aporan Kas
K asus
us
Kolestasis
Oleh:
Addini Rosefani
1408465567
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu
tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan
perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan
kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena
berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya
medikamentosa.1
Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak
disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang
teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan
biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada
kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis
pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan
diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal
adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan
hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah
obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional
dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga
disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat
berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan
diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik
atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan
medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan
pembedahan sangat menentukan prognosis.2
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap
Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap,
didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.3,4
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu
tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan
perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan
kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena
berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya
medikamentosa.1
Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak
disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang
teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan
biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada
kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis
pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan
diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal
adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan
hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah
obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional
dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga
disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat
berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan
diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik
atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan
medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan
pembedahan sangat menentukan prognosis.2
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap
Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap,
didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.3,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari
hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-
bahan larut dalam empedu.
empe du. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl
total.2
atau 20% dari bilirubin total.
B. EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal
1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
1:10000-1:13000, defisiensi α-1
α-1 antitripsin 1:20000. Rasio
atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal,
rasionya terbalik.3,4
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari
19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis
68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan
sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).3
C. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
2
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak
terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2.
mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun
asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa
aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin
terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi
di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan
pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi
terkonjugasi.2
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
3
Metabolisme Bilirubin
ERITROSIT Hemoglobin
Heme
Hemoksigenase
Biliverdin
Biliverdin - reductase
Sterkobilin
Urobilinogen
4
Metabolisme Bilirubin
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra hepatik
adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel paremkim
hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi
akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum.
Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-
kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis di daerah ekstra hepatal.
Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith
biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia
karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai
pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai
vena porta akan menyebabkan invasi ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra
hepatik kholestasis biasanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan
metabolisme (kholestasis dan hepatitis).2,5
5
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga
akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling sering
dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor
duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
D. ETIOLOGI
Kolestasis Intrahepatik
Idiopatik
Hepatitis neonatal idiopatik
Lain-lain : Sindrom Zellweger
Anatomik
Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
penyakit Caroli
Kelainan Metabolik
Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu
Penyak it metabolik lain : def α 1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme
Infeksi
Hepatitis virus A, B, C
TORCH, reovirus, dll
Genetik/ kromosomal
Sindrom Alagile
Sindrom Down, Trisomi E
Lain-lain
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia,
lupus neonatal
6
Kolestasis Ekstrahepatik
Atresia bilier
Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
Massa (kista, neoplasma, batu)
Inspissated bile syndrome , dll
E. Klasifikasi 7,9
7
Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada
saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh :
· Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula
· Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus
obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus porta,
sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier yang baru.
Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier,
stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan
peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada ikterus obstruksi
dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine. Gambaran periduktus dan fibrosis seperti
kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi
obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary
Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu,
striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan
peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan
pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi pada saat tindakan operasi.
8
anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang
makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap lanjut
gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“onion skin appearance”).
Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi
substansi cooper dengan “ piecemeal necrosis”.
2. Kolestasis Intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)
berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa
kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai
saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis,
Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak
menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase
dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding
disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan
< 0,5 saluran empedu per portal tract . Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu
kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini
ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata ( posterior embryotoxin),
tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit).
Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran
empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM,
sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
9
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran
empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport
masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis
misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan
pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati,
suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan
infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan
multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan
trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak
dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan
metabolik tidak dapat ditemukan.
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,
tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis
lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang
menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
10
G. DIAGNOSIS2,5,7
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik
akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia
atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir
rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan
lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
11
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu
kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7
mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin
tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin
yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis
midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler
diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan
sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari
beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.
Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang
minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal
polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang
memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali,
korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4
keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik
dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan
kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran
histopatologi hati.
12
Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-GT < 5
kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali
dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut
Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,
tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan
visualisasi tinja.
13
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen dilakukan dengan prosedur 2 fase. Fase pertama dilakukan setelah
12 jam puasa dan fase kedua dilakukan dalam 2 jam setelah pemberian ASI atau susu formula.
Adanya tanda triangle cord sign merupakan petanda radiologis atresia billier. Triangle cord sign
adalah sebuah densitas echogenik tubuler atau segitiga (sisa duktus fibrosus) sepanjang aspek
anterior vena porta pada percabangannya menuju kanan dan kiri. Tanda-tanda triangle cord sign
positif adalah ketebalan EARPV > 4 mm pada scan longitudinal. (EARPV – dinding anterior
echogenik dari vena porta kanan. Penggunaan ketebalan 4 mm sebagai sebuah kriteria diagnosis
atresia bilier telah dilaporkan memiliki sensitivitas 80%, spesifitas 98%, positive predictive value
(PPV) 94%, negative predictive value 94%.
2) Schintigrafi Hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem bilier
termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi
B. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di
tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%
sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan
bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
14
Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter
duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
15
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
16
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak
hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam
ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai
suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10 -30 mg/kgbb/hari.
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
I. PROGNOSIS
17
Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan
meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76
jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi
> 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.
KEPANITERAAN KLINIK
18
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
IDENTITAS PASIEN
Umur : 2 bulan
Alamat : Pekanbaru
ALLOANAMNESIS
Keluhan Utama : Kuning yang baru disadari ibu sejak bayi berusia 20 hari
- 2 bulan SMRS, saat pasien baru lahir awalnya mata yang tampak kuning dan kemudian saat
bayi umur 20 hari ibu menyadari badan tampak kuning. Lalu pasien dijemur namun tidak
mengurangi kuning badannya. Karena semakin lama mata badan pasien tampak semakin
kuning pasien di bawa ke RS Safira dan dilakukan pemeriksaan bilirubin. Pasien didiagnosis
dengan ikterus patologis. Lalu pasien dirujuk ke RSIA Eria Bunda untuk masuk ke PICU. Di
RSIA Eria Bunda dilakukan fototerapi 1 kali namun tidak ada perubahan dan karena PICU
penuh maka pasien dirujuk ke RSUD AA. Demam (-), BAK kuning seperti teh kadang jernih,
BAB kuning seperti dempul, Batuk (-), pilek (-), mencret (-), muntah (-). Pasien tidak pernah
diberi ASI oleh ibunya.
19
Riwayat Penyakit Dahulu
Ayah : Polisi
Ibu : IRT
Riwayat Kehamilan
Riwayat Imunisasi
Belum lengkap
Riwayat Pertumbuhan
Sesuai usia
Riwayat Perkembangan
20
Sesuai usia
Keadaan Perumahan dan tempat tinggal
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Alert
HR : 128 x/i
RR : 38 x/i
T : 37,20C
GIZI
PB : 55 cm
BB : 4,1 kg
LILA : 11 cm
LK : 3,6 cm
Status Gizi :
BB/TB : normal
21
TB/U : perawakan sedang
Kepala : Normosefal
Telinga : DBN
Hidung : DBN
Mulut
Palatum : Utuh
Gigi : (-)
LEHER
DADA
22
Palpasi : Fremitus tidak bisa dinilai, IC teraba SIK V LMCS
ABDOMEN
Palpasi : Supel, nyeri tekan sulit dinilai, hepatomegali (-) splenomegali (-)
Perkusi : Timpani
ALAT KELAMIN
Perempuan, DBN
EKSTREMITAS
STATUS NEUROLOGIS
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
23
Leu : 12.300 / mm3 Gamma GT : 83 U/L
Tromb : 466.000 / mm3 Alkalifoskatase : 782 U/L
Bilirubin total : 8,6 Mg/dl
Mata kuning sejak lahir dan badn kuning sejak usia 20 hari
BAK pucat seperti teh, BAB kuning seperti dempul
Anak lahir dengan usia kurang bulan, BBL 2500 gr, tidak diberi ASI
Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
Anemia
Leukositosis
Trombositosis
SGOT : 207 U/L ↑
SGPT : 189 U/L ↑
Gamma GT : 83 U/L ↑
Alkalifoskatase : 782 U/L ↑
Bilirubin total : 8,6 Mg/dl ↑
Bilirubin direct: 8,1 Mg/dl ↑
24
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN ANJURAN
Urinalisis
USG abdomen
Terapi Medikamentosa
Terapi IGD :
Urdafalk3x40 mg
Prognosa
Follow up
25
kuning pekat, BAB pagi ini pucat Rencana USG dengan
seperti dempul puasa
Thorax : dbn
A Kolestasis
Thorax : dbn
26
Urin (20/5/2015)
Makroskopi
Kejernihan : Jernih
Kimia urin
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinog : 0,2
pH ; 6,0
Bj : 1,008
Darah : negatif
Keton : negatif
Nitrit : negatif
Mikroskopis
Sedimen
Kristal : 0
Silinder : 0
Jamur : 0
27
A Kolestasis
Thorax : dbn
A Kolestasis
Thorax : dbn
28
2”, udema (-/-)
A Kolestasis
Thorax : dbn
A Kolestasis
29
Thorax : dbn
A Kolestasis
Vit E hari 2
Thorax : dbn
HB : 9,7 g/dl
HT : 29,0%
Leukosit : 17.400 /ul
Eritrosit : 3.330.000 / uL
Trombosit : 214.000 /uL
Retikulisit : 1,2 %
30
BILD : 6,13 mg/dl
BTOT : 10,58 mg/dl
AST1 : 164 IU/L
ALT1 : 189 U/L
INDIREC BIL : 4,45 mg/dl
A Kolestasis
Thorax : dbn
A Kolestasis
31
O KU : tampak sakit sedang, Apialys syr 1 x 1 ¼ cth
kesadaran allert, nadi : 130x/i,
HP Pro 3x1/3 puyer hari 1
nafas 28x/i, suhu 37,3C BB:4 kg
Vit E hari 4
Thorax : dbn
A Kolestasis
Vit E hari 5
Thorax : dbn
A Kolestasis
29/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning Ursolic 3x1 cth
32
(+), demam (-), menggigil (-), Meropenem 3x75 mg
muntah (-), mencret (-), BAK (hari 4)
kuning seperti teh, BAB warna
Praxion 4x0,4 cc
kuning dempul.
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth
O KU : tampak sakit sedang,
kesadaran allert, nadi : 130x/i, HP Pro 3x1/3 puyer hari 3
nafas 26x/i, suhu 36,3C BB:4,2 kg
Vit E hari 6
Thorax : dbn
A Kolestasis
Vit E hari 7
Thorax : dbn
33
Ekstremitas : akral hangat, CRT <
2”, udema (-/-)
A Kolestasis
31/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning Ursolic 3x1 cth
(+), demam (-), batuk (+), pilek (-
Meropenem 3x75 mg
), menggigil (-), muntah (-),
(hari 6)
mencret (-), BAK kuning seperti
teh, BAB warna kuning terang. Praxion 4x0,4 cc
O KU : tampak sakit sedang, Apialys syr 1 x 1 ¼ cth
kesadaran allert, nadi : 126x/i,
nafas 26x/i, suhu 36,8’C BB:4,1 HP Pro 3x1/3 puyer hari 5
kg
Vit E hari 8
PIP I 3x1
Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
A Kolestasis
PIP I 3x1
Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
34
Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
A Kolestasis
HB : 9,27 g/dl
HT : 29,35 %
Leukosit : 12.900 /ul
Eritrosit : 3,442.000 / uL
Trombosit : 477.000 /uL
LED = Tidak cukup
BAB III
PEMBAHASAN
35
Pada pasien bayi perempuan usia 2 bulan dengan keluhan utama kuning di mata dari
lahir kemudian seluruh tubuh mengarahkan diagnosis ke bayi dengan ikterus. Ikterus yang
terjadi tidak pernah hilang (>2 minggu) sehingga ikterus non fisiologis. Dari anamnesis
didapatkan riwayat BAB kuning seperti dempul, dan BAK kuning seperti teh, berat badan lahir
2500 gram. Hal ini mengarahkan kita pada diagnosis kolestasis ikterus ec suspek kolestasis
intrahepatik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, kulit badan kuning, hepar dan lien
tidak teraba. Sklera ikterik dan kulit badan kuning dapat di asses sebagai akibat kerusakan dari
sel parenkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya
bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan
regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi
dalam serum. Penyumbatan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan
ikterus. Dilakukan langkah mengikuti tahapan evaluasi kolestasis. Untuk menunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu bilirubin total dan fraksi bilirubin. Hasil menunjukkan
peningkatan bilirubin total yaitu 8,6 mg/dl dan bilirubin direk 8,1 mg/dl bilirubin total sehingga
sesuai dengan kolestasis. Untuk mengetahui kondisi kelainan hepatoselular dan bilier dilakukan
pemeriksaan penunjang SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan GGT. Nilai SGOT meningkat tinggi
yaitu 207 U/L, nilai SGPT meningkat tinggi yaitu 189 gr/dl, Nilai GGT tidak terlalu meningkat
83 U/L, sedangkan nilai fosfatase alkali 782 U/L menunjukkan kemungkinan adanya
menunjukkan suatu gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik.
Pada pasien terdapat ISK yang dapat pula menyebabkan kolestasis ditemukan dari hasil
kultur urin yaitu klebsiella pneumonia ssp pneumonia. Hal ini terjdi kearena pada keadaan
infeksi baik yang masuk ke dalam hati maupun di luar hati, bakteri dapat menghasilkan
endotoksin dan endotoksin tersebut dapat masuk dalam sirkulasi walaupun bakteri yang
menginfeksi tidak masuk dalam peredaran darah. Oleh sebab itu mungkin saja ditemukan
kolestasis walaupun tidak ada bakteremia. Endotoksin dapat merangsang sintesis sitokin oleh
makrofag (di dalam hati misalnya: Sel Kupfer). Sel kupfer dan sel imunokompeten lainnya
dalam hati mensintesis sitokin intrahepatik seperti TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-8, sehingga sitokin
intrahepatik meningkat jumlahnya, mengganggu fungsi hepatosit dan menyebabkan kolestasis.
Telah diketahui bahwa sitokin proinflamasi, terutama TNF α dan IL-1 adalah inhibitor yang
poten untuk menghambat ekspresi gen transporter hepatobilier. Asam empedu dan bilirubin
untuk masuk dari sinusoid ke intrahepatik memerlukan bantuan protein transporter tertentu,
demikian juga untuk ekskresi asam empedu dan bilirubin dari intrahepatik ke kanalikulus
biliaris. Akibat adanya gangguan pada transporter-transporter baik untuk transpor bilirubin dan
asam empedu maka akan terjadi gangguan aliran empedu yaitu kolestasis.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian terapi kolestasis pada ISK terutama
ditujukan untuk mengatasi infeksi saluran kemih. Antibiotic yang diberikan yaitu meropenem.
Antibiotik yang sesuai dengan antibiogram sesuai hasil kultur urin merupakan antibiotik yang
terbaik untuk mengatasi infeksi saluran kemih tersebut. Membaiknya infeksi saluran kemih akan
memperbaiki keadaan kolestasis yang terjadi. Selain itu pada pasien diberikan asam
36
ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen
empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dan menjaga pertumbuhan bayi dengan
pemberian vitamin yang larut dalam lemak seperti Vitamin K dan E
DAFTAR PUSTAKA
1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood . Dalam: Zakim D,
Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2.
Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95.
37