Teori Common Link
Teori Common Link
PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai (1) latar belakang
pemilihan judul, (2) rumusan masalah dan (3) tujuan pembahasan. Ketiga hal
A. Latar Belakang
Islam sebagai salah satu agama di dunia ini memiliki 2 sumber hukum
yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT melalui
Muhammad SAW baik Nabi sebagai manusia biasa maupun sebagai Rasul atau
Nabi.
mulai dari pengkodivikasiannya, hingga kritik-kritik pada hadits yang telah mapan
tatanannya seperti kritik pada sanad hadits dan kritik pada matan hadits. Kritik-
kritik tersebut menimbulkan polemik terutama pada kritik sanad atau matan hadits
Kritik terhadap hadits tersebut tidak hanya dilakukan oleh umat Islam,
namun kaum orientalis dari Barat juga banyak yang melakukan kritik terhadap
hadits. Salah satunya yaitu Goldziher, Schacht, dan Juynboll yang meragukan dan
kanonik. Mayoritas para ulama hadits sepakat bahwa semua hadits yang terdapat
1
serta benar berasal dari Nabi. Namun menurut Juynboll bahwa pernyataan
otentisitas hadits Nabi maka muncullah teori yang dirumuskan oleh Joseph
Schacht yaitu teori Common Link yang kemudian dikembangkan oleh Juynboll.
Pada dasarnya teori Common Link adalah sebuah teori yang digunakan untuk
melacak akar kesejarahan hadits Nabi. Selain itu, dalam teori Common Link
ahli hadits dan para peneliti baik dari segi penolakan dan ada juga yang menerima
hadits Nabi yang ideal. Beberapa kalangan ahli hadits muslim atau muhadits
bahwa Common Link dapat menggantikan metode kritik hadits klasik karena
Common Link dianggap sebagai metode yang sukses secara ilmiah untuk
B. Rumusan Masalah
sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci empat hal yang menjadi tujuan
1
Idris, “Otentisitas Hadith Mutawatir dalam Teori Common Link G.H.A Juynboll”, ISLAMICA, 2
(Maret 2013), 251.
2
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll: Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi
(Yogyakarta: PT. LKIS, 2007), 77.
2
2. Bagaimana teori Common Link G.H.A Juynboll?
perkembangan hadits?
C. Tujuan Pembahasan
sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci empat hal yang menjadi tujuan
perkembangan hadits;
3
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi yang dijabarkan secara spesifik pada bagian ini pada empat hal
yaitu: (1) Biografi G.H.A Juynboll, (2) Teori Common Link G.H.A Juynboll, (3)
Implikasi teori Common Link terhadap asal-usul dan perkembangan hadits, (4)
G.H.A Juynboll lahir di Leiden, Belanda pada tahun 1935 M. Dia hidup dan
doktonya diperoleh dari Universitas Leiden Belanda pada tahun 1969 dengan
Modern Egypt”.
waktu 1 tahun (1965-1966) di Mesir dan dia mendapatkan bantuan dana dari
Kamis, 27 Maret 1969 pukul 14.15. Setelah penerbitan disertasinya, dia banyak
kontemporer. Namun pada tahun 1974, dia fokus dalam mengkaji bidang hadits
3
Herman Leonard Beck dan Nico Kaptein, Studi Belanda Kontemporer tentang Islam: Lima
Contoh (Jakarta: INIS, 1993), 11.
4
dan menulis sebuah makalah berjudul “On The Origins of Arabic Prose” yang
kemudian dimuat dalam buku Studies on the First Century of Islamic Society.
teori common link dielaborasi ke dalam tiga bukunya yaitu: the authenticity of the
chronology, provenance and authorship of early hadith, dan studies on the origins
bukan sebagai penemu dari teori common link. Menurut G.H.A Juynboll, Schacht
adalah penemu dari teori tersebut namun dia gagal dalam mengamati frekuensi
fenomena tersebut dan kurang memberikan perhatian dan elaborasi yang cukup
memadai.
atau tertua yang meriwayatkan hadits tidak hanya kepada seorang, tetapi kepada
beberapa orang yang dianggap sebagai muridnya dan kemudian muridnya tersebut
juga memiliki lebih dari seorang murid. Periwayat yang menjadi common link
bertanggung jawab atas jalur tunggal yang kembali kepada Nabi, atas
4
Fauzi Deraman dan Arif Chasanul Muna, “Kritik terhadap Metode Kajian Sanad G.H.A Juynboll:
Tumpuan terhadap Teori Common Link dan Single Strand”, Al-Bayan (Mei 2007), 74.
5
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 18.
5
perkembangan teks atau matan dan atas periwayatan kata-kata tertua dalam matan
hadits.6 Dapat disimpulkan bahwa common link adalah pencetus atau pemalsu
Asumsi dasar dari G.H.A Juynboll dalam teori common link bahwa
semakin banyak jalur periwayatan yang bertemu, baik yang menuju kepadanya
atau yang meninggalkannya, maka semakin besar pula seorang periwayat dan
memancar sejak awal dari Nabi melalui beberapa orang sahabat kepada beberapa
orang tabiin dan seterusnya hingga sampai kepada kolektor hadits. Namun hampir
semua isnad dalam hadits kanonik isnad-isnadnya terdiri dari satu jalur tunggal
pada tiga, empat, atau lima periwayat sesudah Nabi sebelum jalur periwayan itu
antaranya yaitu:
periwayat yang menerima hadits dari seorang atau lebih guru yang berstatus
sebagai common link atau yang lain dan kemudian menyampaikannya kepada dua
6
Ahmad Atabik, “Menelisik Otentisitas Kesejarahan Sunnah Nabi (Studi atas Teori Common Link
dan Sanggahan Terhadapnya), Jurnal Riwayah, 2 (September 2015), 236.
7
Lilian D. Tedjasudhana, Kajian Indonesia dan Islam (Jakarta: INIS, 1991), 320.
8
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 65.
6
orang atau lebih. Partial common link bertanggung jawab atas perubahan yang
lebh dari seorang guru dan kemudian menyampaikannya kepada lebih dari
seorang murid, tapi jarang sekali kepada lebih dari seorang murid.10
c. Fulan
Fulan adalah para periwayat hadits yang menerima riwayat dari seorang
yang termasuk fulan dalam bundel isnad tertentu namun kemudian muncul
sebagai dalam bundel isnad lainnya dianggap dapat memiliki klaim kesejarahan.11
Diving adalah jalur isnad independen dari seorang periwayat yang karena
merasa tidak puas dengan jalur isnad yang dimiliki melangkai dan sekaligus
dengan isnad lainnya yang lebih dalam pada thabaqah atau tingkatan tabiin atau
sahabat.12
common link
Sebuah bundel isnad disebut sebagai spider jika bundel tersebut secara
sekilas menunjukkan tokoh kunci yang tampak sebagai common link yang darinya
9
H. Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis (Jakarta: PT Mizan
Publika, 2009), 159.
10
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 70.
11
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 71.
12
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 72.
7
beberapa jalur isnad mulai menyebar dan pada gilirannya sampai kepada sejumlah
koleksi hadits.13
Inverted common link adalah berbagai jalur tunggal yang berasal dari saksi
isnad;
penyebaran hadits.15
13
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 73.
14
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 75.
15
Reza Akbar, “Implementasi Teori Common Link dan Projecting Back dan Implikasinya terhadap
Otentisitas Hadis”, Riwayah, 1 (2018), 50.
8
c) Menentukan common link yang tertua;
d) Menentukan bagian teks yang sama dalam semua hadits yang sejalan.16
Terdapat dua teori yang memiliki keterkaitan dengan teori common link
dan bahkan tidak dapat dipisahkan. Hanya saja G.H.A Juynboll kurang
Pertama, Backward Projection adalah upaya, baik dari aliran fiqh klasik
maupun dari pada ahli hadits untuk mengaitkan berbagai doktrin mereka kepada
otoritas yang lebih tinggi di masa lampau, seperti para tabiin, sahabat, dan
akhirnya Nabi sendiri. Upaya tersebut perlu dilakukan agar doktri-doktrin mereka
dapat dipercaya oleh generasi berikutnya karena dianggap berasal dari tokoh-
tersebut.17
“cara terbaik untuk membuktikan bahwa sebuah hadits tidak ada pada masa
kepadanya, jika hadits itu memang ada. G.H.A Juynboll juga tidak meragukan
16
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 88-89.
17
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 93-94.
9
menghimpun segala sesuatu yang telah dikumpulkan oleh para pendahulunya dan
Hadits
Implikasi yang pertama dan paling utama dari adanya teori common link
adalah yang berhubungan dengan sumber hadits. Menurut G.H.A Juynboll bahwa
materi hadits di berbagai koleksi hadits tidak bersumber dari Nabi atau sahabat,
tetapi dari generasi tabiin kecil dan generasa tabiit tabiin. Akan tetapi yang paling
sering menjadi common link adalah dari generasi tabiin kecil dan yang sangat
sering juga yaitu dari dua atau tiga generasi setelah sahabat Anas bin Malik.
materi dari hadits yang otentik dan hadits yang tidak otentik
ditentukan oleh kualitas para periwayat, tapi juga oleh kauntitasnya. Semakin
banyak jalur isnad yang memancar atau menuju seorang periwayat, semakin besar
10
Penolakan G.H.A Juynboll terhadap metode kritik hadits konvensional
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang pada
setiap tingkat sanadnya yang menurut tradisi mustahil mereka bersepakat untuk
hadits tidak mungkin ditemukan hadits mutawatir lafzhi, sedangkan hadits dengan
hadits yang diriwayatkan oleh jumlah yang banyak dalam setiap tingkatan dengan
bentuk kumpulan berbagai jalur isnad tunggal, tapi ia memandang bahwa hadits
yang ditransmisikan oleh beberapa sahabat dan dari setiap sahabat itu
diriwayatkan pula hadits pada beberapa tabiin yang berjumlah paling sedikit tiga
orang. Proses tersebut berjalan hingga pada generasi selanjutnya, tapi teori
20
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 115-116.
21
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, 1991), 136.
11
tersebut tidak pernah ditemuinya dalam hadits-hadits yang dianggap sebagai
mutawatir.22
G.H.A Juynboll juga melakukan kritik terhadap posisi Syu’bah bin Hajjaj
dalam perkembangan hadits. Syu’bah bin Hajjaj dikenal sangat alim di bidang
hadits dan sangat populer di kalangan para ahli hadits. Berdasarkan analisis atas
bundel isnad dari hadits-hadits yang ditelitinya, dia menganggap bahwa Syu’bah
menempati posisi common link dan menunjukkan bahwa Syu’bah adalah orang
buku rijal al-hadits dan menolah metode kritik hadits konvensional yang
bergantung pada buku tersebut untuk menentukan keaslian hadits, menjadi bukti
bahwa G.H.A Juynboll sangat dekat dengan aliran revisionis yang tidak percaya
Isnad keluarga adalah salah satu teori yang ada pada hadits dan oleh
Joseph Shacht dan G.H.A Juynboll dianggap palsu. Terdapat banyak hadits yang
diri sebagai telah diriwayatkan di kalangan anggota keluarga, misalnya dari ayah
kepada anak laki-laki, dari bibi ke kemenakan laki-laki, atau dari majikan ke
22
Benny Afwadzi, “Pemikiran G.H.A Juynboll tentang Hadits Mutawatir”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an dan Hadis, 2 (Juli 2011), 334.
23
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 135-136.
12
budak yang dibebaskan.24 Kata keluarga tidak hanya ditujukan kepada hubungan
darah namun juga kepada mawali dan hubungan budah dengan tuannya. Para ahli
hadits menyebut isnad keluarga sebagai silsilah adz-dzhahab atau isnad emas.
Salah satu orang yang mengkritik tentang teori common link G.H.A
Juynboll yaitu Motzki. Menurut Motzki bahwa common link diartikan sebagai
kolektor sistematis pertama yang berperan sebagai guru yang mengajarkan hadits.
Seorang rawi hadits tidak selalu menerima hadits dalam bentuk teks karena pada
abad 2-3 H sebagian besar hadits tidak dikompilasi namun hadits diterima dengan
menggunakan metode isnad cum matn yaitu penelitian isnad dan matan, mulai
13
jumlah dan keragaman varian yang tersedia. Dengan metode tersebut maka bisa
isnad;
ditelurusuri dari atas, bukan dari bawah karena bundel isnad menjelaskan berbagai
jalur yang ditemukan dalam koleksi para penghimpun hadits baru-baru ini seperti
strands. Menurutnya jalur tunggal tidak berarti bahwa satu-satunya jalan transmisi
ketika hadits beredar. Maksudnya yaitu terdapat orang lain selain orang-orang
pernyatannya yaitu “Semakin banyak jalur periwayatan yang terkait dalam sebuah
jaringan isnad maka semakin besar pula klaim kesejarahan sebuah hadits,
26
Rahmadi Wibowo Suwarno, “Kesejarahan Hadis dalam Tinjauan Teori Common Link”, Jurnal
Living Hadis, 2 (Oktober 2017), 452.
27
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 91.
28
H. Motzki, Analysing Muslim Traditions; Studies in Legal, Exegetical and Maghazi Hadith
(Leiden: Koninklijke Brill NV, 2010), 23.
14
sedangkan menurut Motzki, pernyataan itu benar jika seseorang dapat
tidak realistis.29
Selain Motzki, Azami seorang pengkaji hadits dari Universitas King Sa’ud
juga melakukan kritik terhadap common link. Menurutnya bahwa metode common
link dan semua kesimpulan yang dicapai dengannya tidak relevan dan sama sekali
tidak berdasar. Selain itu, jika menggunakan metode common link maka dalam
proses menganalisa ada tidaknya periwayat common link dianggap terlalu cepat.
diriwayatkan oleh lebih dari satu sahabat namun pada perkembangannya hanya
bahwa metode common link dianggap sebagai rekaya karena banyak periwayat
yang meriwayatkan jalur tunggal sehingga perlu juga melihat pada kualitas
periwayat.30
(pencetus), menurut Azami hal tersebut tidak dapat diterima karena apabila
periwayat telah diakui ketsiqahannya oleh kritikus hadits dan periwayat tersebut
dapat dipercaya maka pernyataan dari G.H.A Juynboll tersebut mutlak tidak dapat
diterima. Azami juga mengatakan bahwa jika seseorang tidak melihat seluruh
29
H. Motzki, Analysing Muslim Traditions, 24.
30
Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1994), 558-559.
15
jalur isnad maka dapat dipastikan seseorang tersebut salah dalam mengidentifikasi
New Jersey juga melakukan analisis terhadap teori common link Joseph Schacht
dan G.H.A Juynboll. Untuk mengkritik teori common link, Cook mengembangkan
hadits yang sama. Common link muncul akibat dari penyebaran isnad dalam skala
yang besar. Proses penyebaran isnad dapat terjadi dalam tiga proses yaitu:
terisolasi.32
5. Contoh Hadits
Salah satu hadits yang dikaji oleh Juynboll dengan metode common link
adalah hadits tentang pembangunan kota Baghdad. Hadits tersebut terdapat dalam
Ibn-Al-Jawzi.
isnad. Dua melalui Anas bin Malik dan Abu Hurairah serta enam belas melalui
31
Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence (Oxford: Clarendon Press, 1950),
173.
32
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 184-185.
16
Jarir bin Abdullah, Abu Utsman Abd Ar-Rahman bin Mull dan Ashim bin
periwayat yang menduduki posisi common link yaitu Sufyan ast-Tsawri (w. 161
H/776 M). Setelah Sufyan, isnad hadits tersebut baru bercabang kepada sejumlah
muridnya. Dari hal tersebut tampak bahwa Sufyan ats-Tsawri adalah common link
adalah F1 = Shalih bin Bayan, F2 = Hammam bin Muslim, F3 = Ismail bin Aban,
F4 = Abd Al-Aziz bin Aban, F5 = Ismail bin Yahya atau bin Najih, F8 = Ammar
bin Saif. Sedangkan periwayat yang mendengar dari Ashim adalah F8 = Ammar
bin Saif, F9 = Saif bin Muhammad, F10 = Muhammad bin Jabir, dan F11 = Abu
Syihab.
33
Akh. Minhaji, Kontroversi Pembentukan Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), 71-72.
17
Menurut pendapat G.H.A Juynboll bahwa:
Sulaiman Al-Ahwal (w. 141-3 H/758-60 M) dengan cara melangkahi Sufyan ats-
Tsawri. Namun Sufyan lebih tepat sebagai common link dari pada periwayat lain
seperti Ashim.
b. Ammar Bin Saif dinilai lemah karena ia adalah kemenakan laki-laki dari
palsu karena dilihat dari biografi Sufyan yang mengajukan kritik kepada
sekaligus motifnya untuk menciptakan hadits yang dapat dianggap sebagai kritik
34
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll, 152-154.
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
kriteria kesejarahan hadits menurut teori common link bukan saja ditentukan oleh
kualitas para periwayat, tapi juga oleh kauntitasnya. Semakin banyak jalur dari
periwayatan yang bertemu pada seorang periwayat, baik dari jalur periwayatan
2. Istilah-istilah yang dipakai oleh G.H.A Juynboll dalam teori common link
yaitu partial common link (PCL), inverted partial common link (IPCL), fulan,
diving, spider atau a seeming common link, dan inverted common link. Menurut
(1) menentukan hadits yang diteliti, (2) menelusuri hadits di berbagai sumber
aslinya, (3) menghimpun seluruh isnad hadits, (4) merekonstruksi seluruh jalur
isnad dalam sebuah bundel isnad, dan (5) mendeteksi seorang periwayat yang
19
beberapa sahabat dan dari setiap sahabat itu diriwayatkan pula hadits pada
beberapa tabiin yang berjumlah paling sedikit tiga orang. Joseph Schacht dan
G.H.A Juynboll menganggap bahwa hadits yang memiliki isnad keluarga adalah
hadits palsu.
pertama yang berperan sebagai guru yang mengajarkan hadits. Menurut Motzki
cum matn. Menurutnya jalur tunggal tidak berarti bahwa satu-satunya jalan
transmisi ketika hadits beredar. Maksudnya yaitu terdapat orang lain selain orang-
orang yang disebutkan dalam isnad yang juga meriwayatkan hadits tersebut.
Azami juga melakukan kritik terhadap common link. Menurutnya bahwa metode
common link dan semua kesimpulan yang dizapai dengannya tidak relevan dan
sama sekali tidak berdasar. Selain itu, jika menggunakan metode common link
maka dalam proses menganalisa ada tidaknya periwayat common link dianggap
terlalu cepat.
20
Daftar Pustaka
A. Buku
Beck, Herman Leonard dan Nico Kaptein. Studi Belanda Kontemporer tentang
Islam: Lima Contoh. Jakarta: INIS, 1993.
Masrur, Ali. Teori Common Link G.H.A Juynboll: Melacak Akar Kesejarahan
Hadits Nabi. Yogyakarta: PT. LKIS, 2007.
B. Jurnal
Akbar, Reza. “Implementasi Teori Common Link dan Projecting Back dan
Implikasinya terhadap Otentisitas Hadis”. Riwayah. 1. 2018.
21
Atabik, Ahmad. “Menelisik Otentisitas Kesejarahan Sunnah Nabi (Studi atas
Teori Common Link dan Sanggahan Terhadapnya). Jurnal Riwayah. 2.
September 2015.
Deraman, Fauzi dan Arif Chasanul Muna. “Kritik terhadap Metode Kajian Sanad
G.H.A Juynboll: Tumpuan terhadap Teori Common Link dan Single
Strand”. Al-Bayan. Mei 2007.
Idris. “Otentisitas Hadith Mutawatir dalam Teori Common Link G.H.A Juynboll”.
ISLAMICA. 2. Maret 2013.
22