renacana Asuhan Keperawatan

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Gangguan Eliminasi Urine (Domain 3 : Tujuan : Observasi :
Eliminasi dan Pertukaran Kelas 1 : Fungsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Memantau asupan dan pengeluaran
Urinarius) (00016) .....x 24 jam diharapkan pasien akan Rasional : untuk mengetahui berapa
mengatakan gangguan eliminasi urine banyak pemasukan urin dan berapa
Definisi : Disfungsi pada eliminasi urine. berkurang atau teratasi. banyak pengeluarannya.
Batasan Karakteristik: 2. Pantau derajat distensi kandung
1. Disuria Kriteria hasil : kemih melalui palpasi dan perkusi.
2. Sering berkemih 1. Kandung kemih kosong secara penuh Rasional : untuk mengetahui apakah
3. Inkontinensia 2. Tidak ada residu urine terjadi penyempitan pada kandung
4. Retensi urine 3. Intake cairan dalam rentang normal kemih.
5. Nocturia 4. Tidak ada spasme bladder 3. Monitor efek dari obat-obatan yang
Faktor yang Berhubungan : diresepkan, seperti calcium channel
1. Obstruksi anatomic blockers dan antikolinergik
2. Penyebab multiple Rasional : untuk mengetahui apakah
3. Infeksi saluran kemih tidak terjadi reaksi alergi terhadap
pemberian obat.

16
Mandiri :
1. Menerapkan kateterisasi intermitan
Rasional : agar membantu pasien
untuk mempermudah pada saat
pengeluaran urine.
2. Masukan kateter kemih, sesuai
Rasional : untuk mempermudah
pasien pada saat pengeluaran urine
nanti.

HE :
1. Mengajarkan pasien tentang tanda
dari gangguan eliminasi urine
(misalnya; output urine, pola
berkemih kemih, fungsi kognitif, dan
masalah kencing praeksisten.
Rasional : agar pasien tahu apa yang
harus dilakukan pada saat muncul
tanda yang muncul diatas.

Kolaborasi :

17
1. Pemberian obat-obatan yang yang
diresepkan, seperti calcium channel
blockers dan antikolinergik.
Rasional : untuk membantu maupun
mencegah kelainan dari pasien yang
mengalami BPH.
2. Gangguan Pola Tidur (Domain 4 : Tujuan : Observasi :
Aktivitas/Istrahat Kelas 1 : Tidur/Istrahat) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor waktu makan dan minum
(000198) .....x 24 jam diharapkan pasien akan dengan waktu tidur
mengatakan gangguan pola tidur berkurang atau Rasional : agar waktu makan maupun
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas teratasi. waktu tidur dapat terkontrol dengan
waktu tidur akibat factor eksternal. baik
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : 2. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien
1. Perubahan pola tidur normal 1. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat setiap hari dan jam
2. Penurunan kemampuan berfungsi 2. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang Rasional : Agar waktu istirahat dan
3. Ketidakpuasan tidur meningkatkan tidur kebutuhan tidur pasien dapat
Factor yang berhubungan : 3. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 terkontrol dengan baik
1. Suhu lingkungan sekitar jam perhari.
2. Tanggung jawab membeir asuhan Mandiri :
3. Kurang control tidur 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk membantu klien

18
terhindar dari rasa kurang nyaman
dari lingkungan
2. Fasilitas untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
Rasional : untuk membantu klien
agar tetap melakukan aktivitas ringan
sebelum tidur

HE :
1. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga tentang teknik tidur pasien
Rasional : agar pasien maupun
keluarga tahu bagaimana cara atau
teknik tidur yang baik untuk
keluarganya yang mengalami
gangguan pola tidur

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat tidur
Rasional : Untuk membantu pasien
agar gejala dari gangguan eliminasi

19
urine tidak mengganggu waktu tidur
3. Nyeri Akut (Domain 12 : Kenyamanan Tujuan: Observasi :
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik) (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 –
jam di harapkan nyeri akut berkurang. 10)
Definisi : Pengalaman sensori dan Rasional : Berguna dalam pengawasa
emosional yang tidak menyenangkan yang Kritereria Hasil : n
muncul akibat kerusakan jaringan yang 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab keefektifan obat, kemajuan penyembu
aktual atau potensial atau digambarkan nyeri, mampu menggunakan tehnik han
dalam hal kerusakan sedemikian rupa nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 2. Observasi TTV
(International Association for the study of mencari bantuan) Rasional : Sebagai indicator untuk m
Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dgn elanjutkan intervensi berikutnya
dari intensitas ringan hingga berat dengan menggunakan menejemen nyeri 3. Observasi nonverbal dari
akhir yang dapat diantisipasi atau 3. Mampu nengenali nyeri (skala, intensitas, ketidaknyamanan
diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 frekuensi dan tanda nyeri) Rasional : Agara klien merasa
bulan. nyaman
Batasan karakteristik : 4 kontrol lingkungan yang dapat
1. Mengekspresikan perilaku (misalnya mempengaruhi nyeri seperti suhu
gelisah, merengek, menangis) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
2. Sikap melindungi area nyeri Rasional : Menjaga konsisten dari
3. Fokus menyempit (misalnya suhu ruangan yg bisa mempengaruhi
gangguan persepsi nyeri, hambatan nyeri

20
proses berfikir penurunan interaksi Mandiri :
dengan orang dan lingkungan) 1. Berikan istirahat dengan posisi
4. Indikasi nyeri yang dapat diamati semifowler
5. Perubahan posisi untuk menghindari Rasional : Dengan posisi semi fowler
nyeri dpat menghilangkan tegangnan
6. Melaporkan nyeri secara verbal abdomen yang bertambah dengan
7. Gangguan tidur posisi terlentang
Faktor nyang berhubungan : 2. Bantu pasien dan keluarga untuk
Agen cedera (misalnya biologis, zat kimia, mencari dan menemukan dukungan
fisik, psikologis) Rasional: Agar nyeri yg di rasakan
pasien bisa berkurngn karena
mendapatkan dukungan
3. Ajarkan teknik non farmakologi
Rasional: Agar klien dapat
melakukan cara untuk mengurangi
rasa nyeri

HE :
1. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukn intervensi

21
Raisonal : Untuk memudahkan
perawat agar dapat menuntukan
intervensi

Kolabrasi:
1. Berikan analgesik untuk mengurangi
rasa nyeri
Rasional : Agar dapat mengurangi
rasa nyeri pada klien
2. Keloborasi dengan pemberian
analgesik
Rasional : Menghilangkan rasa nyeri
dan mempermudah kerja sama dgn
intervensi lain
4. Risiko Infeksi (Domain 11 : Tujuan : Observasi :
Keamanan/Perlindungan Kelas 1 : Injeksi) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
(00004) … x 24 jam, klien menunjukan pengetahuan (misalnya, suhu tubuh, denyut
klien tentang kontrol infeksi. jantung, drainase, penampilan luka,
Definisi : mengalami peningkatan resiko sekresi, penampilan urin, suhu kulit,
terserang organisme patogenik Kriteria hasil : lesi kulit, keletihan, dan malise)
Faktor-faktor resiko: 1. Klien bebas dari gejala infeksi Rasional : Untuk mengetahui

22
 Penyakit kronis 2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah keadaan pasien secara umum
- Obesitas timbulnya infeksi 2. Kaji fektor yang dapat meningkatkan
 Pertahanan tubuh primer yang tidak 3. Menunjukan perilaku hidup sehat kerentanan terhadap infeksi
adekuat 4. Faktor resiko infeksi akan hilang, di (misalnya, usia lanjut, usia kurang
- Statis cairan tubuh buktikan dengan pengendalian resiko dari 1 tahun, luluh imun, dan mal
- Merokok komunitas: penyakit menular; status nutrisi )
 Pengetahuan yang tidak cukup imun;keparahan infeksi; keparahan infeksi Rasional : Untuk mengurangi resiko
untuk menghindari pemajanan : bayi baru lahir: pengendalian resiko: infeksi atau hasil lab
patogen PMS; dan penyembuhan luka: primer dan 3. Pantau hasil laboratorium (hitung
sekunder. darah lengkap, hitung granulosit,
5. Pasien akan memperlihatkan pengendalian absolut, hitung jenis, protein serum,
resiko: penyakit menular seksual, yang dan algumin)
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut Rasional : Agar tim medis dapat
(sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, mendiagnosa dengan benar
kadang-kadang, sering, atau selalu) : 4. Amati penampilan praktik higiene
 Memantau perilaku seksual terhadap Personal
resiko pajanan PMS Rasional : untuk perlindungan
 Mengikuti strategi pengendalian terhadap infeksi
pajanan
 Menggunakan metode pengendalian Mandiri :
penularan PMS 1. Lindungi pasien terhadap kontaminasi

23
silang dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk pasien lain
yang mengalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan pasien
dengan pasien yang terinfeksi
Rasional : Agar penugasan lebih
efektif, dan perawat itu bisa
mengetahui perkembangan kondisi
pasiennya masimg-masing. Dan agar
pasien lainnya tidak terinfeksi
penyakit pasien lainnya.
2. Pengendalian infeksi : (NIC):
Rasional : Agar infeksi yang
dialaminya tidak terlalu parah
3. Bersihkan lingkungan dengan benar
setelah dipergunakan masing-masing
pasien
Rasional : Agar pasien tidak terkena
penyakit lainnya
4. Pertahankan tehnik isolasi, bila
diperlukan

24
Rasional : Agar pengobatan lebih
efektif
5. Terapkan kewaspadaan universal
Rasional : Untuk mencegah infeksi
lain yang dapat memperburuk
keadaan pasien
6. Batasi jumlah pengunjung bila
diperlukan
Rasional : Agar kenyamanan pasien
tetap terjaga

HE :
1. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
Rasional : Agar pasien maupun
keluarga tau sehingga pasien maupun
keluarga dapa mengatasi gejala terbut
2. Ajarkan cara menghindari infeksi
Rasional : Agar pasien terhindar dari
infeksi

25
Kolaborasi :
1. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau kultur
positif
Rasional : agar tindakan yang
diberikan sesuai dengan prosedur
2. Pengendalian infeksi (NIK):
Berikan terapi antibiotik, bila di
perlukan
Rasional : Agar infeksi menyerang
organ lain dan tidak memperparah
kondisi pasien
5. Defisiensi Pengetahuan (Domain 5 : Tujuan : Observasi :
Persepsi/Kognisi Kelas 4 Kognisi) (00126) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Berikan penilaian tentang tingkat
… x 24 jam, klien dapat memahami informasi pengetahuan klien tentang proses
Definisi : Ketiadaa atau defisensi mengenai penyakit yang diderita. penyakit yang spesifik.
informasi kognitif yang berkaitan dengan Rasional : Untuk mengetahui sampai
topic tertentu. Kriteria Hasil : dimana tingkat pemahamannya akan
Batasan karakteristik : 1. Pasien dan keluarga menyatakan penyakit
1. Kurang pengetahuan pemahaman tentang penyakit, kondisi, 2. Identifikasi kemungkinan penyebab
2. Ketidakakuratan melakukan tes prognosis dan program pengobatan dengan cara yang tepat

26
3. Pengungkapan masalah 2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan Rasional : Untuk menanggulangi
FAktor yang berhubungan : prosedur yang dijelaskan secara benar. penyebab utamanya
1. Keterbatasan kognitif 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
2. Salah intepretasi informasi kembali apa yang dijelaskan perawat/tim Mandiri :
3. Kurang pajanan kesehatan lainnya. 1. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
4. dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan
cara yang tepat
Rasional : Salah satu cara untuk
mengatasi penyakit
2. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul Pada penyakit, dengan
cara yang tepat
Rasional : Untuk mengantisipasi
tanda dan gejala penyakit tersebut
3. Dukung klien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau di
indikasikan
Rasional : Salah satu cara agar klien
tetap semangat

27
HE :
1. Instruksikan klien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan Pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
Rasional : Agar klien dan keluarga
mengetahui penyebab terjadinya
penyakit tersebut

Kolaborasi :
1. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
Rasional : Agar klien bisa
mendapatkan perawatan kesehatan
secara optimal
2. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang terkait dalam pemberian
informasi sumber-sumber komunitas
yang dapat menolong pasien dalam
mempertahankan program terapi.

28
Rasional : Agar lebih membantu
pasien dalam program terapi yang
dijalankan
3. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Rasional : Agar klien maupun
keluarga mampu merubah gaya hidup
6. Ansietas (Domain 9 : Koping/Toleransi Tujuan: Observasi :
Stres Kelas 2 : Respon Koping) (00146) Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 1. Mengidentifikasitanda-tanda vital
jam diharapkan terjadi penurunan rasa cemas. Rasional: Untuk mengetahui sstanda-
Definisi: tanda vital.
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran Kriteria Hasil :
yang samar disertai 1. Klien mampu mengidentifikasi dan Mandiri:
respon autonomy (sumber seringkali tidak mengungkapkan gejala cemas 1. Gunakan pendekatan yang
spesifik atau tidak diketahui oleh 2. Klien mampu mengidentifikasi, menenangkan
individu); perasaan takut yang mengungkapkan dan menunjukkan Rasional: agar klien tidak merasa
disebabkan oleh antisipasi terhadap tehnik untuk mengontol cemas takut yang berlebihan
bahaya. Hal ini merupakan 3. Klien menunjukkan vital sign dalam batas

29
kewaspadaan yang memperingatkan normal HE :
individu akan adanya bahaya dan 4. Klien dapat menunjukkan postur 1. Instruksikan pasien menggunakan
memampukan individu untuk bertindak tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh teknik relaksasi
menghadapi ancaman. dan tingkat aktivitas menunjukkan berkura Rasional: untuk menghilangkan rasa
Batasan karakteristik : ngnya kecemasan takut
1. Kontak mata buruk
2. Mengespresikan kekawatiran Kolaborasi :
karena perubahan dalam peristiwa 1. Barikan obat untuk mengurangi
hidup kecemasan
3. Gelisah Rasional: untuk mengurangi rasa
4. Ketakutan cemas
5. Khawatir
Faktor yang berhubungan :
1. Hubungan keluarga
2. Ancaman kematian
3. Ancaman atau perubahan pada status
peran
4. Fungsi peran, lingkungan, status
kesehatan.
7. Risiko Syok (Domain 11 : Tujuan : Observasi :
Keamanan/Perlindungan Kelas 2 : Cedera setelah melakukan tindakan keperawatan 1. Monitor status sirkulasi, warna kulit,

30
Fisik) (00205) selama .....x24/jam diharapkan resiko syok suhu kulit, denyut jantung, dan nadi.
dapat teratasi. Rasional : untuk mengetahui tingkat
Definisi : rentan mengalami kemajuan kesembuhan klien
ketidakcukupan aliran darah ke jaringan Kriteria hasil : 2. Monitor tanda awal syok
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi 1. Nadi dalam batas yang diharapkan Rasional : agar dapat mengatasi tanda
seluler yang mengancam jiwa, yang dapat 2. Irama jantung dalam batas yang syok tersebut.
mengganggu kesehatan. diharapkan 3. Monitor suhu dan pernapasan
Faktor yang resiko : 3. Frekuensi nafas dalam batas yang Rasional : untuk mengetahui tingkat
1. Hipoksemia diharapkan kemajuan/kesembuhan klien
2. Hipoksia 4. Irama pernapasan dalam batas yang 4. Monitor input dan output
3. Hipotensi diharapkan Rasional : untuk mengetahui
4. Hipovolemia kenormalan dari system perkemihan
5. Inveksia
Mandiri :
1. Lihat dan pelihara kepatenan jalan
nafas
Rasional : untuk membantu
pernafasan klien
2. Berikan cairan iv dan atau oral yang
tepat
Rasional : untuk membantu atau

31
mengurangi kondisi klien yang
mengalami syok

HE :
1. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya syok
Rasional : karena apabila terjadi
beberapa gejla pada pasien, maka
keluarga dan pasien akan mengetahui
gejala tersebut adalah gejala syok.
2. Ajarka keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Rasional : karena apabila terjadi
gejala syok, maka keluarga dan pasien
dapat mengatasinya.

Kolaborasi :
8. Risiko Cedera (Domain 11 : Tujuan : Observasi :
Keamanan/Perlindungan Kelas 2 : Cedera setelah melakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kebutuhan keamanan
Fisik) (00035) selama .....x24/jam diharapkan resiko cedra pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dapat teratasi dan fungsi kognitif pasien dan riwayat

32
Definisi : beresiko megalami cedra sebagai penyakit terdahulu pasien.
akibat kondisi lingkungan yang Kriteria hasil : Rasional : untuk mengetahui apa
berinteraksi dengan dengan sumber adaptif 1. Klien terbebas dari cedera yang di butuhkan pasien yang sesuai
dan sumber defisiensi individu 2. Klien mampu menjelaskan cara untuk dengan kondisinya
Faktor resiko : mencegah cedera 2. Mengontrol lingkungan dari
 Eksternal : 3. Klien mampu menjelaskan factor resiko kebisingan
 Manusia (miss, agens dari lingkungan personal Rasional : agar pasien tidak
nosokomial, pola ketegangan, 4. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada terganggu dari istirahatnya
atau faktor kognitif, afektif, dan 5. Mampu mengenali perubahan status
psikomotor) kesehatan Mandiri :
 Internal : 1. Menghindari lingkungan yang
 Usia perkembangan (fisiolgis, berbahaya (misalnya memindahkan
psikologis) perabotan)
 Fisik (mis., integritas kulit tidak Rasional : agar pasien tidak akan
utuh, gangguan mobolitas) tertimpa benda yang dipindahkan

 Disfungi sensori yang dapat membahayakan tubuhnya

 Hopoksia jaringan 2. Menganjurkan keluarga untuk


menemani pasien
Rasional : agar pasien tidak merasa
ketakutan dan tidak merasa sendirian
3. Menyediakan tempat tidur yang

33
nyaman dan bersih
Rasional : untuk memberikan
kenyaman yang pasti kepada pasien
dan pasien tidak merasa terganggu
dengan lingkungan
4. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
Rasional : Untuk mencegah pasien
yang beresiko cedera terhindar dari
bahaya yang tak diinginkan

HE :
1. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjungadanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
Rasional : agar keluarga dapat
memantau pasien adanya perubahan
tersebut.

Kolaborasi :

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam
bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan
utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup
seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50
dan 79 tahun mengalami hyperplasia prostat.
Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam kehidupan
ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap
peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan
kondisi tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi urutan
pertama kini bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan pertama.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para
pembaca mengenai penyakit Benigna Peostat Hiperplasia (BPH). Kami selaku penulis
pula mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk kebaikan makalah kami.

35
DAFTAR PUSTAKA

Huda, A. (2015). Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2015.

Judith M. Wilkinsom PhD, Nancy R. Ahren PhD. ( 2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan . Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo. (2011). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Suharyanto, A. M. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Afriyanto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid II. Jakrta. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan , Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Depertemen Pendidikan Nasional.

36

Anda mungkin juga menyukai