Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cahaya merupakan suatu bentuk energi yang sangat penting yang
dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. Tanpa adanya
cahaya kehidupan di bumi pun dipastikan tidak dapat berjalan sempurna.
Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya.Tanpa dipungkiri,
manusia juga sangat bergantung terhadap keberadaan cahaya. Tanpa cahaya
kita tidak akan bisa apa-apa, sebagai contohnya proses melihat meskipun mata
kita normal tapi jika tidak ada cahaya maka kita tidak akan bisa melihat. Begitu
pentingnya peranan cahaya bagi makhluk hidup, oleh karena itu dalam makalah
ini akan dibahas cahaya secara fisika.
Cahaya merupakan suatu bentuk energi yang sangat penting yang
dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. Tanpa adanya
cahaya kehidupan di bumi pun dipastikan tidak dapat berjalan sempurna.
Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya.Tumbuhan membutuhkan
cahaya sebagai bahan fotosintesis, jika tumbuhan tidak mendapatkan cahaya
maka tumbuhan tidak akan melakukan proses fotosintesis sehinga tidak dapat
mengeluarkan oksigen.
Tanpa dipungkiri, manusia juga sangat bergantung terhadap
keberadaan cahaya. Tanpa cahaya kita tidak akan bisa apa-apa, sebagai
contohnya proses melihat meskipun mata kita normal tapi jika tidak ada cahaya
maka kita tidak akan bisa melihat. Begitu pentingnya peranan cahaya bagi
makhluk hidup, oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas cahaya secara
fisika.

1
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Memahami sifat-sifat cahaya
2. Memahami hukum pemantulan dan pembiasan
3. Mengetahui kecepatan cahaya dalam medium
4. Mengetahui indeks bias suatu medium
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan pada percobaan ini adalah:
1. Apa saja sifat-sifat cahaya ?
2. Bagaimana hokum pemantulan dan pembiasan ?
3. Bagaimana kecepatan cahaya dalam medium ?
4. Bagaimana indeks bias suatu medium ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat


mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya
adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata
maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton.
Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan
sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut
spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai
warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset
yang penting pada fisika modern. perbedaan sinar dan cahaya sebatas terletak pada
sumber pancaran terang. Benda yang bisa menghasilkan terang disebut bersinar,
sementara benda yang bisa memantulkan terang disebut bercahaya. Tetapi seiring
perkembangan ilmu ketatabahasaan, antara sinar dan cahaya tidak memiliki arti
yang cukup jauh lagi, sehingga boleh dipadupadankan (Soedojo, 2008) .

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang


kasat mata dengan panjang gelombangsekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika,
cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang
gelombangkasat mata maupun yang tidak. Kedua definisi cahaya di atas adalah
sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme
gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan
secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal
dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang
mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang
gelombang, polarisasi dan fasa cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap
sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris
seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya
yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik
ini disebut dengan optika geometris dan optika fisis. Era ini kemudian disebut

3
era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai
dualisme gelombangtransversal elektromagnetik dan aliran partikel yang
disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan
ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960(Halliday, 1993).

Cahaya menurut Newton (1642 - 1727) terdiri dari partikel-partikel ringan


berukuran sangat kecil yang dipancarkan oleh sumbernya ke segala arah dengan
kecepatan yang sangat tinggi. Sementara menurut Huygens ( 1629 - 1695), cahaya
adalah gelombang seperti halnya bunyi. Perbedaan antara keduanya hanya pada
frekuensi dan panjang gelombangnya saja. Dua pendapat di atas sepertinya saling
bertentangan. Sebab tak mungkin cahaya bersifat gelombang dan sekaligus sebagai
partikel. Pasti salah satunya benar atau kedua-duanya salah, yang pasti masing-
masing pendapat di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada zaman Newton
dan Huygens hidup, orang-orang beranggapan bahwa gelombang yang merambat
pasti membutuhkan medium. Padahal ruang antara bintang-bintang dan planet-
planet merupakan ruang hampa (vakum) sehingga menimbulkan pertanyaan apakah
yang menjadi medium rambat cahaya matahari yang sampai ke bumi jika cahaya
merupakan gelombang seperti dikatakan Huygens. Inilah kritik orang terhadap
pendapat Hygens. Kritik ini dijawab oleh Huygens dengan memperkenalkan zat
hipotetik (dugaan) bernama eter. Zat ini sangat ringan, tembus pandang dan
memenuhi seluruh alam semesta. Eter membuat cahaya yang berasal dari bintang-
bintang sampai ke bumi. Dalam dunia ilmu pengetahuan kebenaran suatu pendapat
akan sangat ditentukan oleh uji eksperimen(Giancoli, 2001)
Walaupun keberadaan eter belum dapat dipastikan di decade awal Abad 20,
berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti Thomas Young
(1773 - 1829) dan Agustin Fresnell (1788 - 1827) berhasil membuktikan bahwa
cahaya dapat melentur (difraksi) dan berinterferensi. Gejala alam yang khas
merupakan sifat dasar gelombang bukan partikel. Percobaan yang dilakukan oleh
Jeans Leon Foucault (1819 - 1868) menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya
dalam air lebih rendah dibandingkan kecepatannya di udara. Padahal Newton
dengan teori emisi partikelnya meramalkan kebalikannya. Selanjutnya Maxwell
(1831 - 1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala
kelistrikan dan kemagnetansehingga tergolong gelombang elektromagnetik.

4
Sesuatu yang berbeda dibandingkan gelombang bunyi yang tergolong gelombang
mekanik. Gelombang elektromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium
dan kecepatan rambatnya pun amat tinggi bila dibandingkan gelombang bunyi.
Gelombang elektromagnetik marambat dengan kecepatan 300.000
km/s. Kebenaran pendapat Maxwell ini tak terbantahkan ketika Hertz (1857 -
1894) berhasil membuktikannya secara eksperimental yang disusul dengan
penemuan-penemuan berbagai gelombang yang tergolong gelombang
elektromagnetik seperti sinar x, sinar gamma, gelombang mikro
RADAR(Supramono, 2005).

Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus)
dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai
permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya
tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai
permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti
ini misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur.
Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan
bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Apabila cahaya
merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut akan
dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium
rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Apabila cahaya merambat dari zat yang
kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal.
Misalnya cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat
dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi
garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara.Pembiasan cahaya sering
kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dasar kolam terlihat lebih
dangkal daripada kedalaman sebenarnya. Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada
pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak
patah(Sutarman, 2003).
Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi
merupakan penguraian cahaya putih menjadi berbagai cahaya berwarna. Cahaya
matahari yang kita lihat berwarna putih. Namun, sebenarnya cahaya matahari

5
tersusun atas banyak cahaya berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik
air di awan sehingga terbentuk warna-warna pelangi. Cahaya akan merambat lurus
jika melewati satu medium perantara. Peristiwa ini dapat dibuktikan dengan nyala
lampu senter yang merambat lurus. Cahaya yang merambat lurus juga dapat kita
lihat dari berkas cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah genting
maupun ventilasi akan tampak berupa garis-garis lurus. Kedua hal tersebut
membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. Sifat cahaya yang dapat menembus
benda bening, memungkinkan cahaya matahari dapat menembus permukaan air
yang jernih, sehingga tanaman yang hidup di dasar air dapat tetap tumbuh dengan
baik. Sifat cahaya yang dapat menembus benda bening ini dapat dimanfaatkan
orang untuk membuat berbagai peralatan misalnya kacamata, akuarium, kaca
mobil, dan thermometer(Tipler, 1991).

6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
Tabel 3.1.1 Tabel alat dan bahan yang digunakan
No Alat dan Bahan Jumlah
1 Laser pointer atau laser He Ne 1
2 Balok plastic atau kaca 1
3 Kertas grafik Secukupnya
4 Penggaris 1
5 Pensil 1
6 Busur 1
7 Perekat Secukupnya

3.2 Prosedur percobaan


Adapun prosedur percobaan karakteristik cahaya adalah :
1. Kertas ditempel di atas meja dengan menggunakan masking tape. Laser
ditempelkan disisi kiri kertas sehingga berkas laser diarahkan dari kiri ke
kanan.
2. Laser dinyalakan. Dipegang pensil dalam posisi vertical pada sisi kanan
ketas dimana berkas laser mengenai bagian tengah pensil. Ditandai kertas
dengan titik kecil. Dilihat gambar dipindahkan pensil kearah kiri sekitar satu
atau dua inci dan ulangi. Dilanjutkan hingga diperoleh 5 atau 6 tanda titik.
Ditarik garis lurus yang menghubungkan titik-titik kecil tersebut. Diberi
label titik O ujung kiri garis.
3. Diletakkan balok plastic diatas kertas. Bagian kiri balok membentuk sudut
sekitar 10 sampai 80 derajat dengan garis lurus pada kertas. Dipegang balok
dan gambar bentuk balok dengan pensil.
4. dinyalakan laser. Cahaya yang direfraksikan oleh balok kaca akan keluar
melalui bagian kanan balok kaca. Dipindahkan pensil kearah kanan kertas

7
hingga menemukan berkas laser. Ditandai lokasi berkas keluar ini pada lima
atau enam tempat pada kertas sebagaimana yang dilakukan pada langkah
kedua.
5. Dipindahkan balok plastic atau kaca. Digambar garis lurus yang
menghubungkan tanda titik pada bagian berkas keluar laser. Ditandai ujung
kanan garis sebagai titik D. Ditarik garis ini dengan menggunakan pensil
kearah kiri hingga berpotongan dengan garis balok. Titik perpotongan
tersebut merupakan titik dimana berkas keluar dari balok plastik/kaca.
Ditandai titik tersebut sebagai titik B. Ditandai titik dimana sinar datang
mengenai balok sebagai titik A. Dihubungkan titik A dan titik B. Garis OA
menggambarkan berkas laser yang masuk ke balok. Garis AB
menggambarkan bagian refraksi berkas didalam balok. Garis BD
menggambarkan berkas setelah keluar dari balok.
6. Digunakan busur untuk menggambarkan sebuah garis pada titik A yang
tegak lurus terhadap bagian kiri permukaan balok. Digambar garis lainnya
pada titik B yang tegak lurus terhadap bagian kanan permukaan balok
sebelah kanan.
7. Diukur dan dicatat sudut θA antara sinar datang dan garis normal pada
bagian kiri balok (titik A). Dilakukan hal yang sama untuk garis refraksi
pada bagian kiri dalam balok . Ditandai sebagai sudut θ’A.
8. Diukur dan dicatat sudut antara garis normal dan sinar datang dan refraksi
(keluar) pada permukaan kanan balok (titik B) beri tanda sebagai θB dan
θB’.
9. Dengan menggunakan θA dan θA’ dan hukum snell ditentukan rasio pada
bidang batas kiri antara udara dan kaca
10. Dengan menggunakan θB dan θB’ dan hukum snell ditentukan rasio pada
bidang batas kanan antara kaca dan udara
11. Digunakan hasil dari tugas 1 dan 2 untuk menentukan indeks refraksi kaca
dari pengukuran A dan B. Dihitung nilai rata-rata dari hasil yang diperoleh
dari pengukuran A dan B sebagai hasil akhir nkaca . (nudara=1)
12. Dengan menggunakan definisi indeks refraksi dan kecepatan cahaya dalam
ruang vakum, ditentukan kecepatan cahaya didalam balok kaca.

8
Gambar 3.2.1 Peralatan yang digunakan

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Adapun data yang diperoleh dari percobaan ini adalah :
Table 4.1.1 data hasil pengamatan
Su peng
dut ulan Interface 1 (udara – medium) Interface 2 (medium-udara)
gan
Ɵ1 ̅̅̅̅
Ɵ1 n1 Ɵ2 ̅̅̅̅
Ɵ2 n2 Ɵ1 ̅̅̅̅
Ɵ1 n1 Ɵ2 ̅̅̅̅
Ɵ2 n2
o
30 1 60o 33o 33o 60o
2 60o 60o 1 32o 33o 1.59 32o 33o 1.59 60o 60o 1
3 60o 34o 34o 60o
40o 1 50o 31o 31o 50o
2 50o 50o 1 33o 30o 1.53 33o 30o 1.53 50o 50o 1
3 50o 27o 27o 50o
50o 1 40o 26o 26o 40o
2 40o 40o 1 25o 25o 1.52 25o 25o 1.52 40o 40o 1
3 40o 24o 24o 40o

4.2 Analisa Data


Adapun analisa data dari percobaan ini yaitu
Interface 1 (udara-medium) Interface 2 (medium-udara)
Untuk variasi sudut 30o Untuk variasi sudut 30o
̅̅̅̅ = n2 sin Ɵ2
n1 sin Ɵ1 ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ = n2 sin Ɵ2
n1 sin Ɵ1 ̅̅̅̅
1 (sin 60o) = n2 (sin 33o) n1 (sin 33o) = 1 (sin 60o)
n2 = 1.59 n1 = 1.59
𝑐 𝑐
n2 = 𝑣2 n1 = 𝑣1
3 𝑥 108 3 𝑥 108
v2 = v1 =
1.59 1.59

v2 = 1.88 x 108 m/s v1 = 1.88 x 108 m/s

10
Interface 1 (udara-medium) Interface 2 (medium-udara)
Untuk variasi sudut 50o Untuk variasi sudut 50o
n1 sin ̅̅̅̅
Ɵ1 = n2 sin ̅̅̅̅
Ɵ2 n1 sin ̅̅̅̅
Ɵ1 = n2 sin ̅̅̅̅
Ɵ2
1 (sin 50o) = n2 (sin 30o) n1 (sin 33o) = 1 (sin 60o)
n2 = 1.53 n1 = 1.53
𝑐 𝑐
n2 = 𝑣2 n1 = 𝑣1
3 𝑥 108 3 𝑥 108
v2 = v1 =
1.53 1.59
8
v2 = 1.96 x 10 m/s v1 = 1.96 x 108 m/s

Interface 1 (udara-medium) Interface 2 (medium-udara)


Untuk variasi sudut 40o Untuk variasi sudut 40o
̅̅̅̅ = n2 sin Ɵ2
n1 sin Ɵ1 ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ = n2 sin Ɵ2
n1 sin Ɵ1 ̅̅̅̅
1 (sin 40o) = n2 (sin 25o) n1 (sin 30o) = 1 (sin 50o)
n2 = 1.52 n1 = 1.52
𝑐 𝑐
n2 = 𝑣2 n1 = 𝑣1
3 𝑥 108 3 𝑥 108
v2 = v1 =
1.52 1.52

v2 = 1.97 x 108 m/s v1 = 1.97 x 108

4.3 Pembahasan
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang
kasat mata denganpanjang gelombang sekitar 380-750 nm. Pada bidang fisika,
cahaya adalah radiasi elektromagnetik baik dengan panjang gelombang kasat
mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut
foton. Dalam ruang hampa udara, cahaya akan bergerak dalam garis lurus pada
kecepatan konstan, membawa energi dari satu tempat ke tempat lain.
Kecepatan cahaya dalam satu medium dipengaruhi oleh indeks bias medium
tersebut. Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada
suatu medium. Ketika benda terkena cahya, cahaya yang mengenai benda akan
dipantulkan.

11
Pada percobaan ini digunakan laser pointer atau laser He-Ne sebagai
sumber cahaya, dan akrilik sebagai medium. Ketika akrilik disinari cahya laser,
maka cahya yang mengenai akrilik akan dipantulkan, kemudian dibiaskan dan
diteruskan. Pada percobaan ini di lakukan variasi sudut dengan 3 sudut, yaitu
30, 40, dan 50 dengan masing-masing pengulangan sebanyak 3 kali. Pada
percobaan ini terdapat dua interface yaitu udara-medium dan medium-udara.
Masing-masing sudut datang dan sudut bias pada kedua interface dicatat.
Sesuai dengan teori dimana sudut antara garis normal dengan sinar pantul
disebut sebagai sudut pantul. Hukum pemantulan cahaya menyebutkan untuk
permukaan yang tidak menghamburkan cahaya sudut pantul selalu sama
dengan sudut datang. Hal ini dapat dibuktikan pada percobaan ini bahwa sudut
datang selalu sama dengan sudut pantul.
Hukum snelius (hukum pembiasan) menyebutkan bahawa
perbandingan sinus sudut datang dan sudut bias sama dengan perbandingan
kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan
perbandingan indeks bias. Dapat dilihat pada analisa data bahwa indeks bias
untuk masing-masing variasi sudut berbeda-beda. Pada interface 1(udara-
medium) semakin besar variasi sudut maka sudut datang dan sudut bias
semakin kecil, dan indeks bias juga semakin kecil. Hal yang sama juga terjadi
pada interface 2(medium-udara) dimana ) semakin besar variasi sudut maka
sudut datang dan sudut bias semakin kecil, dan indeks bias juga semakin kecil.
Adapun kecepatan cahaya dalam medium semakin kecil indeks bias medium,
maka kecepatan tersebut semakin besar.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diproleh dari percobaan ini adalah :
1. Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat
mata denganpanjang gelombang sekitar 380-750 nm.
2. Kecepatan cahaya dalam satu medium dipengaruhi oleh indeks bias medium
tersebut.
3. Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya
pada suatu medium.
4. Hukum pemantulan cahaya menyebutkan untuk permukaan yang tidak
menghamburkan cahaya sudut pantul selalu sama dengan sudut datang.
5. Hukum snelius (hukum pembiasan) menyebutkan bahawa perbandingan
sinus sudut datang dan sudut bias sama dengan perbandingan kecepatan
cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan perbandingan
indeks bias.
6. Semakin besar variasi sudut maka sudut datang dan sudut bias semakin
kecil, dan indeks bias juga semakin kecil.
7. Semakin kecil indeks bias medium, maka kecepatan tersebut semakin besar.

13
LAMPIRAN

Variasi sudut 30° pengulangan 1

Variasi sudut 30° pengulangan 2

14
Variasi sudut 30° pengulangan 3

Variasi sudut 40° pengulangan 1

15
Variasi sudut 40° pengulangan 2

Variasi sudut 40° pengulangan 3

16
Variasi sudut 50° pengulangan 1

Variasi sudut 50° pengulangan 2

17
Variasi sudut 50° pengulangan 3

18
DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga


Halliday, D dan Resnick, R. 1993. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Soedojo. 2001. Asas-asas Ilmu Fisika Jilid 4. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Supramono, Eddy.2005. Fisika Dasar II. Malang: UM Press
Sutarman. 2003. Fisika Dasar II. Malang: JICA
Tipler, P.A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik jilid 2. Jakarta : Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai