Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Gizi buruk memengaruhi 20 juta anak dibawah 5 tahun dan berkontribusi sebanyak 1
juta kematian pertahun di dunia. Gizi buruk merupakan faktor penting dalam terjadinya
infeksi berat. Gizi buruk menurut WHO-UNICEF adalah severe wasting dan edema
nutrisional. Gizi buruk ditandai dengan BB/PB < -3 standar deviasi WHO (SD atau Z-scores)
atau lingkar lengan atas <115 mm.1
Kasus gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara berkembang,
termasuk di Indonesia. Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi kurang ditemukan di
daerah-daerah kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita menderita gizi kurang. Pada
tahun 2012 berdasarkan data WHO, sebanyak 17,3 juta balita di dunia mengalami gizi buruk.
Di Indonesia, berdasarkan data Riskerdas, pada tahun 2007 jumlah balita gizi buruk dan
kurang adalah sebanyak 18,4%, dan meningkat menjadi 19,6% pada tahun 2013. Adapun di
Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 2013 dengan estimasi jumlah balita 808.777 jiwa,
sebanyak 148.006 (18,3%) balita menderita gizi buruk dan kurang.2
Terdapat 3 tipe gizi buruk, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor.
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat berat dan kronis terutama
terjadi pada tahun pertama kehidupan. Kwashiorkor adalah manifestasi malnutrisi protein
berat dengan tampilan penderita mengalami edema, seperti anak yang gemuk (sugar baby).
Adapun marasmik-kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi kalori dan protein berat,
dengan manifestasi campuran gejala klinik dari marasmus dan kwashiorkor.3
Gizi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ, serta menghasilkan energi. Tanpa adanya gizi yang adekuat, maka proses tumbuh
kembang anak akan terganggu. Sebagai seorang dokter yang akan terjun di dalam masyarakat,
pemahaman tentang gizi sangatlah penting agar masyarakat tidak jatuh kedalam kondisi gizi
buruk. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini dapat memberikan informasi mengenai
gizi buruk.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. GIZI BURUK
1.1.DEFINISI
Malnutrisi akut berat (MAB) atau severe acute malnutrition, atau disebut juga
gizi buruk adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan
BB/PB <-3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema
nutritional, dan pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) <115mm.4

1.2. KLASIFIKASI
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda
klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.Marasmus dan kwashiorkor adalah
hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk. 4

1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah:5
a. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang (piano sign) dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (super baby), dietnya
mengandung cukup energi namun kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala kwarshiorkor yaitu: 5
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam

2
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
g. Otot mengecil (hipotrofi)
h. sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

3. Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus.Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energy
untuk pertumbuhan yang normal.Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.5

1.3.ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Beberapa faktor resiko untuk marasmus, yaitu: 6
- Kelaparan yang berkepanjangan
- Terpajan air yang terkontaminasi
- Kekurangan vit lain (vit A, E, K)
- Diet yang buruk, tidak seimbang dalam buah, sayur-sayuran, biji-bijian.

Secara garis besar penyebab marasmus, antara lain: 6


a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat
dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu
kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.

3
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan.
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai
infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus.

1.4.EPIDEMIOLOGI
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah
gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI,
pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi
30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga
pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan
bertambah. Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, jumlah balita gizi
buruk di Indonesia mencapai 32.521 balita. Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi
kurang ditemukan di daerah-daerah kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita
menderita gizi kurang. Malnutrisi di masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap 60% dari 10,9 juta kematian anak dalam setiap tahunnya

4
dan 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat
pada tahun pertama kehidupan (Infant Feeding Practice).7

1.5.PATOGENESIS
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi
karena defisiensi vitamin A dan protein.Pada retina ada sel batang dan sel kerucut.Sel
batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap.Sel batang atau rodopsin
ini terbentuk dari vitamin A dan suatuprotein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang
gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.Adaptasi ini butuh waktu.Jadi, rabun senja
terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi
saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter.Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi
kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein.Hal ini membuat
penurunan HDL danLDL.Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di
hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula.Pitting edema disebabkan
oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.Jika hal ini
terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.Plasma masuk ke intertisial, tidak
ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh
membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel
yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.8

5
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang
tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital.
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri
yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Marasmus
adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap
kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh
selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak
tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak
dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya
setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan
merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.9

1.6.PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Anamnesis (penyakit & gizi)10
o anamnesis awaluntuk mengetahui adanya tanda bahaya dan tanda penting:
 syok/renjatan
 letargis
 muntah dan atau diare atau dehidrasi
o anamnesis lanjutan Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya
gizi buruk: 10
 riwayat kehamilan & kelahiran
 riwayat pemberian makan
 riwayat imunisasi & pemberian vit A
 riwayat penyakit penyerta/penyulit
6
 riwayat tumbuh kembang
 penyebab kematian pada saudara kandung
 status sosial, ekonomi dan budaya keluarga
Pemeriksaan fisik (klinis dan antropometri) 10
 pemeriksaan fisik awaluntuk mengetahui adanya kedaruratan medis
 gangguan sirkulasi/syok
 gangguan kesadaran
 dehidrasi
 hipoglikemi
 hipotermi
o pemeriksaan fisik lanjutan
 Pengukuran dan penilaian antropometri
BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),
LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan
menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi
badan.
 Tanda klinis gizi buruk
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata dan mikronutrien lain
 Tanda dan gejala klinis penyakit penyerta/penyulit
 Pemeriksaan laboratorium/radiologi10
o Glukosa darah
o Pemeriksaan darah perifer lengkap dan gambaran darah tepi
o Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur
o Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
o Serum albumin
o Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan kerahasiaan
harus dipelihara.)
o Elektrolit
o Tes mantoux dan rontgen thorax ap/lateral

7
 Hasil10
o Temuan yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi hipoalbuminemia (10-25
g/L), hypoproteinemia (transferin, asam amino esensial, lipoprotein), dan
hipoglikemia.
o Plasma kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi, tetapi sekresi
insulin dan tingkat pertumbuhan insulin faktor yang menurun.
o Persentase cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat. Elektrolit, terutama
kalium dan magnesium, yang habis.
o Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan tingkat lipid
beredar (terutama kolesterol) yang rendah.
o Ketonuria terjadi, dan kekurangan energi protein dapat menyebabkan
penurunan ekskresi urea karena asupan protein menurun. Dalam kedua
kwashiorkor dan marasmus, anemia defisiensi besi dan asidosis metabolik
yang hadir.
o Ekskresi hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya pertumbuhan
dan penyembuhan luka.
o Kemih meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari kerusakan otot dan
dapat dilihat di marasmus.
o Malnutrisi juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat menyebabkan hasil
negatif palsu tuberkulin kulit tes dan kegagalan berikutnya untuk secara akurat
menilai untuk TB.
o Biopsi kulit dan analisis rambut dapat dilakukan.

1.7.PENATALAKSANAAN
Tetapkan Kondisi11
Tanda BahayaTanda Kondisi
Penting I II III IV V
Renjatan (Shock) + - - - -
Letargis (Tidak Sadar) + + - + -
Muntah/Diare/ Dehidrasi + + + - -

8
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan) 11

Gambar 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi, 2011).

Tatalaksana Khusus

1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu apabila kadar
glukosa darah < 54 mg/dL atau < 3 mmol/L. Oleh karena itu, setiap anak gizi buruk harus
segera diberi makan atau larutan glukosa 10% setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan
yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Apabila fasilitas setempat tidak
memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus
dianggap mengalami hipoglikemia dan harus segera ditangani sesuai panduan. Tanda anak
yang mengalami hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran.11

2. Hipotermia
Diagnosis hipotermi adalah apabila suhu aksila <35,5oC. Tatalaksananya.
• Segera beri makan F-75, apabila diperlukan, lakukan rehidrasi terlebih dahulu
• Pastikan bahwa anak berpakaian, termasuk kepalanya. Tutup dengan selimut hangat dan
letakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau

9
letakan anak langsung pada dada atau perut ibunya. Apabila menggunakan lampu
listrik, letakan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak
• Beri antibiotik sesuai pedoman11

3. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak gizi buruk. Hal tersebut disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, yaitu hanya
dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, apabila gejala
dehidrasi tidak jelas anggap dehidrasi ringan. Tatalaksananya :
• Jangan menggunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok
• Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
• Beri 5 mL/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
• Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
• Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar,
dan apakah anak muntah
• Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
• Apabila anak masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare
• Usia <1 tahunà 50-100 ml setiap BAB
• Usia ≥1tahun 100-200 ml setiap BAB.11

4. Gangguan keseimbangan elektrolit


Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Selain itu, pada
anak dengan gizi buruk dapat terjadi kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar
natrium dalam serum mungkin rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya
edema.Jangan obati edema dengan diuretikum.Pemberian natrium yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian. Tatalaksananya :

10
• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium yang seudah
terkandung di dalam larutan mineral mix yang ditambahkan dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal
• Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambah garam (NaCl).11

5. Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada. Padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi pada gizi buruk.
Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka
datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.Tanda adanya infeksi berat adalah
adanya hipoglikemia dan hipotermia.Tatalaksananya :
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis
atau tampak sakit berat) atau anak terlihat sakit berat, maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilajutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau ampisilin oral
(50 mg/ kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Jika
anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
- Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika
anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi bila syok.11

6. Defisiensi zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal.Tunggu sampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai

11
fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari selama 2
minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/ hari)
- Seng (2 mg Zn elemenatal/ kgBB/ hari)
- Tembaga (0,3 mg Cu/ kgBB/ hari)
- Ferosulfat 3 mg/ kgBB/ hari setelah berat badan naik (mulai fase rehibilitasi)
- Vitamin A diberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah diberikan
sebelum dirujuk) dengan dosis:
• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)
• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)

Pemberian makanan awal


Sifat utama yang menonjol dari pemberian makanan awal adalah:
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa
• Diberikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
• Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun pastikan
bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus terpenuhi

Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Tanda yang menunjukan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang

12
Tatalaksana :12

13
14
15
7. Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan
mendapat F-100:11,12
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/ kgBB/ hari
• Apabila kenaikan berat badan:
- Kurang (< 5g/kgBB/hari)à anak membutuhkan penilaian ulang secara lengkap
- Sedang (5-10g/kgBB/hari) periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada
infeksi yang tidak terdeteksi
- Baik (>10g/kgBB/hari)

16
8. Stimulasi sensorik dan emosional
Untuk memberikan stimulasi sensorik dan emosional, lakukan beberapa tindakan
berikut:
- Ungkapan kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari
- Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya: menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)
Mempersiapkan pulang dan tindak lanjut di rumah
Apabila telah tercapai BB/TB>-2SD (setara dengan >80%), maka dapat dianggap anak
telah sembuh. Anak mungkin masih memiliki BB/U rendah karena anak berperawakan
pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.
Berikan contoh kepada orang tua :
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering
- Terapi bermain dan terstruktur
Selain itu juga sarankan ibu untuk melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan serta
mengikuti program pemberian vitamin A. 11,12

9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur kenaikan berat badan anak. Kenaikan berat
badan yang diharapkan adalah > 50g/kgBB/minggu. Penyebab peningkatan berat badan yang
buruk antara lain:
• Pemberian makanan yang tidak adekuat, periksa :
• Bilamana pemberian makanan sudah benar
• Bilamana target intake energi dan protein tercapai
• Teknik pemberian makanan
• Kualitas perawatan
• Semua aspek penyediaan makanan
• Defisiensi nutrien spesifik, periksa :
• Keadekuatan komposisi mutivitamin

17
• Penyediaan elektrolit/mineral solution, dan apakah hal ini diresepkan dan dikelola
dengan benar
• Infeksi yang tidak diatasi
• Ulangi urinalisis untuk sel darah putih
• Periksa tinja
• Bila memungkinkan, lakukan X-ray dada
• HIV/AIDS
Selain memantau berat badan, perlu dilihat pula kondisi anak setelah pemberian
makanan, apakah terjadirefeeding syndrome atau tidak. Tanda refeeding syndrome adalah
timbulnya hipofosfatemia berat setelah uptake fosfat oleh sel selama minggu pertama mulai
refeed. Kadar fosfat dalam serum sebanyak ≤0,5 mmol/mL dapat menimbulkan kelemahan,
rabdomiolisis, disfungsi neutrofil, kegagalan kardiorespirasi, arritmia, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, atau kematian mendadak. Kadar fosfat harus dipantau selama refeeding,
dan jika rendah, fosfat harus diberikan selama refeeding untuk menangani hipofosfatemia
berat. 11,12

Fase perawatan dan pengobatan anak gizi buruk


A. Tahap Stabilisasi
Pada tahap ini dinilai kondisi gizi buruk yang ada.Terdapat 5 kondisi berdasarkan ada
tidaknya tanda syok, letargi dan muntah atau diare atau dehidrasi.Masing-masing kondisi
memiliki alur tatalaksana yang berbeda.
1. Kondisi I : Jika ditemukan syok, letargi, dan diare atau muntah atau dehidrasi.
2. Kondisi II : Jika ditemukan letargi dan diare dan atau muntah atau dehidrasi.
3. Kondisi III: Jika ditemukan muntah dan atau diare atau dehidrasi.
4. Kondisi IV : Jika ditemukan letargi.
5. Kondisi V : Jika tidak ditemukan syok, muntah dan atau diare atau dehidrasi dan
letargi.

B. Tahap Transisi
1. Pada tahap akhir stabilisasi, bila setiap dosis F-75 yang diberikan dengan interval 4
jam dapat dihabiskan maka F-75 diganti dengan F-100, diberikan setiap 4 jam, dengan
dosis sesuai dengan BB, dipertahankan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi, pernafasan
dan asupan F-100 setiap 4 jam. 11,12

18
2. Pada Hari ke 3 mulai berikan F-100 dengan dosis sesuai BB dan tabel F-100. Pada 4
jam berikutnya dosisnya dinaikan 10 ml, hingga anak tidak mampu menghabiskan
jumlah yang diberikan. Perlu diperhatikan agar tidak melebihi dosis maksimal
pemberian dalam tabel F-100. 11,12

3. Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam dengan dosis sesuai BB berkisar antara
dosis minimal dan dosis maksimal dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis
maksimal dalam tabel F-100. Pemberian dosis ini dipertahankan sampai hari ke 7-14
(hari terakhir fase transisi) sesuai kondisi anak. 11,12

4. Kriteria pulang :
a. Edema sudah berkurang atau hilang
b. Anak sadar dan aktif BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50g/kbBB/Minggu selama 2 minggu berturut turut.
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

C. Fase Rehabilitasi
1. Pada fase ini diberikan F-135 dan makanan padat sesuai berat badan anak. Untuk
anak dengan BB < 7 maka berikan F-100 ditambah dengan makanan bayi/lumat dan
sari buah, sedangkan bila BB ≥7 berikan F-135 ditambah dengan makanan
anak/lumat serta buah.
2. Makanan tahap rehabilitasi ini terus diberikan sampai tercapai BBTB-PB > -2
standard WHO 2005 (kriteria sembuh).

D. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan
biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan
penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan
makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. 11,12
Juga perlu diberikan saran untuk :
1. Pemberian makanan dengan porsi kecil tetapi sering sesuai dengan umur anak.
19
2. Membawa anaknya secara teratur untuk kontrol :
• Bulan I : 1x/minggu
• Bulan II : 1x/2minggu
• Bulan III : 1x/Bulan
3. Pemberian imunisasi dasar dan ulangan
4. Pemberian vitamin A dosis tinggi tiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur).

1.8 KOMPLIKASI
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral.Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan
begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat
banyak.Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh.Beberapa organ tubuh yang
sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan
gangguan hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.Pengaruh sistem
hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growth hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun.Hormon-
hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering
mengakibatkan kematian.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat.Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberkulosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung
mendadak.Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan
mekanisme pertahanan tubuh.Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi
beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa. 11,12

20
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : An. GV
b. Umur : 12 Bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Nama Ayah : Tn. J
e. Nama Ibu : Ny. A
f. Suku Bangsa : Sumatra Barat (Minang)
g. Agama : Islam
h. Alamat : Asrama 12 Tanah Garam (Putri Ayu)
i. Dikirim oleh : Dokter Spesialis Anak di Puskesmas TUmbuh Kembang
Tanah Garam
j. MRS Tanggal : 13 November 2019

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis)


Tanggal : 04 Desember 2019
Diberikan oleh : Ibu Penderita

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama : Badan kurus
Keluhan tambahan : Lemas dan pucat

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 7 bulan lalu, pasien tampak terlihat kurus dari teman sebayanya. Ibu pasien
mengatakan baju pasien menjadi longgar. Penurunan nafsu makan ada, demam tidak terlalu
tinggi ada, hilang timbul, muntah ada, frekuensi 2-3 kali/hari, isi apa yang dimakan, batuk
pilek tidak ada, sembab di perut atau kaki tidak ada. BAK lancar, frekuensi 4-5 kali, warna
kuning jernih, tidak pekat. BAB dalam batas normal, tidak ada BAB cair atau berdarah.
Pasien kemudian dibawa berobat dan diberi obat penurun panas dan obat muntah. Keluhan
berkurang, pasien tidak kontrol kembali.

21
Sejak 2 bulan lalu, pasien makin kurus. Berat badan tidak naik-naik. Anak tampak
cengeng dan rewel. Batuk ada, hilang timbul, berdahak, warna putih kekuningan, kental, tiap
batuk 1 sdt. Demam ada tidak terlalu tinggi, hilang timbul. Demam turun bila diberi
parasetamol kemudian naik lagi. Keringat malam hari tidak ada, nafsu makan makin menurun.
Berat badan tertinggi pasien adalah 7,2 kg saat usia 10 bulan dan berat badan terendah 5,3 kg
saat 2 bulan lalu hingga sekarang. Lemas ada, pasien tidak aktif lagi bermain, kulit pucat ada,
penurunan kesadaran tidak ada, muntah tidak ada, bab cair tidak ada, kejang tidak ada. Pasien
kemudian dibawa ke RS Baturaja dan dirujuk ke RSMH. Saat ini pasien datang dengan
keluhan badan kurus, lemas dan pucat, batuk tidak ada, demam tidak ada, BAB cair tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat demam tidak terlalu tinggi dan batuk berdahak lama hilang timbul ada sejak 2
minggu yang lalu
- Riwayat sariawan dan diare berkepanjangan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluarga (ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara laki-laki ibu) dengan
perdarahan disangkal
- Riwayat keluarga batuk lama, demam tidak terlalu tinggi, keringat malam disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


 Masa kehamilan : 38 minggu
 Partus : Sectio Cesaria
 Tempat : RSUD M. Natsir
 Ditolong oleh : Sp.Og
 Tanggal : 02 November 2016
 BB : 2000 gram
 PB : ibu lupa
 Lingkar Kepala : Ibu lupa
 Kondisi saat lahir : Langsung menangis
 Riwayat ibu demam : tidak ada
 Riwayat KPSW : tidak ada
 Riwayat ketuban hijau,kental, dan bau : tidak ada
22
Riwayat Makanan
Sejak lahir hingga sekarang pasien masih minum ASI. Mulai usia 6 bulan, pasien
diberi bubur saring dicampur wortel dan daging hewani (ikan/hati ayam/ayam) 3-4 kali sehari.
Saat usia 10 bulan, pasien diberi nasi tim isi wortel/katu/bayam dan telur ½ butir/ikan ¼
potong/ayam ¼ potong 3-4 kali sehari, sering tidak habis. Usia 1 tahun 3 bulan, pasien makan
nasi 1/2 centong sebanyak 3 kali sehari, sering tidak habis, dengan lauk telur (1/2 butir, 2-3x
seminggu), ikan (1/4 potong, 3-4x seminggu), daging sapi (1 potong kecil, 2-3x seminggu),
tempe (1/2 potong sedang, 1-2x seminggu), tahu (1 potong sedang, 2-3x seminggu), sayuran
(katu dan bayam, 1 mangkok kecil, setiap hari, sering tidak habis), buah-buahan (pisang,
papaya, semangka, 1 buah kecil, 2x seminggu), roti dan kue (1x sehari) dan susu bebelac
3x100 ml per hari.

Riwayat makanan sekarang


 Nasi : 2 sendok makan, sebanyak 3-4 kali sehari, sering tidak habis.
 Daging ayam/sapi : 1 potong kecil, 1-2x seminggu
 Ikan : ½ ekor, 2-3 x sehari
 Tempe : 1 potong, 3x seminggu
 Tahu : 1 potong, 1-2x seminggu
 Sayuran : Wortel, labu dan bayam, 1/2 mangkok, setiap hari
 Buah : Pisang, pepaya, dan semangka, 1 buah kecil, 3x seminggu
 Lain-lain : Roti dan kue, 1x sehari, susu bebelac 4x100 ml per hari
 Kesan :Kuantitas : cukup
Kualitas : kurang

Riwayat Imunisasi
 BCG : (+) usia 2 bulan, skar atrofik (+) di lengan kiri
 Polio : usia 2 hari
 DPT :+
 Hepatitis B : saat lahir
 Campak :+
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Keluarga
 Pedigree
23
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien
Kesan: di keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

Riwayat Perkembangan

Kesan : Penyimpangan di aspek motorik kasar (Jawaban YA 5)

24
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita anak ketiga dan memeliki seorang saudara kembar dengan ayah bekerja
sebagai pedagang dan ibu tidak bekerja. Pendapatan perbulan 1.000.000-1.500.000/bulan.
Kesan: Sosial ekonomi menengah ke bawah.

Riwayat Sanitasi dan Higienitas


Penderita tinggal dengan orang tua di rumah permanen dengan penghuni berjumlah 6
orang. Luas rumah 5x8 meter dengan 2 kamar tidur. Tiap ruangan ada jendela dan ventilasi.

III. PEMERIKSAAN FISIK (24 November 2019)


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 112 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 36,6 C

Data Antropometri (24 November 2019)


Berat Badan : 5.800 gram
Tinggi Badan : 68 cm
Lingkar lengan atas : 9,5 cm
Lingkar Kepala : 44 cm

25
26
BB/U : <- 3 SD
TB/U : <- 3 SD
BB/TB : <- 3 SD
Kesan : Gizi buruk

Keadaan Spesifik
 Kepala : Normocephali, wajah seperti orang tua, ubun-ubun tidak cekung
Rambut : rambut tipis, warna hitam kusam kemerahan, mudah dicabut
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-), mata cekung (-)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-), rinore (-)
Telinga : Sekret (-), otore (-)
Mulut : Sianosis (-), atrofi papil (-), cheilitis (-), stomatitis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada peningkatan JVP
 Thorak
Paru-paru
- I: Dinding dada simetris statis dan dinamis, retraksi (-), iga gambang (+).
- P: Stem fremitus kanan = kiri simetris meningkat
27
- P: Sonor
- A:Vesikuler meningkat, ronkhi basah kasar nyaring (+/+), wheezing (-/-).
Cor:
- I: Ictus cordis tidak terlihat
- P: Ictus cordis tidak teraba
- P: Redup, dalam batas normal
- A: HR 112x/menit, regular, BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
 Abdomen
- I: datar, venektasi (-)
- P: Lemas, nyeri tekan (-), turgor kulit normal, hepar dan lien tidak teraba.
- P: Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
- A: Bising usus (+) normal
 Ekstremitas : edema pretibial (-), capillary refill < 3 detik, akral hangat (+)
 Kulit : tidak keriput, tidak kering, crazy pavement dermatosis (-)
 Regio gluteus : baggy pants (+)
 Genitalia : edema skrotalis (-)

STATUS NEUROLOGIS
Fungsi Motorik
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah
Kekuatan 4 4 4 4
Tonus Hipotoni Hipotoni hipotoni hipotoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis +N +N +N +N
Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : tidak ada gangguan sensibilitas


Fungsi nervi kraniales : tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk tidak ada

28
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah (24 Agustus 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 10,3* 11,3-14,1 g/dl
Eritrosit 4,40-4,48 juta/ul
Leukosit 11,5* 5,0-10,0/ul
Trombosit 270000 100-400/ul
Hematokrit 40 37-41%
MCV 81-95
MCH 25-29
MCHC 33-35
Diffcount
Basofil 0-1
Eosinofil 1-6
Neutrofil 50-70
Limfosit 20-40
Monosit 2-8
Retikulosit 0,5-1,5 mg/dL
PT 12-18 detik
APTT 27-42 detik
SGOT 0-38 U/L
SGPT 0-41 U/L
Albumin 3,8-5,4 g/dL
Ureum 22 16,6-48,5
Kreatinin 0,4 0,24-0,41
Kalsium 8,4-10,4 mg/dL
Phospor 2,5-5,0 mg/dL
Magnesium 1,4-1,9 mEq/ L
Natrium 135-155 mEq/L
Kalium 3,5-5,5 mEq/L
CRP <5 mg/L

V. PEMERIKSAAN ANJURAN
29
 Cek Darah Perifer Lengkap dan Gambaran Darah Tepi
 Cek Gula Darah Sewaktu, SI, TIBC, Ferritin
 Urinalisis
 Tes mantoux
 Rontgen thorax Ap/lateral

VI. DAFTAR MASALAH


 Gizi Buruk
 Anemia
 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan aspek motorik kasar, bicara dan
bahasa, personal sosial

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Gizi buruk tipe marasmus kondisi V + Bronchitis Kronik + Anemia Normositik
Normokrom + Global development delayed

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Gizi buruk tipe marasmus kondisi V

IX. TATALAKSANA
Tatalaksana marasmus kondisi V sesuai sepuluh langkah tatalaksana anak gizi buruk
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
Anak sadar  larutan glukosa 10% (D10%) sebanyak 50 ml p.o
Selalu cek nadi, pernafasan dan kesadaran
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
- Selimuti tubuh termasuk kepala
- Hindari hembusan angin. Pertahankan suhu ruangan,
- Jangan biarkan tanpa baju terlalu lama saat penimbangan atau pemeriksaan
- Segera keringkan badan setelah mandi
- Tangan yang merawat jangan dingin
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Jika ada tanda dehidrasi berikan resomal. Pada anak ini belum diberikan
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
30
Memberikan mineral mix yang telah dicampurkan kedalam formula khusus
(seperti F75 dan F100)
5. Mengobati komplikasi
• Tanpa komplikasi :
Kotrimoksasol per oral (25 mg sulfametoksasol + 5 mg trimetoprim/kgBB)
tiap 12 jam selama 5 hari
• ISPA
Ampicillin IV 50 mg/kg tiap 6 jam selama 2 hari + Gentamisin IV 7,5
mg/kg tiap 24 jam selama 7 hari
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Berikan selama minimal 2 minggu:
- Vitamin C 1x 15 mg p.o
- Vitamin A pada hari pertama saja 200.000 SI (1 kapsul merah)
- Asam folat 5 mg/hari (hari pertama), 1 mg/hari (hari selanjutnya)
- Zat besi (mulai diberikan pada minggu kedua / fase rehabilitasi) 1x ½ tablet/
hari
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Tabel tatalaksana
BB ideal =10 kg, Usia tinggi = 12 bulan
Target RDA = BB ideal x RDA sesuai usia tinggi
= 10 kg x (110-120) = 1100-1200 kkal/hari
Fase Stabilisasi Awal
- Segera berikan 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% (oral)
- Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

2 jam pertama
- F75 pemberian tiap 30 menit, ¼ dosis untuk 2 jam sesuai berat badan (5 x 28 ml)
- Cek nadi, pernapasan, dan kesadaran tiap 30 menit

10 jam berikutnya
- Teruskan F75 tiap 2 jam ( 22 ml/ 2 jam)
- Catat nadi, pernafasan dan asupan
- Bila masih menyusu, berikan ASI diantara F75
-

Bila anak dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah


pemberian menjadi tiap 3 jam
31 ( 27 ml/3 jam)
Bila anak dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah
pemberian menjadi tiap 4 jam (30 ml/4 jam)

Fase Stabilisasi Lanjutan

Bila setiap dosis F75 yang diberikan dengan interval 4 jam


dapat dihabiskan, maka:
Fase Transisi

F75 diganti dengan F100, diberikan tiap 4 jam, dengan dosis


sesuai BB seperti dalam tabel F75 (170 ml/ 4 jam).
Dipertahankan 2 hari. Ukur dan catat N, RR dan asupan.

Pada hari ke-3, volume F100 mulai ditambah sampai mencapai


volume minimum pada tabel F100 (795 ml/hari). Bila volume
ini tercapai berarti fase transisi selesai.
Fase Rehabilitasi

Volume min F100 terus dinaikkan setiap hari dengan


penambahan 10-15 ml sampai anak tidak mampu menghabiskan
F100, tetapi tidak melebih maksimum 220kkal/Kg/hari (795-
1.166 ml/hari). Selanjutnya berdasarkan energi tersebut, selain
F100 dapat dimulai pemberian makanan padat

Bila BB < 7 kg = makanan bayi (lumat + sari buah)


Bila BB ≥ 7 kg = makanan anak (lunak + selingan buah)

Terus berikan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai:


BB/TB-PB > -2SD standar WHO (kriteria sembuh)

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Fase rehabilitasi
- Makanan terus diberikan sampai tercapai BB/TB-PB > - 2 SD
- Selama 2-4 minggu, kebutuhan energi menjadi = 150 – 220 kkal/kgBB/hari
I. BB < 7 Kg
• F-100 3

32
• Makanan bayi/lumat
• Sari buah
II. BB > 7 Kg
• F-100
• Makanan anak/lunak
• Buah
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Stimulasi diberikan bertahap dan berkelanjutan sesuai umur terhadap 4 aspek
kemampuan dasar anak: gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi
dan kemandirian.
Berikan kasih sayang dan lingkungan yang ceria
Stimulasi terstruktur selama 15-30 menit / hari
Konsul fisioterapi

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah


Fase tindak lanjut
1. Makan lebih sering
2. Kontrol teratur
Bulan pertama, tiap minggu
Bulan kedua, tiap 2 minggu
Bulan ketiga, tiap bulan
3. Imunisasi
4.Vitamin A setiap 6 bulan
Edukasi
- Beri tahu keadaan anak kepada orang tua dan pengetahuan gizi
- Pastikan orang tua untuk memberikan diet sesuai terapi yang telah direncanakan

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Malnutrisi akut berat (MAB) atau severe acute malnutrition, atau disebut juga
gizi buruk adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan
BB/PB <-3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema
nutritional, dan pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) <115mm.
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda
klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.Marasmus dan kwashiorkor adalah
hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk.
Penatalaksanaan yang dilakuakan tergantung dari klasifikasi giz buruk itu
sendiri. Dan berikan tatalaksana khusus 10 pilar gizi buruk.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Saaka M, Osman SM, Amponsen A. et al. Treatment outcome of severe acute


malnutrion cases at the Tamale Teaching Hospital. Journal of Nutrion and
Metabolism. vol. 2015. pp 1 8. 2015.
2. Kemenkes RI. 2015. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk.Jakarta
:Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
3. Rabinowitz S, Rogers G, Unnikrishnan N. Nutrional consideration in failure to thrive.
Article 985007. 2014. (http://emedicine.medscape.com. Diakses pada 9 September
2017)
4. Ikatan Dokter Indonesia.. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat
IDAI. 2014
5. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta :
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
6. Arisman, Dr.. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. 2002
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil
Kesehatan Indonesia). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
8. Krisnansari, D. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Vol 4, No 1.2010
9. Nelson.. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Behrman Kliegman Aevin : EGC. 2007
10. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI. 2007
11. Direktorat Bina Gizi. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 1, cetakan keenam.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2011
12. WHO. Guideline: Updates on Management of Severe Acute Malnutrion in Infants and
Children. Geneva:World Health Organization; 2013.

35

Anda mungkin juga menyukai