Anda di halaman 1dari 84

SEJARAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH DI CIANJUR

(1836-1919 M)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:
Mahbub Haikal Muhammad
NIM: 1113022000089

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama Mahasiswa : Mahbub Haikal Muhammad
NIM : 1113022000089
Program Studi : Sejarah dan Peradaban Islam
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri
yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul
dikemudian hari menjadi tanggungjawab saya.

Jakarta, 11 Januari 2018

Mahbub Haikal Muhammad

i
SEJARAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH DI CIANJUR
(1836-1910 M)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh
Mahbub Haikal Muhammad
NIM: 1113022000089

Pembimbing,

Usep Abdul Matin S.Ag. M.A. M.A. Ph.D.


NIP: 19680807 199803 1 002

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul SEJARAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH


KHALIDIYAH DI CIANJUR (1836-1919 M) telah diujikan dalam sidang
skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 11
Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan Peradaban
Islam.

Jakarta, 11 Januari 2018

Sidang Skripsi

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

H. Nurhasan, M.A. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.


NIP: 19690724 199703 1 001 NIP: 19750417 200501 2 007

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.A. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A.
NIP: 19560817 198603 006 NIP: 19611025 199403 1 001

Pembimbing,

Usep Abdul Matin S.Ag. M.A. M.A. Ph.D.


NIP: 19680807 199803 1 002

iii
iv

ABSTRAK

Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Syekh Muhammad Bahauddin an-


Naqsyabandi. Ia lahir di Bukhara, Rusia, pada tahun 717 H/1318 M, dan
meninggal pada tahun 791 H/1389 di Bukhara, Rusia. Pada perkembangan
selanjutnya, Tarekat Naqsyabandiyah melahirkan cabang baru, yaitu Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, dan telah berkembang ke berbagai negara muslim di
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
berkembang sangat pesat, khususnya di Sumatera, Madura, dan Jawa, bahkan
telah sampai ke Cianjur. Awal ketertarikan saya untuk mengkaji tema ini adalah
pernyataan Martin van Bruinessen yang mengatakan bahwa tahun 1850 telah ada
kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah, dan pada tahun 1886 Tarekat Naqsyabandiyah
telah semakin berkembang. Tetapi Martin tidak menyebutkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah atau bukan, dan hanya menyebutkan masih ada
hubungan Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur dengan Syekh Ismail al-
Minangkabawi, seorang tokoh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dari Simabur,
Sumatera Barat. Sehingga apa yang dimaksud Martin, Tarekat Naqsyabandiyah
yang berada di Cianjur saat itu, adalah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Fakta
di atas penulis dapatkan, dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
(1996) yang ditulis oleh Martin van Bruinessen. Tetapi jauh sebelum itu, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah lebih dulu ada, dan dibawa pertama
kali oleh R.H. Muhammad Hasan, pada tahun 1252 H/1836 M. Kemudian
diteruskan oleh cucunya yaitu Muhammad Isa al-Khalidi yaitu dari tahun 1910-
1919 M. Muhammad Isa al-Khalidi lahir di Singapura pada tahun 1247 H/1831
M, dan meninggal pada tahun 1338 H/1919M di Singapura. Muhammad Isa al-
Khalidi mendapat ijazah, dari gurunya, Sulaiman al-Zuhdi, di Jabal Abu Qubais,
Mekah. Setelah mendapat ijazah, ia kembali ke Cianjur, dan mengajarkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Kajian terekat ini akan penulis batasi, dari tahun
1836 M sampai dengan 1919 M. Alasan pembatasan ini adalah karena pada tahun
1836 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur berdiri, kemudian pada
tahun 1910, di bawah kepemimpian Muhammad Isa al-Khalidi, mulai
berkembang, dan aktif melakukan kegiatan seperti membangun Madrasah Gedong
Asem, mendirikan sekolah perempuan, dan pengajian keagamaan. Tahun 1919 M
merupakan tahun wafatnya Muhammad Isa al-Khalidi, tokoh tarekat tersebut.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, dan menggunakan
sumber data berupa buku, arsip, jurnal, dan wawancara kepada pemimpin Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.

Kata Kunci: Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur, Muhammad Isa al-


Khalidi, Perkembangan dan aktivitasnya.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu


melimpahkan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam senantiasa kita
persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, dan
pengikutnya. Rasa syukur penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur (1836-1919 M)”.
Meskipun penulis sadar betul terdapat kekurangan dalam skripsi ini.
Tidak dapat dipungkiri terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu
dan dukungannya untuk penyelesaian skripsi ini, penulis tuturkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M. A. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.
3. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
4. Solikhatus Sa‟diyah, M. Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam.
5. Usep Abdul Matin, S.Ag. M.A. M.A. Ph.D. selaku dosen pembimbing
skripsi. Terima kasih atas perhatian, yang telah meluangkan waktunya
untuk berdiskusi, memberikan arahan, dan masukan selama penulis
menyusun skripsi.
6. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim M.A. selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih atas nasehat dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
7. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.A. Terima kasih telah memberikan
nasehat dukungan, dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
8. Ahmad al-Margoni dan Endah Jubaedah, selaku orang tua penulis. Terima
kasih atas cinta, kasih sayang, dan motivasi selama ini untuk
menyelesaikan skripsi ini.

v
vi

9. Keluarga besar H. Zaini Dahlan dan keluarga besar Ahmad bin Muchtar,
selaku keluarga penulis. Terima kasih atas dukungan dan motivasi selama
ini.
10. R. Hadi Sirojudin dan para pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur. Terima kasih telah meluangkan waktu, arahan, dan dukungan
selama selama menyusun skripsi ini..
11. R. Jamaludin Rahmat selaku ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Riyadhul Muttaqien Gedong Asem Cianjur. Terima kasih atas waktu dan
arahan selama menyusun skripsi ini.
12. Yulia Kartika selaku sahabat penulis, terima kasih atas dukungan dan
motivasi selama ini.
13. Komunitas Anak Panah selaku rekan-rekan seperjuangan penulis. Terima
kasih atas semangat, dukungan, dan kebersamaan selama ini.
14. Rekan-rekan Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) Komisariat
Kampus UIN Jakarta. Terima kasih selalu meluangkan waktunya untuk
berdiskusi.
15. Patali Wargi Mahasiswa Sunda Cianjur (PATWA SUCI), selaku reka-
rekan penulis di perantauan. Terima kasih atas dukungan, dan
kebersamaan selama ini.
16. Rekan-rekan seperjuangan Sejarah dan Peradaban Islam tahun 2013.
Terima kasih atas dukungan selama ini.

Ciputat, 11 Januari 2018

Mahbub Haikal Muhammad


DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9
F. Kerangka Teori ....................................................................... 11
G. Metode Penelitian .................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ............................................................ 15
BAB II ASAL-USUL TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA ...................................................... 16
A. Pengertian Tarekat ................................................................. 16
B. Asal-usul Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ................... 20
C. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
Indonesia........................................................................................ 23
BAB III DESKRIPSI HISTORIS TAREKAT NAQSYABANDIYAH
KHALIDIYAH DI CIANJUR ............................................................................ 28
A. Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur .. 28
B. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur ....... 30
C. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur ........ 36
1. Bai‟at................................................................................ 38
2. Dzikir ............................................................................... 39
3. Khalwat atau Suluk .......................................................... 40

vii
viii

BAB IV AKTIVITAS TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH


CIANJUR (1910-1919) ........................................................................................ 42
A. Muhammad Isa al-Khalidi ..................................................... 44
B. Berdirinya Madrasah Gedong Asem ...................................... 46
C. Pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur .... 48
1. Bidang Keagamaan .......................................................... 49
2. Bidang Pendidikan ........................................................... 50
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 52
A. Kesimpulan ............................................................................ 52
B. Saran ....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 59
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pertumbuhan tarekat di dunia Islam dimulai sejak abad ke-3 sampai abad
ke-4 H, akan tetapi masih sangat sederhana. Tarekat mulai mengalami
perkembangan pada abad ke-6 H sampai 7 H, yang pertama kali mendirikan
tarekat, adalah Syekh Abd al-Qadir al-Jailani (470-561 H/1077-1166 M) dengan
Tarekat Qadariah.1 Perkembangan tarekat di Indonesia, bermula dengan adanya
ajaran tasawuf, yang dipadukan dengan ajaran sufistik India dan sufistik pribumi,
kemudian dianut oleh kalangan masyarakat Islam Indonesia.2 Dengan adanya
proses tersebut, secara berangsur-angsur tarekat mulai berkembang di Indonesia.
Kemudian pada abad ke-18 M, berbagai macam tarekat telah mendapat pengikut
yang tersebar di Indonesia, termasuk Tarekat Naqsyabandiyah.3
Tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat yang cukup berkembang di
Indonesia, khususnya di Sumatera, Madura dan Jawa. Tarekat Naqsyabandiyah
didirikan oleh Syekh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Bukhari an-
Naqsyabandy, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syekh Naqsyabandy. Ia
lahir di Bukhara, Rusia, pada tahun 717 H/1318 M, dan meninggal pada tahun 791
H/1389 di Bukhara, Rusia.4 Menurut Najmuddin Amin, nama Tarekat
Naqsyabandiyah diambil dari nama pendirinya Syekh Naqsyabandy, beliau
senantiasa terus menerus berzikir mengingat Allah, sehingga lafadz Allah telah
melekat di dalam hatinya.5
Bukti adanya Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, tertuang dalam tulisan-
tulisan Syekh Yusuf Makassar (1035-1110 H/1626-1699 M). Ia orang pertama

1
Alwi Shihab, Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka Iman, 2009), h. 184.
2
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVII, (Bandung: Mizan 1995), h. 188
3
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995),
h. 197.
4
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam. Cet 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994), h. 10.
5
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandi, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007), h.
7.

1
2

yang menulis tentang tarekat ini dan mengarang risalah mengenai tasawuf, serta
surat-surat yang berisikan nasihat kerohanian.6 Meskipun belum dapat dipastikan
apakah ia orang Indonesia pertama yang menganut Tarekat Naqsyabandiyah atau
bukan, karena Syekh Yusuf tidak hanya belajar Tarekat Naqsyabandiyah saja,
tetapi juga tarekat lain kepada beberpa guru di Makkah dan Madinah, baik Tarekat
Naqsyabandiyah, Qadariyah dan Syattariyah.7
Pada abad ke-19, perkembangan tarekat di Indonesia menjadi perhatian
Pemerintah Hindia Belanda, mereka menganggap keberadaan tarekat sangat
membahayakan, terbukti perkembangan tarekat melahirkan sebuah perlawanan.
Pada saat itu tarekat melahirkan sebuah gerakan pemberontakan di Banten,
tepatnya di Cilegon pada tahun 1888 M. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan
Pemerintah Hindia Belanda mengenai motif pemberontakan, salah satunya karena
dilatarbelakangi oleh organisasi tarekat. Pertama, menurut surat kabar Java Bode
bahwa peristiwa pemberontakan di Cilegon merupakan pemberontakan lokal,
yaitu fanatisme agama yang dikobarkan oleh pemuka agama dan penganut tarekat,
kemudian melahirkan suatu gerakan untuk melawan Pemerintah Hindia Belanda.8
Kedua, menurut Direktur Departemen Dalam Negeri Batavia, J.M. van Vleuter
berpendapat bahwa fanatisme agama merupakan salah satu penyebab utama
pemberontakan. Vleuter telah banyak belajar mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
termasuk ajarannya dari karya-karya van Berg dan Holle.9 Dari kedua hasil
penyelidikan mengenai latar belakang terjadinya pemberontakan di Banten,
Tarekat Naqsyabandiyah memiliki peranan yang sangat penting, khususnya para
pimpinan tarekat tersebut telah membangkitkan semangat perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda.10 Perlawanan tersebut merupakan bukti

6
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia; Survei Historis,
Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan 1992), h. 36.
7
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 34.
8
Java Bode merupakan surat kabar setengah resmi yang mempunyai monopoli atas
berita-berita resmi, dan menyokong penuh kebijakan pemerintah Belanda mengenai Koch atas
sifat surat kabar itu dalam tahun 1880-an. Lihat, Sartono Kartodirjo, Pemberontakan Petani
Banten 1888, (Jakarta: Komunitas Bambu 2015), h. 391.
9
Kartodirjo. Pemberontakan. h. 396-397.
10
Mengenai hasil penyelidikan pemerintaha Belanda, pembenrontakan di Banten, tidak
hanya di latar belakangi oleh keberedaan tarekat saja. Banyak pendapat yang memngenai motif
3

perkembangan tarekat di Indonesia pada abad ke-19, karena tidak hanya di


Banten, akan tetapi gerakan perlawanan oleh pengikut tarekat terdapat di daerah
lain, seperti Lombok dan Sidoarjo.11
Selanjutnya perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah, tidak berhenti sampai
di situ. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah turut berkembang di Indonesia, dan
sering dikaitkan dengan Syekh Ismail atau lebih dikenal dengan Ismail al-
Minangkabawi, seorang ulama tarekat dari Simabur, Sumatera Barat. Syekh
Ismail dibaiat oleh Abdallah Arzinzani, seorang khalifah yang diangkat oleh
Maulana Khalid di Hijaz.12 Kemudian Tarekat Naqsyabandiayah Khalidiyah di
Jawa berkembang pada tahun 1880-an, melalui Syekh Abd al-Qadir Semarang,
yang diangkat menjadi khalifah oleh Sulaiman al-Zuhdi, dan berhasil menarik
dalam jumlah yang sangat besar terutama dari kalangan rakyat kecil.13
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah sampai ke tanah
Priangan, khususnya Cianjur. Dalam hal ini, K.F Holle pada 1886 melaporkan
saat itu Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur mulai mengalami perkembangan,
hampir seluruh bangsawan telah bergabung dengan tarekat tersebut.14 Dalam hal
ini, Holle tidak menyebutkan apakah tarekat yang dimaksud Naqsyabandiyah
Khalidiyah atau bukan. Tetapi di Cianjur pada tahun 1850, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah sudah mulai menunjukkan kegiatannya.15 Apabila
dilihat dari silsilah serta nama gelar penghulu Cianjur, dapat dikatakan bahwa
yang dimaksud K.F Holle tersebut adalah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur bermula
pada saat residen mengangkat pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah

pemberontakan tersebut. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa adanya tarekat membawa pengaruh
di Banten.
11
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 27-29.
12
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 99.
13
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 106.
14
K.F Hole pada saat itu merupakan penasihat kehormatan untuk bumi putera, ia tinggal
di Waspada dekat Bandung. Holle mengirimkan surat kepada Gubernur Jenderal di Batavia
mengenai bahanyanya perkembangan tarekat Naqsyabandiyah. Lihat, Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah, h. 23.
15
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
4

sebagai penghulu Cianjur. Bahkan beberapa dari saudara kepala penghulu tersebut
sebagai guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.16
R.H Muhammad Hasan, pernah menjadi penghulu Gede II di Cianjur
selama 4 tahun, 1830-1834 M, tetapi R.H Muhammad Hasan juga sekaligus tokoh
pelopor Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur yang pertama. Ia pernah
pergi ke Mekkah dan mendapat ijazah al-Khalidi, sebelum akhirnya kembali ke
Cianjur dan mengajarkan serta menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di Cianjur.17
Pada masa Muhammad Isa al-Khalidi, cucu R.H Muhammad Hasan, yang
memimpin dari tahun 1910-1919 M, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mulai
mengalami perkembangan, terutama dalam bidang keagamaan. Dalam
melaksanakan kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Muhammad Isa al-
Khalidi membangun Madrasah di atas tanah waqaf yang digunakan untuk
kegiatan keagamaan. Madrasah yang dibangun Muhammad Isa al-Khalidi menjadi
tempat yang sangat penting, tidak hanya untuk menggelar kegiatan tarekat saja,
akan tetapi untuk kegiatan seperti mengaji, dan juga sebagai pusat belajar
mengajar.18
Pada masa awal perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, di
bawah kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi, tarekat tidak hanya terpusat
pada keagamaan saja. Pada saat itu Muhammad Isa al-Khalidi berinisiatif
membangun Madrasah Gedong Asem tahun 1911 M, sebagai pusat kegiatan
keagamaan, dan juga aktivitas tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Kemudian Madrasah Gedong Asem menjadi pusat kegiatan belajar mengajar yang
dikhususkan dalam bidang keagamaan, dan dikenal dengan ”Sekolah Istri Gedong
Asem” sekolah tersebut diambil dari tempat sekolah itu berdiri, yaitu di kampung
Gedong Asem, dan dikususkan bagi para perempuan.19

16
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 23-24
17
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, Cianjur:
Koleksi pribadi, h. 7.
18
Selayang Pandang, h. 4-5.
19
Selayang Pandang, h. 4.
5

Muhammad Isa al-Khalidi juga dikenal sebagai tokoh yang alim dan paham
tentang agama yang mendalam, sehingga ia sangat disegani oleh banyak orang.
Muhammad Isa al-Khalidi dianggap sebagai ulama besar, dan para pemerintah
saat itu sering menanyakan solusi kepadanya, di samping itu ia juga menjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar, bahkan menjadi panutan.
Sikapnya yang terbuka terhadap setiap hal, tentu berimbas pada semakin
berkembangnya tarekat yang ia pimpin, sehingga masyarakat setempat menerima
keberadaan tarekat dengan sangat baik.
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah masih berdiri dan aktif melakukan
kegiatan. Jika bulan Ramadhan tiba, ada kegiatan Uzlah, yaitu kegiatan di mana
para jamaah mengasingkan diri dari berbagai ikatan duniawi, dan dilakukan
selama 10 hari sepuluh malam, tepatnya pada awal hingga pertengahan bulan
Ramadhan.20 Tidak hanya itu, setiap satu minggu sekali tarekat tersebut
berkumpul untuk melakukan Tawajjuh, yaitu berzikir yang diucapkan dalam hati,
selain itu ada ceramah yang disampaikan oleh perwakilan pimpinan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, dalam setiap kegiatannya dilakukan di Madrasah
Gedong Asem, Cianjur.21
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berada di kampung Gedong Asem,
Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cianjur Kota, Cianjur, Jawa Barat. Tarekat
tersebut merupakan pusat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Menurut Hadi Sirodjudin selaku pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
sekarang ini memiliki 16 cabang di Cianjur, dari setiap cabang rutin menggelar
kegiatan dalam setiap minggunya.22
Ketertarikan penulis dalam membahasan tarekat ini, selain dari sejarah dan
berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, Tarekat

20
Anita K Wardhani (editor), Berlatih Mati di Bilik Kholwat, Tribun Jabar, 2013, dalam,
www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-tahun-tarekat-naqsabandiahdiakses
pada 7September 2017 22.15 WIB.
21
Informasi tersebut penulis dapatkan dari mursyid atau guru tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, dan melihat langsung aktivitas tarekat tersebut disaat melakukan ibadah
tawajjuh.
22
Informasi tersebut penulis dapatkan dari mursyid atau guru tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, dan melihat langsung aktivitas tarekat tersebut disaat melakukan ibadah
tawajjuh.
6

Naqsyabandiyah Khalidiyah telah memberikan peran dalam perkembangan


agama, dan pendidikan bagi masyarakat Cianjur.
B. Identifikasi Masalah
Sampai dengan saat ini, telah banyak peneliti yang memfokuskan kajiannya
terhadap perekembangan tarekat di Indonesia. Selain mempunyai pengikut yang
banyak, gerakan tarekat setidaknya terdapat pengaruh yang sangat besar dalam
dunia intelektual Islam. Selain itu gerakan tarekat melahirkan beberapa
perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda, atau dalam bukunya Martin
Bruinessen menyebut dengan gerakan anti kolonial (Belanda).23
Di Cianjur, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah menunjukkan
aktivitasnya pada tahun tahun 1850 M, kemudian dalam laporan Holle pada tahun
1886 M, bahwa telah terjadi perkembangan yang cukup pesat pada Tarekat
Naqsyabandiyah di Cianjur. Merujuk laporan tersebut, bahwa yang dimaksud
Holle adalah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, karena pimpinan dan sebagian
pengikutnya bernamakan Khalidi, sehingga bisa disimpulkan bahwa mereka para
penganut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Tetapi jauh sebelum itu, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah telah ada. Tokoh pertama yang menyebarkan tarekat
tersebut yaitu R.H. Muhammad Hasan. Ia mendapat ijazah dari Abdullah Affandi
pada tahun 1836 M, di Jabal Abu Qubais, Mekkah. Meskipun pada masa awal
penyebarannya tidak begitu berkembang, tetapi pada tahun 1910-1919 M, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Tokoh utama tarekat tersebut yaitu Muhammad Isa al-Khalidi, cucu dari
R.H. Muhammad Hasan, orang pertama yang menyebarkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Muhammad Isa al-Khalidi kemudian
membangun Madrasah Gedong Asem dan mendirikan sekolah yang berpusat
dalam bidang keagamaan, yaitu Sekolah Istri Gedong Asem, dan kegiatan belajar
mengajar dilakukan di Madrasah Gedong Asem. Sehingga Madrasah Gedong
Asem dijadikan sebagai pusat kegiatan belajar dan tempat kegiatan tarekat
berlangsung.24

23
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 30.
24
Selayang Pandang, h. 4.
7

Dari uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang berhasil peulis


identifikasi, antara lain:
Pertama, Perkembangan tarekat membawa tasawuf ke arah baru, dengan
masuknya berbagai tarekat ke Nusantara dan berkembang sangat pesat pada abad
18-19 M. Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat yang sangat
berpengaruh di Nusantara pada saat itu, karena di berbagai daerah, telah berhasil
merekrut banyak pengikut. Pada awal perkembangannya, banyak yang
menyatakan, bahwa Syekh Yusuf Makassar (1626-1699 M) adalah tokoh penting
dalam perjalanan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, dan orang pertama yang
menyebutkan Tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisannya.25
Kedua, tokoh pertama yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, adalah R.H. Hasan al-Khalidi. Ia mendapat gelar al-Khalidi
pada tahun 1836 M. Mungkin pada tahun yang sama R.H. Hasan pergi ke Cianjur
dan mengajarkan tarekat tersebut untuk pertama kalinya. Kemudian pada tahun
berikutnya 1886 M, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah
berkembang cukup pesat dan menjadi perhatian Pemerintah Hindia Belanda saat
itu, karena para pimpinan dan penghulu Cianjur menjadi bagian dari tarekat
tersebut.26
Ketiga, pada masa kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi, pergerakan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyh lebih dinamis, tidak terfokus pada masalah
keagamaan saja, tetapi turut berdiri sekolah. Pada masa kepemimpinan
Muhammad Isa al-Khalidi tahun 1910-1919, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
mengalami perkembangan yang sangat pesat dan terdapat pengaruh cukup besar
terhadap masyarakat Cianjur, sepert didirikannya madrasah sebagai tempat
pendidikan dan pusat keagamaan.27

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Agar pembahasan tidak melebar dari hasil identifikasi, maka penulis hanya
membahas mengenai awal mula masuknya Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia,

25
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 34.
26
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
27
Selayang Pandang, h. 4.
8

kemudian sejarah awal masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.


Yang terakhir Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, pada masa
kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi tahun 1910-1919 M, yang merupakan
awal dari perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Selain itu, Tarekat
Naqsyabandiyah Khaldiyah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi
masyarakat Cianjur, baik dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan.
Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan masalah yang dapat penulis
rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah, dan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di
Indonesia?
2. Bagaimana sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur?
3. Bagaimana aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur di bawah
kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
3. Untuk mengetahui aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur
tahun 1910-1919 M.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah khazanah keilmuan, dan penelitian terkait sejarah lokal, di mana
sampai saat ini belum ada penelitian oleh mahasiswa Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah
yang membahas Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
2. Untuk melengkapi hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang tarekat
Naqsyabandiyah, khususnya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Karena Martin van Bruinessen pernah menyebutkan Tarekat Naqsyabandiyah
di Cianjur dalam bukunya, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Tetapi ia
9

tidak membahas secara detail mengenai kapan masuknya Tarekat


Naqsyabandiyah di Cianjur, hanya menyebutkan dan membahasnya secara
sepintas. Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi serta mempertajam
pembahasan dalam buku tersebut, dengan pembahasan yang lebih spesifik
dan lebih detail mengenai Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur yang ditinjau
dari sejarahnya.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan, dan menambah referensi mengenai
sejarah Islam di Cianjur. Di mana sampai sejauh ini, masih kurangnya
sumber-sumber mengenai sejarah, karena masih minimnya perhatian
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur terhadap sejarah lokal.
4. Dapat dijadikan sebagai pembelajaran, khsusunya bagi penulis. Karena
penulis sadar betul, masih sangat banyak kekurangan dalam penelitian ini.
Maka diharapkan, tulisan ini dapat dijadikan bahan evaluasi, agar lebih baik
ke depannya.

E. Tinjauan Pustaka
Penulis mencari beberapa literatur seputar Tarekat Naqsyabandiyah
khususnya, Naqsyabandiyah Khalidiyah. Terdapat beberapa literatur yang
membahas tarekat Naqsyabandiyah, tetapi literatur yang membahas tentang
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah hanya sedikit yang ditemukan. Dalam skripsi
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengatahuan penulis
telah ditemukan beberapa pembahasan mengenai Tarekat Naqsyabandiyah, dan
juga Naqsyabandiyah Khalidiyah, tatapi berbeda dengan apa yang penulis teliti.
Sampai saat ini tidak ditemukan, baik buku maupun skripsi yang membahas
mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Di antara buku dan
skripsi yang berhasil penulis temukan di antaranya:
1. The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The Naqsyabandi
Sufi Order in Indonesia, ditulis oleh Saiful Umam, dan berisikan mengenai
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Saiful Umam
menjelaskan, Tarekat Naqsyabandiyah telah berkembang pada abad ke-17,
dan mencapai puncak kejayaannya sebelum abad ke-19, atau lebih tepatnya
10

pada abad ke-18. Selanjutnya perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di


Indonesia telah sampai ke Jawa, bahkan sampai ke Cianjur. Ia mengatakan
bahwa perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah sampai ke Cianjur
dikarenakan ada hubungan antara pemerintahan Cianjur dengan Syekh Ismail
al-Minangkabawi.28 Dalam tulisan tersebut, tidak begitu jelas mengenai
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah, dan siapa pembawa tarekat tersebut
sehingga dapat berkembang di Cianjur.
2. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia yang ditulis oleh Martin van
Bruinessen merupakan literatur yang sangat penting mengenai tarekat
Naqsyabandiyah. Buku tersebut membahas Tarekat Naqsyabandiyah secara
detail dan menyeluruh. Dari awal tarekat tersebut hadir di Indonesia,
kemudian respon pemerintah Hindia Belanda, perkembangannya yang hampir
di seluruh Indonesia, bahkan sampai masa kemunduran Tarekat
Naqsyabandiyah. Kemudian buku tersebut juga memuat fakta-fakta yang
sangat penting yang membuka wawasan seputar tarekat. Dengan dibantu
sumber primer seperti arsip, naskah yang ditulis para tokoh Tarekat
Naqsyabandiyah, dan beberapa risalah lainnya.29 Mengenai persebaran
Tarekat Naqsyabandiyah didukung oleh beberapa fakta mengenai tempat, dan
peran dari para ulama. Dalam buku tersebut juga ditemukan pembahasan
terkait Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, terutama di Cianjur. Akan tetapi
penulis rasa pembahasan yang ada hanya sepintas, tidak secara detail. Buku
tersebut menurut penulisnya merupakan buku pertama yang mengkaji secara
umum mengenai tarekat di Indonesia.30
3. Buku Di Sekitar Masalah Thariqah Naqsyabandiyah yang ditulis oleh Imron
Aba membahas beberapa masalah mengenai Tarekat Naqsyabandiyah, di
mana setiap masalah yang menjadi pertanyaan bahkan menjadi perdebatan
dijelaskan dengan cukup detail. Meskipun tidak begitu detail membahas
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah, akan tetapi buku tesebut memuat hal

28
Saiful Umam, The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The
Naqsyabandi Sufi Order in Indonesia, Studia Islamika, Vol 13 No 2, 2006, h. 270.
29
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 18
30
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 17.
11

yang sangat kompleks dalam setiap praktik dan amalan Tarekat


Naqsyabandiyah, terlebih silsilah Tarekat Naqsyabandiyah dibahas dari awal
mula adanya tarekat tersebut.31

F. Kerangka Teori
Perkembangan tarekat, menurut ahli sejarah, sosial, dan intelektual Islam
Azyumardi Azra, pada akhir abad ke-18 tarekat-tarekat menjadi semakin eksklusif
dan terpusat, yaitu kesetiaan penuh seorang murid terhadap suatu tarekat dan
mursyid. Kemudian pada saat itu, tarekat menjadi terpusat, tidak hanya sebatas
melakukan penyebaran Islam (seperti sebelum abad ke-18), tetapi juga berupaya
untuk merekrut masa, berjihad, dan melawan bangsa Eropa.32 Sehingga hal
tersebut mendorong perkembangan tarekat di Indonesia, terlihat perkembangan
tarekat telah sampai ke Cianjur, yaitu dengan berkembangnya Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Bukti pertama mengenai perkembangan tarekat
tersebut, yaitu dalam laporan K.F Holle pada tahun 1886. Pada saat itu telah
terjadi aktivitas tarekat. Akan tetapi jauh sebelum itu, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur telah ada.33
Pada masa Muhammad Isa al-Khalidi, menjadi awal perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, sehingga memiliki pengaruh terhadap masyarakat
Cianjur. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang merupakan kelompok sosial,
yang berada di tengah masyarakat tentu akan sangat tergantung perkembangannya
terhadap masyarakat. Sehingga dapat dikatakan perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah tergantung masyarakat sekitar, antara menerima
dengan baik atau menolak keberadaannya.
Dalam upaya merekonstruksi masa lampau mengenai Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial untuk
melihat hubungan antara tarekat tersebut dengan masyarakat. Ilmu-ilmu sosial
pada masa kini telah mengalami perkembangan pesat, sehingga melahirkan teori

31
Imron Aba, Di Sekitar Masalah Tarekat Naqsyabandiyah, (Kudus: Menara Kudus,
1980), h. 11.
32
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
33
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
12

dan konsep sebagai alat analisis yang relevan untuk keperluan analisis historis.34
Terkait pendekatan ilmu sosial, penulis akan menggunakan teorisocial experience.
Menurut Emory S Bogratus seperti yang di tulis dalam buku Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar, social experience yaitu saling tukar-menukar
pengalaman di dalam kehidupan berkelompok, di mana hal tersebut mempunyai
pengaruh dalam membentuk kepribadian orang-orang yang bersangkutan.35
Ketika melihat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur,
tentu harus melihat juga dari sudut pandang eksternal, yaitu masyarakat sekitar,
pertama bagaimana respon masyarakat terhadap keberadaan tarekat tersebut.
Kedua sejauh mana pengaruh tarekat tersebut terhadap masyarakat sekitar.
Dengan demikian, dari keduanya itu keberadaan tarekat sangat bergantung
bagimana berkembang, dan bertahan sampai dengan saat ini.
Dalam hal ini, penulis memandang bahwa tarekat merupakan suatu
kelompok sosial, yang tentu akan menjalin interaksi dengan lingkungan sekitar.
Dengan menggunakan teori sosial experience, diharapkan penulis bisa melihat
sampai sejauh mana pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur
terhadap individu, dan bagaimana reaksi individu terhadap tarekat tersebut,
sebelum pada akhirnya pengalami suatu proses sejarah yang sangat panjang.

G. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah merupakan proses menganalisis secara kritis
peninggalan masa lampau yang dijadikan objek kajian penelitian. Dengan
menggunakan metode penelitian tersebut, penulis bisa merekontruksi masa
lampau dengan mengumpulkan berbagai sumber yang ada.36 Di samping itu
penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial. Seperti halnya yang di lakukan
Jajat Burhanudin, dalam buku Ulama & Kekusasaan yang menekankan pada
sejarah sosial dan intelektual.37 Sehingga dalam hal ini penulis berupaya

34
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 120.
35
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), h. 112.
36
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI-Press, 2008), h. 39.
37
Jajat Burhanudin,Ulama & Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah
Indonesia, (Jakarta: Mizan, 2012), h. 6.
13

menggunakan pendekatan sosial untuk mencari penjelasan historis mengenai


Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sejarah analisis atau
analitycal history yaitu penulisan sejarah yang memanfaatkan teori dan
metodologi.38 Analitycal history terdapat beberapa tahapan, seperti heuristik atau
pengumpulan data, kritik sumber seperti eksternal dan internal, kemudian
interpretasi, dan yang terakhir historiografi yakni penulisan.39
Dalam proses heuristik atau pengumpulan data menganai sumber, penulis
menggunakan studi kepustakaan, dimana menghimpun beberapa sumber baik
primer dan sekunder. Terkait sumber primer, menulis akan menggunakan arsip.
Arsip yang ada berupa surat-surat yang dilaporkan Holle kepada Gubernur
Jenderal di Batavia terkait kebangkitan Tarekat Naqsyabandiyah, lalu surat izin
yang dikeluarkan pemerintah Cianjur pada masa Pemerintah Hindia Belanda,
untuk kegiatan tarekat, dan arsip pribadi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur.40 Kemudian untuk memperoleh sumber primer dalam penelitian ini juga
melakukan observasi langsung, di mana melakukan penelitian secara terlibat dan
melakukan wawancara kepada pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur. Wawancara merupakan bagian yang sangat penting, dalam melakukan
penelitian lapangan. Tanpa wawancara, akan kehilangan informasi yang
objektif.41 Maka dari itu, dalam wawancara tidak menggunakan satu narasumber,
akan tetapi melakukan perbandingan dengan berbagai narasumber.
Untuk mendapatkan sumber skunder menggunakan beberapa buku, artikel,
jurnal, dan surat kabar. Adapun buku yang saya pakai salah satunya karya dari
Martin van Bruinessen yang berjudul Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
terbitan mizan 1996. Buku tersebut menyimpan banyak khazanah seputar Tarekat

38
M. Dien Madjid & Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 218.
39
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),
h. 89.
40
Kebangkitan tarekat Naqsyabandiyah yang dipandang berbahaya menurut Holle, yaitu
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berada di Cianjur pada saat itu. Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah, h. 23, Atau lihat h. 102.
41
Irawati Singarimbun, Teknik Wawancara, dalam buku Masri Singarimbun & Sofian
Efendi (Editor), Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3S, 1889), h. 192.
14

Naqsyabandiyah di Indonesia. Tentu masih banyak buku-buku lain yang penulis


pakai untuk dijadikan sumber sekunder lainnya. Selanjutnya untuk mendapatkan
sumber tambahan, penulis juga menggunakan dokumen pribadi yang berbentuk
tulisan pribadi, tanpa diterbitkan. Dokumen pribadi bisa berbentuk surat kabar,
buku harian, surat-surat dan sebagainya.42
Selanjutnya kritik sumber, dalam tahap ini penulis melakukan penilaian
kelayakan atau kredibilitas terhadap sumber yang didapatkan yaitu dengan kritik
intern. Dalam kritik intern penulis membandingkan berbagai sumber untuk
mendapatkan sumber yang benar-benar objektif, terutama mengenai sumber
primer yang berupa arsip. Terkait dengan observasi seperti wawancara dan
pengamatan langsung, penulis tidak hanya terpaku pada satu narasumber saja,
akan tetapi melakukan perbandingan narasumber lain yang masih ada
hubungannya dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Kritik ekstren yang
penulis lakukan, melihat dari bentuk fisik sumber primer. Apakah arsip tersebut
masih asli atau tidak, kemudian dari tanggal yang terdapat dari arsip tersebut yang
berupa surat apakah sesuai dengan setiap peristiwa atau tidak. Sedangkan dari
hasil lapangan penulis menanyakan kelayakan narasumber untuk mendapatkan
sumber yang objektif. Narasumber harus ada keterkaitannya dengan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidyah di Cianjur, seperti narasumber tersebut sebagai
pimpinan ataupun jamaah dari tarekat tersebut. Dasar dari kritik sumber yaitu agar
hati-hati untuk mendapatkan informasi yang dikandung dalam sumber sejarah,
kemudian mempelajari sumber tersebut, memahami, dan menarik kesimpulan.43
Tahap selanjutnya yaitu interpretasi, dimana dalam tahap ini penulis
menafsirkan sumber-sumber yang terkait dengan pembahasan. Kemudian dalam
tahap ini juga menguraikan setiap pesistiwa yang terjadi secara sistematis, seperti
awal perkembangan tarekat di mana dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan
intelektual dunia Islam. Setelah itu, kemudian tarekat mulai masuk dan
berkembang di Indonesia, termasuk Tarekat Naqsyabandiyah. Perkembangan

42
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), h. 114.
43
Muin Umar, dkk (Penerjemah), dalam Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN
Jakarta, Metode Penelitian Sejarah,(Jakarta: Departemen Agama R.I 1986), h. 79-80.
15

selanjutnya terdapat beberapa cabang Tarekat Naqsyabandiyah, salah satunya


Naqsyabandiyah Khalidiyah yang mulai terlihat di Cianjur pada tahun 1950-an.
Yang terakhir historiografi, yaitu penulisan. Dalam tahap ini penulis melihat
fakta-fakta yang ada dari berbagai sumber, kemudian diuraikan sesuai pokok inti
dari permasalahan dan pembahasan penelitian.

H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, tulisan ini secara sitematis dan
keseluruhan terdiri dari 5 bab, diantaranya:
BAB I Berisikan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, terakhir sistematika penulisan.
BAB II Berisikan pembahasan mengenai Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu
pengertian tarekat, asal-usul Tarekat Naqsyabandiyah, dan
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Indonesia.
BAB III Berisikan mengenai deskripsi historis Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, yaitu bagaimana awal masuknya Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur, dan silsilah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
BAB IV Berisikan pembahasan mengenai aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur pada tahun 1910-1919 M, membahas
biografi Muhammad Isa al-Khalidi sebagai tokoh tarekat, pendirian
madrasah, dan pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dalam bidang keagamaan dan pendidikan.
BAB V Berisikan penutup, yang terdiri dari kesimpulan, dan saran.
BAB II
ASAL-USUL TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

A. Pengertian Tarekat
Tarekat secara bahasa adalah jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan
agama. Dalam kamus Modern Dictionary Arabic-English bahwa tarekat ialah way
(cara atau jalan), method, dan system of belief (metode atau system kepercayaan.44
Sedangkan menurut istilah, tarekat yaitu suatu perjalanan seorang salik (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri, atau perjalanan yang harus
ditempuh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah
SWT.45
Tarekat menurut makna luasnya adalah jalan atau petunjuk dalam
melaksanakan suatu ibadah, yang sesuai dengan ajaran Rasulullah dan
dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabi‟in, dan turun-
temurun sampai kepada guru-guru, ulama, secara bersambung serta jelas
silsilahnya.46 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tarekat yaitu jalan menuju
Allah dengan mengamalkan ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf, dengan cara
mengerjakan amalan untuk mencapai suatu tujuan.47
Zamakhsary Dhofier, seorang antropolog Islam, membagi tarekat ke dalam
dua bentuk. Pertama, tarekat yang dipraktekkan menurut tatacara yang dilakukan
oleh organisasi-organisasi tarekat. Kedua, tarekat yang dipraktekkan menurut tata
cara di luar ketentuan orgaisasi-oganisasi tarekat.48 Selanjutnya Zamakhsary
Dhofier mengatakan, bahwa tarekat secara khusus dapat dikatakan sebagai suatu
organisasi, yaitu suatu kelompok yang melakukan amalan-amalan dzikir tertentu,
dan menyampaikan suatu sumpah yang telah ditentukan oleh pimpinan organisasi
tersebut (mursyid). Sedangkan tarekat yang tidak dilakukan sesuai tata cara

44
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 1.
45
Ensiklopedi Islam, h. 66.
46
Imron Aba, Di Sekitar Masalah Tareka, h. 11.
47
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 6.
48
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 136.

16
17

organisasi tarekat, terdapat di dalam lingkungan pesantren dan kehidupan sehari-


hari, di mana seorang kiyai pada umumnya memimpin masyarakat dan melakukan
dzikir setelah sholat, dan bersama-sama diikuti oleh para penduduk setempat
khususnya para santri di pesantren. Sehingga pada intinya, apa yang dilakukan
oleh seorang kiyai tidak berbeda jauh dengan apa yang dipraktekkan oleh
organisasi tarekat.49
Menurut Martin van Bruinessen, seorang antropolog dari Belanda, tarekat
yaitu jalan yang mengacu kepada system latihan meditasi, maupun amalan
(muraqabah, dzikir, wirid dan sebagainya), yang dihubungkan dengan sederet
guru sufi, dan organisasi yang tumbuh diseputar metode sufi yang memiliki ciri
khas tersendiri. Dalam segi fungsinya, tarekat tidak hanya terpusat pada
keagamaan. Tetapi setiap tarekat merupakan keluarga besar, dan semua
anggotanya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain.50
Melihat pengertian tarekat, tentu mempunyai kesamaan dengan tasawuf
yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tasawuf berasal dari kata shafa yang
artinya kesucian, yaitu mensucika diri dari kotoran-kotoran atau pengaruh-
pengaruh jasmani dalam tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.51 Tetapi
dalam hal praktik, tarekat dan tasawuf tentu berbeda, di mana tatacara ibadah
tarekat dilakukan secara organisasi, yaitu telah ditentukannya segala aturan oleh
gurunya, atau mursyid, dan harus terlebih dahulu mengucapkan sumpah sebelum
melakukan praktik ibadahnya, atau baiat.52 Sedangkan tasawuf, dilakukan secara
individual, dan tidak terikat secara keorganisasian.
Terlepas dari definisi tarekat yang ada, lebih jelas Martin van Bruinessen
mengatakan, bahwa tarekat secara relatif merupakan tahap paling akhir dari
perkembangan tasawuf di dunia Islam, dan menjelang abad ke-13 tarekat berada
dalam masa kejayaannya, di mana pada saat itu Islam sudah tersebar luas di
Nusantara.53 Ilmuan Australia, Anthony Jhons, mengatakan bahwa Islamisasi di

49
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, h. 136-137.
50
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 15.
51
Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga 2006), h. 4.
52
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, h. 136.
53
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 15.
18

Indonesia disebabkan adanya pengislaman yang secara aktif dilakukan oleh para
tarekat-tarekat sufi yang berdatangan dengan para pedagang asing, dan
mendorong keberlangsungan Islamisasi. Sehingga sampai dengan saat ini, Islam
di Indonesia masih memiliki sifat sufistik, dan pengikut tarekat yang cukup
banyak.54 Selain itu, tarekat memiliki posisi yang sangat penting, terutama bagi
penyebaran Islam di Indonesia, bahkan Islam yang tersebar di Melayu, salah
satunya dilakukan oleh para pengikut tarekat, bahkan pada saat itu tarekat menjadi
sebuah penomena baru, dikalangan orang melayu, terutama di istana.55
Pada masa awal perkembangan tarekat, salah satu pusat terpenting yang
mempengaruhi perkembangan tarekat di Indonesia adalah Gujarat (India), diduga
para sufi seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nurudin al-
Raniri belajar dan mendapatkan ijazah dari Gujarat. Ketiga sufi Sumatera tersebut,
memiliki pengaruh cukup besar, bagi perkembangan tarekat dan tasawuf di
Nusantara pada masa itu. Melihat bukti dan sumber yang ada mengenai
perkembangan tarekat, disebut bahwa tarekat Qadariyah yang pertama kali
disebutkan dalam sumber-sumber pribumi.56 Selain Gujarat, pusat paling penting
bagi berlangsungnya perkembangan tarekat di Indonesia, yaitu Makkah dan
Madinah. Pada saat itu, orang yang pergi haji didominasi oleh orang Asia
Tenggara, khususnya Indonesia. Adapun yang pergi haji, mereka sesekali menetap
beberapa tahun untuk memperdalam ilmu keislaman dan tarekat kepada ulama
besar di Tanah Arab. Pada abad ke-17, ulama ini terdiri dari Ahmad al-Qusyasyi
(w. 1660), dan Ibrahim al-Qurani (w. 1691).57
Pada perkembangan selanjutnya, menurut Azyumardi Azra, seorang
sejarawan Islam Indonesia, ciri yang paling mencolok dari keberadaan tarekat,
bahwa mereka semua (pengikut tarekat) diorganisasi secara longgar, tidak ada
batasan tertentu untuk menjadi guru dan murid dalam satu tarekat saja, melainkan

54
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 189.
55
Oman Fathurahman, Reinforcing Neo-Sufism in the Malay-Indonesia Word:
Shattariyyah Order in West Sumatera, dalam jurnal, (Jakarta: Studia Islamika, vol. 10, no. 3,
2003), h. 33.
56
Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Mukhtabarah di Indonesia, h. 13.
57
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 192.
19

bebas untuk mengikuti setiap tarekat yang ada.58 Menjelang akhir abad ke-18,
berbagai tarekat telah memperoleh pengikut yang tersebar di Nusantara. Orang-
orang yang baru kembali dari Makkah dan Madinah yang menjadi faktor
tersebarnya tarekat di Nusantara. Dalam perkembangannya, tarekat mulai
mendapatkan pengikutnya dari kalangan istana, dan barulah tersebar ke
masyarakat awam.59
Selain peranan para haji, perkembangan tarekat pada abad ke-18 didorong
dengan adanya perkembangan dalam tubuh organisasi tarekat sendiri. Menjelang
akhir abad ke-18, tarekat menjadi terpusat. Sehingga dari situlah tarekat tidak
hanya menyebarkan Islam, akan tetapi merekrut pengikut massa. Dalam
perkembangan selanjutnya, tarekat digunakan sebagai sarana efektif untuk
berjihad, melawan masyarakat yang dianggap korup secara religius, sosial,
maupun politis, dan melawan kekuatan Eropa, khusunya para penjajah.60
Setelah mengalami perkembangan, serta tersebarnya tarekat ke berbagai
kota di Nusantara, timbulah pemberontakan terhadap para penajajah. Seperti yang
terjadi di Palembang, di mana pengikut tareket Samaniyah memainkan peran
penting dalam perlawanan terhadap tentara Belanda pada tahun 1819. Beberapa
kelompok orang berpakaian putih berdzikir dengan keras, sampai di luar
kesadaran dan kemudian tanpa rasa takut menyerang musuh (bangsa Belanda).
Mereka meyakini bahwa tubuh mereka sudah kebal karena dzikir itu.61
Pemberontakan lain terjadi di Kalimantan Selatan pada tahun 1860-an,
bangsa Belanda menghadapi perlawanan serupa dari gerakan rakyat yang kuat,
dari amalan yang dipraktekkan kalangan tarekat, dan tarekat tersebut diperkirakan,
tarekat Samaniyah. Hal serupa terjadi di Pulau Lombok pada tahun 1891, akan
tetapi ditujukan kepada orang Bali, yang mayoritas beragamakan Hindu. Di Jawa
Timur, pemberontakan petani terjadi pada tahun 1903 dan masih dalam kasus
yang sama, yaitu masih ada kaitannya dengan tarekat. Tarekat Syatariyah

58
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 128.
59
Bruinessen. Kitab Kuning, h. 197.
60
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
61
Sumber tersebut tertuang dalam teks, Syair Perang Menteng, disunting dalam: M.O.
Wolders, Het Sultanat Palembang, 1811-1825. („s Gravenhage: Nijhoff, 1975), h. 194-222. Lihat,
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 198.
20

memainkan peran penting dalam pemberontakan di Sumatera Barat, dikarenakan


adanya sistem pajak yang merugikan masyarakat setempat.62
Pemberontakan petani di Banten pada tahun 1888, dapat dikatakan
pemberontakan terbesar di Jawa yang dilakukan oleh kalangan Tarekat Qadariyah
dan Naqsyabandiyah. Meskipun peranan tarekat tidak murni secara langsung,
tetapi perlawanan tersebut ditujukan kepada bangsa Belanda, dan ditukangi
sebagian kalangan tarekat.63
Dari pemberontakan-pemberontakan yang ada, yang melibatkan tarekat,
diantaranya yaitu menentang masuknya pemerintah Belanda, dan adanya
penindasan yang dirasakan kaum pribumi. Adanya pemberontakan tersebut,
menjadi gambaran bahwa sampai abad ke-20 tarekat sudah sangat berkembang.
Perkembangan yang ada, didorong oleh bertambahnya jumlah muslim di
Indonesia yang melakukan ibadah haji, di mana mereka belajar mengenai Islam
dan juga masuk tarekat, dan mengajarkan berbagai amalan spiritual tarekat
mereka.64

B. Asal-usul Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia


Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat mukthabarah (yang
bersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad Saw.) yang sangat berkembang
dan memiliki pengikut yang banyak di dunia Islam. Pendiri tarekat ini, yaitu
Syekh Muhammad bin Muhammad Bahaudin Bukhari an-Naqsyabandy. Syekh
Naqsyabandy lahir di Bukhara, Rusia, pada tahun 717 H/1318 M, dan meninggal
pada tahun 791 H/1389 di Bukhara, Rusia.65 Naqsyabandy lahir dari lingkungan
keluarga yang paham agama Islam cukup baik. Saat ia lahir, Naqsyabandy segera
dibawa oleh ayahnya kepada Baba al-Samasi (w. 740 H/1340M), di mana pada
saat itu Baba al-Samasi merupakan salah satu wali yang cukup besar. Kedatangan
Naqsyabandy disambut hangat dan penuh kegembiraan.66

62
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 198-199.
63
Kartodirjo, Pemberontakan Petani Banten, h. 396-397.
64
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 199.
65
Imran Abba, Diseputar Masalah Tarekat, h. 26.
66
Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Mukhtabarah di Indonesia, h. 89
21

Naqsyabandy sangatlah rajin menuntut ilmu dan senang menekuni tasawuf.


Menginjak usia dewasa sekitar 18 tahun, ia belajar tasawuf kepada Muhammad
Baba as-Samasi, dan bermukim di Samas, sekitar 4 km dari Bukhara tempat ia
dilahirkan. Naqsyabandy diangkat menjadi khalifah oleh Muhammad Baba as-
Samasi, sebelum gurunya tersebut meninggal. Naqsyabandy kemudian
memperdalam ilmu tarekat kepada seorang Syekh Amir Sayyid Kulal al-Bukhari
(w. 772 H/1371 M). Amir Sayyid adalah salah seorang khalifah yang diangkat
oleh Baba as-Sammasi, sama seperti Naqsyabandy.67
Dalam perkembangannya di dunia Islam, Tarekat Naqsyabandiyah berhasil
mendapatkan pengikut dari berbagai belahan dunia, karena kedekatan Syekh-
Syekh Naqsyabandiyah inilah, sehingga dapat dengan mudah disebarluaskan.
Pusat berkembangan pertama kali Tarekat Naqsyabandiyah berada di kawasan
Asia Tengah, bahkan sampai ke India dan Turki. Dalam perkembangannya,
banyak pusat-pusat Tarekat Naqsyabandiyah berdiri di kota maupun daerah,
seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan,
Khokand, Afganistan, Iran, Baluchistan, dan India.68
Dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah, sampai sejauh ini belum
dapat dipastikan, siapa orang Indonesia pertama yang menganut Tarekat
Naqsyabandiyah. Sumber-sumber pribumi yang ada, yang membahas dan
menyebutkan Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu tulisan karya Syekh Yusuf Makassar
(1626-1699), di mana ia mengarang berbagai risalah yang berisikan nasihat-
nasihat keruhanian untuk orang-orang penting, seperti pemimpin Kerajaan Gowa
pada masa itu.69
Syekh Yusuf dikenal juga sebagai tokoh yang mengembangkan Tarekat
Khalwatiyah di Makassar. Dalam perjalanan hidupnya, banyak sumber yang
mengatakan bahwa, Syekh Yusuf tidak hanya belajar satu tarekat saja. Ia di bai’at
oleh satu sufi terkenal di Sumatera, yaitu al-Raniri dari Aceh dan mendapat izajah
Tarekat Qodariyah. Kemudian setibanya di Yaman, Syekh Yusuf mempelajari
Tarekat Naqsyabandiyah kepada Syekh terkenal di Arab, yaitu Muhammad Abd
67
Ensiklopedi Islam, h. 10-11.
68
Ensiklopedi Islam, h. 8.
69
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 34-36.
22

al-Baqi. Di Madinah, ia belajar tarekat kepada Ibrahim al-Karani, lalu berselang


beberapa tahun ia di bai’at masuk tarekat Khalwatiyah di Damaskus.70 Dengan
demikian, Syekh Yusuf tidak hanya sebagai pengikut tarekat Naqsyabandiyah
saja, tetapi beberapa tarekat ia pelajari dan masuk tarekat tersebut.
Setelah kembalinya Syekh Yusuf dari Makkah dan berada di Banten,
keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah terus berkembang dan mendapatkan
pengikut yang sangat banyak. Dibalik perkembangan Terekat Naqsyabandiyah,
Syekh Yusuf rupanya aktif dalam keterlibatan politik kerajaan di Banten, dan
menjadi penasihat kerajaan pada saat itu.71 Tidak hanya itu, keberadaan Tarekat
Naqsyabandiyah dipadukan dengan Tarekat Syatariyah, sehingga pada masa itu
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah meluas hingga keluar Banten. Dengan
dipadukannya Tarekat Naqsyabadiyah dengan Tarekat Syatariyah terlihat dari
cara ibadah, di mana wirid atau dzikir yang telah dilakukan oleh pengikut tarekat
akan mendapatkan khasiat yang menakjubkan. Hal seperti itulah yang dirasa
sangat berpengaruh dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah sehingga
tersebar luaslah tarekat tersebut.72
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah terjadi pada abad ke-19, di mana
pada saat itu tarekat berkembang dan dilatarbelakangi orang yang pergi haji, dan
belajar Islam di Tanah Arab, kemudian kembali lagi ke Indonesia. Pada abad ke-
19, di Makkah telah berdiri sebuah pusat Tarekat Naqyabandiyah di bawah
pimpinan Sulaiman al-Zuhdi, tepatnya di Jabal Abu Qubais. Meurut Snouck
Hurgronje Tarekat Naqyabandiyah yang dipimpin oleh Sulaiman al-Zuhdi di
Makkah, mempunyai banyak pengikut dari berbagai daerah, seperti Turki,
Indonesia, dan juga Malaysia. Dari Makkah inilah, kemudian tarekat
Naqsyabandiyah menyebar luas ke berbagai daerah di Indonesia.73
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, berkembang dengan bentuknya
sendiri, yaitu Tarekat Naqyabandiyah Muzhariyah dan Tarekat Naqsyabandiyah

70
Saiful Umam, The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice, h. 268.
71
Martin van Bruinessen, Sufi and Sultan in Southeasia and Kurdistan: A Comparative
Survei, (Jakarta: Studia Islamika, Volume 3, No. 3, 1996), h. 11.
72
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah,h. 44-45.
73
Ensiklopedi Islam, h. 9.
23

Khalidiyah. Tarekat Naqyabandiyah Muzhariyah, bersumber dari Muhammad


Saleh az-Zawawi dan penyebaran tarekat tersebut menyebar sangat luas, sampai
ke Turki. Di Indonesia, Tarekat Naqyabandiyah Muzhariyah tersebar di daerah
Pontianak, Madura, dan Jawa Timur. Sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, bersumber dari Syekh Ismail al-Minangkabawi.74
Adapun di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah ada yang mengalami
penggabungan dua tarekat, yaitu Tarekat Qadariyah wa Naqsyabadiyah. Tarekat
tersebut merupakan penggabungan antara tarekat Qadariyah dan tarekat
Naqsyabandiyah, yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambasi (w. 1875 M).
tarekat ini sangatlah berkembang di Indonesia, khsusnya di Pulau Jawa, bahkan
dianggap sebagai salahsatu tarekat terbesar di Indonesia, dan tersebar hingga ke
Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.75

C. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Indonesia


Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Tarekat Naqsyabandiyah
merupakan salah satu tarekat yang memiliki pengikut yang cukup banyak. Dalam
penyebarannya, tarekat ini telah sampai ke kawasan muslim di Asia, yaitu Turki,
Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural, Rusia. Perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah didorong dengan adanya cabang baru, seperti Tarekat
Naqsyabandiyah Mujjadidiyah, dan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Adapun
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, didorong ke arah yang lebih
modern oleh Maulana Khalid al-Baghdadi (1779 M/1193 H-1827 M/1242 H).76
Maulana Khalid memiliki peran penting dalam perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, sehingga keturuan dan pengikutnya dikenal sebagai
kaum Khalidiyah. Bahkan Maulana Khalid dianggap sebagai tokoh pembaharu

74
Ensiklopedi Islam, h. 9-10.
75
Ensiklopedi Islam, h. 10.
76
Maulana Khalid membawa perubahan dalam tarekat Naqsyabandiyah, yaitu mendorong
tarekat Naqsyabandiyah ke arah yang lebih modern, dengan memberanikan diri untuk tidak
terfokus dalam masalah keagamaan saja. Tarekat Naqsyabandiyah dituntut untuk lebih peduli
terhadap aspek keduniawian, seperti peduli terhadap dunia politik, dan keberlangsungan akan
kesejahteraan umat Islam. Hal semacam itu yang mendorong tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
menjadi lebih modern dibandingkan tarekat lain pada masa itu.
24

Islam pada abad ke-13.77 Pengaruh Maulana Khalid dalam mengembangkan


Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di dunia Islam, begitu pesat pada abad ke-19
dan abad ke-20, bahkan berhasil tersebar ke wilayah Suriah, Hijaz, Iraq, Anatolia,
Balkan, dan Kurdistan.78
Maulana Khalid mendorong terjadinya perubahan ditubuh Tarekat
Naqsyabandiyah, dan menanamkan semangat puritan dan aktivis. Bahkan banyak
khalifah dan penerusnya yang terjun langsung ke dalam dunia politik. Terdapat
beberapa syekh-syekh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berperan sebagai
pimpinan-pimpinan politik, bahkan pemimpin militer. Salah satu diantaranya
yaitu, Syekh Syamil dari Daghistan, yang bertahun-tahun memimpin perjuangan
melawan Rusia. Di Kurdistan, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menjadi
organisasi politik yang sangat kuat, dan sesekali melakukan pemberontakan.79
Di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mengalami
perkembangan yang pesat. Tokoh dibalik perkembangan tarekat tersebut salah
satunya dipelopori oleh Syekh Ismail al-Minangkabawi, yang hidup pada tahun
1125-1260 H/1694-1825, yang berasal dari Minangkabau.80 Ia juga dianggap
sebagai tokoh tarekat pertama dari Minangkabau, yang masuk dan menyebarkan
Tarekat Naqsyabandiyah, dan dikenal dengan nama lain, yaitu Ismail Simaboer.81
Pendidikan Ismail al-Minangkabawi, dimulai dengan belajar di surau atau masjid,
dan mempelajari berbagai ilmu agama Islam. Menginjak usia dewasa ia pergi ke
Tanah Arab, dan belajar seputar agama Islam, termasuk tarekat. Ia belajar kurang
lebih 30 tahun di Makkah, dan 5 tahun di Madinah.82
Ismail al-Minangkabawi dibaiat masuk Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
oleh khalifah dari Maulana Khalid, yaitu Abdallah Arzinjani, di Makkah. Tidak
lama kemudian, Ismail al-Minangkabawi diangkat menjadi khalifah dan

77
Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, h. 179-180.
78
Hamid Algar, The Naqsyabandi Order: A Preliminary Survei of Its History and
Signicance, (Jakarta: Studia Islamika, No. 44, 1976), h. 149.
79
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 67.
80
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h.76.
81
B.J.O. Schrieke, Pergolakan Agama di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan
Bobliografi, (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 28.
82
Sri Mulyati. Tasawuf Nusantara, Rangkaian dan Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 160.
25

mengajarkan tarekat tersebut di Makkah selama bertahun-tahun, sebelum pada


akhirnya mengadakan perjalanan ke Asia Tenggara. Dalam perjalanannya, Ismail
singgah terlebih dahulu di Singapura, karena pada waktu itu Singapura menjadi
salah satu tempat singgah bagi para Haji. Tetapi, pada kenyataannya Ismail turut
menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Singapura, dan berhasil
mendapatkan pengikut yang banyak, termasuk orang-orang Indonesia. Ismail
sesekali melakukan perjalanan menuju Indonesia, tetapi ia tidak menetap di
Indonesia dikarenakan menjadi perhatian bangsa Belanada. Meski berhasil
mendapatkan pengikut yang banyak, bukan berarti tarekat yang dibawa Ismail
tidak ada yang menentang, bahkan ketika ada gerakan anti-Naqsyabandiyah,
Ismail lantas kembali ke Makkah, setelah beberapa tahun berada di Singapura.
Meskipun telah kembali ke Makkah, perkembangan tarekat yang ia bawa tetap
berkembang, karena telah ada murid-murid Ismail yang meneruskan
83
perjuangannya.
Di Indonesia, pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang dibawa
Ismail al-Minangkawi telah berkembang dengan begitu pesat. Di Pulau Jawa,
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah telah ada pada tahun 1850-an, kurang lebih
bersamaan waktunya dengan perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di Singapura. Di Pulau Jawa sendiri Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, telah
sampai ke Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut Van den Berg, penguasa
Yogyakarta sekitar tahun 1855-1866 M terlihat melakukan ritual Tarekat
Naqsyabandiyah. Yang dimaksud, yaitu Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.84
Meskipun banyak diterima oleh masyarakat Indonesia dan berkembang pesat,
bukan berarti kehadiran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang dibawa oleh
Ismail al-Minangkabawi tidak ada yang menentang, seperti yang dilakukan oleh
Sayyid Usman dan Salim bin Samir yang paling gencar melakukan kritikan
terhadap tarekat yang dibawa oleh Ismail al-Minangkabawi.85

83
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h 99-101
84
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
85
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung: Mizan,
2002), h. 141.
26

Selain Ismail al-Minangkabawi, Sulaiman al-Zuhdi, yang dikenal Syekh


Jabal Abu Qubais, dari Makkah, mempunyai peran besar dalam perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Indonesia. Ia mengangkat seorang
khalifah dari semarang, yaitu Abd al-Qadir, atau yang lebih di kenal Muhammad
Hadi, dari Girikusumo. Ia berhasil menarik pengikut dalam jumlah besar, baik
bangsawan, maupun masyarakat bawah. Kemudian pada tahun 1883 M,
Muhammad Hadi mempunyai 28 wakil di berbagai tempat di Pantai Utara, dan
murid yang paling berpengaruh yaitu K.H. Manshur (w. 1955 M), tidak lain yaitu
putranya sendiri. Tidak hanya K.H. Manshur, Muhammad Hadi memiliki salah
satu putra lagi, yaitu kiyai Zahid, yang mana nantinya akan meneruskan
kepemimpinan dari Muhammad Hadi di Girikusumo. Berbeda dengan kiyai
Zahid, K.H. Manshur dari Popongan ini mendirikan sebuah pesantren di dekat
Solo dan dibantu oleh Kiyai Arwani dari Kudus untuk mengajarkan tarekat
kepada ribuan orang, ia mengangkat beberapa khalifah, dan disinilah menjadi
pusat Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa Tengah.86
Tidak hanya di Jawa, pengaruh Sulaiman al-Zuhdi telah sampai ke Sumatera
dan Malaya. Penyebaran Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah dibawa oleh Syekh
Abdul Wahab dari Rokan, Sumatera Tengah. Ia belajar tarekat kepada Sulaiman
al-Zuhdi, setelah kembali ke Indonesia, Abdul Wahab membangun desa juga
madrasah Babussalam (1883 M). Ia berhasil mengangkat 120 khalifah, yang
tersebar ke Riau dan juga Malaya.87
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Indonesia semakin
terlihat, tepatnya pada tahun1880-an. Faktor utama dibalik perkembangan tarekat
yang semakin pesat, salah satunya karena keberadaan para haji yang kemudian
berguru kepada syekh-syekh di Tanah Arab. Menurut seorang sarjana Belanda,
Snouck Horgronje, hampir semua orang Sumatera yang bermukim di Mekkah
pada tahun 1880-an menjadi bagian dari tarekat, apakah Tarekat Naqyabandiyah
Khalidiyah, maupun Tarekat Qadariyah. Di Jawa, pada tahun 1880-an
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sudah mendapatkan pengikut

86
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 163.
87
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 135-136.
27

yang cukup banyak, bahkan sampai ke kalangan bawah, tidak hanya elite
tradisional saja. Pada tahun tersebutlah perkembangan Tarekat Naqyabandiyah
Khaldiiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena telah sampai ke
berbagai daerah, khsususnya di Jawa. Di Jawa Barat, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah telah sampai ke Bogor bahkan sampai ke Cianjur. 88 Bahkan di Cianjur
hampir dari kalangan elite taradional setempat sebagai pengikut Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah.89

88
Akan tetapi sejauh pengamatan penulis, di Bogor lebih didominasi oleh tarekat
Qadariyah Naqsyabandiyah. Sampai dengan saat ini, keberadaan tarekat Qadariyah Naqsyabadiyah
berada di. Hasil penelusuran penulis, 11 November 2017.
89
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 106-108.
BAB III
DESKRIPSI HISTORIS TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH
DI CIANJUR

A. Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur


Menurut Martin van Bruinessen, perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
dalam dunia Islam, didorong dengan adanya pembaharuan dalam tarekat
Naqsyabandiyah. Pembaharuan tersebut dibawa oleh Maulana Khalid, di mana ia
mendorong terjadinya dinamika dalam tubuh Tarekat Naqsyabandiyah, sehingga
terlibat aktif dalam dunia politik.90 Dengan adanya hal seperti itu, tentu mendorog
tersebarnya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke berbagai daerah di Indonesia.
Di Cianjur, awal masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tidak terlepas
dalam dunia politik. Bukti pertama yang menyatakan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah telah sampai dan berkembang di Cianjur, yaitu adanya laporan pada
tanggal 5 September 1886 M. Pada saat itu K.F. Holle yang menjabat sebagai
Penasihat Kehormatan untuk Urusan Bumiputera, mengirim surat kepada
Gubernur Jenderal di Batavia.91 Surat tersebut berisikan kekhawatiran mengenai
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur, dan telah mendapatkan
pengikut yang banyak, bahkan dari kalangan bangsawan.92
Tentu jauh sebelum pengamatan K.F. Holle, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah telah lebih dulu masuk, dan pada tahun 1886 M Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah telah berkembang cukup pesat, dan dianggap sangat
berbahaya bagi keberadaan bangsa Belanda saat itu. Akan tetapi, tidak begitu
banyak sumber yang menyebutkan kapan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah

90
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 66-67.
91
K.F. Holle merupakan penasihat kehormatan untuk Bumiputera dalam urusan
keagamaan. Ia mempunyai misi untuk mengurangi pengaruh Islam di Hindia Belanda, terutama
bagi masyarakat Sunda. Untuk tujuannya itu, ia pergi ke Singapura untuk melihat dampak pan-
Islamisme terhadap meningkatnya semangat jihad anti Belanda. Dari penyelidikannya itu, bahwa
para haji lah yang membawa fanatisme Islam di Hindia Belanda. Sehingga dengan apa yang terjadi
di Cianjur, aktivitas kegiatan tarekat akan menimbulkan semangat jihad anti penjajahan Hindia
Belanda. Dengan demikian Holle beranggapan bahwa kegiatan tarekat tersebut sangatlah
berbahaya. Lihat, Jajat, Ulama dan Kekuasaan, h. 162.
92
Laporan tersebut termuat dalam arsip MGS 23-5-1885, No 91/c di Arsip Nasional,
lihat, Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 23.

28
29

pertama kali masuk ke Cianjur, dan siapa pembawanya. Akan tetapi sejauh ini,
sumber yang berhasil didapatkan, bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
pertama kali masuk dibawa oleh R.H Hasan al-Khalidi.93
R.H Muhammad Hasan pernah bermukim di Mekkah selama 19 tahun, dan
belajar Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kepada Syekh Abdullah Affandi, di
Jabal Qubais, Mekkah. Setelah R.H Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, ia
diangkat menjadi Penghulu Gede II Cianjur dan menjabat selama 4 tahun (1830-
1834 M). Setelah berhenti dari jabatannya sebagai Penghulu Gede II Cianjur, R.H
Muhammad Hasan kembali ke Mekkah untuk belajar Tarekat Naqsyabadiyah
Khalidiyah. Pada tahun 1836 M, R.H Muhammad Hasan mendapat ijazah al-
Khalidi dari gurunya, yaitu Abdullah Affandi Arjinzani.94 Setelah mendapat
ijazah al-Khalidi, R.H Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, dan menyebarkan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur kepada para keluarga dan
kerabatnya. R.H Muhammad Hasan merupakan orang pertama yang membawa
dan menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur. Adapun
kegiatan yang dilakukan R.H. Muhammad Hasan yaitu dengan menggelar Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, balagoh, dan qiro’ah bertempat di Masjid Agung
Cianjur dengan waktu kegiatan yang telah ditentukan.95
Setelah mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur selama
hampir 12 tahun, pada tahun 1264 H R.H Muhammad Hasan pergi ke Singapura,
dan menetap disana sampai akhir hayatnya (1275 H/1848 M), dan dikebumikan di
kampung Roco (Rochore), Singapura. Sebelum ia wafat, R.H Muhammad Hasan
membeli sebidang tanah seluas 5 hektar di Singapura, tepatnya di pinggir laut di
kampung Bedok dan mendirikan semacam pesantren, atau langgar.96
Pada saat R.H. Muhammad Hasan menetap di Singapura, R.H Yahya,
putranya pergi menyusul R.H Muhammad Hasan ke Singapura. Di Singapura R.H
Yahya kemudian menikah dengan Siti Nurqolbi, seorang gadis yang berasal dari
Bengkulu. Pernikahannya dengan Siti Nurqolbi dikaruniai 4 orang putra, R.H

93
Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 7.
94
Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 7.
95
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, Cianjur: Koleksi Pribadi, tidak diterbitkan, h. 1.
96
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 1.
30

Musa, R.H. Isa, R.H. Maksum, R.H. Muhidin, dan 2 orang putri, N.R Jamilah,
N.R Mujibah.Kemudian, setelah ayahnya wafat, R.H. Yahya mengurus sebuah
pesantren yang dibangun oleh ayahnya. Pada tahun 1877 M, kemudian R.H.
Yahya dengan seluruh keuarganya pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji, bahkan dari ke 3 putranya belajar tarekat di Mekkah, dan mendapat ijazah
Tarekat Naqsyabandiyah.97 R.H Yahya kemudian wafat di Mekkah, sebelum
sempat kembali lagi ke Singapura. Setelah R.H. Yahya meninggal di Mekkah,
keluarganya kembali ke Singapura dan pergi ke Cianjur, sesuai permintaan R.H
Yahya sebelum meninggal.

B. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur


Menurut keyakinan para pengikut Tarekat Naqsyabandiyah, bahwa dasar-
dasar pemikiran dan amalan tarekat berasal dari Nabi Muhammad Saw. Para
pengikut tarekat, menganggap bahwa silsilah para guru yang telah mengajarkan
dasar-dasar tarekat secara turun-temurun itu sangat penting. Garis keturunan para
guru yang turun-temurun tersebut, disebut dengan silsilah. Setiap guru tarekat
harus berhati-hati dalam menjaga silsilah untuk menunjukkan siapa gurunya,
sampai kepada Nabi Muhammad saw.98
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, mempunyai silsilah yang
mereka yakini merupakan guru secara turun temurun, yang sampai kepada Nabi
Muhammad Saw. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur berasal
dari R. H. Muhammad Hasan, ia merupakan orang pertama yang mengenalkan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, yang mendapat Ijazah Khalidiyah
dari Syaid Syarif Abdullah Affandi Arjinzani di Jabal Abu Qubais, pada tahun
1252 H.

97
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 1.
98
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 48.
31

Silsilah Kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur

Rasulullah SAW

Abu Bakar As-Shidiq

Salman Farrisy

Qosyim Muhammad

Iman Ja‟far Siddiq

Abu Yazid Al-Bustami

Syekh Ali Ferromac

Syekh Yusuf Hamdani

Syekh Abdul Kholik Fudjduani

Syekh Syarif Riyamkari

Syekh Mahmud Andjiri

Syekh Ali ar-romitani

Syekh Muhammad Baba Samasi

Syekh Amir Kulal

Syekh Bahauddin Naqsyabandi

Syekh Muhammad Alauddin Attori

Syekh Yakub Al-Jaris

Syekh Ubaidillah Ahrorie


32

Syekh Muhammad Azzahidie

Syekh Darwis Muhammad As-Sormanhendi

Syekh Muhammad Al-Hauraqi

Syekh Muhammad Al-Baqi

Syekh Achmad Faruqis Sarhendi

Syekh Muhammad Ma‟sum

Syekh Muhammad Syaffiudin

Syekh Nur Muhammad Baduani

Habibullah Djamdjani

Syekh Abdullah Addah Lawi

Syekh Maulana Khalid

Abdullah Affandi

R.H Muhammad Hasan


(Sumber: Silsilah Para Masaich Naqsyabandiyah, Surat Nugas).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang pertama membawa


Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur adalah R.H Muhammad Hasan.
Setelah R.H Muhammad Hasan wafat, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dilanjutkan oleh R.H Abdussalam, meskipun pada saat itu R.H Hasan memiliki
soeorang putra, yaitu R.H Yahya.99 Kemudian R.H Abdussalam digantikan oleh

99
Sebenarnya penerus tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah bisa saja di lanjutkan oleh
putranya R.H Hasan, yaitu R.H Yahya. Akan tetapi setelah R.H Hasan wafat, dan ia memilki
pesantren di Singapura, kemudian R.H Yahya lah yang meneruskan kegiatan pesantren di
Singapura. Sehingga Penerus tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur diteruskan oleh R.H
Abdussalam.
33

R.H Ma‟moen, atau yang lebih dikenal dengan Haji Meong atau Juragan Waas.
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, pada masa kepemimpinan kedua
tokoh di atas, nampaknya cukup mengalami perkembangan, bahkan telah berhasil
merangkul tokoh-tokoh masyarakat untuk bergabung ke dalam Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, dan setelah itu barulah merangkul rakyat setempat.
Perkembangan tersebut, tentu menjadi perhatian bangsa Belanda, karena dianggap
sangat berbahaya.100
Setelah R.H Ma‟moen, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur di
teruskan oleh R.H Muhammad Isa al-Khalidi. Ia merupakan cucu dari R.H
Muhammad Hasan, orang pertama yang memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah tersebut di Cianjur. Pada masa Muhammad Isa inilah
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur begitu pesat, dan
berhasil merekrut banyak masyarakat. Tidak hanya itu, dalam upaya menyebarkan
tarekat, Muhammad Isa mendirikan sebuah madrasah di kampung Gedong Asem,
Cianjur, dan disanalah tempat kegiatan tarekat berlangsung. Madrasah yang
didirikan Muhammad Isa, tidak hanya dipakai untuk kegiatan tarekat, tetapi juga
dipakai untuk kegiatan keagamaan lainnya, seperti mengaji, dan mendirikan
Sekolah Istri Agama Gedong Asem.101
Setelah R.H Muhammad Isa al-Khalidi wafat pada tahun 1919 M,
dilanjutkan oleh R.H Muhammad, setelah itu dilanjutkan R.H. Muhidin. Dari
kedua tokoh tersebut, tidak diketahui secara pasti bagaimana perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Bahkan setelah R.H Muhidin,
yang dilanjutkan oleh R.H Ma‟moer, kemudian oleh R.H Ma‟soem, sampai R.H
Mansoer, perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khaldiyah di Cianjur tidak
ketahui secara pasti. Akan tetapi, pada masa itu R.H Mansoer telah membai‟at
R.H Muhammad Rozie pada 17 Oktober 1948, untuk memimpin tarekat

100
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 24.
101
Sekolah Istri Gedong Asem merupakan cikal bakal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
(MI), atau setara dengan Sekolah Dasar (SD), karena pada masa Muhammad Isa, tidak hanya
menggelar tarekat saja, akan tetapi menyelenggarakan pengajian al-Qur‟an dan kitab kuning bagi
anak-anak. Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 5.
Lihat, Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 1.
34

Naqysbandiyah Khalidiyah di Cianjur.102 Pada masa R.H Muhammad Rozie


inilah, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berkembang cukup pesat. Ia
meneruskan apa yang telah dilakukan oleh R.H Muhammad Isa al-Khalidi, yaitu
dengan merenovasi madrasah tempat kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan
Tarekat Naqsyabandiyah Khaldiyah pada tahun 1950 M.103
Setelah Muhammad Rozie meninggal pada tahun 1966, kemudian memberi
wasiat untuk melanjutkan kepemimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
Cianjur kepada tiga orang, yaitu R.H. Abdullah, R.H. Affandi, dan R.H. Djaja.104
Selanjutnya, setelah di wakilkan kepada tiga orang, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur di teruskan oleh R.H. Abbas Sahabuddin. Pada tahun 1967,
R.H. Abbas mendirikan sebuah yayasan, yaitu Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Gedong Asem. Sehingga setiap kegiatan belajar mengajar, yang awal mulanya
dirintis oleh R.H. Muhammad Isa al-Khalidi, pada masa R.H.Abbas berada dalam
ruang lingkup dan tanggung jawab yayasan tersebut.105
Pada tahun 1979 didirikan juga Madrasah SKPI, kemudian berubah menjadi
Madrasah Tsanawiyah (MTs). Keberadaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs), berada dalam tanggung jawab Yayasan Pendidikan
Islam (YPI) Gedong Asem. Kemudian Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Gedong
Asem, berganti nama menjadi Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyyadhul
Muttaqien Gedong Asem, dengan akta No. 25 tanggal 24, September 1985.106
Pada masa R.H Abbas inilah perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, tidak hanya terpusat pada keagamaan saja, tetapi ikut memberikan
sumbangsing bagi perkembangan pendidikan di Cianjur, dengan mendirikan
Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Gedong Asem. Setelah R.H Abbas, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur diteruskan oleh enam perwakilan, yaitu

102
Sumber tersebut termuat dalam arsip, Verklaring, 25-11-1948 dan ditandatangani oleh
Kepala Penghulu Cianjur, R.H. Boestoem. Arsip tersebut didapatkan dari Hadi Sirojudin, selaku
salahsatu pimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur pada saat ini.
103
Selayang Pandang, h. 5.
104
Silsilah Para Masaich Naqsyaabndiyah.
105
Pendirian Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Gedong Asem, yaitu dengan Akta Notaris
Abu Bakar Yakub, pada tanggal 22 April 1967 No. 8.
106
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 2.
35

R.H Ma‟sum, H. Kamaludin, R.H Jaliludin, R. Hadi Sirojudin, H. Habib Umar,


dan H. Abd Fatah.107
Enam perwakilan yang memimpin tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
Cianjur, masih bertahan sampai dengan sekarang, dan masih aktif dalam kegiatan
tarekat tersebut. Tidak hanya itu, keberadaan Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Riyyadhul Muttaqien Gedong Asem, sampai dengan saat ini masih tetap ada.
Sedangkan untuk tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, untuk saat ini
telah memiliki 16 cabang di Cianjur, dan masih aktif melakukan kegiatan
tarekat.108
Adapun para pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur dari
awal berdiri, sampai dengan sekarang, adalah sebagai berikut:
No Pemimpin Tarekat Tahun Memimpin Keterangan
1. R.H. Muhammad Hasan 1252-1257 H Pendiri
Tarekat/mendapat
ijazah dari Abdullah
Affandi
2. R.H. Abdussalam 1257-1305 H Penerus
3. R.H. Ma‟moen 1305-1326 H Penerus
4. R.H Muhammad Isa 1326-1338 H Cucu dari R.H
Muhammad Hasan, ia
mendapat ijazah dari
Sulaiman al-
Zuhdi/Sulaiman
Effendi di Jabal Abu
Qubais, Mekkah.
5. R.H. Muhammad 1338-1343 H Penerus
6. R.H Muhidin 1343-1353 H Penerus
7. R.H. Ma‟moer 1353-1354 H Penerus
8. R.H. Ma‟sum 1354-1358 H Penerus
9. R.H. Mansoer 1358-1368 H Penerus

107
Pergantian kepemimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, tertuang
dalam risalah, dengan judul Surat Tugas. Risalah tersebut ditulis pada Tanggal 5 Ramadhan 1434
H oleh R.H Abbas. Risalah tersebut ditulis dengan bahasa Arab-Sunda.
108
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
36

10. R.H. Muhammad Rozzie 1368-1386 H Penerus/menantu dari


R.H. Muhammad Isa
11. a. R.H. Abdullah - Setelah R.H.
b. R.H. Affandie - Muhammad Rozzie
c. R. Djadja - wafat, kemudian ia
memberikan wasiat
kepada 3 perwakilan
untuk
melanjutkannya.
12. R.H. Abbas Shabuddin - Penerus/putra dari
R.H Muhammad
Rozzie
13. a. R.H. M‟soem 1434 H-Sekarang Penerus/R.H. Abbas
b. H. Kamaludin memberikan surat
c. K.H. Khalilidin tugas kepada 6
d. R. Hadi Sirojudin perwakilan untuk
e. H. Habib Umar melanjutkan
f. Ustadz Abdul Fatah kepemimpinan
tarekat.
Sumber: Silsilah Para Masaich Naqsyabandiyah

C. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur


Sebelum melihat lebih jauh mengenai ajaran Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, tentu yang harus diketahui adalah bentuk ajaran yang ada
pada Tarekat Naqsyabandiyah itu sendiri. Meskipun ada sebagian Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah yang belum dapat diketahui ciri-ciri amalan dan
ajarannya, seperti yang berada di Minangkabau.109
Seperti dibahas dalam bab sebelumnya, bahwa pendiri Tarekat
Naqsyabandiyah, adalah Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandy yang belajar
tarekat kepada Muhammad Baba as-samasi. Akan tetapi dzikir tarekat
Muhammad Baba as-Samassi diucapkan dengan keras, sementara Tarekat
Naqsyabandiyah dzikir dalam hati, atau tidak dengan suara. Dzikir Tarekat
Naqsyabandiyah sama halnya seperti dzikir tarekat Abdul Khaliq Gujdawani (w.
109
M. Jamil, Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran, dan Kontekstualitas, (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007), h. 125.
37

1220 M), salah seorang khalifah Abu Ya‟qub Yusuf al-Hamadani (w. 535 H/ 1140
M), yang mengamalkan tasawuf Uwais al-Qarni. Sehingga dapat dikatakan, ajaran
TarekatNaqsyabandiyah bersumber dari Abu Ya‟qub Yusuf al-Hamadani, yaitu
seorang sufi dan wali besar yang hidup pada masa Syekh Abdul Qadir al-Jailani
(470 H/1077 M-561 H/1166 M) seorang sufi, dan pendiri tarekat Qadariyah. Jadi
cara dzikir Tarekat Naqsyabandiyah sama seperti yang dilakukan oleh Abdul
Khaliq Gujdawani, yang merupakan salah seorang khalifah yang dikenal sebagai
penyebar tarekat Khwajagan.110
Tidak hanya dzikir saja, tetapi terdapat delapan prinsip tarekat
Naqsyabandiyah yang sama seperti prinsip yang diterapkan oleh Abdul Khaliq,
yang selanjutnya kedepalan prinsip tersebut ditambah tiga oleh Naqsyabandi, dan
dijadikan prinsip dasar Tarekat Naqsyabandiyah. Kedelapan prinsip Abdul Khaliq
tersebut yaitu:111
1. Husy dar dam (kesadaran dalam bernafas), suatu latihan konsentrasi:
sufi yang bersangkutan haruslah sadar ketika manarik nafas,
menghembuskan nafas dan disaat berhenti diantara keduanya.
2. Nazhar bart qadam (memperhatikan tiap langkah diri), sewaktu
berjalan, sang murid haruslah menjaga setiap langkah, agar setiap
tujuan rohaninya tidak dikacaukan oleh hal disekelilingnya.
3. Safar dar wathan (melakukan perjalanan di tanah kelahirannya),
melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan bentuk
ketidaksempurnaan sebagai manusia menuju kesadaran akan
hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.
4. Khalawat dar anjuman (kesendirian dalam keramaian), menyibukan
diri dengan terus menerus berdzikir kepada Allah, meski berada di
tengah-tengah keramaian masyarakat, atau disaat berinteraksi dengan
masyarakat sekitar.

110
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi. 182
111
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi. 182
38

5. Yad kard (ingat atau menyebut), terus menerus mengulangi nama


Allah, dzikir tauhid, yang diberikan oleh seorang guru, dalam hati
maupun lisan.
6. Baz gasyt (kembali atau memperbarui), demi mengendalikan hati
seseorang agar tidak condong kepada hal-hal menyimpang.
7. Nigah gasyt (waspada), menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus
sewaktu melaksanakan dzikir tauhid, untuk mencegah pikiran dan
perasaan agar tidak menyimpang akan adanya Allah.
8. Yad dasyt (megingat kembali), penglihatan yang diberkahi: secara
langsung menangkap Dzat Allah dan mengalami puncak spiritualitas
atas Allah yang esa.112
Kemudian prinsip di atas ditambah tiga oleh Naqsyabandy, yaitu
1. Wuquf zamani (control yang dilakukan oleh pengikut tarekat tentang
ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dalam 2 atau 3 jam)
2. Wuquf adadi (control dalam memelihara bilangan ganjil dalam
melaksanakan dzikir naïf dan isbat)
3. Wuquf qalbi (hadirnya seorang pengikut tarekat bersama Allah setiap
saat).
Mengenai 11 prinsip dasar ajaran tarekat Naqsyabandiyah, yang mana
delapan prinsip tersebut diambil dari prinsip Abdul Khaliq Gujdawani, yaitu salah
satu khalifah tarekat Khwajagan. Sehingga banyak yang mengatakan tarekat
Naqsyabandiyah disebut tarekat Khwajagan.113
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, tentu memiliki dasar-
dasar ajaran tertentu. Adapun praktek ritual ibadah yang dilakukan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur adalah:
1. Bai’at
Bai’at adalah ucapan sumpah setia seorang murid kepada seorang
mursyid114 tarekat yang biasanya diucapkan setelah sang murid menjalani

112
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi, h. 182.
113
Ensiklopedi Islam, h. 11.
114
Mursyid adalah seorang pemimpin tarekat yang mengawasi setiap murid-muridnya.
Mursyid memiliki posisi sangat penting dalam tarekat, karena tidak hanya sebagai pemimpin saja,
39

sejumlah upacara, atau persyaratan untuk memasuki suatu organisasi tarekat.115


Dengan demikian, sebelum bergabung, atau masuk Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur seseorang harus menjalani upacara pembaitan. Adapun
ritual atau syarat sebelum masuk tarekat tersebut yaitu, seseorang harus terlebih
dahulu bertaubat, dengan mengingat dosa-dosa yang telah dilakukan, kemudian
mengingat mati dengan cara dibalut dengan kain kafan ketika malam disaat tidur,
seperti halnya orang yang meninggal. Hal seperti itu dilakukan selama tujuh
malam, dan harus dalam keadaan suci, serta harus melakukan istikharah. Selama
tujuh malam, seseorang dilarang untuk berbicara, apabila berbicara maka harus
kembali berwudhu. Ketika melakukan hal tersebut, seseorang diawasi langsung
oleh perwakilan syekh yang telah ditunjuk, dan kegiatan itu biasanya dilakukan
malam harinya saja. Barulah setelah selesai selama tujuh malam, syekh dan murid
melakukan ikrar, atau janji kesetiaan untuk menjalani setiap ritual Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, setelah itu seseorang diperbolehkan mengikuti setiap
ibadah, dan menjadi bagian dari tarekat tersebut.116

2. Dzikir
Dzikir yang dilakukan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
Cianjur, sama halnya seperti Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya, di mana
dzikir yang dilakukan tidak diucapkan dengan keras, akan tetapi didalam hati.117
Dzikir yang dilakukan yaitu dengan mengingat nama Allah secara berulang-ulang,
dan hanya diucapkan dalam hati. Tujuan tersebut dilakukan untuk mengingat
nama Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Jumlah dzikir yang dilakukan,
tentu sangatlah beragam, tergantung kemampuan murid. Seperti halnya murid

melainkan sebagai perantara dalam ibadah dan hubungan antara murid dan Tuhan. Hal tersebut
sangat diyakini oleh kalangan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Lihat, Abu Bakar Atjeh,
Pengatar Ilmu Tarekat, (Solo: CV Ramadhani, 1985), h. 79.
115
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, London: Oxford University Press,
1973), h. 186-187.
116
Hal semacam ini, tentu sangatlah berat karena tarekat lain pada umumnya tidak ada
hal semacam ini. Kegiatan ini, kadang disebut juga dengan ngamayit (menyerupai mayat), dengan
tujuan untuk mengingat mati, dan bertaubat kepada Allah Swt. Hasil observasi, wawancara dengan
R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Tanggal 18, Agustus 2017.
117
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
40

yang sudah lama, tentu berbeda dengan murid yang baru saja masuk, di mana
murid yang telah lama akan diberikan jumlah dzikir yang lebih banyak ketimbang
murid yang baru masuk. Dzikir yang dilakukan biasanya ada yang secara
berjamaah, ada juga yang sendiri-sendiri. Adapun dua dzikir dasar Tarekat
Naqsyabandiyah yaitu,pertama, dzikir ism al-dzat, di mana dzikir tersebut terdiri
dari pengucapan nama Allah secara berulang kali dalam hati, ribuan kali dan
dihitung dengan tasbih, sambil memusatkan perhatian kepada Allah. Kedua, dzikir
tauhid, atau dzikir nafiy wa isbat, yaitu terdiri atas bacaan perlahan disertai
dengan pengaturan nafas, dan menyebutkan kalimah la ilaha illallah, yang
dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan
digambar dari daerah pusar, kemudian sampai ke ubun-ubun. Bunyi ilaha turun ke
kanan, dan berhenti di ujung bahu kanan. Berikutnya illa dimulai dan turun
melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah
dihujamkan sekuat tenaga.118

3. Khalwat atau Suluk


Penganut Tarekat Naqsyabandiyah biasanya melakukan khalwat atau
suluk, yaitu dengan mengasingkan diri ke sebuah tempat, di bawah pimpinan
seorang mursyid. Biasanya masa berkhalwat ada yang 10 hari, 20 hari dan 40
hari.119 Dalam Tarekat Naqsyabandyah Khalidiyah di Cianjur, kegiatan tersebut
disebut juga dengan uzlah, dan biasanya dilakukan secara serentak pada awal
bulan Ramadhan selama 10 hari, dan bertempat di Madrasah Gedong Asem,
Cianjur. Dalam melakukan uzlah, jumlah pengikut tarekat tidak kurang dari 50
orang, baik laki-laki ataupun perempuan, dan rutin dilakukan setiap bulan
Ramadhan. Dalam kegiatan tersebut, biasanya para pengikut tarekat diberikan
tempat khusus, yang berukuran 2x1 meter, dan berdindingkan kain kafan, dan
semuanya telah disediakan para mursyid untuk melakukan suluk, tempat tersebut

118
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 80.
119
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 79.
41

dinamakan bilik khalwat.120 Dalam bilik khalwat tersebut, setiap pengikut tarekat
melakukan berbagai ritual atau ibadah, seperti dzikir, istikharah, dan sholat sunah
lainnya. Selama melakukan uzlah seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang
bernyawa, seperti daging, ikan, telor, dan setiap makanan yang ada telah
disiapkan ditempat tersebut. Selain itu, ada beberapa peraturan yang harus
dijalankan yaitu, pertama, rukun suluk atau uzlah haruslah diperhatikan. Kedua,
setiap ikhwan (pengikut tarekat laki-laki) tidak boleh masuk tempat akhwat
(pengikut tarekat perempuan). Ketiga, tidak banyak berbicara, dan sekedar
seperlunya saja. Keempat, makan dengan secukupnya, tidak berlebihan. Kelima,
tidak diperkanankan untuk meninggalkan bilik khalwat tanpa seizin dari mursyid.
Keenam, menggunakan handphone hanya untuk seperlunya saja.121 Kegiatan
uzlah sendiri, biasanya menjadi momentum para mursyid untuk memberi ujian
terhadap para muridnya, untuk mengetahui sejauh mana dzikir yang telah
dilakukan. Jika seorang murid telah berhasil menyelesaikan ujian dalam
dzikirnya, maka murid tersebut berhak naik ketahap yang jauh lebih tinggi dari
sebelumnya.122

120
Anita K Wardhani (editor). Berlatih Mati di Bilik Kholwat. Tribun Jabar, 2013.
www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-tahun-tarekat-naqsabandiah. Diakses
pada 7 September 2017.
121
Peraturan tersebut terdapat disetiap bilik khalwat. Hasil observasi, 30 Mei 2017.
122
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
BAB IV
AKTIVITAS TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH CIANJUR
(1910-1919)

Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah memberikan pengaruh


positif bagi masyarakat sekitar, karena secara tidak langsung keberadaan tarekat
tersebut membawa kearah yang lebih baik. Tidak hanya dalam masalah
keagamaan saja, dalam dunia pendidikan tentu akan berdampak serupa. Seperti
yang dikatakan ahli sejarah, sosial dan intelektual Islam, Azyumardi Azra, bahwa
setelah abad ke-18, tarekat semakin ekskusif dan terpusat, yaitu tarekat tidak
hanya sebatas melakukan penyebaran Islam, tetapi berupaya untuk merekrut
massa.123 Dengan demikian, apabila melihat langkah yang dilakukan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, dengan mendirikan dan ikut berperan
dalam memajukan pendidikan di Cianjur (khususnya pendidikan Islam), adalah
cara untuk merekrut massa.
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur sebelum
abad ke-19, belum begitu terlihat. Adapun perkembangan yang ada, hanya
terpusat pada kegiatan tarekat saja. Kemudian apabila dilihat dari silsilah
pemimpin tarekat, setelah wafatnya R.H Hasan sebagai orang pertama yang
membawa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur, tidak dilanjutkan oleh
putranya, karena pada saat itu putra R.H Hasan, yaitu R.H. Yahya melanjutkan
pesantren milik R.H Hasan di Singapura. Tentu hal tersebut tidak seperti tarekat di
Indonesia pada umumnya, seperti Muhammad Hadi, yang merupakan salah satu
tokoh tarekat yang mendirikan pondok pesantren di Girikusumo, Jawa Tengah.
Kepemimpinan Muhammad Hadi, kemudian dilanjutkan oleh putranya sendiri
yaitu Kiyai Zahid, dan K.H. Manshur. Pada saat itu tarekat yang mereka pimpin
menjadi pusat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Jawa Tengah.124
Meskipun setelah R.H Hasan meninggal dunia tidak dilanjutkan oleh
putranya, tetapi perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah selanjutya

123
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
124
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 163.

42
43

dipimpin oleh cucu dari R.H Hasan, yaitu Muhammad Isa al-Khalidi. Muhammad
Isa al-Khalidi merupakan tokoh yang sangat berperan besar dalam perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Ia juga merintis cikal bakal
lahirnya pendidikan di Cianjur, khsusunya di kampung Gedong Asem.
Perhatiannya terhadap dunia pendidikan, berbarengan dengan semangat dakwah
Islam yang dibawanya.125
Emory S Bogratus, seorang sosiolog mengemukakan sebuah teori social
experience, yaitu jika saling tukar-menukar pengalaman, pikiran, pendapat, dalam
kehidupan berkelompok, maka hal tersebut akan berpengaruh dalam membentuk
kepribadian orang-orang yang bersangkutan, dan masyarakat.126 Dalam hal ini,
pengaruh keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, terhadap
masyarakat dapat dilihat dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Keberadaan
Madrasah Gedong Asem, yang dijadikan tempat belajar mengajar, khususnya
agama Islam, menjadikan masyarakat mengenal pendidikan, dan lebih
memperdalam ilmu keislamannya. Dengan demikian, keberadaan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah (sebuah kelompok dan organisasi Islam) di Cianjur,
secara perlahan akan memberikan pengaruh, baik terhadap pribadi diri sendiri,
orang lain, maupun masyarakat luas. Hal tersebut, tidak terlepas dari adanya
aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Muhammad Isa al-Khalidi,
mempunyai peran besar dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur. Tarekat yang ia pimpin (1910-1919 M), selain semakin
berkembang, juga mempunyai pengaruh lain, tidak hanya dalam keagamaan saja,
tetapi juga mempunyai pengaruh dalam dunia pendidikan di Cianjur, dengan
mendirikan Madrasah di kampung Gedong Asem, Cianjur.

125
Hasil observasi, wawancara dengan R. Jamaludin Rahmat, selaku ketua Yayasan
Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien, Gedong Asem, Cianjur, Tanggal 18, Agustus 2017.
126
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 112.
44

A. Muhammad Isa al-Khalidi


Muhammad Isa al-Khalidi merupakan salah satu tokoh Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, ia lahir di Singapura 5 Muharam 1272
H/1855 M. Muhammad Isa adalah cucu dari R.H. Hasan, tokoh pertama yang
membawa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur, ayahnya yaitu R.H.
Yahya dan ibunya Siti Nurqolby, dan Muhammad Isa merupakan salah satu
keturunan Dalem Cikundul.127

R. Aria Wangsigofarana Sagaraherang

R. Aria Wiratanudatar Tjikoendoel

R. Aria Wiratanudatar Tarikolot

R. Aria Wiratanudatar Ditjondre

R. Aria Wiratanudatar Sobiruddin

R. Aria Wiratanudatar Muhjiddin

R.H Muhjiddin Natapraja

R.H Hasan al-Khalidi

R.H. Muhammad Isa al-Khalidi

127
Dalem Cikundul merupakan tempat asal-asul lahirnya para pendiri Cianjur. pendiri
Cianjur yaitu Raden Aria Jayasasana, di mana ia bersama para pengikutnya hijrah dari
Sagaraherang ke daerah Cikundul, Cikalong Kulon. Raden Aria kemudian membuka tempat
pemukiman baru yang akan mereka tempati, dan dikemudian hari menjadi sebuah perkampungan.
Kampung tersebut bisa disebut negeri atau nagara. Dari negeri/nagara itulah kemudian disebut
Padaleman dan kepalanya disebut Dalem. Karena tempatnya di Cikundul, maka disebut Dalem
Cikundul. Lihat, Bayu Suryaningrat, Mengenal Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur, (Cianjur:
Pemda Tk. II, 1982), h. 37.
45

Muhamaad Isa juga dikenal dengan Guru Mama Isa, dan Juragan Guru Isa.
Ia merupakan tokoh yang sangat disegani pada saat itu. Muhammad Isa, selain
menjadi pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, juga
mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, dan menjadi guru Madrasah Gedong
Asem.128
Sebelum menjadi pemimpin tarekat dan menjadi guru di Madrasah Gedong
Asem, Muhammad Isa belajar ilmu agama kepada ayahnya terlebih dahulu.
Kemudian untuk memperdalam ilmu tarekatnya, Muhammad Isa ketika berumur
22 tahun pergi ke Mekkah dan bermukim disana. Di Mekkah, ia belajar ilmu
tarekat kepada Syekh Sulaiman al-Zuhdi, dan berhasil mendapatkan ijazah al-
Khalidi, dari gurunya di Jabal Abu Qubais, Mekkah. Setelah selesai belajar
tarekat, Muhammad Isa tidak langsung pergi ke Cianjur, melainkan ke Singapura
terlebih dahulu, di mana ayahnya pada saat itu memiliki Pesantren di Singapura.
Perginya Muhammad Isa beserta keluarganya ke Cianjur, merupakan perintah dan
wasiat ayahnya sebelum meninggal, karena R.H Yahya merupakan keturunan
Cianjur, sehingga anaknya diharuskan untuk kembali ke Cianjur. Pada saat itu
ayahnya, R.H Yahya meninggal di Mekkah, dan memberikan wasiat kepada istri
dan anak-anaknya.

“ wahai anak-anakku, abah akan menyampaikan wasiat kepada kalian semua. Abah tidak akan
lama lagi hidup di dunia ini, dan abah ikhlas meninggal di sini (Mekkah), dan hendaknya abah di
makamkan di perkuburan Ma‟la (berada di Mekkah). Dan jika kalian telah membereskan segala
urusan di Singapura, kalian harus pergi ke Cianjur, karena kalian semua adalah keturanan
129
Tjikoendoel (Cianjur). Kemudian bawa ibumu, dan jaga baik-baik”.

Setelah R.H Yahya meninggal, dan memberikan wasiat, Muhammad Isa


beserta keluarganya pergi ke Singapura untuk membereskan segala urusannya,
setelah itu barulah pergi ke Cianjur. Sesampainya di Cianjur pada tahun 1887 M,
yang memimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yaitu R.H. Ma‟moen.

128
Ade Supartini, Cianjur Gembongnya Ulama Jumhur, dalam,
https://www.kompasiana.com/adesupartini/cianjur-gembongnya-ulama-
jumhur_58cc92444ef9fd6e3c02c7cb, diakses pada Kamis, 07 Desember 2017, pukul 22.24 WIB.
129
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 8.
46

Kemudian karena kepandaiannya dalam masalah agama Islam R.H. Muhammad


Isa al-Khalidi, diangkat oleh R.H. Ma‟moen untuk dijadikan wakilnya, dalam
memimpin kegiatan tarekat Naqsyabandiyah. Selain itu Muhammad Isa, terkenal
karena menguasai ajaran-ajaran Islam, sehingga sangat disegani oleh penduduk
sekitar, bahkan Snouck Hurgronje yang datang ke Cianjur, dengan tujuan
menyelidiki masalah agama Islam, dan sempat berdiskusi dengan Muhammad Isa
masalah keislaman, Snouck Hurgronje sangat menghormati Muhammad Isa
karena ia sangat menguasai ajaran-ajaran Islam.130
Setelah R.H. Ma‟moen meninggal, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dipimpin oleh R.H Muhammad Isa al-Khalidi. Ia merupakan cucu R.H. Hasan,
orang pertama yang membawa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur.
Pada masa R.H Muhammad Isa al-Khalidi inilah, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur mengalami perkembangan yang sangat pesat.131
Sebelum Muhammad Isa wafat, ia memberikan wasiat terlebih dahulu
kepada Muhammad Rozie132, untuk melanjutkan kegiatan pengajian dan kegiatan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Muhammad Isa kemudian mengajak istri
dan anak-anaknya pergi ke Singapura pada tahun 1919 M, dan berpamitan terlebih
dahulu kepada regent Cianjur saat itu, untuk meminta izin. Tidak lama berselang
Muhammad Isa wafat di Singapura pada tanggal 16 November 1919.133

B. Berdirinya Madrasah Gedong Asem


Seperti madrasah pada umumnya, dalam tradisi Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, keberadaan madrasah merupakan suatu elemen yang sangat
penting. Madrasah pada dasarnya adalah sekolah agama yang megajarkan bahasa
Arab, dan pengetahuan agama Islam. Adapun pembelajaran di madrasah,
menggunakan sistem kelas, di mana murid-murid dikelompokkan ke dalam kelas-

130
Ruddy AS, Ulama Jumhur, h. 38
131
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 3.
132
Muhammad Rozie merupakan tokoh pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur, ia mempunyai peran yang sangat penting karena berhasil melanjutkan kepemimpinan
Muhammad Isa al-Khalidi. Muhammad Rozie merupakan menantu dari Muhammad Isa al-
Khalidi.
133
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 4.
47

kelas yang telah ditentukan.134 Tetapi, dalam tradisi Tarekat Naqsyabandiyah


Khalidiyah di Cianjur, keberadaan madrasah tidak hanya digunakan sebagai
tempat belajar-mengajar saja, melainkan dijadikan tempat kegiatan tarekat. Di
madrasah sendiri para pengikut tarekat, melakukan ritual ibadahnya, seperti
dzikir, suluk, dan beberapa ritual lainnya. Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur tersebut, secara turun-temurun menggunakan madrasah
sebagai pusat kegiatan.135
Berbeda dengan tradisi kegiatan tarekat yang ada di Minangkabau, di mana
kagiatan tarekat dilakukan di surau. Mereka menyesuaikan diri dengan sistem
surau yang ada di Minangkabau, mereka melakukan ritual seperti suluk dan
upacara ratib. Dengan demikian, adanya kegiatan tarekat di surau berhasil
menarik banyak masyarakat, dan upaya tersebut dilakukan sebagai cara untuk
menyebarkan Islam.136 Dalam hal ini, keberadaan surau di Minangkabau tidak
jauh berbeda dengan madrasah yang ada di Cianjur, digunakan untuk kegiatan
tarekat. Selain itu, surau dan madrasah juga digunakan sebagai tempat belajar
agama Islam dan dari akivitas yang ada, secara tidak langsung dijadikan tempat
penyebaran Islam pada saat itu.137
Pusat kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, dikenal
dengan nama Madrasah Gedong Asem, nama tersebut diambil dari kampung di
mana madrasah itu berada, yaitu kampung Gedong Asem, Cianjur. Madrasah
Gedong Asem didirikan oleh Muhammad Isa al-Khalidi pada tahun 1911,
tepatnya di depan rumahnya.138 Madrasah Gedong Asem berdiri di atas tanah
wakaf yang diberikan oleh seorang bangsawan, Hj. Hadidjah kepada Muhammad
Isa. Semula Hj. Hadidjah membeli tanah tersebut dari R.H Sulaiman, seorang
Penghulu Agung di Cianjur. Tanah tersebut seluas 5000 m. Pemberian tanah

134
Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,
(Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 165.
135
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
136
Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Tradisi Modernisasi,
(Jakarta: Kencana, 2017), h. 35-36.
137
Azyumardi Azra, Surau, h. 36.
138
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 1.
48

wakaf tersebut bermaksud sebagai rasa terimakasih Hj. Hadidjah kepada


Muhammad Isa al-Khalidi, karena telah berpindah ke Cianjur, dari Singapura.
Selain itu Hj. Hadidjah memberikan wakaf tersebut, dikarenakan sangat
bahagianya, karena keponakannya R.Muhammad Rozie139, menikah dengan putri
Muhammad Isa al-Khalidi N.R. Aisah.140
Setelah Muhammad Isa mendapatkan tanah wakaf tersebut, yang
dikhususkan untuk kegiatan keagamaan, tidak lama berselang kemudian
didirikanlah madrasah, bentuk dari madrasah tersebut, pada awalnya sangat
sederhana, yaitu seperti halnya rumah panggung, dan dibangun di atas kolam
besar (Bale Kembang) di kampung Gedong Asem, Cianjur.141

C. Pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pada masa kepemimpinan Muhammad
Isa al-Khalidi, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, berkembang
dengan sangat pesat. Perkembangan tersebut, terlihat dari semakin banyaknya
pengikut tarekat, karena Muhammad Isa, berhasil mendapatkan simpati dari
masyarakat setempat. Selain itu, Muhammad Isa merupakan ulama karismatik,
sehingga banyak kalangan masyarakat setempat yang sangat menyegani
Muhammad Isa, bahkan mengangkatnya mejadi penasihat keagaaman pemerintah
Cianjur pada saat itu.142
Keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, di bawah kepemimpinan
Muhammad Isa, mempunyai pengaruh terhadap masyarakat setempat, tidak hanya
dalam bidang keagamaan saja, tetapi keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, berpengaruh sampai dunia pendidikan di Cianjur pada saat itu.
Bahkan kampung Gedong Asem, tempat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
berada, menjadi salah satu pusat pendidikan di Cianjur, karena pada saat itu

139
R.H Muhammad Rozie merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Di mana ia melanjutkan
kepemimpinan Muhammad Isa, sebagai pemimpin tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Canjur
140
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 4.
141
K.H. R. Muhammad Isa al-Khalidi, dalam, http://www.dicianjur.com/kh-r-
muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada, 15 Desember 2017, Pukul 23.15 WIB.
142
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
49

Muhammad Isa mendirikan Madrasah Gedong Asem, yang digunakan untuk


kegiatan belajar mengajar, disamping kegiatan tarekat.Pada tahun 1910-1919 M,
Tarekat Naqsyabandiyah di bawah Muhammad Isa al-Khalidi, memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap masyarakat Cianjur, khususnya masyarakat setempat,
dalam bidang keagamaan, dan pendidikan. Sehingga dalam hal ini, Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah berhasil mendapatkan pengikut yang cukup banyak.

1. Bidang Keagamaan
Setelah Muhammad Isa al-Khalidi mendirikan Madrasah Gedong Asem,
pada tahun 1911 M, yang berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan umat
Islam di daerah setempat. Madarasah Gedong Asem, menjadi pusat kegiatan
keagamaan pada saat itu. Meskipun keberadaan Madarasah Gedong Asem tidak
jauh dengan keberadaan Masjid Agung Cianjur. Kegiatan keagamaan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, seperti khataman, suluk, dzikir, tawajuh, sepenuhnya
dilakukan di Madrasah Gedong Asem. Selain itu, Madrasah Gedong Asem juga
dijadikan tempat berdakwah Muhammad Isa al-Khalidi untuk meyebarkan agama
Islam, sehingga secara perlahan banyak masyarakat sekitar yang mulai ikut serta
dalam setiap kegiatan yang ada.143
Dengan semangat Muhammad Isa, yang ingin memajukan dan menyebarkan
agama Islam. Madrasah Gedong Asem, tidak hanya dijadikan sebagai tempat
kegiatan tarekat saja, tetapi juga dijadikan sebagai tempat belajar membaca al-
Quran beserta tajwid dan lagamnya. Setiap kegiatan yang ada, dikhususkan hanya
untuk anak-anak perempuan pada saat itu. Dengan adanya kegiatan-kegiatan
keagamaan yang dilakukan di Madrasah Gedong Asem, membuat nama Madrasah
Gedong Asem, di Cianjur menjadi sangat terkenal bahkan hingga ke luar
daerah.144
Tidak hanya belajar membaca al-Qur‟an saja, tetapi di Madarasah Gedong
Asem, juga pengajian kitab kuning, berikut maksud dan terjemahanannya.

143
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
144
http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada 12
Desember, 2017, pukul 22.00 WIB.
50

Adapun dalam pengajian kitab kuning, yang dipakai tentu kitab-kitab karya ulama
terdahulu, dan yang dikaji seperti kitab ilmu fiqih, akhlak, tauhid, tasawuf, dan
lai-lain. Kegiatan pengajian kitab kuning tersebut, biasanya dilaksanakan sesudah
sholat subuh, dan diikuti oleh para santri-santri masyarakat sekitar.145

2. Bidang Pendidikan
Sama halnya dalam bidang keagamaan, pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari aktivitas dan
kegiatan yang dilakukan oleh Muhammad Isa al-Khalidi. Dalam bidang
pendidikan, pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur pada masa
Muhammad Isa al-Khalidi, bisa dilihat dari berdirinya Sekolah Istri Gedong Asem
yang khusus mengajarkan seputar agama Islam, dan sekolah umum, yang saat ini
dikenal dengan SDN Ibu Jenab 1.
Kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan Muhammad Isa, dikenal dengan
Sekolah Istri Gedong Asem. Sekolah Istri Gedong Asem, merupakan tempat
kegiatan belajar mengajar agama Islam, yang dikhususkan bagi para santri-santri
perempuan, adapun tempat kegiatan dilakukan di Madrasah Gedong Asem. Nama
Sekolah Istri Gedong Asem, diambil dari nama kampung tempat sekolah itu
berada, yaitu di kampung Gedong Asem, Cianjur. Sedangkan istri, dalam bahasa
Sunda berarti perempuan. Jadi, Sekolah Istri Gedong Asem adalah sekolah yang
dikhususkan bagi para perempuan, yang mempelajari ilmu-ilmu Islam.146
Sekolah Istri Gedong Asem, berdiri pada tahun 1911 M, berbarengan
dengan didirikannya Madrasah Gedong Asem. Tempat yang digunakan untuk
melakukan kegiatan belajar mengejar, dilakukan di Madrasah Gedong Asem, dan
juga digunakan untuk kegiatan aktivitas tarekat. Pada saat itu yang menjadi
gurunya yaitu Muhammad Isa al-Khalidi. Selain sebagai ulama, ia ikut serta
dalam mengembangkan pendidikan Islam di Cianjur.147

145
http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada, 12
Desember, pukul 22.00 WIB.
146
Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur, h. 4.
147
Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur, h. 4.
51

Sekolah Istri Gedong Asem merupakan cikal bakal lahirnya perndidikan di


Cianjur, khususnya di kampung Gedong Asem. Sampai dengan saat ini, Sekolah
Istri Gedong Asem telah berubah bentuk, dan menjadi sebuah Yayasan, yaitu
Yayasan Pedidikan Islam Riyadhul Muttaqien. Yayasan tersebut terdapat
Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan juga Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Selain mendirikan Sekolah Istri Gedong Asem, Muhammad Isa al-Khalidi
juga turut mengembangkan sekolah yang didirikan oleh Siti Jenab.148 Sekolah
tersebut didirikan pada 1906 dari tanah wakaf yang diberikan oleh tokoh asal
Cianjur, Siti Jenab. Dibangunnya sekolah tersebut, bertujuan untuk menunjang
pendidikan terutama bagi para perempuan di Cianjur.149 Berbeda dengan Sekolah
Istri Gedong Asem, yang lebih fokus dalam bidang keagamaan, sekolah yang
didirikan oleh Siti Jenab lebih bersifat umum. Muhammad Isa al-Khalidi turut
mengembangkan sekolah tersebut, dengan menjadi salah satu guru, bersama Ibu
Jenab.
Meskipun telah ada sekolah umum, tetapi keberadaan Sekolah Istri Gedong
Asem masih tetap berjalan, sehingga kedua lembaga pendidikan tersebut berjalan
berbarengan, sekolah umum yang didirikan oleh Siti Jenab dilaksanakan pada
pagi hari, sedangkan Sekolah Istri Gedong Asem pada saat sore dan setelah sholat
subuh.150

148
Siti Jenab merupakan salah satu pionir pendidikan di Jawa Barat, terutama Cianjur,
sampai dengan saat ini, sekolah tersebut diberi nama SDN Ibu Jenab, karena atas dasar jasanya
itulah, sekolah tersebut menggunakan namanya.
149
Shofira Hanan, Pemkab Cianjur: SDN Ibu Jenab Bukan Cagar Budaya,
http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/01/10/pemkab-cianjur-sdn-ibu-jenab-bukan-
cagar-budaya-417599, diakses pada 11 Januari 2018, pukul 22.00.
150
Hasil observasi, wawancara dengan R. Jamaludin Rahmat, selaku ketua Yayasan
Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien, Gedong Asem, Cianjur, Tanggal 18, Agustus 2017.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Syekh Muhammad bin Muhammad
Bahauddin Bukhari an-Naqsyabandy, ia lahir pada tahun 717 H/1318 M-791
H/1389 di Bukhara, Rusia.. Di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah sangatlah
berkembang, dan berhasil mendapatkan pengikut yang cukup banyak, yang
tersebar di berbagai daerah, seperti Sumatera, Madura, dan Jawa. Tarekat
Naqsyabandiyah berkembang dengan adanya cabang baru, yaitu Tarekat
Naqsyabandiyah Mujjadidiyah, dan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Adapun perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, didorong ke
arah yang lebih modern oleh Maulana Khalid al-Baghdadi (1779 M/1193 H-
1827 M/1242 H). Di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
berkembang berkat adanya zawiyah di Jabal Abu Qubais, Makkah. Tokoh
yang sangat berperan besar dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Indonesia, yaitu Ismail al-Minangkabawi dan Sulaiman al-
Zuhdi, di mana kedua tokoh tersebut berhasil mengangkat khalifah-khalifah
pribumi, dan berhasil menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke
berbagai daerah di Indonesia.
2. Martin van Bruinessen dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia,
mengatakan bahwa pada tahun 1850 M, telah terlihat adanya aktivitas
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, kemudian pada tahun 1886
K.F Holle, melihat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah
berkembang pesat. Tetapi jauh sebelum itu, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur telah lebih dulu hadir. Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur pertama kali dibawa oleh R.H. Hasan al-Khalidi, ia
mendapat ijazah al-Khalidi dari gurunya, yaitu Abdullah Affandi pada tahun
1836 M, di Jabal Abu Qubais, Makkah. Tepat pada tahun 1836 M, R.H.
Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, dan mulai mengajarkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah.

52
53

3. Pada masa awal kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi (w.1919 M),


Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah berkembang sangat
pesat. Pada saat itu Muhammad Isa al-Khalidi membangun sebuah
madrasah yang dugunakan untuk kegiatan belajar mengajar keagamaan
Islam, dan juga aktivitas kegiatan tarekat. Kegiatan belajar mengajar yang
ada, merupakan bentuk kepedulian Muhammad Isa al-Khalidi untuk
mengembangkan pendidikan di Cianjur. Dengan adanya aktivitas kegiatan
belajar yang dilakukan di Madrasah Gedong Asem, merupakan awal
berdirinya Sekolah Istri Gedong Asem. Sekolah Istri Gedong Asem
dikhususkan untuk para perempuan, dan hanya dalam bidang keagamaan
saja. Selain adanya Sekolah Istri Gedong Asem, pada masa Muhammad Isa
juga, ikut berkontibusi untuk mendirikan sekolah umum, yaitu mendirikan
sekolah di dekat kantor pemerintahan Cianjur, yang mana sampai saat ini
masih berdiri, dan dikenal dengan SDN Ibu Jenab.

B. Saran
Terkait pembahasan penulis, mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, tentu penulis berharap semakin banyak para peneliti, terutama
mahasiswa yang menjadikan tarekat sebagai kajian penelitianya. Tetapi disamping
itu, bagi Fakultas Adab dan Humaniora, terutama Program Studi Sejarah dan
Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah, agar lebih memperhatikan dan
memberikan ruang khusus bagi para peneliti, dengan memberikan akses,
bimbingan yang intensive, serta menyediakan sumber-sumber dan risalah-risalah
mengenai tarekat. Dengan demikian, setiap mahasiswa dan peneliti yang ingin
melakukan kajian mengenai tarekat, akan dengan mudah mendapatkan fakta-fakta
yang ada, di mana nantinya setiap hasil penelitian, dapat dijadikan bahan bacaan
yang layak, yang akan menambah khazanah keilmuan bagi dunia akademisi.
Dalam penelitian ini, mengenai Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah yang
berada di Cianjur, tentu penulis mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber.
Disamping kurangnya sumber-sumber berupa buku yang membahas daerah
Cianjur, tentu kurangnya perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur
54

terhadap sejarah, tentu menjadi kendala dalam melakukan penelitian ini.


Kedepannya diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, lebih peduli
terhadap sejarah, dan memberikan tempat khusus bagi peneliti ataupun mahasiswa
yang ingin meneliti, khususnya yang menelit sejarah mengenai Cianjur. Selain itu,
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur harus lebih peduli terhadap tempat-tempat
yang memiliki perjalanan sejarah yang panjang, seperti Madrasah Gedong Asem,
tempat kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur, dan lebih
memperhatikan keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyidah, yang mana
telah memberikan kontribusi bagi keberadaan Islam dan pendidikan di Cianjur.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aba, Imron. Di Sekitar Masalah Tarekat Naqsyabandiyah. Kudus: Menara
Kudus, 1980.
Asyarie, Ruddy.Ulama Jumhur dari Cianjur. Cianjur: Yaspumah, 2016.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVII. Bandung: Mizan 1995.
__________ Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Tradisi Modernisasi.
Jakarta: Kencana, 2017.
__________ Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung: Mizan, 2002.
Atjeh, Abu Bakar. Pengatar Ilmu Tarekat. Solo: CV Ramadhani, 1985.
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan,
1995.
__________ Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia; Survei Historis, Geografis,
dan Sosiologis. Bandung: Mizan 1992.
Burhanudin, Jajat.Ulama & Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah
Indonesia. Jakarta: Mizan, 2012.
Dhofier, Zamakhsary. Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai.
Jakarta: LP3ES, 1982.
Dirdjosanjoto, Pradjarta. Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di
Jawa. Yogyakarta: LKiS, 1999.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam. Cet 3, (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994).
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI-Press, 2008.
Jamil, M. Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran, dan Kontekstualitas. Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007.
Kartanegara, Mulyadi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga 2006.
Kartodirjo, Sartono. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Komunitas
Bambu 2015.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,
1995.

55
56

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 1999.
Madjid, M. Dien. Johan Wahyudi. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta:
Kencana, 2014.
Masyhuri, A. Aziz. Ensiklopedi 22 Aliran dalam Tasawuf. Surabaya: Imtiyaz,
2011.

Mulyati, Sri. Tasawuf Nusantara, Rangkaian dan Mutiara Sufi Terkemuka.


Jakarta: Kencana, 2006.
__________ Tarekat-tarekat Mukhtabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2011.

Said, A Fuad.Hakikat Tarikat Naqsyabandi. Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,


2007.
__________ Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. 1992.
Schrieke, B.J.O. Pergolakan Agama di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan
Bobliografi. Jakarta: Bhratara, 1973.
Shihab, Alwi.Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Iman, 2009.
Singarimbun, Irawati.Teknik Wawancara.dalam Masri Singarimbun & Sofian
Efendi (Editor),Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3S, 1889.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1982.
Solihin, M. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005.
Suryaningrat, Bayu. Mengenal Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur. Cianjur:
Pemda Tk. II, 1982.
Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. London: Oxford University
Press, 1973.
Umar,Muin. dkk (Penerjemah). Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN
Jakarta,Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Departemen Agama R.I 1986.
57

Tidak diterbitkan
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi.
Cianjur: Koleksi pribadi.
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur. Cianjur: Koleksi pibadi.
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status
Tanah Wakaf Gedong Asem, Cianjur

Arsip
R.H Abbas, Surat Nugas. Risalah. Cianjur, 5 Ramadhan 1434 H.
Silsilah Para Masaich Naqsyaabndiyah. Cianjur: 1 November 1997.
Verklaring 25-11-1948.

Jurnal
Algar, Hamid. The Naqsyabandi Order: A Preliminary Survei of Its History and
Signicance. Jakarta: Studia Islamika, No. 44, 1976).
Bruinessen, Martin van. Sufi and Sultan in Southeasia and Kurdistan: A
Comparative Survei. Jakarta: Studia Islamika, Volume 3, No. 3, 1996.
Fathurahman, Oman. Reinforcing Neo-Sufism in the Malay-Indonesia Word:
Shattariyyah Order in West Sumatera. Jakarta: Studia Islamika, vol. 10,
no. 3, 2003.
Umam, Saiful. The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The
Naqsyabandi Sufi Order in Indonesia. Jakarta: Studia Islamika, Vol 13 No
2, 2006.

Artikel
Ade, Supartini, Cianjur Gembongnya Ulama
Jumhur,https://www.kompasiana.com/adesupartini/cianjur-gembongnya-
ulama-jumhur_58cc92444ef9fd6e3c02c7cb
K.H. R. Muhammad Isa al-Khalidi. http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-
isa-al-kholidi.php
58

Hanan, Shofira. Pemkab Cianjur: SDN Ibu Jenab Bukan Cagar Budaya,
http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/01/10/pemkab-cianjur-
sdn-ibu-jenab-bukan-cagar-budaya-417599

Wardhani, Anita K (editor). Berlatih Mati di Bilik Kholwat, Tribun Jabar, 2013,
dalam, www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-
tahun-tarekat-naqsabandiah

Wawancara

R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah


Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
R. Jamaludin Rahmat, selaku ketua Yayasan Pendidikan Islam Riyadhul
Muttaqien, Gedong Asem, Cianjur, Tanggal 18, Agustus 2017.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Transkip Wawancara
Narasumber : R. Hadi Sirojudin
Jabatan : Pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur
Tanggal : 28 Agustus 2017

Pertanyaan : Bagaimana awal mula adanya Tarekat Naqsyabandiyah


Khalidiyah di Cianjur pak?
Jawaban : Jadi begini, yang membawa dan memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah pertama kali di Cianjur yaitu R.H
Muhammmad Hasan. Nah itu tokoh atau ulama pertama yang
menggelar Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Terus
setelah wafat, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah terus berjalan,
sampai pada akhirnya R.H Muhammad Isa, yang sering sering
disebut Guru Mama Isa, cucu dari R.H. Muhammad Hasan,
menjadi pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Pertanyaan : Lalu Bagaimana perkembangannya pada masa R.H.
Muhammad Isa?
Jawaban : Perkembangannya tidak jauh berbeda denga saat ini, yaitu adanya
pengajian tarekat, nah kalo dulu ada juga sekolah agama setiap
sore, kalo sekarang sudah gak ada. Sekarang udah modern, tidak
ada lagi sekolah agama, tapi adanya MI, MTs. Dulu itu pengajian
di Gedong Asem sangat banyak yang ikut, bahkan sangat terkenal,
apalagi lagam ngajinya. Kalo tarekatnya, dulu sangat berkembang
juga pada masa Guru Isa, dan banyak juga pengikutnya.
Pertanyaan : Terus ada gak pa, pengaruh dari bidang sosialnya?
Jawaban : Kalo dari bidang social ada mungkin ya, tetapi tidak begitu
terlihat, pada masa itu lebih menonjol dalam bidang keagamaan
dan juga pendidikan.

59
60

Pertanyaan : Pada Masa Muhammad Isa, apa ada perlawanan dari


Pemerintah Belanda?
Jawaban : Kalo perlawanan dari para penjajah, bisa dibilang tidak ada,
biasanya saja. Hubungan dengan Belanda sangat baik waktu itu.
Bahkan Guru Mama Isa sangat dihormati dan disegani oleh orang-
orang Belanda.
Pertanyaan : Selain kegiatan tarekat yang berkembang, lalu dari segi
pendidikannya bagaimana pak saat itu?
Jawaban : Perkembangannya sangat bagus, adanya madrasah dan kegiatan
belajar mengajar, banyak masyarakat sekitar yang ikut dan datang
untuk belajar ke Guru Mama Isa. Bahkan sampai dengan saat ini
masih banyak yang memilih sekolah di Gedong Asem, mungkin
masyarakat sana secara turun temurun sekolah di Gedong Asem.
Terus sampai saat ini, madrasah dan kegiatan belajar yang
didirikan Guru Mama Isa masih terus berjalan, karena dilanjutkan
secara turun temurun, sehingga sampai dengan saat ini masih terus
berdiri, tapi sekarang bentuknya udah modern, dengan adanya MI
dan MTs.
Pertanyaan : Berarti pa, pada Masa Guru Mama Isa, tarekat sangat
berkembang ya pak?
Jawaban : Iya jelas sangat berkembang, pendidikannya juga sangat
berkembang dengan merintis cikal bakal lahirnya pendidikan di
Gedong Asem. Pokoknya pas zaman Guru Mama Isa berkembang,
dan sangat dihormati. Bahkan, banyak sekali orang-orang pergi
berziarah ke makam Guru Mama Isa. Guru Mama Isa meninggal
kan di Singapura, dan banyak yang pergi kesana untuk berziarah.
Pertanyaan : Terus bagaimana gitu pak, untuk masuk Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah sekarang?
Jawaban : Begini ya, mohon maaf nih, kalo di tarekat lain kan tidak ada
yang namanya istikharah, kalo disini ada. Tapi yang dimaksud
istikharah disini dilakukan selama 7 malam, dan sering disebut
61

dengan ngamayit. Jadi setiap yang mau masuk, harus istikharah,


dan harus selalu punya wudhu ketika melakukannya itu, tidurnya
tidak boleh pake bantal, harus pakai kain kafan dan menghadap ke
kiblat, kemudian jangan berbicara, kalo bicara yaa batal dan harus
mandi lagi, kalo gak bicara cukup berwudhu saja. Semuanya
dilakukan saat malam hari, kalo siang seperti biasa, aktivitas bisa.
Kalo tempatnya biasanya ditunjuk oleh pemimpin tarekat dan
diawasi langsung dan selalu didampingi setiap malamnya.
Pertanyaann : Tujuan dari semua itu untuk apa ya pak?
Jawaban : yaa tujuannya untuk membersihkan diri dari setiap dosa-dosa, dan
untuk selalu mengingat kalo kita itu bakalan meninggal, jadi kita
itu seolah oleh sudah jadi mayat.
Pertanyaan : Terus pak, kalo sudah masuk Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah disini, seperti apa pak?
Jawaban : Kalo udah masuk tarekat, tentu harus melakukan kegiatan tarekat.
Banyak sekali kegiatan dan ajarannya. Seperti adanya tawajuh,
yaitu ketemu dan bertatap muka dengan guru atau syekh. Intinya
tawajuh itu yaa berdzikir, dan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
disini dzikirnya di dalam hati, tidak dikeraskan. Kemudian kalo pas
bulan Ramadhan biasanya ada uzlah biasanya dilakukan selama 7
hari diawal bulan Ramadhan. Dan selalu banyak yang ikut, bahkan
sampai ratusan, dilakukannya di Madrasah Gedong Asem. Nah
kalo uzlah itu biasaya, setiap murid dikasih tempat khusus,
namanya bilik khalwat, disitu para murid melakukan ibadah sholat
sunah, dan berdzikir. Uzlah juga bisa dibilang kaya ujian, di mana
murid dites sudah sampai mana kemampuan dzikirnya, kalo udah
lulus barulah diberi tambahan dzikirnya, misalnya dari 1000
menjadi 2000.
62

Transkip Wawancara
Narasumber : R. Jamaludin Rahmat.
Jabatan : Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien,
Gedong Asem
Tanggal : 28 Agustus 2017

Pertanyaan : Terkait hubungan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan


Yayasan Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien, di Gedong
Asem, bagaimana awal mula sejarahnya pak?
Jawaban : Jadi begini, pada tahun 1911 Guru Mama Isa mendirikan
madrasah, yang tujuannya mengarah ke bidang pendidikan dan
keagamaan. Pada saat itu Guru Mama Isa mendirikan sekolah
agama, yang bertempat di madrasah dan bentuknya masih
sederhana sekali. Jadi tujuan dari didirikan madrasah tersebut ya
untuk pengajian tarekat, dan pendidikan. Beliau memiliki semangat
ingin memajukan Islam di Cianjur. Guru Mama Isa lahir di
Singapur, kemudian belajar agama Islam di Mekkah. Nah dengan
latar belakang seperti itu, sehingga Guru Mama Isa memiliki
semangat Islam, dengan menggelar tarekat. Disamping itu, ada juga
sekolah agama, dan sampai sekarang masih ada, awalnya Sekolah
Istri Gedong Asem.
Pertanyaan : Kemudian pak, untuk santri atau muridnya apakah banyak?
Jawaban : Ya banyak, masyarakat sekitar sangat antusias sekali, bahkan
hampir tidak cukup di Madrasah itu. Kemudian sebagian ada yang
di pindah ke dekat kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur
(pada saat ini), tapi kalo disana untuk sekolah umum. Saat ini
sekolah itu dikenal dengan SDN Ibu Jenab, karena pada saat itu
yang menjadi kepala sekolahnya Ibu Jenab, dan Guru Mama Isa
juga mengajar disana.
63

Pertanyaan : Pada masa Guru Mama Isa tarekat dan pendidikan


berkembang ya pak, nah apakah pada masa selanjutnya tetap
berkembang?
Jawaban : Jadi begini, tujuan awal itukan untuk meyebarkan agama Islam,
dengan menggelar tarekat dan membangun pendidikan, dan
keduanya berjalan dan berkembang pada massa Guru Mama Isa.
Setelah Guru Mama Isa meninggal pada tahun 1919 M, keduanya
itu antara tarekat dan pendidikan tetap ada yang melanjutkan, yaitu
menantunya sendiri, Muhammad Rozie, pada masa itu ya tarekat
dan pendidikannya semakin berkembang, buktinya sampai dengan
saat ini masih ada.
Pertanyaan : Lalu bagaimana respon pemerintah pada saat awal mula
berdirinya?
Jawaban : Responnya cukup bagus, bahkan saat itu banyak orang Dalem
(Orang-orang pemerintah) yang ikut kegiatan tarekat, kemudian
mengaji,dan belajar agama di Gedong Asem.
Pertanyaan : Pada saat itu, siapa yang menjadi gurunya pak?
Jawaban : Iya untuk gurunya tentu ada, salah satunya Guru Mama Isa, dan
saat itu dibantu juga oleh teman-temannya. Guru Mama Isa kan
sangat paham betul akan bidang keagamaan.
Pertanyaan : Kalo untuk saat ini, bagaimana pak perkembagan pendidikan
di Gedong Asem?
Jawaban : Kalo untuk saat ini, alhamudulillah masih eksis. Setelah diurus
secara turun temurun, dari awal didirikannya oleh Guru Mama Isa
sampai dengan saat ini. Sekarang tentu sudah semakin modern,
sudah gak ada lagi sekolah agama, tapi adanya MI dan juga MTs,
kalo untuk muridnya tentu banyak banget. Begitupun dengan
tarekat, masih tetap berdiri dan aktif melakukan kegiatannya.
64

Gambar 1. Bersama para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.

Gambar 2. Gambar 1. Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.


65

Gambar 3. Para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur di depan bilik Khalwat.

Gambar 4. Bilik khalwat atau suluk.


66

Gambar 5. Salah satu peraturan pada saat melakukan ibadah di dalam bilik khalwat.

Gambar 6. Rukun Tarekat dan rukun Suluk pada saat kegiatan Uzlah.

Gambar 7. Jadwal kegiatan Uzlah Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur


67

Gambar 8. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Gedong Asem. Diadakan oleh
pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.

Gambar 9. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Gedong Asem.

Gambar 10. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Gedong Asem.
68

Gambar 11. Gerbang Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem,
Cianjur, terdapat MI, MTs, dan MA. Yayasan tersebut dirintis oleh Muhammad Isa al-Khalidi.

Gambar 12. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.
69

Gambar 13. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.

Gambar 14. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.
70

Gambar 15. Arsip: Surat izin melakukan kegiatan Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur dan
pendidikan

Gambar 16. Arsip: surat izin dari pemerintah Ciajur untuk R.H. Muhammad Rozie sebagai guru
dan bagian dari Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur.
71

Gambar 17. Arsip: Surat pernyataan (Izajah) untuk R.H. Muhammad Rozie telah masuk
Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur

Gambar 18. Kumpulan arsip-arsip


72

Gambar 19. Risalah, Surat Nugas. Risalah tersebut ditulis dengan aksara Arab-Sunda

Gambar 20. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, dan para pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah Cianjur.
73

Gambar 21. Foto Syekh Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandy, pendiri tarekat Naqsyabandiyah,
dan R.H Muhammad Isa al-Khalidi, pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.

Gambar 22. Foto R.H Muhammad Isa al-Khalidi, tokoh dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah Cianjur 1910 M-1919 M.
74

Gambar 23. Makam R.H Muhammad Isa al-Khalidi di Singapura.

Gambar 24. Makam R.H Muhammad Isa al-Khalidi di Singapura.


75

Gambar 23. Madrasah Gedong Asem, tempat kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur.

Anda mungkin juga menyukai