Anda di halaman 1dari 2

Afiks –kan: Masalah Sepele yang Mengganggu

Di Facebook, seorang kawan pernah meminta bantuan,” Manakah penulisan yang benar,
pertunjukan atau pertunjukkan? Ditulis dengan satu k atau dua k?” Dalam bahasa, tampaknya masalah
penggunaan afiks atau imbuhan –kan merupakan masalah sepele. Akan tetapi, –kan sering kali
menjadi gangguan ketika seseorang sedang menulis. Mungkin banyak orang perlu berpikir sejenak
untuk menentukan satu pilihan yang benar dari dua pilihan yang tersedia ketika ia berhadapan dengan
kata dengan huruf akhir [k] seperti pada kata tunjuk yang berkomposisi dengan afiks -kan. Malahan,
kawan saya itu sampai kebingungan sehingga perlu bertanya pada orang lain.

Ada dua pendekatan yang dapat kita gunakan untuk menjawab persoalan kawan saya tadi.
Pertama, gunakan teori. Kedua, gunakan analogi. Mana pendekatan yang lebih mudah? Ya,
bergantung orangnya. Pendekatan teori tampaknya lebih cepat, tetapi tampaknya orang lebih cepat
lupa konsep. Pendekatan analogi lebih mudah, tetapi perlu waktu lebih lama. Oleh sebab itu, kita
perlu kedua pendekatan itu.

Jawaban untuk kasus kawan saya itu adalah kata pertunjukan merupakan bentuk dengan
penulisan yang benar. Bentuk dasar kata kerja (verba) tunjuk menurunkan bentuk kata benda (nomina)
pertunjukan (bentuk dengan satu k). Kata pertunjukan merupakan komposisi antara bentuk dasar
tunjuk dan per-an (per-tunjuk-an). Bentuk dasar tunjuk tidak menurunkan bentuk pertunjukkan
(bentuk dengan dua k). Sekarang pertanyaannya mengapa kata tunjuk tidak menurunkan bentuk
pertunjukkan, melainkan bentuk pertunjukan? Bukankah dalam bahasa Indonesia ada afiks per-kan
seperti pada kata per-main-kan, per-ingat-kan, per-satu-kan, dan perhitungkan?

Memang betul dalam bahasa Indonesia terdapat imbuhan per-kan. Akan tetapi, imbuhan itu
bukan sebagai pembentuk kata benda, melainkan sebagai pembentuk kata kerja seperti pada kata per-
ingat-kan dan per-hitung-kan seperti dalam kalimat,”Peringatkan ia sekali lagi” dan “Perhitungkan
segala sesuatunya.” Sejauh ini ternyata bentuk pertunjukkan dengan kelas kata verba dalam
pertuturan tidak muncul walaupun secara teoretis bisa saja kita munculkan. Bentuk yang muncul
adalah tunjukkan seperti pada kalimat,”Tunjukkan kemampuanmu” atau yang muncul hanya salah
tulis saja.

Pada kasus lain penulisan atau penggunaan pasangan kata berikut sering kali tertukar:
gerakan-gerakkan, pelukan-pelukkan, tembakan-tembakkan, dan tarikan-tarikkan. Pasangan-
pasangan itu sudah sesuai dengan kaidah baku morfologi bahasa Indonesia. Yang perlu kita perhatikan
adalah penggunaannya. Kata sebelah kiri pada setiap pasangan itu adalah kata benda yang dibentuk
dari komposisi kata dasar + -an , sedangkan kata sebelah kanannya adalah kata kerja yang dibentuk
dari komposisi kata dasar + -kan.

Pada konteks kalimat-kalimat berikut kita menggunakan komposisi kata dasar + -an:
“Lakukan beberapa gerakan”, “Pelukannya terasa erat”, “Polisi melepaskan satu tembakan”, “Tarikan
arus sungai ini sangat kencang.” Pada konteks kalimat berikut kita menggunakan komposisi kata
dasar+ -kan: “Gerakkan tangan kirimu”, Tembakkan senapanmu tepat pada sasaran”, “Tolong tarikkan
tali ini.”

Pada kasus lainnya lagi orang-orang dibingungkan dengan penulisan dengan afiks me-kan dan
memper-kan yang berkomposisi dengan kata dasar yang diakhiri huruf k, misalnya pada kata masuk.
Manakah penulisan yang tepat, memasukan atau memasukkan? Jawaban yang tepat adalah
memasukkan bukan memasukan.
Kita dapat menggunakan patokan bahwa afiks –kan yang berkomposisi dengan bentuk dasar
mana pun atau berkomposisi dengan afiks mana pun seperti me-kan atau memper-kan tidak akan
mengalami proses morfofonemik, yaitu proses perubahan bunyi sebuah afiks karena berhadapan
dengan bunyi-bunyi tertentu pada kata yang akan dilekatinya seperti pada kasus me- yang menjadi
meng- ketika berhadapan dengan kata hadap (menghadap). Pada kasus kata dasar masuk atau kata
apa saja yang berkomposisi dengan afiks me-kan, kita dapat melihat bahwa afiks –kan tidak
mengalami proses morfofonemik. Jadi penulisan kata-kata berikut sudah benar adanya: memasukkan,
menusukkan, memasakkan, dan mempertunjukkan.

Kadang-kadang kita lupa dengan konsep teori yang sudah kita baca sebelumnya. Pendekatan
kedua yang dapat kita gunakan adalah pendekatan analogi, yaitu kita sandingkan dan bandingkan
sejumlah kata sebagai pembanding dengan kata yang menjadi sasaran masalah yang kita anggap
memiliki kaidah yang sama. Misalnya, kita sandingkan kata-kata dengan afiks –kan di antaranya
merasakan, melibatkan, dan menyatukan dengan bentuk memasukan-memasukkan dan menggerakan-
menggerakkan yang mungkin menjadi sasaran masalah. Kita dapat melihat bahwa kata-kata
pembanding itu dapat diurai komposisinya menjadi me-rasa-kan, me-libat-kan, dan me(ny)-satu-kan
(me- + kata dasar + -kan) sehingga kita dapat pula menguraikan kata sasaran yang menjadi masalah,
yaitu me-masuk-kan dan meng-gerak-kan, bukan me-masuk-an atau meng-gerak-an.

Sekarang, bagaimanakah pelafalan bentuk-bentuk kata dengan dua huruf k yang berurut?
Apakah pelafalannya dibedakan dengan bentuk-bentuk kata dengan huruf satu k? Dalam masalah ini
tampaknya kita belum bersepakat. Apakah pasangan kata-kata seperti gerakan-greakkan dan balikan-
balikkan dilafalkan secara berbeda atau sama saja? Secara teoretis, kita sudah membahas bahwa afiks
–kan yang berkomposisi dengan bentuk dasar tidak mengalami proses morfofonemik sehingga
menurut hemat saya semestinya pasangan kata gerakan-gerakkan dilafalkan secara berbeda. Akan
tetapi, prinsip keekonomian pelafalan dalam bahasa tidak mendukung konsep itu sehingga orang-
orang cenderung melafalkan pasangan kata gerakan-gerakkan secara sama. Toh, konteks kalimat akan
membantu orang-orang untuk memahami maksud si Penutur.

Yusup Irawan, M.Hum.


Staf Pembinaan di Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai