Anda di halaman 1dari 23

ASKEP PADA ANAK DENGAN MENINGITIS

DI

OLEH :

KELOMPOK 6

ANGGOTA :

PUTRI ZAHRATUL AINI

NIRA YUSTINA

HAYATON NUFUS

WIDIA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN AJARAN 2019/2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................... 3


2.1. Definisi Meningitis ....................................................................................... 3
2.2. Klasifikasi Meningitis ................................................................................... 3
2.3. Etiologi .......................................................................................................... 4
2.4. Patofisiologi .................................................................................................. 5
2.5. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 6
2.6. Komplikasi .................................................................................................... 6

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 11


3.1. Pengkajian ..................................................................................................... 11
3.2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 12
3.3. Intervensi ....................................................................................................... 13

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 19


4.1. Kesimpulan ................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Prose
s peradangan dapat mengenai selaput otak (meningitis), jaringan otak (ensefalitis), dan
medulla spinalis (mielitis), walaupun yang paling sering terjadi adalah meningitis

Meningitis terdiri dari 3 (tiga) lapisan dari luar kedalam, yaitu :


 Durameter, merupakan membran putih tebal yang kasar, dan menutupi seluruh otak dan
medulla spinalis.
 Araknoid, merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan piameter,
diantaranya terdapat ruang subaraknoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
 Piameter, merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.

Gejala meningitis pada anak adalah sebagai berikut:


 Demam dengan kaki dan tangan dingin
 Menangis, merintih, atau mengerang tidak seperti biasa
 Muncul bintik atau ruam pada kulit
 Sensitive pada cahaya
 Napas menjadi cepat
 Rewel atau muddah marah
 Tidak mau makan, lesu, wajah memucat
 Muncul benjolan lunak di kepala
 Kaku pada leher atau tubuh
 Kejang, muntah, mengantuk atau sulit bangun

ii
Meningitis akut pada anak umumnya merupakan meningitis aseptic dan tidak memerlukan
pengobatan spesififk, namun 6-18% kasus meningitis akut merupakan meningitis bacterial.
Meningitis bacterial neruoakan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang paling berat dan sering
serta masih menjadi masalah kesehatan didunia. Angka kematian mencapai 25% dinegara
maju dan lebih tinggi dinegara berkembang walaupun telah ada terapi antimikroba dan
perawatan intensif yang canggih.

Meningitis bacterial terutama menyerang anak usia <2 tahun, dengan puncak angka kejadian
pada usia 6-18 bulan. Kasus meningitis bacterial diperkirakan 1-2 juta setiap tahun dan
135.000 meninggal dan menjadi salah satu dari 10 penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian didunia serta 30-50% akan mengalami sekuele neurologis.di Indonesia, kasus
tersangka meningitis bacterial sekitar 158/100.000 per tahun dan menduduki urutan ke-9 dari
10 pola penyakit di 8 rumah sakit pendidikan.

Meni
ngitis aseptic adalah salah satu penyebab peradangan meningen yang banyak ditemukan,
dapat terjadi pada semua usia meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak. Kejadian
meningitis aseptic di Amerika Serikat dilaporkan 11/100.000 orang/tahun, diabndingkan
dengan 8,6/100.000 pada meningitis bacterial. Meningitis aseptic menyebabkan 26.000-
42.000 pasien rawat inap setiap tahun di Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan pada
anak-anak di singapura ditemukan kejadian meningitis aseptic sekitar 37 kasus per 10.000
pasien yang dirawat dirumah sakit.

Meni
ngitis bacterial tidak ditemukan pada skor klinis Oostenbrink <9,5 dan hampir semua anak
dengan skor >20 adalah meningitis bacterial. Penelitian terhadap 205 anak, tak satupun dari
anak dengan skor kurang dari 9,5 poin didiagnosis akhir meningitis bacterial, 52% anak
dengan skor 9,5-20 didiagnosis meningitis bacterial dan 87% dengan skor>20 didiagnosis
meningitis bacterial.

1.2 RUMUSAN MASALAH

ii
1. Apakah definisi dari meningitis?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis?

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI MENINGITIS

Meni
ngitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik dari sistem saraf pusat
yaitugangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat, gejala peningkatan tekanan
intracranial dan gejala defisit neurologi (Widagdo, 2011).

Meni
ngitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan piameter yang disebabkan
oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).

Anak
dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9%)tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24
jam

2.2 KLASIFIKASI MENINGITIS

Ada
lima jenis meningitis:

1. Meni
ngitis bakterial melalui invasi langsung atau invasi tidak langsung dari infeksi pada
lokas
i tubuh yang lain (gigi,sinus,paru,dan tonsil)
2. Meni
ngitis virus, seperti yang menyebabkan oleh enteovirus
3. Meni
ngitis fungsal

ii
4. Agen
s kimiawi yang menyebabkan inflamasi pada meningen
5. Meni
ngitis aseptik yang disebabkan oleh enterovirus

Agen infeksius yang paling lazim pada masa kanak-kanak mencakup


 Neiss
eria meningitidis (meningitis meningokokus)
 Strep
tococus pneumoniae (meningitis pneumokokus)

Komplikasi jangka panjang yang berkaitan dengan meningitis mencakup:


 Edem
a serebral
 Ketul
ian
 Hidro
sefalus
 Gang
guan kejang kronis
 Kebu
taan
 Penin
gkatan sekresi hormon antidiuretik (SIADH)

Meningitis Bakteri Akut Sesudah Masa Neonatus

Meningitis bakteri merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling serius
pada bayi dan anak yang lebih tua.

Infeksi ini disertai dengan fekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang
tinggi. Pola menigitis bakteri dan pengobatannya selama masa neonatus (0-28 hari) biasanya
berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak –anak. Meskipun demikian, pola
klinis meningitis pada masa neonatus dan pasca-neonatus dapat tumpang tindih. Terutama
pada penderita usia 1-2 bulan yg padanya streptokokus grup B, H.in fluenzae tipe b,
meningokokus, dan pneumokokus semuanya dapat menimbulkan menengitis.

2.3 ETIOLOGI.

ii
Selama usia bulan pertama. Bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu tau lingkungan bayi tersebut (yaitu, streptokokus grup b, basili
enterik gram-negatif, dan listeria momocytogenes). Lagipula meningitis pada kelompok ini
kadang-kadang dapat karena haemophilus influenzae (baik strain yang tidak dapat tipe
maupun tipe b) dan patongen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya karena H.influenzae
tipe b, streptoccus pneumoniace, atau neisseria meningitidis. Sebelum penggunaan yang luas
vaksin H.influenzae tipe b, insiden penyakit karena H.influenzae tipe b jauh melebihi insiden
karena N.meningitis dan S. Speumoniae. Penyakit yang menyebabkan oleh H. Influenze tipe
bdapat terjadi pada segala umur,walaupun secara historis kebanyakan episode terjadi
sebelum usia 2 tahun. Pada anak yang divaksinasi terhdap H. Influenzae tipe b dan pada anak
yang lebih tua yang tidak divasinasi dan orang dewasa, meningitis biasanya karena
N.meningitis atau S.pneumoniae.

Haemophilus influenzae tipe b, strain H. Influenzae tidak berkapsul dapat ditemukan


dalam tenggorok atau nasofaring sampai 80% anak dan orang dewasa; 2-5% mengidap
Hinfluenzae tipe b. Pengidap H.influenzae tipe b terjadi terutama pada anak usia 1 bulan
sampai 4 tahun; angka kolonisasi terbesar pasca kontra erat dengan anak lain yang mengidap
atau menderita penyakiT H.influenzae serius. Pada anak yang tidk divaksinasi infeksi
H.influenzae tipe b invasif paling lazim pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun; insiden
puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50% kasus terjadi pada usia tahun pertama.

Streptococcus pneumoniae. Resiko sepsi dan meningitis karena S. Pneumoniae,


setidak-tidaknya sebagian tergantung pada serotip penginfeksi. Tenggorok atau nasofaring
pengidap S.pneumoniae didapat dari kontak keluarga sesudah lahir, adalah sementara (2-4
bulan), sering disertai dengan produksi antibodi homotip, dan jika baru (<1 bulan),
merupakn faktor risiko untuk infeksi serius. Insisen meningitis pneumokokus adalah 1-3 per
100.000; infeksi dapat terjadi selma hidup. Esiko meningitis adalah 5 samapi 36 kali lebih
besar pada anak kulit hitam dari pada kulit putih. Pada anak kulit hitam dengan anemia sel
sabit, insiden bertambah sampai lebih dari pada 300 kali insiden anak kulit putih. Sekitar 4%
anak dengan anemia sel sabit akan mengembangkan meningitis pneumokokus sebelum usia 5
tahun jika mereka tidak diberi antibiotik profilaksis. Faktor resiko tambahan untuk menderita
meningitis pnemokokus adalah bersama otitis media, sinusitis, pneumonia, otorrhea atau
rhinorhea CSS, splenektomi, an penyakit cangkok-lawan-hospes kronis pasca-transplantasi
sumsum tulang.

Meningitis neisseria. Meningitis meninggokokus dapat sporadis atau kasus dapat terjadi
pada epidem. Bila tidak ada epidemi, kebanyakan infeksi karena grup B. Epidemi biasanya
disebkan oleh grup A dan C. Kasus terjadi diseluruh tahun tersebut tetapi mungkin lebih
lazim pada musim dingin dan musin semi. Pengidap N. Meningitidis nasofaring terjadi pada
1-5% orang dewasa. Kolonisasi dapat berakhir beberapa minggu sampai beberapa bulan;

ii
kolonisasi baru yang menempati anak lebih mudah nonimun berisiko terbesar untuk
meningitis. Insiden penyakit secara bersama terjadi dalam hubungan dengan indenk kasus
pada keluarga adalah 1%, suatu angka yang adalah 1.000 kali risiko pada populasi umum.
Risiko kaus sekunder yang terjadi pada kontak dipusat-pusat perawatan harian adalah sekitar
1 dalam 1.000. kebanyakan infeksi anak didapat dari kontak pada fasilitas perawatan harian,
dari anggota keluarga dewasa yang dikolonisasi, atau dari semua penderita sakit dengan
penyakit menigokokus.

2.4 PATOFISIOLOGI

Eksu
dat meningeal yang kekentalnya bervariasi dapat disebarkan sekitar vena serebal, sinus
venosus, lengkungan otak dan serebelum serta dalam sulkus, fisura sylvia, sisterna dan sel
radang dalam cairan ventrikel mungkin ada, seperti mungkin efusi subdural dan kadang-
kadang empiem.infiltral radang perivaskuler dapat juga ada, dan membrana ependimal dapat
terganggu.

Infek
si mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus seperti streptokokus, stapilokokus,
meningokokus, pnemokokus dan dari golongan lain seperti tersebut di atas menginfeksi
tonsil, bronkus, saluran cerna. Mekroorganisme tersebut mencapai otak mengikuti aliran
darah.

Di
otak mikroorganisme berkembangbiak membentuk koloni. Koloni miroorganisme itulah
yang mampu menginfeksi lapisan otak (meningen). Mikroorganisme menghasilkan toksik
dan merusak meningen. Kumpula toksik mikroorganisme, jaringan meningen yang rusak,
cairan sel berkumpul menjadi satu membentuk cairan yang kental yang di sebut pustula.
Karena sifat cairannya tersebut penyakit ini populer disebut meningitis purulentar.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Mulai mendadak, dengan
cepat manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi intravaskuler tersebar, dan kadar
kesadaran mengurang progresif, dramatis dan sering menunjukkan sepsi meningokokus
mematikan dengan meningitis. Manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian pada 24
jam.

Tanda-tanda dan gejala-gejala meningitis yang terkait dengan tanda-tanda nonspesifik


disertai dengan infeksi sistemik atau bakteremia dan manifestasi spesifik iritasi meningeal

ii
dengan radang SSS. Tanda-tanda nonspesifik adalah demam (ada pada 90-95%), anoreksia
dan makan jelek, gejala infeksi saluran pernapasan atas, mialgi, artralgia, takikardia,
hipotensi dan berbagai tanda-tanda kulit, seperti petekie, purpura, atau ruammakular
eritematosa. Iritasi meningeal tampak sebagai kaku kuduk, nyeri pingga, tanda kerning
(fleksi sendi pinggul 90 derajat dengan nyeri pada ekstensi kaki berikutnya), dan tanda
brudzinski (fleksi lutut dan pinggul yang tidak disengaja setelah fleksi leher saat telentang).
Pada beberapa anak terutama pada mereka yang usia kurang dari 12-18bulan, tanda-tanda
ini tidak nyata. Kenaikan tekanan intrakranial dikesankan oleh nyeri kepala, muntah,
fontanela cembung atau diastasis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulumotor atau duses.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain :

1. Munculnya cairan pada lapisan subdura (efusi subdura). Cairan ini muncul karena adanya
desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari
lapisan otak ke daerah subdural
2. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis)
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi liquor
cerebro spinal (lcs)
4. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sdah menyebar ke otak karena meningitis
tidak dapat pengobatan dan penatalak sanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasimental
7. Serangan meningitis berulang.

Sela
ma pengobatan, komplikasi meningitis karena pengaruh infeksi CSS atau sistemik adalah
lazim. Komplikasi neurologis termasuk kenjang-kenjang, kenaikan tekanan intrakranial,
kelumpuhan saraf kranial, stroke, trombosis sinus venosus dura, dan efusi subdura.

Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30% penderita meningitis dan tidak
bergejala pada 85-90% penderita. Efusi subdural terutama lazim pada bayi. Efusi subdural
bergejala dapat menyebabkan pencembunganfontanela, pelebaran sutura, pembesaran
lingkaran kepala, muntah, kenjang-kenjang, deman dan hasil transiluminasi kranial
abnormal.namun banyak dari manifestasi ini juga ada pada penderita meningitis tanpa efusi
subdural.

ii
Pathway

Bakteri, virus, Masuk Menyerang


jamur, kenasofaring pembuluh darah
protozoa(mikroor
ganisme)

Masuk melalui Masuk ke Masuk keserebral


luka terbuka pembuluh darah melalui pembuluh
darah

Tromboemboli Menyebar ke CSS Peningkatan TIK

Kolaps pembuluh Kerusakan


ii Reaksi lokak pada
Meningitis
darah adrenal meningen
Rubor Ketidak Peningkatan
Ketidak
/kemerahan seimbangan asam volume cairan
seimbangan ion
basa diinterstitial

Menekan saraf Ganguan Kelainan


Edema selebral
hemostatis neuron depolarisasi
neuron

Dolor/nyeri

Metabolisme Peningkatan Hiperaktifitas Postulat kellen


bakteri kebutuhan energi neuron monroe

ii
Akumulasi sekret Peningkatan Kejang Desensepalon
darah diserebral

Bakteri masuk Peningkatan


Peningkatan Penekanan pada
kealiran balik muatan listrik pada
vikositis darah hipothalmus
vena ke jantung sel-sel saraf motori

Hambatan Peningkatan pada


Darah diedarkan penyerapan CSS Demam hipofise posterior
ke seluruh tubuh oleh vertikel III

Hipertermi
Resiko infeksi Peningkatan CSS Perforasi/keringat
hidrosefalus berlebihan

Resiko cidera Peningkatan Aliran darah ke Diaohoresis


kontraksi otot otak meningkat

Mual dan muntah Kekurangan


Merangsang saraf Peningkatan TIK volume cairan
simpatis

Penurunan intake Aliran darah ke Menekan saraf Mesempalon


makanan otot me diservikal

Penurunan tingkat
Ketidaksinambun kesadaran
Peningkatan Sel neuron pada RAS
gan nutrisi tekanan darah tidak dapat mepaskan
kurang dari sisitemik ketokclamin
kebutuhan tubuh

Baradikardi dan Menurunkan aliran Ketidakefektifan Penurunan


pernapasan balik vena statis pola nafas reflek batuk
menjadi lambat vena
vasodilatasi otak
ii
Pembengkakan
dan pembesaran
Otot Penumpukan
berkontraksi sekret pada
saluran napas

Ketidak
efektifan jalan
nafas

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Peng
kajian fokus yang memungkinkan muncul pada anak dengan meningitis yang sedang dirawat
dirumah sakit antara lain :
 Riwayat Kesehatan
Anak
yang menderita meningitiis mengalami gejala awal seperti peradangan pada jaringan
tubuh umumnya yaitu munculnya peningkatan suhu tubuh beberapa hari. Anak dengan
peningkatan suhu tubuh oleh orang tua biasanyadiberi obat penurun panas (parasetamo l)

ii
akan tetapi selang 3-4 jam pemberian, biasanya suhu tubuh anak sudah naik lagi sehingga
ini yang mendorong orang tua untuk memeriksakan anak ke dokter praktek atau
pelayannan kesehatan yang terdekat ( orang tua masih banyak yang menghindari ke rumah
sakit ). Setelah obat yang diperoleh diminumkan ternyata anaknya belum membaik baru
dibawa kerumah sakit.
 Keluhan Utama
Anak
yang dibawa ke rumah sakit biasanya sudah mengalami peningkatan suhu tubuh yang
kadang diikuti dengan penurunan kesadaran dan kejang.
 Kondisi Fisik
Kesa
daran anak menurun apatis sampai dengan koma dengan nilai GCS yang berkisar antara 3
sampai dengan 9. Kondisi ini diikuti dengan peningkatan denyut jantung yang terkesan
lemah dengan frekuensi >100x/ menit. Frekuensi pernapasan juga meningkat >30x/ menit
dengan irama kadang dangkal kadang dalam, suara pernapasan mungkin terdengar ronkhi
basah karena penumpukan sekret. Peningkatan denyut jantung dan pernapasan sebagai
kompesasi peningkatan metabolisme tubuh anak. Nadi anak teraba lemah karena
penurunan cairan tubuh dan penurunan volume cairan darah akibat muntah yang dialami
oleh anak.
Munculnya muntah kalau kita kaji akan relevan dengan meningkatnya peristaltik anak
mungkin mencapai 25 kali.
Pada pengkajian persarafan dijumpai kaku kuduk dengan reflek kerniq dan brudinsky
positif.
Turgor kulit anak mungkin juga mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan
cairan melalui proses evaporasi. Kualitas penurunan cairan juga dapat dibuktikan dengan
mukosa bibir yang kering dan penurunan berat badan anak.
 Kebutuhan Fungsional
Kebu
tuhan fungsional yang mungkin terganggu pada anak dengan meningitiis antara lain:
a. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
b. Kebutuhan oksigenasi

ii
c. Kebutuhan cairan dan elektrolit
d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan perjalanan patofisiologi penyakit masalah keperawatan yangmungkin


muncul pada anak dengan meningitiis antara lain :

1. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret di


trakeobonkial.
Data yang mendasari ; suara pernapasan pada bronkus terdengar bronkhi basah, pada
faring terlihat sekret kental, frekuensi pernapasan meningkat (misalnya 32 kali/menit).
2. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan asupan oksigen dari
luar.
Data yang mendukung ; anak terlihat pucat atau kebiruan , akral teraba dingin,
pernapasan terlihat cepat dan dangkal kadang dalam kadang dalam dengan frekuensi > 30
kali/menit.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh berhubungan dendan pengeluaran
yang berlebihan.
Data yang mendasari ; intake cairan lebih kecil dari output cairan (misalnya jumlah
cairan yang masuk 1200cc/24 jam sedangkan yang keluar 1400cc/24 jam), turgor kulit
jelek, akral teraba dingin, mukosa bibir kering, terjadi penurunan berat badan, (misalnya
0,25 kg), nadi teraba lemah dengan frekuensi >115 kali/menit misalnya kesadaran anak
apatis (mungkin juga sampai koma). Nilai elektrolit untuk plasma dibawah normal (nilai
normal elektrolit plasma Na + 140mEq/l, k + 5mEq/l, Ca+ +5mEq/l, mg+ +4mEq/l).
4. Hipertermi berhubungan dengan toksemia.
Data yang mendasari ; suhu tubuh anak 38 oC, dahi teraba panas, nadi meningkat dengan
frekuensi 108 kali/menit misalnya, angka leukosit 13000mg/dl, terdapat kaku kuduk pada
anak , pada kultur cairan serebrospinal dijumpai koloni bakteri jenis kokus (misalnya
koloni yang berbentuk buah anggur berarti streptokokus)
5. Risiko cidera fisik berhubungan dengan kejang, penurunan kesadaran .

ii
Data yang mendukung ; kesadaran anak apatis atau kesadaran dibawahnya, terdapat kaku
kuduk, terdapat spasma pada otot ektremitas.
6. Risiko gangguan perkembangan (retardasi mental) berhubungan dengan kerusakan
memori pada otak.
Data yang mendukung ; sudah 3 hari dirawat panas di tubuh anak belum juga turun
(misanya suhu antara 37,5 oC-38 oC), menurut sang ibu penyakit anaknya sudah kambuh
2 kali, setelah serangan pertama anakya terlihat kurang aktif saat diajak bermain.

3.3 INTERVENSI

Renc
ana tindakan :
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungna dengan penumpukan sekret atau
sputum di trakeobonkial .
Rencana tindakan :
a. Kaji frekuensi dan jalan napas anak
Rasional ; frekuensi pernapasan yang meningkat sebagai kompensasi menurunnya
diameter lumen bronkus dan trakea menyediakan jaln masuknya oksigen dari luar.
b. Atur posisi anak dengan kepala miring hiperektensi
Rasional ; membuat jalan napas lurus sehingga memudahkan oksigen masuk. Posisi
miring dapat mencegah aspirasi benda asing seperti muntahan ke saluran pernapasan.
c. Keluarkan lendir yang ada pada faring, trakea dengan manual atau section
Rasional ; mengurangi penumpukan sputum dalam faring atau trakea yang menjadi
salah satu penyebab penyempitan jalan napas.
d. Anjurkan orangtua untuk memberi minum anak (bila tingkat kesadaran
memungkinkan dengan minuman yang hangat
Rasional ; membantu mengencerkan dahak (terjadi vasilatasi pada dahak karena
terkena air hangat) supaya mudah dikeluarkan.
e. Kolaborasi pemberian obat mukolitik dan bronkodilator melalui inhalasi atau
nebulizer seperti perpaduan flexotid dan Ventolin dengan perbandingan 1:1

ii
Rasional ; pemberian inhalasi dapat mempercepat reaksi di saluran pernapasan.
Mukolitik membantu mengencerkan dahak supaya mudah keluar. Bronkodilator
membantu penanmbahan diameter bronkus.
2. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan asupan oksigen dari
luar
Hasil
yang diharapkan ; anak tidak terlihat pucat atau kebiruan, akral teraba hangat, irama
pernapasan anak teratur (reguler) dengan frekuensi 26-30 kali/menit ,hasil AGD ; PH
darah 7,35-7,45, PO2 80-184 Mmhg, PCO2 35-45 Mmhg, HCO2, 21-25.

Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pemenuhan oksigen jaringan melalui pemantuan capilarry refill, warna
kulit, tingkat kesadarn, produksi urine dan AGD (analisa gas darah).
Rasional ; penurunan oksigen jaringan dapat berakibat pada penurunan respirasi
aerobic jaringan yang berfungsi untuk memproduksi energy metabolic yang
memungkinkan terjadinyan aktivitas sel.
b. Tempatkan anak pada ruangan dengan ventilasi yang cukup (kurang lebih ¾ dari total
ruas ruangan).
Rasional ; ruangan dengan ventilasi yang baik akan membantu jumlah penyediaan
oksigen ruangan yang dapat diambil oleh anak dan meningkatkan tekanan oksigen
ruangan sehingga mudah masuk ke saluran pernapasan.
c. Berikan dengan masker oronasal atau canule atau tenda (pemberian canule 3
liter/menit dapat mencapai konsentrasi 35%, pemberianmasker 4 liter/menit dapat
memberikan konsentrasi 24-28% sedangakan untuk 8 liter/menit dapat mencapai
konsetrasi 35%).
Rasional ; oksigen murni yang terdapat pada tabung mempunyai tekanan yang relatif
tinggi dari pada oksigen ruangan sehingga lebih mudah masuk ke saluran pernapasan.
d. Batasi aktivitas anak (aktivitas diusahakan di tempat tidur)
Rasional ; menurunkan kebutuhan oksigen jaringan untuk memproduksi energi
semakin banyak anak bergerak semakin tinggi kebutuhan oksigen jaringan.

ii
e. Kolaborasi pemberian obat penenang (bila dianggap sangat perlu) seperti diazepam
atau barbiturate.
Rasional ; menekan depolarisasi persarafan yang juga bermanfaat menekan aktivitas
sehingga kebutuhan oksigen jaringan terpenuhi.
3. Gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit tubuh berhubungan dengan pengeluaran
yang berlebihan.
Hasil
yang diharapkan ; intake cairan dan output seimbang (contohnya hasil penjumlahan
intake cairan 1000 ml/24 jam dan jumlah total yang keluar 975 ml/24 jam), turgor kulit
baik, akral teraba hangat, mukosa bibir lembab, berat badan pasien normal, nadi teraba
kuat (dengan frekuensi110 kali/menit untuk anak usia 1 tahun, 110-115 kali/menit pada
usia 2-5 tahun, 90-110 kali/menit pada usia 5-10 tahun), kesadaran anak komposmentis,
nilai elektrolit tubuh dalam plasmanormal (seperti nilai dibagian diagnosakeperawatan).
Rencana tindakan ;
a. Kaji intake dan output cairan melalui pemantauan balance cairan selama 24 jam.
Rasional ; untuk mengetahui pendekatan secara konkrit kebutuhan cairan tubuh.
b. Kaji penurunan kesadaran, tanda-tanda vital terutama nadi, tekanan darah, dan
pernapasan.
Rasional ; kesadaran yang menurun salah satunya dapat diakibatkanpenurunan
elektrolit seperti natrium dan kalium. Nadi yang lemah dan cepat mengindikasikan
Cpenurunan cairan ekstraselluler terutama yang terdapat pada pembuluh darah,
tekanan darah yang menurun sebagai tanda penurunan tekanan pembuluh darah yang
diakibatkan oleh volume cairan dalam darah , pernapasan yang cepat dan dangakal
dapat sebagai pertanda munculnya gangguan asam basa oleh elektrolit tubuh yang
dapat berdampak pada asidosis atau alkalosis
c. Berikan rehidrasi secara terintegrasi melalui oral, parenteral (memperhatikan intake
dan output cairan). Rehidrasi awal yang diharuskan untuk meningkatkan volume
darah dengan plasma, darah atau normal saline dengan patokan kebutuhan normal
seperti pada table kebutuhan cairan kejang demam. Rehidrasi harus dalam batas aman
pada 3jam pertama. Rehidrasi oral dilakukan apabila kasus dehidrasi ringan dan anak
masih toleransi terhadap asupan oral.

ii
Rasional ; mengganti cairan yang terdapat pada darah, cairan intraselluler dan
interstitial yang mengalami penurunan untuk keperluan transportasi zat.
4. Hipertermi berhubungan dengan toksemia
Hasil
yang diharapkan ; suhu tubuh anak 35,8 oC- 37,3 oC, nadi < 115 kali/menit, angka
leukosit 5.000-10000u/dl, tidak terdapat kaku kuduk pada anak, kesadaran anak
kosposmentis.
Rencana tindakan ;
a. Monitor suhu tubuh anak
Rasional ; makin meningkatnya suhu tubuh sebagai tanda peningkatan toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme.
b. Lakukan kompres hangat atau dingin pada anyaman kel, limfe dan pembuluh darah
yang besar seperti daerah ketiak, lipatan paha, dan leher.
Rasional ; panas dari tubuh anak ke media yang suhunya relative rendah.
c. Bedrestkan pasien untuk meghambat perjalanan toksik.
Rasional ; aktivitas fisik dapat meningkatkan kontraksi otot dan menaikkan kecepatan
aliran darah yang dapat berdampak pada penyebaran toksik. Kontraksi otot juga
manaikkan produksi panas tubuh.
d. Kolaborasi pemberian antipretik seperti paracetamol. Dosis rata-rata yang dianjurkan
adalah usia 1 tahun 60-120 mg, usia 1-5 tahun 120-150 mg, usia 6-12 tahun 250-500
mg.
Rasional ; antibiotik dapat merusak dinding mikroorganisme sehingga tidak mampu
berkembang dan menghasilkan toksik yang dapat berakibat toksemia.
5. Risiko cidera fisik berhubungan dengan kejang dan penurunan kesadaran
Hasil
yang diharapkan ; anak tidak mengalami luka lebam maupun jenis luka yang lain akibat
terjatuh.
Rencana tindakan;
a. Kaji tingkat kesadaran anak melalui Gloscow Coma Scale (GCS)
Rasional ; nilai GCS yang kurang dari 10 terjadi fase kesadaran di bawah
komposmentis sehingga anak beresiko jatuh.

ii
b. Tempatkan anak pada bed dengan pengaman di semua sisinya
Rasional ; mencega anak terjatuh.
c. Tempatkan anak pada bed dengan pengalas lunak dan posisi garis lurus
Rasional ; mencegah injuri kulit dan hambatan jalan nafas.
d. Pantau posisi dan keadaan umum anak setiap jam
Rasional ; posisi leher yang fleksi juga dapat berisiko cidera jalan nafas. Keadaan
umum yang membentuk indikasi peningkatan cidera seluller.
e. Diskusikan dengan keluarga tentang perkembangan tingkat kesadaran dan jadwal
pemantauan pasien
CRasional ; meningkatkan partisipasi keluarga untuk mencegah kemungkinan
timbulnya injury.
6. Risiko gangguan perkembangan (retardasi mental) berhubungan dengan kerusakan
memori pada otak.
Data
yang mendukung ; sudah 3 hari dirawat panas tubuh anak juag belum turun (misalnya
suhu antara 37,5 oC- 38 oC), menurut ibu anak penyakit anaknya sudah kambuh 2 kali,
setelah serangan yang pertama anak nya kurang aktif saat diajak bermain.
Rencana tindakan ;
a. Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak melalui kartu KMSdab DDST (denver
11).
Rasional ; KMS yang berada pada zona merah merupakan indikasi gangguan
pertumbuhan. Anak yang tidak melalui tahapan perkembangan oada DDST sebagai
tanda keterlambatan perkembangan.
b. Bantu anak selama sakit dan kondisi memungkinkan untuk mencapai tumbang sesuai
umur dengan bermain.
Rasional ; bermain sebagai sarana yang tidak memaksakan anak dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan.
c. Anjurkan orang tua untuk berpastisipasi merangsang perkembangan anak tanpa
memaksa.

ii
Rasional ; keberhasilan dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang baik
tergantung pada kemauan anak, dukungan orang tua dan kondisi yang tidak
menakutkan.
d. Anjurkan keluarga untuk rutin menjalankan program pengobatan dan terapi bermain.
Rasional ; pengobatan rutin dapat mencegah kekambuhan meningitiis karena
mikroorganisme penyebab dapat betul-betul dimatikan. Terapi bermain dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.

ii
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengilingi otak dan
meulaspinalis. Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, kelompok umur yang
paling rawan adalah anak-anak usia balita dan orang tua.insidens 90% dari semua kasus
meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak
terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan.

Ada lima jenis meningitis:

 Meningitis bakterial melalui invasi langsung atau invasi tidak langsung dari infeksi pada
lokasi tubuh yang lain (gigi,sinus,paru,dan tonsil)
 Meningitis virus, seperti yang menyebabkan oleh enteovirus
 Meningitis fungsal
 Agens kimiawi yang menyebabkan inflamasi pada meningen
 Meningitis aseptik yang disebabkan oleh enterovirus

4.2 DAFTAR PUSTAKA


Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatrik. Jakarta : EGC
Palmer, Luanne Linnard. 2013. Intisari Pediatrik. Jakarta : EGC
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Clinical Pathways.
Jakar
ta : EGC
Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai