Good Mining Practise RHMT
Good Mining Practise RHMT
Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu
demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang perlu
melibatkan seluruh stake holders. Ini juga adalah suatu konsep yang menekankan pentingnya
pengelolaan keteknikan, wawasan sosial kemasyarakatan, pendekatan lingkungan yang
terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan
tambang yang benar (Good Mining Practice).
Sesuai dengan arahan untuk pelaksanaan good mining practice, salah satu hal yang
diutamakan adalah memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja untuk seluruh
karyawannya. Dan cara memberikan jaminan itu adalah denga memberikan pemahaman
tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara terus menerus sehingga
akan mampu membentuk safety culture.
Budaya (culture) merupakan obyek studi ilmu antropologi dan konsepnya bersifat luas
serta holistik. Budaya menggambarkan suatu kualitas yang sifatnya sangat khusus pada
kelompok manusia dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Karena memiliki budaya inilah
umat manusia memiliki apa yang dikenal dengan peradapan (civilization).
Istilah budaya keselamatan (safety culture) pertama kali tertera dalam laporan yang
dibuat oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) pada tahun 1987 yang
membahas peristiwa “Chernobyl”. Atas dasar itu, International Atom Energy Agency (IAEA)
menyusun konsep atau model dan metoda pengukuran Budaya Keselamatan untuk instalasi
nuklir, sehingga istilah Budaya Keselamatan menjadi dikenal secara internasional, khususnya
dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Safety culture is the product of individual and group values, attitudes, perceptions,
competencies and pattern of behavior that can determine the commitment to, and the style
and proficiency of an organization’s health and safety management system.
Budaya K3 di suatu perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan bisa
dilihat dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek psikologis pekerja terhadap K3 (Psychological aspects, what people feel, what
is believe)
Aspek pertama, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek Pribadi
(PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan lain-lain.
2. Aspek perilaku K3 pekerja (Behavioral aspects, what people do, what is done)
Aspek kedua berkaitan erat dengan perilaku sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti misalnya
perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan-kebiasaan dalam K3 dan sebagainya.
3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitan dengan K3 (Situational aspects, what
organizational has, what is said)
Aspek ketiga berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja (ENVIRONMENT) seperti apa
yang dimiliki perusahaan/organisasi mengenai K3, contohnya Sistem Manajemen K3, SOP,
Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga aspek tersebut. Oleh karena
itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya yang selalu meningkatkan K3 secara
sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-
hari (continuous improvement culture, behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3
sebagai bagian dari visi dan misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem
manajemen, SOP dan lain-lain di perusahaan (organizational based culture, system based
culture), apalagi hanya menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based
culture, rule based culture).
a. Teori Domino
Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan ini.
Salah satu yang ternama adalah yang diusulkan oleh H.W. Heinrich dengan teorinya yang
dikenal sebagai Teori Domino Heinrich. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri
atas lima faktor yang saling berhubungan: 1. Kondisi kerja; 2. Kelalaian manusia; 3.
Tindakan tidak aman; 4. Kecelakaan; 5. Cedera.
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu
jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama.
Ilustrasi ini mirip dengan efek jatuhnya kartu blok domino, jika satu blok kartu domino
roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya kartu blok
domino yang berikutnya.
Jadi teori ini menegaskan adanya hubungan antara factor penyebab kecelakaan yang
satu dengan factor yang berikutnya. Efek yang ditimbulkannya dapat sangat besar dan
merupakan potential accident
Jika kita menganalogikan dengan kondisi di tambang bawah tanah, teori ini sangat tepat
untuk merepresntatifkan potensi kecelakaan yang mungkin terjadi. Kondisi tidak aman
sebagai kartu domino awal jika tidak di handling dengan tepat tentunya akan menyebabkan
potensi kecelakaan. Potensi kecelakaan ini akan tetap tersimpan sampai benar-benar terjadi
kelalaian manusia. Dan kelalaian manusia ini akan juga menyebabkan adanya tindakan tidak
aman (unsafe act) sehingga akan memicu terjadinya kecelakaan.
Teori swiss Cheese adalah teori lain tentang kecelakaan kerja yang menekankan
penyebab kecelakaan pada kelalaian/kesalahan manusia (human errors). Teori ini dikenalkan
oleh James Reason dan membagi penyebab kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan:
1. tindakan tidak aman (unsafe acts); 2. pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak
aman (preconditions for unsafe acts); 3. pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision); 4.
pengaruh organisasi (organizational influences).
Teori ini memberikan informasi bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi.
Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu. Dalam
Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human errors ini merepresentasikan lubang
pada sebuah keju. Jika keempat keju ini (unsafe act, preconditions for unsafe acts, unsafe
supervisions, and organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka kecelakaan
menjadi tak terhindarkan.
Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan
kecelakaan kerja . Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara
spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan
yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak yang
melulu dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen
yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk melindungi
karyawannya.
c. Teori Gunung Es
Teori gunung es adalah salah satu teori yang sangat sesuai dengan kondisi kecelakaan
di pertambangan. Teori Kecelelakaan itu dapat diibaratkan sebagai gunung es, artinya hanya
bagian puncaknya saja yang terlihat. Padahal di bawah permukaan laut, justru terdapat
gunung es besar yang lebih berbahaya, karena dapat menjadi bahaya laten.
Teori ini juga sangat terkait dengan biaya yang dikeluarkan akibat timbulnya suaut
kecelakaan. Biaya yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan umumnya hanya terlihat dari
bagian atas saja yaitu biaya pengobatan, asuransi dan biaya kecelakaan. Padahal di bawah itu,
aka nada banyak kerugian yang ditimbulkan, mulai dari kerusakan alat, perkakas, delay
produksi, pengeluaran untuk penyediaan biaya perawatan, biaya investigasi, biaya legal dan
lainnya. Jadi akan muncul biaya lain lagi yang dapat lebih besar namun tak terlihat di
permukaan.