(1836-1919 M)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Mahbub Haikal Muhammad
NIM: 1113022000089
i
SEJARAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH DI CIANJUR
(1836-1910 M)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Mahbub Haikal Muhammad
NIM: 1113022000089
Pembimbing,
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Skripsi
Anggota,
Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.A. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A.
NIP: 19560817 198603 006 NIP: 19611025 199403 1 001
Pembimbing,
iii
iv
ABSTRAK
v
vi
9. Keluarga besar H. Zaini Dahlan dan keluarga besar Ahmad bin Muchtar,
selaku keluarga penulis. Terima kasih atas dukungan dan motivasi selama
ini.
10. R. Hadi Sirojudin dan para pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur. Terima kasih telah meluangkan waktu, arahan, dan dukungan
selama selama menyusun skripsi ini..
11. R. Jamaludin Rahmat selaku ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI)
Riyadhul Muttaqien Gedong Asem Cianjur. Terima kasih atas waktu dan
arahan selama menyusun skripsi ini.
12. Yulia Kartika selaku sahabat penulis, terima kasih atas dukungan dan
motivasi selama ini.
13. Komunitas Anak Panah selaku rekan-rekan seperjuangan penulis. Terima
kasih atas semangat, dukungan, dan kebersamaan selama ini.
14. Rekan-rekan Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) Komisariat
Kampus UIN Jakarta. Terima kasih selalu meluangkan waktunya untuk
berdiskusi.
15. Patali Wargi Mahasiswa Sunda Cianjur (PATWA SUCI), selaku reka-
rekan penulis di perantauan. Terima kasih atas dukungan, dan
kebersamaan selama ini.
16. Rekan-rekan seperjuangan Sejarah dan Peradaban Islam tahun 2013.
Terima kasih atas dukungan selama ini.
vii
viii
1
Alwi Shihab, Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka Iman, 2009), h. 184.
2
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVII, (Bandung: Mizan 1995), h. 188
3
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995),
h. 197.
4
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam. Cet 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994), h. 10.
5
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandi, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007), h.
7.
1
2
yang menulis tentang tarekat ini dan mengarang risalah mengenai tasawuf, serta
surat-surat yang berisikan nasihat kerohanian.6 Meskipun belum dapat dipastikan
apakah ia orang Indonesia pertama yang menganut Tarekat Naqsyabandiyah atau
bukan, karena Syekh Yusuf tidak hanya belajar Tarekat Naqsyabandiyah saja,
tetapi juga tarekat lain kepada beberpa guru di Makkah dan Madinah, baik Tarekat
Naqsyabandiyah, Qadariyah dan Syattariyah.7
Pada abad ke-19, perkembangan tarekat di Indonesia menjadi perhatian
Pemerintah Hindia Belanda, mereka menganggap keberadaan tarekat sangat
membahayakan, terbukti perkembangan tarekat melahirkan sebuah perlawanan.
Pada saat itu tarekat melahirkan sebuah gerakan pemberontakan di Banten,
tepatnya di Cilegon pada tahun 1888 M. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan
Pemerintah Hindia Belanda mengenai motif pemberontakan, salah satunya karena
dilatarbelakangi oleh organisasi tarekat. Pertama, menurut surat kabar Java Bode
bahwa peristiwa pemberontakan di Cilegon merupakan pemberontakan lokal,
yaitu fanatisme agama yang dikobarkan oleh pemuka agama dan penganut tarekat,
kemudian melahirkan suatu gerakan untuk melawan Pemerintah Hindia Belanda.8
Kedua, menurut Direktur Departemen Dalam Negeri Batavia, J.M. van Vleuter
berpendapat bahwa fanatisme agama merupakan salah satu penyebab utama
pemberontakan. Vleuter telah banyak belajar mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
termasuk ajarannya dari karya-karya van Berg dan Holle.9 Dari kedua hasil
penyelidikan mengenai latar belakang terjadinya pemberontakan di Banten,
Tarekat Naqsyabandiyah memiliki peranan yang sangat penting, khususnya para
pimpinan tarekat tersebut telah membangkitkan semangat perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda.10 Perlawanan tersebut merupakan bukti
6
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia; Survei Historis,
Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan 1992), h. 36.
7
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 34.
8
Java Bode merupakan surat kabar setengah resmi yang mempunyai monopoli atas
berita-berita resmi, dan menyokong penuh kebijakan pemerintah Belanda mengenai Koch atas
sifat surat kabar itu dalam tahun 1880-an. Lihat, Sartono Kartodirjo, Pemberontakan Petani
Banten 1888, (Jakarta: Komunitas Bambu 2015), h. 391.
9
Kartodirjo. Pemberontakan. h. 396-397.
10
Mengenai hasil penyelidikan pemerintaha Belanda, pembenrontakan di Banten, tidak
hanya di latar belakangi oleh keberedaan tarekat saja. Banyak pendapat yang memngenai motif
3
pemberontakan tersebut. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa adanya tarekat membawa pengaruh
di Banten.
11
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 27-29.
12
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 99.
13
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 106.
14
K.F Hole pada saat itu merupakan penasihat kehormatan untuk bumi putera, ia tinggal
di Waspada dekat Bandung. Holle mengirimkan surat kepada Gubernur Jenderal di Batavia
mengenai bahanyanya perkembangan tarekat Naqsyabandiyah. Lihat, Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah, h. 23.
15
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
4
sebagai penghulu Cianjur. Bahkan beberapa dari saudara kepala penghulu tersebut
sebagai guru Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.16
R.H Muhammad Hasan, pernah menjadi penghulu Gede II di Cianjur
selama 4 tahun, 1830-1834 M, tetapi R.H Muhammad Hasan juga sekaligus tokoh
pelopor Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur yang pertama. Ia pernah
pergi ke Mekkah dan mendapat ijazah al-Khalidi, sebelum akhirnya kembali ke
Cianjur dan mengajarkan serta menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
di Cianjur.17
Pada masa Muhammad Isa al-Khalidi, cucu R.H Muhammad Hasan, yang
memimpin dari tahun 1910-1919 M, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mulai
mengalami perkembangan, terutama dalam bidang keagamaan. Dalam
melaksanakan kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Muhammad Isa al-
Khalidi membangun Madrasah di atas tanah waqaf yang digunakan untuk
kegiatan keagamaan. Madrasah yang dibangun Muhammad Isa al-Khalidi menjadi
tempat yang sangat penting, tidak hanya untuk menggelar kegiatan tarekat saja,
akan tetapi untuk kegiatan seperti mengaji, dan juga sebagai pusat belajar
mengajar.18
Pada masa awal perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, di
bawah kepemimpinan Muhammad Isa al-Khalidi, tarekat tidak hanya terpusat
pada keagamaan saja. Pada saat itu Muhammad Isa al-Khalidi berinisiatif
membangun Madrasah Gedong Asem tahun 1911 M, sebagai pusat kegiatan
keagamaan, dan juga aktivitas tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Kemudian Madrasah Gedong Asem menjadi pusat kegiatan belajar mengajar yang
dikhususkan dalam bidang keagamaan, dan dikenal dengan ”Sekolah Istri Gedong
Asem” sekolah tersebut diambil dari tempat sekolah itu berdiri, yaitu di kampung
Gedong Asem, dan dikususkan bagi para perempuan.19
16
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 23-24
17
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, Cianjur:
Koleksi pribadi, h. 7.
18
Selayang Pandang, h. 4-5.
19
Selayang Pandang, h. 4.
5
Muhammad Isa al-Khalidi juga dikenal sebagai tokoh yang alim dan paham
tentang agama yang mendalam, sehingga ia sangat disegani oleh banyak orang.
Muhammad Isa al-Khalidi dianggap sebagai ulama besar, dan para pemerintah
saat itu sering menanyakan solusi kepadanya, di samping itu ia juga menjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar, bahkan menjadi panutan.
Sikapnya yang terbuka terhadap setiap hal, tentu berimbas pada semakin
berkembangnya tarekat yang ia pimpin, sehingga masyarakat setempat menerima
keberadaan tarekat dengan sangat baik.
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah masih berdiri dan aktif melakukan
kegiatan. Jika bulan Ramadhan tiba, ada kegiatan Uzlah, yaitu kegiatan di mana
para jamaah mengasingkan diri dari berbagai ikatan duniawi, dan dilakukan
selama 10 hari sepuluh malam, tepatnya pada awal hingga pertengahan bulan
Ramadhan.20 Tidak hanya itu, setiap satu minggu sekali tarekat tersebut
berkumpul untuk melakukan Tawajjuh, yaitu berzikir yang diucapkan dalam hati,
selain itu ada ceramah yang disampaikan oleh perwakilan pimpinan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, dalam setiap kegiatannya dilakukan di Madrasah
Gedong Asem, Cianjur.21
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berada di kampung Gedong Asem,
Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cianjur Kota, Cianjur, Jawa Barat. Tarekat
tersebut merupakan pusat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Menurut Hadi Sirodjudin selaku pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah,
sekarang ini memiliki 16 cabang di Cianjur, dari setiap cabang rutin menggelar
kegiatan dalam setiap minggunya.22
Ketertarikan penulis dalam membahasan tarekat ini, selain dari sejarah dan
berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, Tarekat
20
Anita K Wardhani (editor), Berlatih Mati di Bilik Kholwat, Tribun Jabar, 2013, dalam,
www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-tahun-tarekat-naqsabandiahdiakses
pada 7September 2017 22.15 WIB.
21
Informasi tersebut penulis dapatkan dari mursyid atau guru tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, dan melihat langsung aktivitas tarekat tersebut disaat melakukan ibadah
tawajjuh.
22
Informasi tersebut penulis dapatkan dari mursyid atau guru tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, dan melihat langsung aktivitas tarekat tersebut disaat melakukan ibadah
tawajjuh.
6
23
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 30.
24
Selayang Pandang, h. 4.
7
25
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 34.
26
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
27
Selayang Pandang, h. 4.
8
E. Tinjauan Pustaka
Penulis mencari beberapa literatur seputar Tarekat Naqsyabandiyah
khususnya, Naqsyabandiyah Khalidiyah. Terdapat beberapa literatur yang
membahas tarekat Naqsyabandiyah, tetapi literatur yang membahas tentang
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah hanya sedikit yang ditemukan. Dalam skripsi
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengatahuan penulis
telah ditemukan beberapa pembahasan mengenai Tarekat Naqsyabandiyah, dan
juga Naqsyabandiyah Khalidiyah, tatapi berbeda dengan apa yang penulis teliti.
Sampai saat ini tidak ditemukan, baik buku maupun skripsi yang membahas
mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Di antara buku dan
skripsi yang berhasil penulis temukan di antaranya:
1. The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The Naqsyabandi
Sufi Order in Indonesia, ditulis oleh Saiful Umam, dan berisikan mengenai
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Saiful Umam
menjelaskan, Tarekat Naqsyabandiyah telah berkembang pada abad ke-17,
dan mencapai puncak kejayaannya sebelum abad ke-19, atau lebih tepatnya
10
28
Saiful Umam, The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The
Naqsyabandi Sufi Order in Indonesia, Studia Islamika, Vol 13 No 2, 2006, h. 270.
29
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 18
30
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 17.
11
F. Kerangka Teori
Perkembangan tarekat, menurut ahli sejarah, sosial, dan intelektual Islam
Azyumardi Azra, pada akhir abad ke-18 tarekat-tarekat menjadi semakin eksklusif
dan terpusat, yaitu kesetiaan penuh seorang murid terhadap suatu tarekat dan
mursyid. Kemudian pada saat itu, tarekat menjadi terpusat, tidak hanya sebatas
melakukan penyebaran Islam (seperti sebelum abad ke-18), tetapi juga berupaya
untuk merekrut masa, berjihad, dan melawan bangsa Eropa.32 Sehingga hal
tersebut mendorong perkembangan tarekat di Indonesia, terlihat perkembangan
tarekat telah sampai ke Cianjur, yaitu dengan berkembangnya Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah. Bukti pertama mengenai perkembangan tarekat
tersebut, yaitu dalam laporan K.F Holle pada tahun 1886. Pada saat itu telah
terjadi aktivitas tarekat. Akan tetapi jauh sebelum itu, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur telah ada.33
Pada masa Muhammad Isa al-Khalidi, menjadi awal perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, sehingga memiliki pengaruh terhadap masyarakat
Cianjur. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang merupakan kelompok sosial,
yang berada di tengah masyarakat tentu akan sangat tergantung perkembangannya
terhadap masyarakat. Sehingga dapat dikatakan perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah tergantung masyarakat sekitar, antara menerima
dengan baik atau menolak keberadaannya.
Dalam upaya merekonstruksi masa lampau mengenai Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial untuk
melihat hubungan antara tarekat tersebut dengan masyarakat. Ilmu-ilmu sosial
pada masa kini telah mengalami perkembangan pesat, sehingga melahirkan teori
31
Imron Aba, Di Sekitar Masalah Tarekat Naqsyabandiyah, (Kudus: Menara Kudus,
1980), h. 11.
32
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
33
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
12
dan konsep sebagai alat analisis yang relevan untuk keperluan analisis historis.34
Terkait pendekatan ilmu sosial, penulis akan menggunakan teorisocial experience.
Menurut Emory S Bogratus seperti yang di tulis dalam buku Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar, social experience yaitu saling tukar-menukar
pengalaman di dalam kehidupan berkelompok, di mana hal tersebut mempunyai
pengaruh dalam membentuk kepribadian orang-orang yang bersangkutan.35
Ketika melihat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur,
tentu harus melihat juga dari sudut pandang eksternal, yaitu masyarakat sekitar,
pertama bagaimana respon masyarakat terhadap keberadaan tarekat tersebut.
Kedua sejauh mana pengaruh tarekat tersebut terhadap masyarakat sekitar.
Dengan demikian, dari keduanya itu keberadaan tarekat sangat bergantung
bagimana berkembang, dan bertahan sampai dengan saat ini.
Dalam hal ini, penulis memandang bahwa tarekat merupakan suatu
kelompok sosial, yang tentu akan menjalin interaksi dengan lingkungan sekitar.
Dengan menggunakan teori sosial experience, diharapkan penulis bisa melihat
sampai sejauh mana pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur
terhadap individu, dan bagaimana reaksi individu terhadap tarekat tersebut,
sebelum pada akhirnya pengalami suatu proses sejarah yang sangat panjang.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah merupakan proses menganalisis secara kritis
peninggalan masa lampau yang dijadikan objek kajian penelitian. Dengan
menggunakan metode penelitian tersebut, penulis bisa merekontruksi masa
lampau dengan mengumpulkan berbagai sumber yang ada.36 Di samping itu
penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial. Seperti halnya yang di lakukan
Jajat Burhanudin, dalam buku Ulama & Kekusasaan yang menekankan pada
sejarah sosial dan intelektual.37 Sehingga dalam hal ini penulis berupaya
34
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 120.
35
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), h. 112.
36
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI-Press, 2008), h. 39.
37
Jajat Burhanudin,Ulama & Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah
Indonesia, (Jakarta: Mizan, 2012), h. 6.
13
38
M. Dien Madjid & Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 218.
39
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),
h. 89.
40
Kebangkitan tarekat Naqsyabandiyah yang dipandang berbahaya menurut Holle, yaitu
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang berada di Cianjur pada saat itu. Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah, h. 23, Atau lihat h. 102.
41
Irawati Singarimbun, Teknik Wawancara, dalam buku Masri Singarimbun & Sofian
Efendi (Editor), Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3S, 1889), h. 192.
14
42
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), h. 114.
43
Muin Umar, dkk (Penerjemah), dalam Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN
Jakarta, Metode Penelitian Sejarah,(Jakarta: Departemen Agama R.I 1986), h. 79-80.
15
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, tulisan ini secara sitematis dan
keseluruhan terdiri dari 5 bab, diantaranya:
BAB I Berisikan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, terakhir sistematika penulisan.
BAB II Berisikan pembahasan mengenai Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu
pengertian tarekat, asal-usul Tarekat Naqsyabandiyah, dan
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Indonesia.
BAB III Berisikan mengenai deskripsi historis Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur, yaitu bagaimana awal masuknya Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur, dan silsilah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
BAB IV Berisikan pembahasan mengenai aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur pada tahun 1910-1919 M, membahas
biografi Muhammad Isa al-Khalidi sebagai tokoh tarekat, pendirian
madrasah, dan pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
dalam bidang keagamaan dan pendidikan.
BAB V Berisikan penutup, yang terdiri dari kesimpulan, dan saran.
BAB II
ASAL-USUL TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
A. Pengertian Tarekat
Tarekat secara bahasa adalah jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan
agama. Dalam kamus Modern Dictionary Arabic-English bahwa tarekat ialah way
(cara atau jalan), method, dan system of belief (metode atau system kepercayaan.44
Sedangkan menurut istilah, tarekat yaitu suatu perjalanan seorang salik (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri, atau perjalanan yang harus
ditempuh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah
SWT.45
Tarekat menurut makna luasnya adalah jalan atau petunjuk dalam
melaksanakan suatu ibadah, yang sesuai dengan ajaran Rasulullah dan
dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabi‟in, dan turun-
temurun sampai kepada guru-guru, ulama, secara bersambung serta jelas
silsilahnya.46 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tarekat yaitu jalan menuju
Allah dengan mengamalkan ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf, dengan cara
mengerjakan amalan untuk mencapai suatu tujuan.47
Zamakhsary Dhofier, seorang antropolog Islam, membagi tarekat ke dalam
dua bentuk. Pertama, tarekat yang dipraktekkan menurut tatacara yang dilakukan
oleh organisasi-organisasi tarekat. Kedua, tarekat yang dipraktekkan menurut tata
cara di luar ketentuan orgaisasi-oganisasi tarekat.48 Selanjutnya Zamakhsary
Dhofier mengatakan, bahwa tarekat secara khusus dapat dikatakan sebagai suatu
organisasi, yaitu suatu kelompok yang melakukan amalan-amalan dzikir tertentu,
dan menyampaikan suatu sumpah yang telah ditentukan oleh pimpinan organisasi
tersebut (mursyid). Sedangkan tarekat yang tidak dilakukan sesuai tata cara
44
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 1.
45
Ensiklopedi Islam, h. 66.
46
Imron Aba, Di Sekitar Masalah Tareka, h. 11.
47
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 6.
48
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 136.
16
17
49
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, h. 136-137.
50
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 15.
51
Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga 2006), h. 4.
52
Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren, h. 136.
53
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 15.
18
Indonesia disebabkan adanya pengislaman yang secara aktif dilakukan oleh para
tarekat-tarekat sufi yang berdatangan dengan para pedagang asing, dan
mendorong keberlangsungan Islamisasi. Sehingga sampai dengan saat ini, Islam
di Indonesia masih memiliki sifat sufistik, dan pengikut tarekat yang cukup
banyak.54 Selain itu, tarekat memiliki posisi yang sangat penting, terutama bagi
penyebaran Islam di Indonesia, bahkan Islam yang tersebar di Melayu, salah
satunya dilakukan oleh para pengikut tarekat, bahkan pada saat itu tarekat menjadi
sebuah penomena baru, dikalangan orang melayu, terutama di istana.55
Pada masa awal perkembangan tarekat, salah satu pusat terpenting yang
mempengaruhi perkembangan tarekat di Indonesia adalah Gujarat (India), diduga
para sufi seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nurudin al-
Raniri belajar dan mendapatkan ijazah dari Gujarat. Ketiga sufi Sumatera tersebut,
memiliki pengaruh cukup besar, bagi perkembangan tarekat dan tasawuf di
Nusantara pada masa itu. Melihat bukti dan sumber yang ada mengenai
perkembangan tarekat, disebut bahwa tarekat Qadariyah yang pertama kali
disebutkan dalam sumber-sumber pribumi.56 Selain Gujarat, pusat paling penting
bagi berlangsungnya perkembangan tarekat di Indonesia, yaitu Makkah dan
Madinah. Pada saat itu, orang yang pergi haji didominasi oleh orang Asia
Tenggara, khususnya Indonesia. Adapun yang pergi haji, mereka sesekali menetap
beberapa tahun untuk memperdalam ilmu keislaman dan tarekat kepada ulama
besar di Tanah Arab. Pada abad ke-17, ulama ini terdiri dari Ahmad al-Qusyasyi
(w. 1660), dan Ibrahim al-Qurani (w. 1691).57
Pada perkembangan selanjutnya, menurut Azyumardi Azra, seorang
sejarawan Islam Indonesia, ciri yang paling mencolok dari keberadaan tarekat,
bahwa mereka semua (pengikut tarekat) diorganisasi secara longgar, tidak ada
batasan tertentu untuk menjadi guru dan murid dalam satu tarekat saja, melainkan
54
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 189.
55
Oman Fathurahman, Reinforcing Neo-Sufism in the Malay-Indonesia Word:
Shattariyyah Order in West Sumatera, dalam jurnal, (Jakarta: Studia Islamika, vol. 10, no. 3,
2003), h. 33.
56
Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Mukhtabarah di Indonesia, h. 13.
57
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 192.
19
bebas untuk mengikuti setiap tarekat yang ada.58 Menjelang akhir abad ke-18,
berbagai tarekat telah memperoleh pengikut yang tersebar di Nusantara. Orang-
orang yang baru kembali dari Makkah dan Madinah yang menjadi faktor
tersebarnya tarekat di Nusantara. Dalam perkembangannya, tarekat mulai
mendapatkan pengikutnya dari kalangan istana, dan barulah tersebar ke
masyarakat awam.59
Selain peranan para haji, perkembangan tarekat pada abad ke-18 didorong
dengan adanya perkembangan dalam tubuh organisasi tarekat sendiri. Menjelang
akhir abad ke-18, tarekat menjadi terpusat. Sehingga dari situlah tarekat tidak
hanya menyebarkan Islam, akan tetapi merekrut pengikut massa. Dalam
perkembangan selanjutnya, tarekat digunakan sebagai sarana efektif untuk
berjihad, melawan masyarakat yang dianggap korup secara religius, sosial,
maupun politis, dan melawan kekuatan Eropa, khusunya para penjajah.60
Setelah mengalami perkembangan, serta tersebarnya tarekat ke berbagai
kota di Nusantara, timbulah pemberontakan terhadap para penajajah. Seperti yang
terjadi di Palembang, di mana pengikut tareket Samaniyah memainkan peran
penting dalam perlawanan terhadap tentara Belanda pada tahun 1819. Beberapa
kelompok orang berpakaian putih berdzikir dengan keras, sampai di luar
kesadaran dan kemudian tanpa rasa takut menyerang musuh (bangsa Belanda).
Mereka meyakini bahwa tubuh mereka sudah kebal karena dzikir itu.61
Pemberontakan lain terjadi di Kalimantan Selatan pada tahun 1860-an,
bangsa Belanda menghadapi perlawanan serupa dari gerakan rakyat yang kuat,
dari amalan yang dipraktekkan kalangan tarekat, dan tarekat tersebut diperkirakan,
tarekat Samaniyah. Hal serupa terjadi di Pulau Lombok pada tahun 1891, akan
tetapi ditujukan kepada orang Bali, yang mayoritas beragamakan Hindu. Di Jawa
Timur, pemberontakan petani terjadi pada tahun 1903 dan masih dalam kasus
yang sama, yaitu masih ada kaitannya dengan tarekat. Tarekat Syatariyah
58
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 128.
59
Bruinessen. Kitab Kuning, h. 197.
60
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
61
Sumber tersebut tertuang dalam teks, Syair Perang Menteng, disunting dalam: M.O.
Wolders, Het Sultanat Palembang, 1811-1825. („s Gravenhage: Nijhoff, 1975), h. 194-222. Lihat,
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 198.
20
62
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 198-199.
63
Kartodirjo, Pemberontakan Petani Banten, h. 396-397.
64
Bruinessen, Kitab Kuning, h. 199.
65
Imran Abba, Diseputar Masalah Tarekat, h. 26.
66
Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Mukhtabarah di Indonesia, h. 89
21
70
Saiful Umam, The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice, h. 268.
71
Martin van Bruinessen, Sufi and Sultan in Southeasia and Kurdistan: A Comparative
Survei, (Jakarta: Studia Islamika, Volume 3, No. 3, 1996), h. 11.
72
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah,h. 44-45.
73
Ensiklopedi Islam, h. 9.
23
74
Ensiklopedi Islam, h. 9-10.
75
Ensiklopedi Islam, h. 10.
76
Maulana Khalid membawa perubahan dalam tarekat Naqsyabandiyah, yaitu mendorong
tarekat Naqsyabandiyah ke arah yang lebih modern, dengan memberanikan diri untuk tidak
terfokus dalam masalah keagamaan saja. Tarekat Naqsyabandiyah dituntut untuk lebih peduli
terhadap aspek keduniawian, seperti peduli terhadap dunia politik, dan keberlangsungan akan
kesejahteraan umat Islam. Hal semacam itu yang mendorong tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
menjadi lebih modern dibandingkan tarekat lain pada masa itu.
24
77
Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, h. 179-180.
78
Hamid Algar, The Naqsyabandi Order: A Preliminary Survei of Its History and
Signicance, (Jakarta: Studia Islamika, No. 44, 1976), h. 149.
79
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 67.
80
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h.76.
81
B.J.O. Schrieke, Pergolakan Agama di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan
Bobliografi, (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 28.
82
Sri Mulyati. Tasawuf Nusantara, Rangkaian dan Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 160.
25
83
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h 99-101
84
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 102.
85
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung: Mizan,
2002), h. 141.
26
86
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 163.
87
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 135-136.
27
yang cukup banyak, bahkan sampai ke kalangan bawah, tidak hanya elite
tradisional saja. Pada tahun tersebutlah perkembangan Tarekat Naqyabandiyah
Khaldiiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena telah sampai ke
berbagai daerah, khsususnya di Jawa. Di Jawa Barat, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah telah sampai ke Bogor bahkan sampai ke Cianjur. 88 Bahkan di Cianjur
hampir dari kalangan elite taradional setempat sebagai pengikut Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah.89
88
Akan tetapi sejauh pengamatan penulis, di Bogor lebih didominasi oleh tarekat
Qadariyah Naqsyabandiyah. Sampai dengan saat ini, keberadaan tarekat Qadariyah Naqsyabadiyah
berada di. Hasil penelusuran penulis, 11 November 2017.
89
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 106-108.
BAB III
DESKRIPSI HISTORIS TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH
DI CIANJUR
90
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 66-67.
91
K.F. Holle merupakan penasihat kehormatan untuk Bumiputera dalam urusan
keagamaan. Ia mempunyai misi untuk mengurangi pengaruh Islam di Hindia Belanda, terutama
bagi masyarakat Sunda. Untuk tujuannya itu, ia pergi ke Singapura untuk melihat dampak pan-
Islamisme terhadap meningkatnya semangat jihad anti Belanda. Dari penyelidikannya itu, bahwa
para haji lah yang membawa fanatisme Islam di Hindia Belanda. Sehingga dengan apa yang terjadi
di Cianjur, aktivitas kegiatan tarekat akan menimbulkan semangat jihad anti penjajahan Hindia
Belanda. Dengan demikian Holle beranggapan bahwa kegiatan tarekat tersebut sangatlah
berbahaya. Lihat, Jajat, Ulama dan Kekuasaan, h. 162.
92
Laporan tersebut termuat dalam arsip MGS 23-5-1885, No 91/c di Arsip Nasional,
lihat, Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 23.
28
29
pertama kali masuk ke Cianjur, dan siapa pembawanya. Akan tetapi sejauh ini,
sumber yang berhasil didapatkan, bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
pertama kali masuk dibawa oleh R.H Hasan al-Khalidi.93
R.H Muhammad Hasan pernah bermukim di Mekkah selama 19 tahun, dan
belajar Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kepada Syekh Abdullah Affandi, di
Jabal Qubais, Mekkah. Setelah R.H Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, ia
diangkat menjadi Penghulu Gede II Cianjur dan menjabat selama 4 tahun (1830-
1834 M). Setelah berhenti dari jabatannya sebagai Penghulu Gede II Cianjur, R.H
Muhammad Hasan kembali ke Mekkah untuk belajar Tarekat Naqsyabadiyah
Khalidiyah. Pada tahun 1836 M, R.H Muhammad Hasan mendapat ijazah al-
Khalidi dari gurunya, yaitu Abdullah Affandi Arjinzani.94 Setelah mendapat
ijazah al-Khalidi, R.H Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, dan menyebarkan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur kepada para keluarga dan
kerabatnya. R.H Muhammad Hasan merupakan orang pertama yang membawa
dan menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke Cianjur. Adapun
kegiatan yang dilakukan R.H. Muhammad Hasan yaitu dengan menggelar Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, balagoh, dan qiro’ah bertempat di Masjid Agung
Cianjur dengan waktu kegiatan yang telah ditentukan.95
Setelah mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur selama
hampir 12 tahun, pada tahun 1264 H R.H Muhammad Hasan pergi ke Singapura,
dan menetap disana sampai akhir hayatnya (1275 H/1848 M), dan dikebumikan di
kampung Roco (Rochore), Singapura. Sebelum ia wafat, R.H Muhammad Hasan
membeli sebidang tanah seluas 5 hektar di Singapura, tepatnya di pinggir laut di
kampung Bedok dan mendirikan semacam pesantren, atau langgar.96
Pada saat R.H. Muhammad Hasan menetap di Singapura, R.H Yahya,
putranya pergi menyusul R.H Muhammad Hasan ke Singapura. Di Singapura R.H
Yahya kemudian menikah dengan Siti Nurqolbi, seorang gadis yang berasal dari
Bengkulu. Pernikahannya dengan Siti Nurqolbi dikaruniai 4 orang putra, R.H
93
Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 7.
94
Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 7.
95
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, Cianjur: Koleksi Pribadi, tidak diterbitkan, h. 1.
96
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 1.
30
Musa, R.H. Isa, R.H. Maksum, R.H. Muhidin, dan 2 orang putri, N.R Jamilah,
N.R Mujibah.Kemudian, setelah ayahnya wafat, R.H. Yahya mengurus sebuah
pesantren yang dibangun oleh ayahnya. Pada tahun 1877 M, kemudian R.H.
Yahya dengan seluruh keuarganya pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji, bahkan dari ke 3 putranya belajar tarekat di Mekkah, dan mendapat ijazah
Tarekat Naqsyabandiyah.97 R.H Yahya kemudian wafat di Mekkah, sebelum
sempat kembali lagi ke Singapura. Setelah R.H. Yahya meninggal di Mekkah,
keluarganya kembali ke Singapura dan pergi ke Cianjur, sesuai permintaan R.H
Yahya sebelum meninggal.
97
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 1.
98
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 48.
31
Rasulullah SAW
Salman Farrisy
Qosyim Muhammad
Habibullah Djamdjani
Abdullah Affandi
99
Sebenarnya penerus tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah bisa saja di lanjutkan oleh
putranya R.H Hasan, yaitu R.H Yahya. Akan tetapi setelah R.H Hasan wafat, dan ia memilki
pesantren di Singapura, kemudian R.H Yahya lah yang meneruskan kegiatan pesantren di
Singapura. Sehingga Penerus tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur diteruskan oleh R.H
Abdussalam.
33
R.H Ma‟moen, atau yang lebih dikenal dengan Haji Meong atau Juragan Waas.
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, pada masa kepemimpinan kedua
tokoh di atas, nampaknya cukup mengalami perkembangan, bahkan telah berhasil
merangkul tokoh-tokoh masyarakat untuk bergabung ke dalam Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, dan setelah itu barulah merangkul rakyat setempat.
Perkembangan tersebut, tentu menjadi perhatian bangsa Belanda, karena dianggap
sangat berbahaya.100
Setelah R.H Ma‟moen, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur di
teruskan oleh R.H Muhammad Isa al-Khalidi. Ia merupakan cucu dari R.H
Muhammad Hasan, orang pertama yang memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah tersebut di Cianjur. Pada masa Muhammad Isa inilah
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur begitu pesat, dan
berhasil merekrut banyak masyarakat. Tidak hanya itu, dalam upaya menyebarkan
tarekat, Muhammad Isa mendirikan sebuah madrasah di kampung Gedong Asem,
Cianjur, dan disanalah tempat kegiatan tarekat berlangsung. Madrasah yang
didirikan Muhammad Isa, tidak hanya dipakai untuk kegiatan tarekat, tetapi juga
dipakai untuk kegiatan keagamaan lainnya, seperti mengaji, dan mendirikan
Sekolah Istri Agama Gedong Asem.101
Setelah R.H Muhammad Isa al-Khalidi wafat pada tahun 1919 M,
dilanjutkan oleh R.H Muhammad, setelah itu dilanjutkan R.H. Muhidin. Dari
kedua tokoh tersebut, tidak diketahui secara pasti bagaimana perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Bahkan setelah R.H Muhidin,
yang dilanjutkan oleh R.H Ma‟moer, kemudian oleh R.H Ma‟soem, sampai R.H
Mansoer, perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khaldiyah di Cianjur tidak
ketahui secara pasti. Akan tetapi, pada masa itu R.H Mansoer telah membai‟at
R.H Muhammad Rozie pada 17 Oktober 1948, untuk memimpin tarekat
100
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 24.
101
Sekolah Istri Gedong Asem merupakan cikal bakal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
(MI), atau setara dengan Sekolah Dasar (SD), karena pada masa Muhammad Isa, tidak hanya
menggelar tarekat saja, akan tetapi menyelenggarakan pengajian al-Qur‟an dan kitab kuning bagi
anak-anak. Lihat, Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 5.
Lihat, Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 1.
34
102
Sumber tersebut termuat dalam arsip, Verklaring, 25-11-1948 dan ditandatangani oleh
Kepala Penghulu Cianjur, R.H. Boestoem. Arsip tersebut didapatkan dari Hadi Sirojudin, selaku
salahsatu pimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur pada saat ini.
103
Selayang Pandang, h. 5.
104
Silsilah Para Masaich Naqsyaabndiyah.
105
Pendirian Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Gedong Asem, yaitu dengan Akta Notaris
Abu Bakar Yakub, pada tanggal 22 April 1967 No. 8.
106
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 2.
35
107
Pergantian kepemimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, tertuang
dalam risalah, dengan judul Surat Tugas. Risalah tersebut ditulis pada Tanggal 5 Ramadhan 1434
H oleh R.H Abbas. Risalah tersebut ditulis dengan bahasa Arab-Sunda.
108
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
36
1220 M), salah seorang khalifah Abu Ya‟qub Yusuf al-Hamadani (w. 535 H/ 1140
M), yang mengamalkan tasawuf Uwais al-Qarni. Sehingga dapat dikatakan, ajaran
TarekatNaqsyabandiyah bersumber dari Abu Ya‟qub Yusuf al-Hamadani, yaitu
seorang sufi dan wali besar yang hidup pada masa Syekh Abdul Qadir al-Jailani
(470 H/1077 M-561 H/1166 M) seorang sufi, dan pendiri tarekat Qadariyah. Jadi
cara dzikir Tarekat Naqsyabandiyah sama seperti yang dilakukan oleh Abdul
Khaliq Gujdawani, yang merupakan salah seorang khalifah yang dikenal sebagai
penyebar tarekat Khwajagan.110
Tidak hanya dzikir saja, tetapi terdapat delapan prinsip tarekat
Naqsyabandiyah yang sama seperti prinsip yang diterapkan oleh Abdul Khaliq,
yang selanjutnya kedepalan prinsip tersebut ditambah tiga oleh Naqsyabandi, dan
dijadikan prinsip dasar Tarekat Naqsyabandiyah. Kedelapan prinsip Abdul Khaliq
tersebut yaitu:111
1. Husy dar dam (kesadaran dalam bernafas), suatu latihan konsentrasi:
sufi yang bersangkutan haruslah sadar ketika manarik nafas,
menghembuskan nafas dan disaat berhenti diantara keduanya.
2. Nazhar bart qadam (memperhatikan tiap langkah diri), sewaktu
berjalan, sang murid haruslah menjaga setiap langkah, agar setiap
tujuan rohaninya tidak dikacaukan oleh hal disekelilingnya.
3. Safar dar wathan (melakukan perjalanan di tanah kelahirannya),
melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan bentuk
ketidaksempurnaan sebagai manusia menuju kesadaran akan
hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.
4. Khalawat dar anjuman (kesendirian dalam keramaian), menyibukan
diri dengan terus menerus berdzikir kepada Allah, meski berada di
tengah-tengah keramaian masyarakat, atau disaat berinteraksi dengan
masyarakat sekitar.
110
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi. 182
111
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi. 182
38
112
A. aziz Masyhuri. Ensiklopedi, h. 182.
113
Ensiklopedi Islam, h. 11.
114
Mursyid adalah seorang pemimpin tarekat yang mengawasi setiap murid-muridnya.
Mursyid memiliki posisi sangat penting dalam tarekat, karena tidak hanya sebagai pemimpin saja,
39
2. Dzikir
Dzikir yang dilakukan jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di
Cianjur, sama halnya seperti Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya, di mana
dzikir yang dilakukan tidak diucapkan dengan keras, akan tetapi didalam hati.117
Dzikir yang dilakukan yaitu dengan mengingat nama Allah secara berulang-ulang,
dan hanya diucapkan dalam hati. Tujuan tersebut dilakukan untuk mengingat
nama Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Jumlah dzikir yang dilakukan,
tentu sangatlah beragam, tergantung kemampuan murid. Seperti halnya murid
melainkan sebagai perantara dalam ibadah dan hubungan antara murid dan Tuhan. Hal tersebut
sangat diyakini oleh kalangan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Lihat, Abu Bakar Atjeh,
Pengatar Ilmu Tarekat, (Solo: CV Ramadhani, 1985), h. 79.
115
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, London: Oxford University Press,
1973), h. 186-187.
116
Hal semacam ini, tentu sangatlah berat karena tarekat lain pada umumnya tidak ada
hal semacam ini. Kegiatan ini, kadang disebut juga dengan ngamayit (menyerupai mayat), dengan
tujuan untuk mengingat mati, dan bertaubat kepada Allah Swt. Hasil observasi, wawancara dengan
R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Tanggal 18, Agustus 2017.
117
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
40
yang sudah lama, tentu berbeda dengan murid yang baru saja masuk, di mana
murid yang telah lama akan diberikan jumlah dzikir yang lebih banyak ketimbang
murid yang baru masuk. Dzikir yang dilakukan biasanya ada yang secara
berjamaah, ada juga yang sendiri-sendiri. Adapun dua dzikir dasar Tarekat
Naqsyabandiyah yaitu,pertama, dzikir ism al-dzat, di mana dzikir tersebut terdiri
dari pengucapan nama Allah secara berulang kali dalam hati, ribuan kali dan
dihitung dengan tasbih, sambil memusatkan perhatian kepada Allah. Kedua, dzikir
tauhid, atau dzikir nafiy wa isbat, yaitu terdiri atas bacaan perlahan disertai
dengan pengaturan nafas, dan menyebutkan kalimah la ilaha illallah, yang
dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan
digambar dari daerah pusar, kemudian sampai ke ubun-ubun. Bunyi ilaha turun ke
kanan, dan berhenti di ujung bahu kanan. Berikutnya illa dimulai dan turun
melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah
dihujamkan sekuat tenaga.118
118
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 80.
119
A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 79.
41
dinamakan bilik khalwat.120 Dalam bilik khalwat tersebut, setiap pengikut tarekat
melakukan berbagai ritual atau ibadah, seperti dzikir, istikharah, dan sholat sunah
lainnya. Selama melakukan uzlah seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang
bernyawa, seperti daging, ikan, telor, dan setiap makanan yang ada telah
disiapkan ditempat tersebut. Selain itu, ada beberapa peraturan yang harus
dijalankan yaitu, pertama, rukun suluk atau uzlah haruslah diperhatikan. Kedua,
setiap ikhwan (pengikut tarekat laki-laki) tidak boleh masuk tempat akhwat
(pengikut tarekat perempuan). Ketiga, tidak banyak berbicara, dan sekedar
seperlunya saja. Keempat, makan dengan secukupnya, tidak berlebihan. Kelima,
tidak diperkanankan untuk meninggalkan bilik khalwat tanpa seizin dari mursyid.
Keenam, menggunakan handphone hanya untuk seperlunya saja.121 Kegiatan
uzlah sendiri, biasanya menjadi momentum para mursyid untuk memberi ujian
terhadap para muridnya, untuk mengetahui sejauh mana dzikir yang telah
dilakukan. Jika seorang murid telah berhasil menyelesaikan ujian dalam
dzikirnya, maka murid tersebut berhak naik ketahap yang jauh lebih tinggi dari
sebelumnya.122
120
Anita K Wardhani (editor). Berlatih Mati di Bilik Kholwat. Tribun Jabar, 2013.
www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-tahun-tarekat-naqsabandiah. Diakses
pada 7 September 2017.
121
Peraturan tersebut terdapat disetiap bilik khalwat. Hasil observasi, 30 Mei 2017.
122
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
BAB IV
AKTIVITAS TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH CIANJUR
(1910-1919)
123
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 165.
124
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 163.
42
43
dipimpin oleh cucu dari R.H Hasan, yaitu Muhammad Isa al-Khalidi. Muhammad
Isa al-Khalidi merupakan tokoh yang sangat berperan besar dalam perkembangan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Ia juga merintis cikal bakal
lahirnya pendidikan di Cianjur, khsusunya di kampung Gedong Asem.
Perhatiannya terhadap dunia pendidikan, berbarengan dengan semangat dakwah
Islam yang dibawanya.125
Emory S Bogratus, seorang sosiolog mengemukakan sebuah teori social
experience, yaitu jika saling tukar-menukar pengalaman, pikiran, pendapat, dalam
kehidupan berkelompok, maka hal tersebut akan berpengaruh dalam membentuk
kepribadian orang-orang yang bersangkutan, dan masyarakat.126 Dalam hal ini,
pengaruh keberadaan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, terhadap
masyarakat dapat dilihat dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Keberadaan
Madrasah Gedong Asem, yang dijadikan tempat belajar mengajar, khususnya
agama Islam, menjadikan masyarakat mengenal pendidikan, dan lebih
memperdalam ilmu keislamannya. Dengan demikian, keberadaan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah (sebuah kelompok dan organisasi Islam) di Cianjur,
secara perlahan akan memberikan pengaruh, baik terhadap pribadi diri sendiri,
orang lain, maupun masyarakat luas. Hal tersebut, tidak terlepas dari adanya
aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Muhammad Isa al-Khalidi,
mempunyai peran besar dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur. Tarekat yang ia pimpin (1910-1919 M), selain semakin
berkembang, juga mempunyai pengaruh lain, tidak hanya dalam keagamaan saja,
tetapi juga mempunyai pengaruh dalam dunia pendidikan di Cianjur, dengan
mendirikan Madrasah di kampung Gedong Asem, Cianjur.
125
Hasil observasi, wawancara dengan R. Jamaludin Rahmat, selaku ketua Yayasan
Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien, Gedong Asem, Cianjur, Tanggal 18, Agustus 2017.
126
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 112.
44
127
Dalem Cikundul merupakan tempat asal-asul lahirnya para pendiri Cianjur. pendiri
Cianjur yaitu Raden Aria Jayasasana, di mana ia bersama para pengikutnya hijrah dari
Sagaraherang ke daerah Cikundul, Cikalong Kulon. Raden Aria kemudian membuka tempat
pemukiman baru yang akan mereka tempati, dan dikemudian hari menjadi sebuah perkampungan.
Kampung tersebut bisa disebut negeri atau nagara. Dari negeri/nagara itulah kemudian disebut
Padaleman dan kepalanya disebut Dalem. Karena tempatnya di Cikundul, maka disebut Dalem
Cikundul. Lihat, Bayu Suryaningrat, Mengenal Kabupaten Daerah Tingkat II Cianjur, (Cianjur:
Pemda Tk. II, 1982), h. 37.
45
Muhamaad Isa juga dikenal dengan Guru Mama Isa, dan Juragan Guru Isa.
Ia merupakan tokoh yang sangat disegani pada saat itu. Muhammad Isa, selain
menjadi pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, juga
mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, dan menjadi guru Madrasah Gedong
Asem.128
Sebelum menjadi pemimpin tarekat dan menjadi guru di Madrasah Gedong
Asem, Muhammad Isa belajar ilmu agama kepada ayahnya terlebih dahulu.
Kemudian untuk memperdalam ilmu tarekatnya, Muhammad Isa ketika berumur
22 tahun pergi ke Mekkah dan bermukim disana. Di Mekkah, ia belajar ilmu
tarekat kepada Syekh Sulaiman al-Zuhdi, dan berhasil mendapatkan ijazah al-
Khalidi, dari gurunya di Jabal Abu Qubais, Mekkah. Setelah selesai belajar
tarekat, Muhammad Isa tidak langsung pergi ke Cianjur, melainkan ke Singapura
terlebih dahulu, di mana ayahnya pada saat itu memiliki Pesantren di Singapura.
Perginya Muhammad Isa beserta keluarganya ke Cianjur, merupakan perintah dan
wasiat ayahnya sebelum meninggal, karena R.H Yahya merupakan keturunan
Cianjur, sehingga anaknya diharuskan untuk kembali ke Cianjur. Pada saat itu
ayahnya, R.H Yahya meninggal di Mekkah, dan memberikan wasiat kepada istri
dan anak-anaknya.
“ wahai anak-anakku, abah akan menyampaikan wasiat kepada kalian semua. Abah tidak akan
lama lagi hidup di dunia ini, dan abah ikhlas meninggal di sini (Mekkah), dan hendaknya abah di
makamkan di perkuburan Ma‟la (berada di Mekkah). Dan jika kalian telah membereskan segala
urusan di Singapura, kalian harus pergi ke Cianjur, karena kalian semua adalah keturanan
129
Tjikoendoel (Cianjur). Kemudian bawa ibumu, dan jaga baik-baik”.
128
Ade Supartini, Cianjur Gembongnya Ulama Jumhur, dalam,
https://www.kompasiana.com/adesupartini/cianjur-gembongnya-ulama-
jumhur_58cc92444ef9fd6e3c02c7cb, diakses pada Kamis, 07 Desember 2017, pukul 22.24 WIB.
129
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi, h. 8.
46
130
Ruddy AS, Ulama Jumhur, h. 38
131
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 3.
132
Muhammad Rozie merupakan tokoh pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur, ia mempunyai peran yang sangat penting karena berhasil melanjutkan kepemimpinan
Muhammad Isa al-Khalidi. Muhammad Rozie merupakan menantu dari Muhammad Isa al-
Khalidi.
133
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 4.
47
134
Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,
(Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 165.
135
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017.
136
Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Tradisi Modernisasi,
(Jakarta: Kencana, 2017), h. 35-36.
137
Azyumardi Azra, Surau, h. 36.
138
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status Tanah
Wakaf Gedong Asem, Cianjur, h. 1.
48
139
R.H Muhammad Rozie merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Di mana ia melanjutkan
kepemimpinan Muhammad Isa, sebagai pemimpin tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Canjur
140
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur, h. 4.
141
K.H. R. Muhammad Isa al-Khalidi, dalam, http://www.dicianjur.com/kh-r-
muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada, 15 Desember 2017, Pukul 23.15 WIB.
142
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
49
1. Bidang Keagamaan
Setelah Muhammad Isa al-Khalidi mendirikan Madrasah Gedong Asem,
pada tahun 1911 M, yang berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan umat
Islam di daerah setempat. Madarasah Gedong Asem, menjadi pusat kegiatan
keagamaan pada saat itu. Meskipun keberadaan Madarasah Gedong Asem tidak
jauh dengan keberadaan Masjid Agung Cianjur. Kegiatan keagamaan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah, seperti khataman, suluk, dzikir, tawajuh, sepenuhnya
dilakukan di Madrasah Gedong Asem. Selain itu, Madrasah Gedong Asem juga
dijadikan tempat berdakwah Muhammad Isa al-Khalidi untuk meyebarkan agama
Islam, sehingga secara perlahan banyak masyarakat sekitar yang mulai ikut serta
dalam setiap kegiatan yang ada.143
Dengan semangat Muhammad Isa, yang ingin memajukan dan menyebarkan
agama Islam. Madrasah Gedong Asem, tidak hanya dijadikan sebagai tempat
kegiatan tarekat saja, tetapi juga dijadikan sebagai tempat belajar membaca al-
Quran beserta tajwid dan lagamnya. Setiap kegiatan yang ada, dikhususkan hanya
untuk anak-anak perempuan pada saat itu. Dengan adanya kegiatan-kegiatan
keagamaan yang dilakukan di Madrasah Gedong Asem, membuat nama Madrasah
Gedong Asem, di Cianjur menjadi sangat terkenal bahkan hingga ke luar
daerah.144
Tidak hanya belajar membaca al-Qur‟an saja, tetapi di Madarasah Gedong
Asem, juga pengajian kitab kuning, berikut maksud dan terjemahanannya.
143
Hasil observasi, wawancara dengan R. Hadi Sirojuddin selaku salah satu pimpinan
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur. Tanggal 18, Agustus 2017
144
http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada 12
Desember, 2017, pukul 22.00 WIB.
50
Adapun dalam pengajian kitab kuning, yang dipakai tentu kitab-kitab karya ulama
terdahulu, dan yang dikaji seperti kitab ilmu fiqih, akhlak, tauhid, tasawuf, dan
lai-lain. Kegiatan pengajian kitab kuning tersebut, biasanya dilaksanakan sesudah
sholat subuh, dan diikuti oleh para santri-santri masyarakat sekitar.145
2. Bidang Pendidikan
Sama halnya dalam bidang keagamaan, pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari aktivitas dan
kegiatan yang dilakukan oleh Muhammad Isa al-Khalidi. Dalam bidang
pendidikan, pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur pada masa
Muhammad Isa al-Khalidi, bisa dilihat dari berdirinya Sekolah Istri Gedong Asem
yang khusus mengajarkan seputar agama Islam, dan sekolah umum, yang saat ini
dikenal dengan SDN Ibu Jenab 1.
Kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan Muhammad Isa, dikenal dengan
Sekolah Istri Gedong Asem. Sekolah Istri Gedong Asem, merupakan tempat
kegiatan belajar mengajar agama Islam, yang dikhususkan bagi para santri-santri
perempuan, adapun tempat kegiatan dilakukan di Madrasah Gedong Asem. Nama
Sekolah Istri Gedong Asem, diambil dari nama kampung tempat sekolah itu
berada, yaitu di kampung Gedong Asem, Cianjur. Sedangkan istri, dalam bahasa
Sunda berarti perempuan. Jadi, Sekolah Istri Gedong Asem adalah sekolah yang
dikhususkan bagi para perempuan, yang mempelajari ilmu-ilmu Islam.146
Sekolah Istri Gedong Asem, berdiri pada tahun 1911 M, berbarengan
dengan didirikannya Madrasah Gedong Asem. Tempat yang digunakan untuk
melakukan kegiatan belajar mengejar, dilakukan di Madrasah Gedong Asem, dan
juga digunakan untuk kegiatan aktivitas tarekat. Pada saat itu yang menjadi
gurunya yaitu Muhammad Isa al-Khalidi. Selain sebagai ulama, ia ikut serta
dalam mengembangkan pendidikan Islam di Cianjur.147
145
http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-isa-al-kholidi.php, diakses pada, 12
Desember, pukul 22.00 WIB.
146
Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur, h. 4.
147
Tarekat Naqsyabandiyah di Cianjur, h. 4.
51
148
Siti Jenab merupakan salah satu pionir pendidikan di Jawa Barat, terutama Cianjur,
sampai dengan saat ini, sekolah tersebut diberi nama SDN Ibu Jenab, karena atas dasar jasanya
itulah, sekolah tersebut menggunakan namanya.
149
Shofira Hanan, Pemkab Cianjur: SDN Ibu Jenab Bukan Cagar Budaya,
http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/01/10/pemkab-cianjur-sdn-ibu-jenab-bukan-
cagar-budaya-417599, diakses pada 11 Januari 2018, pukul 22.00.
150
Hasil observasi, wawancara dengan R. Jamaludin Rahmat, selaku ketua Yayasan
Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien, Gedong Asem, Cianjur, Tanggal 18, Agustus 2017.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Syekh Muhammad bin Muhammad
Bahauddin Bukhari an-Naqsyabandy, ia lahir pada tahun 717 H/1318 M-791
H/1389 di Bukhara, Rusia.. Di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah sangatlah
berkembang, dan berhasil mendapatkan pengikut yang cukup banyak, yang
tersebar di berbagai daerah, seperti Sumatera, Madura, dan Jawa. Tarekat
Naqsyabandiyah berkembang dengan adanya cabang baru, yaitu Tarekat
Naqsyabandiyah Mujjadidiyah, dan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Adapun perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, didorong ke
arah yang lebih modern oleh Maulana Khalid al-Baghdadi (1779 M/1193 H-
1827 M/1242 H). Di Indonesia, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
berkembang berkat adanya zawiyah di Jabal Abu Qubais, Makkah. Tokoh
yang sangat berperan besar dalam perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Indonesia, yaitu Ismail al-Minangkabawi dan Sulaiman al-
Zuhdi, di mana kedua tokoh tersebut berhasil mengangkat khalifah-khalifah
pribumi, dan berhasil menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah ke
berbagai daerah di Indonesia.
2. Martin van Bruinessen dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia,
mengatakan bahwa pada tahun 1850 M, telah terlihat adanya aktivitas
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur, kemudian pada tahun 1886
K.F Holle, melihat Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Cianjur telah
berkembang pesat. Tetapi jauh sebelum itu, Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur telah lebih dulu hadir. Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah di Cianjur pertama kali dibawa oleh R.H. Hasan al-Khalidi, ia
mendapat ijazah al-Khalidi dari gurunya, yaitu Abdullah Affandi pada tahun
1836 M, di Jabal Abu Qubais, Makkah. Tepat pada tahun 1836 M, R.H.
Muhammad Hasan kembali ke Cianjur, dan mulai mengajarkan Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah.
52
53
B. Saran
Terkait pembahasan penulis, mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah, tentu penulis berharap semakin banyak para peneliti, terutama
mahasiswa yang menjadikan tarekat sebagai kajian penelitianya. Tetapi disamping
itu, bagi Fakultas Adab dan Humaniora, terutama Program Studi Sejarah dan
Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah, agar lebih memperhatikan dan
memberikan ruang khusus bagi para peneliti, dengan memberikan akses,
bimbingan yang intensive, serta menyediakan sumber-sumber dan risalah-risalah
mengenai tarekat. Dengan demikian, setiap mahasiswa dan peneliti yang ingin
melakukan kajian mengenai tarekat, akan dengan mudah mendapatkan fakta-fakta
yang ada, di mana nantinya setiap hasil penelitian, dapat dijadikan bahan bacaan
yang layak, yang akan menambah khazanah keilmuan bagi dunia akademisi.
Dalam penelitian ini, mengenai Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah yang
berada di Cianjur, tentu penulis mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber.
Disamping kurangnya sumber-sumber berupa buku yang membahas daerah
Cianjur, tentu kurangnya perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur
54
55
56
Tidak diterbitkan
Selayang Pandang Tentang KH R Isa al-Khalidi bin R.H Yahya al-Khalidi.
Cianjur: Koleksi pribadi.
Tarekat Naqsyabadiyah di Cianjur. Cianjur: Koleksi pibadi.
Risalah Berdirinya Madrasah-Madrasah, YPI Riyyadhul Muttaqien dan Status
Tanah Wakaf Gedong Asem, Cianjur
Arsip
R.H Abbas, Surat Nugas. Risalah. Cianjur, 5 Ramadhan 1434 H.
Silsilah Para Masaich Naqsyaabndiyah. Cianjur: 1 November 1997.
Verklaring 25-11-1948.
Jurnal
Algar, Hamid. The Naqsyabandi Order: A Preliminary Survei of Its History and
Signicance. Jakarta: Studia Islamika, No. 44, 1976).
Bruinessen, Martin van. Sufi and Sultan in Southeasia and Kurdistan: A
Comparative Survei. Jakarta: Studia Islamika, Volume 3, No. 3, 1996.
Fathurahman, Oman. Reinforcing Neo-Sufism in the Malay-Indonesia Word:
Shattariyyah Order in West Sumatera. Jakarta: Studia Islamika, vol. 10,
no. 3, 2003.
Umam, Saiful. The Guardian of The Integral Vision of Islamic Practice: The
Naqsyabandi Sufi Order in Indonesia. Jakarta: Studia Islamika, Vol 13 No
2, 2006.
Artikel
Ade, Supartini, Cianjur Gembongnya Ulama
Jumhur,https://www.kompasiana.com/adesupartini/cianjur-gembongnya-
ulama-jumhur_58cc92444ef9fd6e3c02c7cb
K.H. R. Muhammad Isa al-Khalidi. http://www.dicianjur.com/kh-r-muhammad-
isa-al-kholidi.php
58
Hanan, Shofira. Pemkab Cianjur: SDN Ibu Jenab Bukan Cagar Budaya,
http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/01/10/pemkab-cianjur-
sdn-ibu-jenab-bukan-cagar-budaya-417599
Wardhani, Anita K (editor). Berlatih Mati di Bilik Kholwat, Tribun Jabar, 2013,
dalam, www.news.viva.co.id/news/read/336533-ramadhan-unik-120-
tahun-tarekat-naqsabandiah
Wawancara
Transkip Wawancara
Narasumber : R. Hadi Sirojudin
Jabatan : Pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur
Tanggal : 28 Agustus 2017
59
60
Transkip Wawancara
Narasumber : R. Jamaludin Rahmat.
Jabatan : Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien,
Gedong Asem
Tanggal : 28 Agustus 2017
Gambar 3. Para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur di depan bilik Khalwat.
Gambar 5. Salah satu peraturan pada saat melakukan ibadah di dalam bilik khalwat.
Gambar 6. Rukun Tarekat dan rukun Suluk pada saat kegiatan Uzlah.
Gambar 8. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Gedong Asem. Diadakan oleh
pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.
Gambar 10. Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Madrasah Gedong Asem.
68
Gambar 11. Gerbang Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem,
Cianjur, terdapat MI, MTs, dan MA. Yayasan tersebut dirintis oleh Muhammad Isa al-Khalidi.
Gambar 12. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.
69
Gambar 13. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.
Gambar 14. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Riyadhul Muttaqien di Gedong Asem, Cianjur.
70
Gambar 15. Arsip: Surat izin melakukan kegiatan Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur dan
pendidikan
Gambar 16. Arsip: surat izin dari pemerintah Ciajur untuk R.H. Muhammad Rozie sebagai guru
dan bagian dari Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur.
71
Gambar 17. Arsip: Surat pernyataan (Izajah) untuk R.H. Muhammad Rozie telah masuk
Tarekat Naqsyabadiyah Khalidiyah Cianjur
Gambar 19. Risalah, Surat Nugas. Risalah tersebut ditulis dengan aksara Arab-Sunda
Gambar 20. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, dan para pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah Cianjur.
73
Gambar 21. Foto Syekh Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandy, pendiri tarekat Naqsyabandiyah,
dan R.H Muhammad Isa al-Khalidi, pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Cianjur.
Gambar 22. Foto R.H Muhammad Isa al-Khalidi, tokoh dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah Cianjur 1910 M-1919 M.
74
Gambar 23. Madrasah Gedong Asem, tempat kegiatan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Cianjur.