Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MANAJEMEN MUTU

PENERAPAN MANAJEMEN MUTU DALAM PROSES PRODUKSI


TERBATAS

OLEH:
MELLYSA (2018001238)
KELAS: B

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan industri farmasi di Indonesia semakin maju, hal ini
terbukti dengan meningkatnya pasar farmasi Indonesia yang tumbuh
signifikan mencapai 13,5% per tahun dan nilai pasar industri farmasi di
Indonesia ditargetkan mencapai US$ 4,9 miliar pada tahun 2012. Angka
pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan rata-rata industri farmasi dunia
yang hanya sebesar 3% per tahun. Indonesia memiliki pangsa pasar terbesar,
sekitar 37% di Asia Tenggara dengan penduduk mencapai 650 juta. Indonesia
bersama Thailand dan Filipina menguasai pasar industri farmasi Asia
Tenggara sebesar 80% serta diperkirakan pasar industri farmasi hingga 2016
akan mencapai nilai 96,1 miliar USD (Rinaldi, 2012). Tingginya tingkat
pertumbuhan pasar industri farmasi Indonesia meningkatkan persaingan
dalam dunia industri sehingga keberlangsungan suatu industri farmasi tidak
lepas dari faktor kualitas obat yang menjadi permasalahan penting bagi
manajemen dalam menjalankan kegiatan produksi dan operasi karena produk
yang berkualitas mencerminkan keberhasilan setiap perusahaan dalam
memenuhi harapan konsumen yang akan membawa citra perusahaan.

Industri farmasi merupakan segmen vital pelayanan kesehatan yang


melakukan penelitian, produksi dan pemasaran obat-obatan dan produk
biologi dan perangkat obat yang digunakan untuk diagnosis dan pengobatan
penyakit. Kualitas obat yang rendah bukan hanya membahayakan kesehatan,
tetapi juga merupakan pemborosan biaya bagi industri farmasi maupun
konsumen karena itu, pemeliharaan kualitas obat dengan perbaikan terus-
menerus (continous improvement) sangat penting di dalam industri farmasi
(Mazumder et al, 2011). Sediaan obat tidak hanya ditentukan oleh
pengawasan kualitas terhadap produk jadi, tetapi meliputi pengawasan
menyeluruh mulai dari pemilihan bahan baku, proses pembuatan sampai pada
produk akhir yang siap diedarkan.

Perlindungan masyarakat terhadap efek negatif penggunaan obat yang


tidak memenuhi persyaratan kualitas memerlukan standar proses pembuatan
agar diperoleh produk yang memenuhi syarat kualitas konsisten dari bets ke
bets melalui penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB). Produk obat
yang berkualitas reproduksibilitasnya terjamin dari batch ke batch (Soebagyo,
2001). Tahap produksi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
suatu produk obat dan biasanya timbul ketidaksesuaian terhadap spesifikasi.
Output proses produksi yang dihasilkan selalu berbeda-beda. Hal tersebut
dipengaruhi oleh variabilitas-variabilitas yang terjadi dalam proses produksi.
Variabilitas merupakan perubahan-perubahan atau perbedaan yang sumbernya
berasal dari komponen-komponen penyusun produksi antara lain sumber daya
manusia, mesin, bahan baku, metode, pengukuran, dan kondisi lingkungan,
(McClave dkk., 2011).

Proses produksi yang memiliki variasi dalam operasinya akan


menghasilkan produk yang kualitasnya tidak konsisten dalam memenuhi
spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Jenis variasi dalam proses produksi
dikelompokkan menjadi dua yaitu variasi alamiah (natural variation) dan
variasi buatan (assignable variation) (Reid, 2005). Semakin meningkatnya
tuntutan terhadap jaminan khasiat, keamanan, dan kualitas obat, maka konsep
pengawasan mutu yang saat ini masih banyak digunakan di indutri farmasi
yaitu konsep defect detection yaitu bagaimana suatu sistem pengawasan
tersebut dapat mendeteksi kesalahan yang sudah terjadi menjadi sangat tidak
memadai lagi di tengah arus globalisasi. Jaminan terhadap khasiat,
kemananan, dan mutu produk industri farmasi hanya bisa dilakukan jika
terdapat sistem yang secara proaktif mencegah sebelum terjadinya kesalahan
atau penyimpangan dalam proses pembuatan obat (Priyambodo, 2007). Agar
proses produksi obat berada dalam rentang kendali kualitas yang ditetapkan,
dibutuhkan metode yang dapat memberikan informasi kinerja sebuah proses
bahwa proses berjalan dengan baik dan terkendali.

1.2. Ruang Lingkup Masalah


Berdasarkan Latar Belakang diatas maka didapat pokok permasalahan antara
lain :
1) Penerapan Manajemen Mutu di Industri Farmasi terhaadap proses
produksi sediaan farmasi.
2) Hal hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi.

1.3. Kerangka Konsep


Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu
diperlukan peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan (industri farmasi)
termasuk manajemen dalam menjaga mutu dari produk yang dihasilkan. Salah
satu sistem manajemen mutu yang saat ini sedang berkembang adalah sistem
manajemen mutu yang didasarkan pada standar ISO yang telah bertaraf
internasional, dan di Indonesia kini harus menerapkan system CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) (Sari et all., 2015). CPOB diterapkan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan
tujuan penggunaan.mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu.
CPOB merupakan pedoman yang sangat penting, tidak hanya bagi industri
farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat dan berkualitas
(Fatmawati, 2014).

BAB II
ISI
Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi
dan alat kesehatan (Anonim, 2012). Untuk menjaga mutu obat yang
dihasilkan, maka setiap tahap dalam proses produksi selalu dilakukan
pengawasan mutu In Process Control (IPC). Setiap penerimaan bahan awal
baik bahan baku dan bahan kemas terlebih dahulu diperiksa dan disesuaikan
dengan spesifikasinya. Bahan-bahan tersebut harus selalu disertai dengan
Certificate of Analisis (CA) yang dapat disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin
produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar
(registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006).
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam produksi :
a. Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan,
pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat yang berisi
keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal
pelulusan, dan tanggal daluarsa (BPOM, 2006).
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini
dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme
dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat dan pakaian kerja operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari
dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat (BPOM, 2006).
c. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk
antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan
memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan
mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).
d. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).
e. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai didalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah
diperiksa dan dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua
kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang
tertulis, tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan, dan semua produk antara
hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).
f. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi
produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian
yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang
dikemas serta dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan
menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan
induk.
g. Pengawasan Selama Proses Produksi
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup semua parameter
produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama
proses pengolahan atau pengemasan. Kemasan akhir diperiksa selama proses
pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan
kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai
dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

h. Karantina Produk Jadi


Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan
untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua
spesifikasi yang ditentukan.

BAB III
PEMBAHASAN
Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu
diperlukan peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan (industri farmasi)
termasuk manajemen dalam menjaga mutu dari produk yang dihasilkan. Salah
satu sistem manajemen mutu yang saat ini sedang berkembang adalah sistem
manajemen mutu yang didasarkan pada standar ISO yang telah bertaraf
internasional, dan di Indonesia kini harus menerapkan system CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) (Sari et all., 2015). CPOB diterapkan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan
tujuan penggunaan.mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu.
CPOB merupakan pedoman yang sangat penting, tidak hanya bagi industri
farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat dan b
Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan dan tujuan penggunannya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian
pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap
dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi
sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (Kepala
BPOM, 2012).

Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman,
mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan
partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan,
para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara
konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta
menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan
Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan
dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur


organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan Tindakan sistematis yang
diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut
disebut Pemastian Mutu. (Kepala BPOM, 2012).

Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan


ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan
yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah
diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar
Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan
Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu yang
saling terkait (Kepala BPOM, 2012).

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.
Persyaratan dasar dari CPOB adalah:

Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara


sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan;
Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;

- Tersedia semua sarana yang diper-lukan dalam CPOB termasuk:


- personil yang terkualifikasi dan terlatih
- bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
- peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
- bahan, wadah dan label yang benar;
- prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
- tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
- Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa
yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia;
- Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar;
- Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat
selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-
benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan
sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan diinvestigasi;
- Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses; Penyimpanan
dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat;
- Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari
peredaran; dan
- Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakn perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.(Kepala BPOM, 2012).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah diatas yaitu yang
termasuk dalam manajemen mutu ialah pemastian mutu, Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB), pengawasan mutu, manajemen resiko mutu. Aspek lainnya yang
mendukung yaitu personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan
pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk;
dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan
validasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma,


Tbk. Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo
Cikarang, Bekasi Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013.
Fakultas Farmasi, Program Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Tahun
2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. 2012.
Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Tahun 2016
Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. 2016. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 2010. Jakarta.

Sari, D. P., A. Susanty, & A. A. Wibowo. 2015. Perancangan Sistem Dokumentasi


Mutu Berdasarkan ISO9001:2008 di PT. Degepharm Semarang. Seminar
Nasional IENACO. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai