Anda di halaman 1dari 25

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN

KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN

Approach and Implementation of Priority Agricultural Commodity Zone Development

Adi Setiyanto

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
E-mail: amihardjo@yahoo.com

Tanggal naskah diterima : 31 Juli 2013 Tanggal naskah disetujui terbit : 22 Nopember 2013

ABSTRACT

This paper aims to discuss the concept of regional development approach and implementation of
agricultural priority commodities. This zone development is an integral part of the other development zones. It
requires the implementing organizations as well as gradual, integrated, systematic, well managed development.
Resource allocation and active participation of all stakeholders are highly required. There are some stages should
be first carried out. Each stage has its own characteristic and depends on its linkage with other agricultural zones,
existing agribusiness sub system, human resource, and technology application. Priority commodity zone
development is a long-term, future-oriented, sustainable activity. It is impossible to develop this zone in the short
term.

Keywords: zone development, priority commodities, approach, implementation, implementing organization,


stages of development

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk membahas konsep pendekatan dan implementasi pengembangan kawasan
komoditas unggulan pertanian. Pengembangan kawasan komoditas unggulan perlu dipadukan dengan kawasan
lain dan implementasi pengembangannya membutuhkan organisasi pelaksana dan penataan tahapan
pengembangan dalam manajemen pelaksanaannya. Pengembangan kawasan komoditas unggulan harus
dilaksanakan secara utuh, sistematis, terpadu, terkoordinasi dan terkelola dengan baik. Pengembangan
kawasan sangat memerlukan mobilisasi sumberdaya secara besar-besaran, terfokus dan partisipasi aktif para
pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga daerah pada unit terkecil pemerintahan atau desa. Ada tahapan
tertentu yang harus dilalui dan dilakukan dalam pengembangan kawasan komoditas unggulan. Pada masing-
masing tahapan berbeda-beda tergantung pada tingkat keterkaitan antar kawasan pertanian, kekuatan sub
sistem agribisnis yang ada, maupun kualitas sumberdaya manusia dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan.
Pengembangan kawasan merupakan visi ke depan, dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Kawasan
komoditas unggulan tidak dapat ditetapkan, dibentuk, dibangun dan diselesasikan dalam jangka pendek.

Kata kunci : pengembangan kawasan, komoditas unggulan, pendekatan, implementasi, organisasi pelaksana,
tahapan pengembangan

PENDAHULUAN pembangunan pertanian. Hal ini didasari atas


beberapa hasil studi mengenai daya saing
yang menunjukkan bahwa unit-unit usaha dan
Pemerintah menghadapi masalah komoditas yang berada dalam suatu kesatuan
keterbatasan anggaran dalam peningkatan wilayah atau kawasan memiliki tingkat
produksi pertanian, sehingga sangat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing lebih
diperlukan fokus dan meningkatkan efisiensi tinggi jika dibandingkan yang berada di luar
dalam pembangunan. Pengembangan kawasan dan terpencar-pencar (Blakely, 2002;
komoditas unggulan berbasis kawasan Bregman, 2003; JICA, 2003; Porter, 1998,
merupakan salah satu upaya peningkatan 2000, dan 2003; Solvell et al., 2003).
efisiensi dalam penggunaan anggaran Berdasarkan hal itu, Setiyanto (2011a)

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

171
menyatakan bahwa pembangunan pertanian KONSEP DASAR DAN PENGERTIAN
ke depan perlu diarahkan dan diupayakan
untuk dilaksanakan dalam bentuk kawasan.
Penerapan kebijakan ini tentunya mem- Komoditas Unggulan
butuhkan konsep dan kerangka operasional Pada dasarnya yang dimaksud
implementasinya. dengan komoditas unggulan adalah komoditas
Saat ini telah banyak tulisan yang yang sesuai dengan agroekologi setempat dan
membahas mengenai pendekatan dan disamping itu juga mempunyai daya saing,
implementasi pengembangan kawasan baik di pasar daerah itu sendiri, di daerah lain
komoditas unggulan. Namun demikian tulisan dalam lingkup nasional, maupun di pasar
khusus yang membahas secara lebih fokus internasional. Komoditas unggulan yang
kepada pendekatan dan implementasi dikembangkan setidaknya dapat dibagi
pengembangan kawasan komoditas unggulan menjadi dua kelompok (Hanafiah, 1999), yaitu:
pertanian masih relatif terbatas. Arah dan (a) Komoditas unggulan basis ekonomi.
upaya pembangunan pertanian berbentuk Komoditas unggulan dikembangkan dalam
kawasan memerlukan pendekatan dan kerangka pengem-bangan ekonomi dan
implementasi sebagai dasar operasional berorientasi pasar baik lokal, regional,
pengembangannya. Pembahasan mengenai nasional, maupun internasional. Konsep
hal itu akan terkait dengan beberapa efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis,
pertanyaan sebagai berikut : (1) Apa yang keunggulan komparatif dan keunggulan
dimaksud dengan komoditas unggulan dan kompetitif menentukan pertumbuhan komodi-
kawasan komoditas unggulan pertanian, dan tas basis ekonomi melalui kemampuannya
apa perbedaan antara komoditas unggulan bersaing di pasar nasional dan internasional;
dengan komoditas strategis pertanian?; (2) (b) Komoditas unggulan non basis ekonomi.
Bagaimana pola-pola atau model-model yang Komoditas unggulan dikembangkan dalam
sesuai bagi pengembangan kawasan kerangka pengembangan stabilitas sosial,
komoditas unggulan pertanian?; (3) ekonomi dan politis yang lebih berorientasi
Pendekatan seperti apa yang sesuai untuk bagi upaya peningkatan kesejahteraan
pengembangan kawasan komoditas unggulan masyarakat dan pasar dalam negeri sendiri.
pertanian?; (4) Bagaimana implementasi dari Komoditas kelompok kedua ini selayaknya
model dan pendekatan pengembangan dikenal sebagai komoditas strategis. Dengan
kawasan komoditas unggulan pertanian?; (5) demikian komoditas strategis adalah komo-
Implementasi membutuhkan organisasi ditas unggulan yang dikembangkan dalam
pelaksana, sehingga diperlukan pembahasan kerangka pengembangan stabilitas sosial,
mengenai bagaimana bentuk organisasi ekonomi dan politis, yang lebih berorientasi
pelaksana pengembangan kawasan komoditas pada upaya peningkatan kesejahteraan
unggulan pertanian yang bertanggujawab masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pasar
untuk pengoperasionalannya?; dan (6) negeri dalam negeri.
Implementasi pengembangan kawasan me- Mengacu kepada Rencana Strategis
merlukan tahapan-tahapan tertentu yang harus Kementerian Pertanian 2010-2014 (Kementan,
dilalui, sehingga pembahasan mengenai 2010), maka komoditas unggulan yang
bagaimana tahapan implementasi pengem- dikembangkan oleh Kementerian Pertanian
bangan kawasan komoditas unggulan adalah 40 komoditas dan lima diantaranya
pertanian yang diperlukan. Keenam hal yang mendapatkan prioritas sebagai komo-
tersebut merupakan ruang lingkup pem- ditas strategis adalah beras, jagung, kedelai,
bahasan mengenai pendekatan dan implemen- gula dan daging sapi. Ambardi (2002)
tasi pengembangan kawasan komoditas mengemukakan bahwa ada beberapa ciri
unggulan pertanian, yang secara ringkas komoditas unggulan antara lain: (a) komoditas
mencakup mulai dari pengertian, konsep dan unggulan harus mampu menjadi penggerak
kerangka dasar dan pendekatan, serta utama (prime mover) pembangunan yang
implementasi, organisasi pelaksana hingga artinya mempunyai kontribusi yang
tahapan pengembangannya. Berdasarkan hal menjanjikan pada peningkatan produksi dan
itu, tulisan ini bertujuan untuk membahas pendapatan; (b) memiliki keterkaitan kedepan
pendekatan dan implementasi pengembangan yang kuat, baik secara komoditas unggulan
kawasan komoditas unggulan pertanian, yang maupun komoditas lainnya; (c) mampu
memuat keenam hal tersebut. bersaing dengan produksi sejenis dari wilayah

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

172
lain dipasar nasional baik dalam harga produk, secara internasional, nasional, wilayah
biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun maupun spesifik lokal, dan jenis komoditas
aspek-aspek lainnya, memiliki keterkaitan ungulan tersebut ditetapkan dengan tujuan
dengan daerah lain baik dalam hal pasar dan kriteria tertentu yang mencakup aspek
(konsumen) maupun pemasok bahan baku; kesesuaian agroekosistem, sosial budaya
dan (d) mampu menyerap tenaga kerja termasuk kearifan lokal, ekonomi, teknologi,
berkualitas secara optimal sesuai dengan kebijakan dan lingkungan.
skala produksinya.
Pengembangan komoditas unggulan Kawasan Komoditas Unggulan
harus mendapatkan berbagai dukungan,
misalnya sosial, budaya, informasi dan Pengertian mengenai wilayah,
peluang pasar, kelembagaan, pengembangan kawasan dan sentra nampak sering rancu.
komoditas unggulan berorientasi pada Oleh karenanya diperlukan suatu pengertian
kelestarian sumberdaya dan lingkungan. dan batasan yang relatif lebih jelas. Menurut
Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), Winoto (1996), wilayah diartikan sebagai area
komoditas unggulan merupakan komoditas geografis dengan penciri tertentu yang
andalan yang memiliki posisi strategis untuk di merupakan media bagi segala sesuatu untuk
kembangkan di suatu wilayah yang berlokasi dan berintegrasi. Wilayah dapat
penetapannya didasarkan pada berbagai didefinisikan, dibatasi, dipetakan, direncana-
pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah kan, dan dikembangkan berdasarkan ciri atau
dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kandungan area geografis tersebut.
kelembagaan (pengusaan teknologi, kemam- Sedangkan wilayah pertanian diarti-
puan sumber daya, manusia, infrastruktur, dan kan sebagai suatu area yang dikembangkan
kondisi sosial budaya setempat). Bachrein untuk satu atau gabungan komoditas pertanian
(2003) menyampaikan bahwa penetapan yang memenuhi ciri penggunaan lahan yang
komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi memberikan pendapatan tertinggi (kepuasan
suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa tertinggi secara ekonomi dan sosial) bagi
komoditas-komoditas yang mampu bersaing rumah tangga petani, masyarakat, dan wilayah
secara berkelanjutan dengan komoditas yang yang bersangkutan tanpa mengorbankan
sama di wilayah yang lain adalah komoditas fungsi sistem sumberdaya alam dan
yang diusahakan secara efisien dari sisi lingkungan sebagai pendukung sistem
teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki pertanian wilayah. Dengan demikian, mengacu
keunggulan komparatif dan kompetitif. kepada pendapat Winoto (1996) tersebut,
Khusus pada produk hortikultura, maka pewilayahan pertanian diarahkan untuk
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No mendefinisikan, memetakan, merencanakan
76/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Syarat dan mengembangkan pertanian yang
Dan Tata Cara Penetapan Produk Unggulan menguntungkan (secara ekonomi dan sosial)
Hortikultura (Permentan No 76/2012), yang baik bagi rumah tangga petani, masyarakat
dimaksud dengan produk ungulan hortikultura dan wilayah yang bersangkutan dengan tetap
adalah produk hortikultura yang memiliki daya memperhatikan kemampuan dan fungsi sistem
saing dan memperhatikan daya saing lokal. sumberdaya alam dan lingkungan.
Penetapan produk unggulan hortikultura Wilayah dimana komoditas unggulan
memiliki tujuan untuk : (a) meningkatkan tersebut ditetapkan untuk dikembangkan dapat
produksi hortikultura bermutu; (b) meningkat- disebut sebagai kawasan. Kawasan pengem-
kan nilai tambah dan daya saing produk bangan komoditas unggulan merupakan suatu
hortikultura; (c) meningkatkan perekonomian area yang dikembangkan untuk satu atau
wilayah; dan (d) mengoptimalkan sumberdaya gabungan komoditas unggulan yang me-
hortikultura di dalam negeri secara menuhi ciri penggunaan lahan yang
berkelanjutan; dengan memperhatikan kearifan memberikan pendapatan tertinggi (kepuasan
lokal. tertinggi secara ekonomi dan sosial) bagi
Berdasarkan hal di atas, komoditas rumah tangga petani, masyarakat, dan wilayah
unggulan adalah komoditas yang memiliki ciri yang bersangkutan tanpa mengorbankan
dan karakteristik tertentu yang terkait dengan fungsi sistem sumberdaya alam dan ling-
kemampuan komoditas tersebut bersaing baik kungan sebagai pendukung sistem pertanian
secara komparatif maupun kompetitif baik wilayah tersebut.

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

173
Menurut Setiyanto (2011a) sentra Model Kawasan Komoditas Unggulan
produksi komoditas unggulan adalah suatu Model pengembangan kawasan
luasan areal tanaman atau populasi ternak didasarkan atas konsep-konsep pengem-
yang merupakan komoditas unggulan sejenis bangan wilayah dalam teori pembangunan
memenuhi batasan luasan atau populasi wilayah. Pengembangan kawasan merupakan
minimal skala efisiensi pengusahaan mulai dari berbagai upaya untuk memperbaiki tingkat
pra produksi, produksi, pengolahan dan kesejahteraan hidup di wilayah tertentu,
pemasaran. Skala efisiensi pengusahaan di memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan
masing-masing sentra produksi komoditas ketimpangan kesejahteraan antar wilayah.
berbeda-beda menurut karakteristik komoditas Berbagai konsep pengembangan kawasan
dan lokasi. Tingkat efisiensi dipengaruhi oleh yang pernah diterapkan (Bappenas, 2006;
perbedaan terhadap kebutuhan penyediaan 2006a, 2004, 2004a, 2003) adalah: (1) Konsep
sarana produksi, kapasitas pelayanan pengembangan kawasan berbasis karakter
pembinaan, pelayanan jasa penunjang, sumberdaya, yaitu: (a) pengembangan
kapasitas terpasang industri pengolahan, kawasan berbasis sumberdaya; (b) pengem-
rentang kendali koleksi dan distribusi dalam bangan wilayah berbasis komoditas unggulan;
pemasaran serta aspek sosial-budaya (c) pengembangan kawasan berbasis efisiensi;
masyarakat. Dengan demikian skala efisiensi dan (d) pengembangan kawasan berbasis
pengusahaan dalam sentra produksi lebih pelaku pembangunan; (2). Konsep pengem-
banyak ditentukan oleh aspek manajemen bangan kawasan berbasis penataan ruang,
produksi dan operasional dalam penge- yang membagi wilayah ke dalam: (a) pusat
lolaannya. pertumbuhan; (b) integrasi fungsional; dan (c)
Kawasan pengembangan komoditas desentralisasi; (3) Konsep pengembangan
unggulan adalah gabungan dari sentra-sentra kawasan terpadu. Konsep ini menekankan
produksi tanaman atau populasi ternak yang kerjasama antar sektor untuk meningkatkan
merupakan komoditas unggulan dan meme- kesejahteraan masyarakat dan penanggu-
nuhi batasan luasan atau populasi minimal langan kemiskinan yang pada umumnya
skala efektifitas manajemen pembangunan diterapkan di daerah-daerah tertinggal; (4)
wilayah. Skala efektifitas manajemen kawasan Konsep pengembangan kawasan berdasarkan
berbeda-beda menurut komoditas dan wilayah klaster. Konsep ini terfokus pada keterkaitan
(Setiyanto, 2011a). Perbedaan tersebut terkait dan ketergantungan antara pelaku dalam
dengan aspek kapasitas pelayanan jasa jaringan kerja produksi sampai jasa pelayanan,
penunjang lintas sentra dan wilayah, dan upaya-upaya inovasi pengembangannya.
penyediaan infrastruktur dasar, penyerapan Klaster pada kawasan yang berhasil memiliki
tenaga kerja, target pertumbuhan ekonomi karakteristik adanya spesialisasi, jaringan
regional, target nasional (swasembada dan lokal, akses yang baik pada permodalan,
ketahanan pangan), investasi skala kawasan institusi penelitian dan pengembangan serta
serta perdagangan antar wilayah, antar pulau pendidikan dan pelatihan, mempunyai tenaga
dan luar negeri. Dengan demikian ditinjau dari kerja yang berkualitas, melakukan kerjasama
aspek manajemen pembangunan pertanian, yang baik antara perusahaan dan lembaga
skala efisiensi dan efektifitas pengembangan lainnya, mengikuti perkembangan teknologi,
kawasan lebih banyak ditentukan oleh aspek dan adanya tingkat inovasi yang tinggi.
manajemen pembangunan pertanian terkait Mengacu kepada Bappenas (2006;
dengan aspek kebijakan nasional dan daerah, 2006a, 2005, 2004, 2004a, 2003), kawasan
kewenangan dan rentang kendali administrasi pengembangan komoditas unggulan terdiri
pembangunan. Sementara itu, jika dikaitkan atas berbagai model diantaranya: (1) Model
dengan cakupan dan skala efisiensi Kawasan Khusus; (2) Model Kawasan
berdasarkan operasional atau kegiatan Terintegrasi; dan (3) Model Kawasan Terpadu.
manajemen kawasan yang merupakan Kawasan khusus merupakan kawasan yang
gabungan dari sentra produksi, maka kawasan memiliki kegiatan utama usaha dengan satu
dapat melintasi batas administrasi wilayah komoditas unggulan (Setiyanto, 2011a).
pembangunan dan memerlukan pengelolaan Sebagai contohnya adalah kawasan khusus
oleh lembaga yang diberikan kewenangan yang memiliki kegiatan utama usaha
atau otoritas untuk melakukan pengelolaan peternakan seperti lahan penggembalaan
pengembangan dan kegiatan operasional umum, ranch dan kawasan khusus usaha
kawasan tersebut. peternakan (KUNAK) maupun kawasan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

174
industri peternakan (KINAK). Beberapa antar musim berdasarkan pola tanam. Sebagai
kawasan khusus peternakan sapi potong yang contoh adalah pengembangan sentra
sudah berkembang di Indonesia diantaranya komoditas unggulan padi lahan sawah irigasi
kawasan sapi potong di DI Yogyakarta; teknis pada musim hujan dengan tanaman
kawasan sapi potong di Kabupaten Agam, palawija atau sayuran pada musim kemarau.
Sumatera Barat, kawasan sapi potong di Komoditas unggulan padi merupakan
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan industri inti klaster, sedangkan komoditas
(Bappenas, 2005). palawija adalah industri terkait. Namun dapat
Kawasan integrasi merupakan sebaliknya apabila pada lahan sawah tadah
kawasan pengembangan komoditas strategis hujan maupun lahan kering, dimana komoditas
atau unggulan yang terintegrasi antara palawija atau sayuran merupakan industri inti
komoditas unggulan satu dengan komoditas sedangkan komoditas merupakan padi industri
unggulan lainnya (Setiyanto, 2011a dan atau komoditas terkait. Konsep model
Setiyanto et al., 2011). Sebagai contoh adalah pengembangan kawasan terintegrasi juga
kawasan sentra produksi peternakan yang merupakan pendekatan keruangan yang
dikembangkan dengan menerapkan keter- dengan model integrasi fungsional yang
paduan usaha tani antara ternak dengan memiliki argumentasi bahwa suatu wilayah
tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, memiliki hirarki dan kesamaan karakteristik
kehutanan dan perikanan. antar wilayah yang masing-masing secara
Beberapa komoditas yang dapat komplementer dapat diintegrasikan.
diintegrasikan dengan ternak sapi potong Wilayah yang memiliki hirarki,
antara lain padi, jagung, kelapa sawit, kelapa, konsep center periphery yang diintegrasikan
dan jambu mete. Dalam pendekatan secara fungsional agar terjadi ikatan yang kuat
berbasiskan klaster, maka komoditas ungulan ke depan maupun ke belakang dari suatu
padi, jagung, kelapa sawit, kelapa, dan jambu proses produksi merupakan pengembangan
mete merupakan industri inti sedangkan sapi dari konsep ini (Setiyanto, 2011a). Sebagai
potong adalah industri terkait. Namun demikian contohnya adalah pada pusat industri
pada wilayah tertentu karena sapi potong pengolahan kakao di Kawasan Industri
merupakan komoditas ungulan prioritas Makassar dapat diintegrasikan dengan
pertama, sapi potong merupakan industri inti kawasan perkebunan kakao baik di wilayah
sedangkan industri terkaitnya adalah Sulawesi Selatan maupun wilayah lainnya.
komoditas tanaman yang diintegrasikan Pada wilayah yang memiliki kesamaan
(Setiyanto, 2011a dan Setiyanto et al., 2011). karakteristik dapat diintegrasikan sebagai
Sebagai contohnya adalah pada kawasan sapi contoh adalah paddy belt di Pantura Jawa dan
potong di wilayah Garut bagian utara, corn belt di Selatan Jawa Barat. Sementara
peternakan sapi potong didukung oleh usaha untuk sentra produksi jagung di Sulawesi
tanaman jagung pada wilayah sekitarnya, adalah Provinsi Gorontalo, sedangkan
dimana tanaman jagung dipanen dalam kawasan jagung mencakup Sulawesi Corn
bentuk batang atau tebon untuk pakan sapi Inland yang meliputi Sulawesi Utara, Sulawesi
potong sebagai industri pendukung. Model ini Tengah, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo
juga umum terjadi di wilayah DI Yogyakarta, sebagai pusatnya.
dimana peternakan sapi potong di Bantul dan Kawasan terpadu adalah kawasan
Gunung Kidul mengandalkan batang jagung yang dibangun dengan pendekatan yang
atau tebon yang diproduksi di wilayah berfokus pendekatan kerjasama antar sektor
sekitarnya sebagai industri pendukung sumber atau multisektoral (Setiyanto, 2011a). Contoh
pakan. untuk pertanian sebagai sektor dasar dari
Selanjutnya menurut Setiyanto model ini adalah kawasan agropolitan.
(2011a dan Setiyanto et al., 2011) konsep Agropolitan adalah kota pertanian yang
kawasan terintegrasi merupakan alternatif tumbuh dan berkembang karena berjalannya
pendekatan yang mengutamakan adanya sistem dan usaha agribisnis serta mampu
integrasi yang diciptakan secara sengaja di melayani, mendorong, menarik, menghela
berbagai pusat pertumbuhan karena adanya kegiatan pembangunan pertanian di wilayah
konsep yang komplementer. Disamping sekitarnya. Agropolitan merupakan suatu
integrasi antara tanaman dan ternak, integrasi gerakan yang dicanangkan dan dirintis oleh
tanaman juga dilakukan berdasarkan pengaruh pemerintah desa dan dilaksanakan secara

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

175
terpadu lintas sektoral antara Departemen karenanya, spesialisasi, kontribusi, kompetensi
Pertanian, Departemen Pemukiman dan inti komoditas unggulan dan kawasan
Prasarana Wilayah serta Departemen Dalam pengembangannya penting untuk diketahui
Negeri dan Otonomi Daerah (Ditjen Penataan sebelum suatu komoditas dan kawasan
Ruang, 2002; Bappenas, 2006a dan 2005, pengembangannya ditetapkan. Sebuah ana-
Sunarno, 2004). Gerakan ini dimaksudkan lisis yang mendiagnosis kontribusi dan
untuk membentuk suatu kawasan agropolitan spesialiasi dari sisi penciptaan nilai tambah
berbasis agribisnis peternakan, perkebunan, (value added) perekonomian, pertumbuhan
tanaman pangan dan hortikultura. Tujuan ekonomi (economic growth); penyerapan
gerakan rintisan pengembangan agropolitan tenaga kerja; penyediaan produksi dalam
adalah meningkatkan percepatan pemba- rangka ketahanan pangan, bahan baku
ngunan wilayah dan meningkatkan keterkaitan industri, peningkatan perdagangan, pening-
desa dan kota serta mendorong berkembang- katan investasi dan lain-lain; peningkatan
nya sistem dan usaha pertanian pada daerah- aktivitas perdagangan antar wilayah dan
daerah potensi sebagai kawasan pengem- kemungkinan untuk perluasan kawasan perlu
bangan agropolitan. dilakukan. Hal ini penting mengingat upaya
Menurut Setiyanto (2011a) lokasi perbaikan kawasan dari gabungan sentra
rintisan pengembangan agropolitan berbasis produksi yang sudah ada dan merupakan cikal
pertanian ditetapkan berdasarkan kebijakan bakal kawasan yang sudah ada maupun
dan kajian analisis potensi wilayah serta pembentukan dan pengembangan pada
kesiapan berbagai pihak yang terlibat baik wilayah yang baru akan menghadapi kondisi
kelembagaan maupun sarana/prasarana yang yang sifatnya semakin kompleks, mengingat
mendukung pembangunan wilayah (jaringan hampir semua level di lini kegiatan
irigasi, pasar, pemukiman, listrik, air bersih, memerlukan perbaikan atau pembangunan.
sampah, dan sebagainya). Untuk selanjutnya Pendekatan pengembangan kawa-
diharapkan secara bertahap dan berjangka san secara tepat sangat diperlukan mengingat
panjang, kawasan agropolitan dapat dikem- berbagai pertimbangan seperti uraian berikut
bangkan di daerah-daerah lain. ini. Pertama, perbaikan kawasan yang sudah
ada maupun pembangunan kawasan baru oleh
instansi teknis pertanian memiliki keterkaitan
PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI erat dengan ketetapan tata ruang wilayah yang
PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS menentukan dimana letak kawasan budidaya
UNGGULAN berdasarkan tata ruang tersebut berada.
Kedua, perencanaan model dan strategi
Pendekatan Pengembangan Kawasan pemberdayaan dan pengembangan kawasan
Komoditas Unggulan komoditas unggulan atau strategis memiliki
arah dan tujuan tertentu sehingga
Pengembangan kawasan komoditas maksimalisasi faktor-faktor internal dan
unggulan memerlukan pemilihan kawasan eksternalnya dapat menciptakan nilai tambah
yang akan dikembangkan dengan persyaratan maupun dampak pengganda untuk mening-
tertentu dan sebagian diantaranya (Bappenas, katkan pendapatan daerah, kesempatan kerja
2006, 2006a, 2005, 2004, 2004a, 2003) maupun kesejahteraan rakyat.
adalah: (1) Memiliki kontribusi tinggi terhadap
ekonomi daerah; (2) Memiliki kesesuaian Ketiga keterbatasan anggaran pem-
lokasi; (3) Memiliki potensi untuk direplikasi bangunan dan juga perlunya fokus dalam
dan desiminasi; (4) Komplementer dengan pembangunan, khususnya dalam pengem-
kawasan lain; (5) Memiliki potensi pasar yang bangan dan pemberdayaan masyarakat
luas dan kemampuan memenangkan tingkat pertanian dan aneka usaha atau industri
persaingan; dan (6) Memiliki potensi respon pertanian, menyebabkan pemerintah pusat
dan dukungan dari pelaku dan stake holder dan daerah perlu memilih usaha pertanian
yang memadai. Berdasarkan hal ini, mulai dari hulu hingga hilir yang diprioritaskan
komoditas unggulan dan kawasan komoditas untuk dikembangkan. Pemilihan prioritas
yang ditetapkan untuk dikembangkan haruslah bukanlah hal yang mudah, karena ada trade-
memiliki kontribusi yang tinggi terhadap off antara berbagai sasaran pembangunan
perekonomian dan pembangunan ekonomi (misalnya, trade-off antara percepatan
daerah dalam jangka panjang. Oleh industrialisasi dengan penyediaan lapangan
kerja untuk masyarakat lokal sekitar kawasan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

176
yang akan dikembangkan). Berkaitan dengan (Setiyanto, 2009 dan 2011a). Hal ini dilandasi
upaya pemilihan prioritas lokasi ini Setiyanto, pemikiran bahwa keunggulan suatu komoditas
(2011a) mencatat bahwa pendekatan merupakan indikator adanya sumber-sumber
pengembangan kawasan komoditas unggulan keunggulan bersaing di daerah yang
memiliki beberapa persyaratan diantaranya: menyebabkan komoditas tersebut dapat
(1) adanya keterkaitan antar industri (industrial berkembang dengan lebih baik. Akan tetapi,
linkages); (2) adanya keterkaitan antar sektor sumber keunggulan bersaing tersebut tidak
pembangunan daerah; (3) perlunya keter- selalu sama untuk setiap komoditas. Menurut
sediaan infrastruktur pendukung; (4) perlunya Setiyanto (2011a) sebagian komoditas tumbuh
kesesuaian terhadap kondisi demografi (sosial dan berkembang karena adanya faktor alam,
budaya) dan geografi daerah; (5) adanya sebagian karena adanya keterampilan yang
ketersediaan dan potensi pemanfaatan energi sudah lama ditekuni oleh masyarakat petani
dan sumberdaya alam; (6) adanya dukungan setempat, dan mungkin ada yang berkembang
sumberdaya lainnya dalam pembangunan; (7) karena tradisi yang bersifat khas ataupun
adanya potensi kapasitas dan kapabilitas sebab-sebab lain. Hal ini juga telah diatur
perangkat kebijakan daerah; dan (8) adanya dalam Permentan No 50/Permentan/OT.140/
dukungan kondusifitas investasi daerah. 08/2012 Tentang Pedoman Umum Pengem-
Prioritas tertinggi tentunya diberikan pada bangan Kawasan Pertanian (Permentan No
wilayah-wilayah yang memiliki dan memenuhi 50/2012) dan Permentan No 76/2012
persyaratan ini lebih baik dibandingkan kandungan spesifik lokal dan memperhatikan
wilayah-wilayah lain. kearifan lokal dalam penetapan komoditas
Keempat, konsep perbaikan dan unggulan dan produk unggulan.
pengembangan atau pembangunan kawasan Keenam, setiap kawasan memiliki
komoditas unggulan dapat dilakukan dengan potensi untuk dikembangkan sebagai pusat
berbagai pendekatan diantara berbasis pada penumbuhan dan pengembangan banyak
faktor-faktor sumberdaya, kepemilikan faktor- alternatif komoditas. Oleh karenanya,
faktor produksi atas komoditas unggulan, diperlukan penentuan komoditas unggulan
kemampuan untuk menghasilkan sistem yang prioritas yang merupakan pilihan para
efisien, serta kemampuan untuk mengembang- stakeholder (Setiyanto, 2009; Setiyanto,
kan peran pelaku pembangunan (sumberdaya 2011a). Perbedaan penekanan pada kriteria
manusia). Apabila pengembangan kawasan keunggulan dan tujuan penetapan komoditas
dapat dilakukan dengan berlandaskan pada yang diprioritaskan, membuat permasalahan
faktor-faktor tersebut, maka kemampuan untuk ini sebagai suatu pembuatan keputusan yang
memiliki daya saing dapat diperoleh untuk bersifat banyak kriteria, banyak sasaran dan
memaksimalkan pemberdayaan faktor-faktor banyak pembuat keputusan. Menurut
keunggulan komparatif maupun faktor-faktor Setiyanto (2001, dan 2011a; Ratnawati et al.
modal sumberdaya manusianya. Keunggulan 2000 dan Siregar et al. 2003) ada beberapa
komparatif dari pembangunan kawasan dapat metode pengambilan keputusan banyak
dimaksimalkan apabila perbaikan kinerjanya kriteria (multi-criteria decision making) yang
dilakukan terhadap faktor-faktor pemanfaatan dapat digunakan untuk menyelesaikan hal ini.
kekayaan alam, pemberdayaan tenaga kerja Saaty (1986; 1988; 1991; 1993; 1994; 2000
yang murah, maupun maksimalisasi peman- dan 2000a) meletakkan dasar-dasar dan
faatan posisi wilayah yang strategis. Dilain metode pengambilan keputusan multi kriteria,
pihak, faktor-faktor modal berupa sumberdaya yang dalam penerapannya dalam penetapan
manusia dapat diberdayakan dan dimaksimal- komoditas unggulan dan kawasan pengem-
kan kinerjanya jika tetap memperhatikan bangannya digunakan oleh Setiyanto (2001,
faktor-faktor penggerak sumberdaya yang lain, dan 2011a); Ratnawati et al, ( 2000); Siregar,
sumber inovasi, sumber pengembangan et al (2003) dan Setiyanto, et al (2012). Dalam
teknologi, sumber peningkatan kewirausahaan, metode ini seluruh kriteria yang dipandang
sumber perbaikan etos kerja, serta sumber penting oleh para stakeholder dibandingkan
perbaikan yang berkelanjutan yang berbasis satu sama lain, hingga diperoleh peringkat
pengetahuan (know how) dan teknologi maju. kepentingan atau bobot setiap kriteria.
Kelima, meskipun kompetensi inti Selanjutnya, komoditas-komoditas unggulan
sering tidak sama dengan konsep komoditas juga dibandingkan satu sama lain berdasarkan
unggulan, penentuan kompetensi inti usaha setiap kriteria. Komoditas dan kawasan yang
diawali dengan penentuan komoditas prioritas

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

177
dipilih adalah yang memiliki bobot total tahapan (Wirabrata, 2000; Setiyanto, 2004,
tertinggi. 2005, 2006, 2006a, 2006b, 2006c, 2006d,
Ketujuh, baik secara komoditas 2006d, 2006e, 2006f, 2009, 2010a, 2011 dan
maupun secara kawasan, adanya persyaratan 2011a) yaitu: (1) Fase start-up; (2) Fase pilot;
kesesuaian lokasi baik dalam perspektif dan (3) Fase diffusi. Pada fase start-up hal-hal
geografis, zona agroecology, zona agroklimat, yang perlu dilakukan adalah: (a) Survai
agroekonomi, skala luasan, skala wilayah dan kawasan (desk dan location research); (b)
lain-lain adalah sangat mutlak untuk dipenuhi. Menetapkan prioritas kawasan yang akan
Kesesuaian lokasi tidak hanya menilai dikembangkan; (c). Melakukan analisis dan
persyaratan aspek budidaya seperti kese- diagnosis kawasan secara detil menuang-
suaian terhadap zona agroekosistem semata kannya dalam bentuk masterplan dan rencana
namun juga perlu memperhatikan persyaratan kegiatan aksi tahunan; dan (d) Mempersiap-
lain. Pengembangan kawasan komoditas kan tim kerja untuk melalukan mobilisasi
unggulan dalam rangka pembangunan sumberdaya dan sumber dana, kolaborasi
ekonomi harus tetap seiring dan sejalan antar seluruh stakeholder, memasyarakatkan
dengan pengembangan infrastruktur wilayah dan implementasi kawasan. Pada fase pilot
secara unggul (Setiyanto, 2011a). hal-hal yang perlu dilakukan adalah : (a)
Pengorganisasian dalam pengembangan
Kedelapan, pengembangan ekonomi kawasan terpilih; (b) Peningkatan kapasitas
pada kawasan komoditas memiliki orientasi pengelolaan (capability building); (c) Pelatihan
jangka panjang sehingga harus dilandasi visi untuk fasilitator (pemandu lapangan,
untuk memperbaiki sektor makro dan penyuluhan, bimbingan, asistensi, fasilitasi,
masyarakat. Visi yang seyogianya dicapai dari advokasi, dan lain-lain); (d) Implementasi Pilot
level komunitas adalah tercapainya stabilisasi Model; dan (e). Mempersiapkan pengem-
perekonomian masyarakat yang aktif dan bangan kawasan yang lain. Pada fase diffusi
produktif, stabilisasi kehidupan berpolitik hal-hal yang perlu dilakukan adalah: (a)
masyarakat, peningkatan kesadaran sosial dan Verifikasi dan konsolidasi kelompok kawasan
lingkungan, serta pemberdayaan pertanian di skala pilot; (b) Pengembangan dan peng-
perdesaan sebagai basis perekonomian yang organisasian kelompok kawasan kedua dan
lebih produktif, dapat didiversifikasi dan seterusnya; dan (c) Pengorganisasian untuk
dikomersialisasikan (Setiyanto, 2011a). Meski- penyelenggaraan kawasan yang lainnya.
pun demikian, sifat prioritas suatu komoditas
sangat tergantung dari visi daerah mengenai Kesepuluh, dalam rangka memudah-
arah dan sasaran pembangunannya dan misi kan manajemen pembangunan dan mening-
daerah dalam mencapai sasaran tersebut. katkan jaminan keberhasilannya, pengemba-
Oleh karena itu, data-data statistik dan kajian ngan kawasan komoditas unggulan atau
potensi daerah hanyalah sebagian informasi strategis akan sangat membutuhkan komple-
yang diperlukan untuk membuat keputusan mentasi dengan kawasan lainnya baik yang
mengenai sektor, subsektor dan komoditas berada pada satu kabupaten/kota maupun
unggulan. Keputusan mengenai hal tersebut dalam wilayah Provinsi bahkan hingga antar
adalah suatu proses pembuatan kebijakan pulau atau skala nasional (Setiyanto, 2011a).
yang memerlukan partisipasi aktif berbagai Dapat dicontohkan bahwa pengembangan
pemangku kepentingan (stakeholder) di kawasan komoditas jagung akan komplemen
daerah. dengan kawasan komoditas unggulan sapi
potong dan komoditas peternakan lainnya,
Kesembilan, kawasan memiliki siklus selain harus terintegrasi dengan industri pakan
pertumbuhan dan siklus pertumbuhan ternak atau industri agro lainnya yang
kawasan mulai dari kawasan embrio atau cikal dikembangkan oleh Kementerian
bakal hingga kawasan berkembang dan maju Perindustrian. Sementara itu kawasan
perlu diperhatikan. Setiap siklus memiliki ciri pengembangan jagung manis akan
dan karakteristik yang berbeda, sehingga komplemen dengan kawasan pariwisata yang
penanganan pengembangan kawasan embrio, dikembangkan oleh Kementerian Budaya dan
tentunya akan berbeda dengan kawasan yang Pariwisata. Persyaratan komplementasi ini
sudah berkembang maupun maju, atau menyebabkan pengembangan kawasan
sebaliknya. Berkaitan dengan penanganan komoditas unggulan mensyaratkan
pengembangan kawasan berdasarkan siklus (Wirabrata, 2000; Setiyanto, 2004, 2005, 2006,
ini, secara umum, diperlukan tiga konsep 2006a, 2006b, 2006c, 2006d, 2006d, 2006e,

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

178
2006f, 2009, 2010a, 2011, 2011a dan rawan bencana, dan lain-lain (policy driven);
Setiyanto et al., 2011): (1) Perlunya dan (5) Kawasan yang dikembangkan
penyandingan (imposed) pilihan Kementerian berdasarkan gabungan dari faktor-faktor diatas
Pertanian dengan program-program pilihan atau penggabungan faktor-faktor diatas
seluruh Kementerian lainnya, karena (composite driven).
Kementerian Pertanian tidak berhasil jika tidak Keduabelas, pengembangan kawa-
melakukan kerjasama dengan seluruh san memiliki keterkaitan dan interaksi antar
kementerian lain secara nasional. Pilihan wilayah dalam kerangka pengembangan
Kementerian Pertanian haruslah komple- perekonomian. Kawasan komoditas unggulan
menter dengan kementerian lainnya agar memiliki sistem rantai distribusi dan pema-
memperoleh dukungan; (2) Perlunya saran yang cenderung panjang dari wilayah
penyandingan (imposed) pilihan Unit Eselon I produksi ke wilayah konsumsi, dari wilayah
dengan program-program pilihan seluruh unit sumber input ke lokasi kawasan. Sistem ini
eselon I lainnya, karena unit eselon I tidak menyangkut distribusi logistik dan proses
berhasil jika tidak bekerjasama dengan seluruh penanganan komoditas yang membutuhkan
unit eselon I dalam kementerian lain pada waktu yang lama, serta sering dikenai berbagai
tingkat pusat (multi department); (3) Perlunya pungutan dalam pengangkutannya (Setiyanto,
penyandingan (imposed) pilihan daerah 2011a). Keterkaitan dan interaksi antar wilayah
dengan pilihan nasional dan pusat, sehingga dalam pengembangan kawasan dihadapkan
antara pilihan daerah dengan pilihan nasional: pada kondisi infrastruktur transportasi (jalan
komplementer; (4) Prioritas pilihan (kawasan) raya, jembatan, pelabuhan, bandar udara, dan
sesuai dengan kompetensi wilayah dan lain-lain), listrik dan telekomunikasi (jaringan
kebijakan dan daya saing nasional; (5) Pilihan telepon dan internet) ketersediaannya masih
kawasan merupakan bagian inheren dari belum baik dan merata. Selain itu, daerah
strategi pembangunan ekonomi dan industri penghasil bahan baku cenderung mem-
(nasional) dan pembangunan daerah; (6) prioritaskan diri untuk memasarkan komoditas
Setiap kawasan harus memiliki visi, misi, unggulan maupun produk-produk hasil olahan
tujuan, sasaran dan strategi yang jelas, terkait ke daerah-daerah yang mampu
sehingga seiring dan searah dengan memberikan nilai jual yang lebih tinggi
pembangunan nasional dan daerah. daripada menjualnya pada beberapa daerah
Kesebelas pilihan kawasan memiliki disekitarnya, yang melalui proses
dasar tertentu sebagai faktor utama yang akan pengembangan produk (product development)
menjadi penciri utama dalam upaya peraihan mampu memberikan nilai tambah dan
daya saing. Menurut Setiyanto, (2011a) dan keunggulan kompetitif secara lebih baik. Hal
Setiyanto et al. (2011), lima faktor utama tersebut menjadi dasar pertimbangan yang
tersebut adalah (1) Kawasan yang jelas bahwa perubahan struktural pada
dikembangkan bedasarkan faktor pemenuhan masyarakat sekitar kawasan sangat
kebutuhan pasar luar negeri atau memenuhi dipengaruhi oleh fungsi dan peranan kota dan
permintaan pasar ekspor (internasional driven daerah lain sebagai penyedia jasa dan tenaga
atau multinasional driven); (2) Kawasan yang kerja, pasokan produksi, pasar, industri
dikembangkan berdasarkan faktor pemenuhan manufaktur, maupun informasi yang berkaitan
permintaan pasar domestik atau memenuhi dengan hal-hal tersebut (Setiyanto, 2011a).
permintaan kebutuhan domestik dan substitusi Pengembangan kawasan akan memberikan
impor (domestic market driven and import hasil perbaikan perekonomian yang optimal
subsitution); (3) Kawasan yang dikembangkan apabila terdapat kesesuaian dalam proses
berdasarkan faktor keunggulan komparatif interaksi yang efektif antar kota (pusat
dan kompetitif sumberdaya atau mengem- konsumsi) dan perdesaan (kawasan komoditas
bangkan dan memanfaatkan potensi kekuatan unggulan atau pusat produksi).
sumberdaya (resource base driven); (4) Adanya interaksi antar wilayah
Kawasan yang dikembangkan berdasarkan dikaitkan dengan upaya peningkatan daya
kebijakan khusus pemerintah atau memenuhi saing dengan mewujudkan keunggulan
fokus utama kebijakan pemerintah misalnya komparatif menjadi keunggulan kompetitif
kebijakan swasembada dan ketahanan komoditas unggulan. Para pelaku usaha dalam
pangan, substitusi impor dan peningkatan kawasan komoditas unggulan perlu mem-
daya saing nasional, daerah perbatasan, pelajari tiga elemen penting penyusunan
daerah transmigrasi, daerah terpencil, daerah konsep pengembangan strategi bisnis di masa

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

179
depan, konsep kebijakan pengembangan dan wilayah Pantura Jawa Barat hingga Jawa
penerapan model pengembangan kawasan Timur merupakan kawasan padi setelah
komoditas unggulan. Berdasarkan konsep ini sebelumnya dikembangkan oleh pemerintahan
pendekatan pengembangan kawasan komo- Mataram Islam. Setelah Sultan Agung yang
ditas unggulan dilakukan dengan berbasis menyerang Belanda di Batavia mengalami
klaster. Berdasarkan pendekatan klaster ini, kekalahan, pengembangan pertanian padi,
dalam pelaksanaannya, pengembangan wilayah ini dilanjutkan dan diperluas menjadi
kawasan lebih ditujukan pada pembentukan kawasan perkebunan gula sejak 1830-an.
dan penggabungan sentra-sentra komoditas Disamping gula, komoditas perkebunan
unggulan yang difasilitasi oleh pemerintah, lainnya yaitu teh, karet, kakao, kopi dan
sehingga dengan menjalankan fungsinya tembakau juga mejadi komoditas unggulan
sebagai penggerak dan pendorong utama perkebunan, yang tidak hanya dilakukan di
percepatan perbaikan kondisi perekonomian Jawa tetapi juga di luar Jawa terutama wilayah
masyarakat, pengembangan kawasan diharap- Sumatera bagian Utara.
kan dapat menstimulasi industri hulu dan hilir Pada komoditas peternakan, selain
secara lebih baik. Hal tersebut yang perlu mendatangkan ternak sapi untuk mendukung
dijadikan dasar pertimbangan pengembangan pengerjaan lahan dan angkutan hasil tanaman,
kawasan secara terpadu antar komoditas dan sapi potong dan sapi perah dikembangkan
antar lokasi kawasan, sehingga pelaksanaan- pula di Pulau Jawa. Pada sapi perah
nya pun seharusnya dilakukan dengan pengembangan difokuskan pada wilayah
berorientasi kepada produksi yang diarahkan Batavia atau Jakarta dan Banten, Jawa Barat,
pada penciptaan keterkaitan antara proses Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan
produksi, pengolahan dan pemasaran sebagai catatan Merkens (1926), di wilayah Jakarta,
satu kesatuan sistem (Setiyanto, 2011a). Jawa Barat dan Banten pengembangan
Melalui pendekatan klaster pengembangan kawasan sapi dan sapi perah berada : (1)
dan pembangunan komoditas unggulan wilayah Bantam yaitu Karesidenan Banten; (2)
mampu mewujudkan keunggulan komparatif wilayah Batavia yaitu wilayah Jakarta,
(comparative advantage) dan keunggulan Jatinegara, Bogor dan Karawang; (3). wilayah
kompetitif (competitive advantage). Pende- Preanger-Regentschappen yaitu wilayah
katan ini akan berhasil apabila didukung Karesidenan Priangan, Cianjur dan Sukabumi;
dengan pendekatan sistem agribisnis mulai dan (4) wilayah Cirebon yang meliputi wilayah
dari subsistem hulu hingga hilir serta seluruh Karesidenan Cirebon. Sudono (1983) men-
subsistem pendukung penunjangnya. Dalam catat pengembangan kawasan sapi dan sapi
pembangunan pertanian masa lalu, pen- perah berada di wilayah Salatiga, Boyolali dan
dekatan ini lebih dikenal dan populer sebagai sekitarnya, dan di Jawa Timur pengembangan
pendekatan terpadu. Pengembangan kawasan kawasan sapi potong dan sapi perah
dengan pendekatan terpadu pernah diuji berdasarkan Dasuki (1983) dimulai dari Grati.
keberhasilannya dalam program pencapaian
swasembada beras, pengembangan industri Pada masa setelah kemerdekaan,
gula, pengembangan komoditas perkebunan pengembangan komoditas unggulan dengan
berorientasi ekspor dan pengembangan pendekatan kawasan dimulai sejak periode
industri perunggasan 1950-an hingga 1960-an berdasarkan program
Rencana Kemakmuran Istimewa dari Menteri
I.J Kasimo, dimana disamping pengembangan
Pengembangan Kawasan Komoditas pertanian rakyat juga dilakukan peralihan
Unggulan pada Masa Lalu penguasaan perusahaan perkebunan,
Pendekatan pengembangan komo- peternakan dan perdagangan hasil pertanian
ditas unggulan berbasiskan kawasan yang tadinya milik asing menjadi milik
sebenarnya bukan barang baru. Sekalipun nasional, yang pengelolaannya dalam bentuk
saat itu belum dikenal konsep, teori dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
model-model atau pola pengembangan Pengembangan komoditas unggulan dengan
kawasan, karena hal itu muncul belakangan, pendekatan kawasan selanjutnya mengikuti
perintisan dan pengembangan komoditas berbagai pola dan bentuk pengusahaan yang
unggulan melalui pendekatan kawasan sudah didasarkan atas kebijakan Pembangunan
dilaksanakan sejak masa sebelum kemerde- Nasional Sementa Berencana pada periode
kaan. Pada komoditas tanaman pangan, 1961 – 1998. Pada masa periode 1961 hingga
1968 merupakan masa peralihan dan pada

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

180
1969 – 1998 merupakan masa implementasi Dunia, yang kemudian diikuti oleh Bank
dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan
(Repelita), yang kita kenal secara umum Jerman. Implementasi pendekatan PIR
dengan masa Orde Baru. Secara konkrit dilaksanakan dengan proses melalui
pengembangan komoditas unggulan menjadi serangkaian pengkajian dan pembahasan
bagian dari perencanaan secara nasional pada yang dilakukan bersama instansi terkait,
tahun 1969 yang ditetapkan pada Garis Besar sehingga dapat dicapai kesepahaman
Haluan Negara. Garis-garis Besar Haluan pendekatan pelaksanaannya. Pelaksanaan
Negara (GBHN) yang memuat rencana jangka kegiatan diperlukan dukungan pembiayaan
panjang 25 tahun pertama yang dituangkan yang besar, apalagi pelaksanaannya dilakukan
dalam serangkaian Repelita, (Repelita I secara simultan dibanyak lokasi, sehingga
sampai V) dimulai sejak 1969/1970 secara memanfaatkan pendanaan di luar anggaran
tegas menetapkan implementasi pelaksanaan pemerintah.
yang diwujudkan dalam bentuk proyek Sejalan dengan perkembangan PIR
pembangunan diawali dengan menempatkan perusahaan
Pada masa Orde Baru implementasi BUMN sebagai perusahaan inti hingga periode
pengembangan komoditas unggulan dengan 1990-an, dalam pengembangan selanjutnya
pendekatan kawasan mencapai keberhasilan, perusahaan swasta juga menjadi perusahaan
dimana swasembada beras dapat dicapai inti. Pengembangan pola PIR merupakan
dalam tiga pelita. Wilayah Pantura Jawa kegiatan lintas sektor, karenanya modifikasi
sebagai basis utama kawasan padi hingga kelanjutan pelaksanaan pengembangannya
saat ini, dengan Badan Pengendali BIMAS harus dapat diterima oleh berbagai unit
(BP) sebagai pengelola utama kawasan, yang fungsional terkait. Pembahasan demi
dipimpin langsung oleh Presiden dan Menteri pembahasan terus dilakukan sampai didapat
Pertanian sebagai sekretaris dan BULOG kerangka konsepsi pendekatan kelanjutan
sebagai salah satu penyerap pasar utama pengembangan pola PIR yaitu pola PIR-Trans
beras. BUMN lain sebagai penyedia pupuk dan pada lokasi transmigrasi untuk kelanjutan pola
benih, perusahaan swasta sebagai produsen PIR bukaan baru dan pola Kemitraan untuk
pestisida, KUD, Kelompok Tani, dan sebagai kelanjutan pola PIR Lokal atau PIR yang
agen perubahan di level desa, pengembangan sudah berkembang.
didukung kredit program dengan bank Pada komoditas peternakan, dalam
pelaksana bank BUMN. Pembangunan irigasi pengembangan komoditas unggas khususnya
dan waduk juga dilakukan untuk menyediakan dapat dicontohkan pada ayam ras. Ber-
kebutuhan air irigasi bagi pengembangan padi dasarkan sejarah pengembangan komoditas
sawah. ayam ras, perintisan pengembangan dimulai
Pada komoditas perkebunan, kawasan sejak tahun 1950-1960, kemudian dilanjutkan
tebu berdampingan dengan kawasan padi. 1961-1971 yang merupakan tahapan landasan
Sedangkan pada komoditas lainnya untuk pengembangan selanjutnya; periode
melanjutkan yang telah dikembangkan sejak 1971-1981 merupakan masa penumbuhan
masa sebelum kemerdekaan dan membuka dan periode tahun 1981-1987 merupakan
kawasan baru di luar Jawa. Pengembangan pengembangan dan periode selanjutnya yaitu
dilakukan dengan program Perkebunan Inti sejak 1988 merupakan pemantapan. Periode
Rakyat (PIR) yang dilahirkan berdasarkan hasil 1981–1987 merupakan perkembangan per-
dari mempelajari sejarah panjang pertanian unggasan yang sangat cepat pada periode
perkebunan yang dimulai dari zaman Dutch tahun 1981-1987 melahirkan pertentangan
East India Company atau Vereenigde Oost- kepentingan antara peternak ayam skala
Indische Compagnie atau VOC periode 1602– besar (komersial) dengan peternak skala
1830, Cultuur Stelsel 1830 sampai dengan keluarga (backyard). Kemelut ini melahirkan
Agrarisch Wet 1870, dimana pertanian kebijakan pemerintah pada tahun 1981
khususnya perkebunan menjadi andalan dengan ditetapkan Keppres No.50/1981
perekonomian Hindia Belanda. Data sejarah (restrukturisasi usaha peternakan ayam dan
pengembangan kawasan perkebunan menun- stabilisasi). Untuk memantapkan sasaran
jukkan bahwa pengembangan pola PIR stabilisasi, pada tahun 1984 ditetapkan
diawali dengan seri proyek PIR Berbantuan pelaksanaan Pola Perusahaan Inti Rakyat
yang kemudian dikenal dengan nama Nucleus (PIR) perunggasan.
Estate Smallholder (NES) bantuan Bank

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

181
Munculnya peternakan besar menye- petani memilih komoditas yang ditanam,
babkan terdesaknya para peternak kecil/usaha adanya perubahan kebijakan seperti
ternak keluarga. Hal ini disebabkan adanya penghentian Kredit Likuiditas Bank Indonesia
persaingan harga produksi dalam pema- (KLBI), penerapan Letter of Inten (LOI)
saran, dimana harga produksi yang Indonesia dengan International Monetary Fund
dihasilkan oleh peternak rakyat. Akibatnya, (IMF) yang berimplikasi pada banyak hal
tidak sedikit dari peternakan rakyat yang misalnya perubahan peran BULOG,
gulung tikar. Untuk mengatasi keadaan pengurangan subsidi pertanian, penurunan
tersebut, pemerintah mengeluarkan Keppres tarif yang memungkinkan komoditas impor
No.50 tahun 1981 dalam rangka menata masuk dengan relatif harga murah,
kembali struktur usaha peternakan. Kebijakan penghentian Bukti Serap dari Industri
ini dikeluarkan karena perkembangan yang Pengolahan Susu (IPS) dari peternak susu
pesat dari produksi tidak diikuti dengan tahun 1988, dan implementasi otonomi daerah
pemasaran yang sehat. Pada akhirnya kondisi yang memberikan konsekuensi dengan
tersebut menimbulkan dampak negatif bagi pandangan berbeda terhadap sektor pertanian
perkembangan usaha ternak berskala kecil. turut menyebabkan pengembangan komoditas
Tujuan dari Keppres No.50 tahun 1981 adalah unggulan berbasis kawasan mengalami
untuk meningkatkan kesempatan kerja dan tantangan yang berat pada periode setelah
meningkatkan pendapatan para peternak Orde Baru.
kecil/usaha keluarga. Untuk mempercepat Sekalipun banyak mengalami tan-
keberhasilan usaha peternakan berdasarkan tangan dan kendala, hasil-hasil pembangunan
Keppres tersebut, ditempuh pembinaan usaha yang telah dicapai pada masa lalu tidaklah
secara tertutup yang saling menguntungkan hilang begitu saja. Upaya untuk tetap
antara penyalur produksi (sebagai inti) dengan menggunakan pendekatan itu terus berjalan.
peternak kecil dengan bentuk PIR Pola-pola pengembangan komoditas unggulan
(Perusahaan Inti Rakyat). pada masa lalu, menunjukkan keberhasilan-
Program ini dikukuhkan dengan SK nya, sehingga memberikan pelajaran berharga
Menteri Pertanian No. 330/342/Kpts/5.84. diantaranya adalah bahwa keberhasilan
Setelah ditemukan adanya kelemahan dari mencapai swasembada beras selain dilakukan
Keppres No.50 tahun 1981 dalam rangka dengan pendekatan sistem agribisnis (pada
meningkatkan kesempatan berusaha dan saat itu istilah agribisnis belum dikenal) dan
kesejahteraan rakyat, maka dikeluarkan berbasis kawasan dengan pendekatan klaster.
kebijakan baru berupa Keppres No.22 tahun Demikian pula pada program pengembangan
1990 tentang pembinaan usaha ternak ayam tanaman perkebunan yang berorientasi
ras. Dilengkapi dengan SK Menteri ekspor. Dalam pendekatan dan basis yang
No.362/Kpts/T.N.120/5/1990 tentang tata cara sama, pola pengembangan tanaman per-
perizinan usaha peternakan. Selanjutnya kebunan, yaitu program inti plasma
dalam pengembangan usaha peternakan lebih perkebunan atau Perusahaan Inti Rakyat (PIR)
diarahkan melalui pola Kawasan Industri baik dengan pola PIR Trans maupun non PIR
Peternakan (KINAK). Model perusahaan dalam Trans dan juga PIR Unggas Ayam Potong dan
pola KINAK adalah sebagai berikut: (1) Petelur, adalah contoh keberhasilan
KINAK PRA (Peternakan Rakyat Agribisnis); pengembangan komoditas unggulan dengan
(2) KINAK PIR (Peternakan Inti Rakyat); dan pendekatan sistem agribisnis, berbasis
(3) KINAK SUPER (Sentra Usaha Peternakan kawasan dan pendekatan klaster. Disamping
Ekspor). itu, juga telah diluncurkan berbagai
Berdasarkan informasi di atas, gerakan/model/pilot proyek yang pernah
pengembangan komoditas unggulan berbasis dirintis, seperti Sentra Pengembangan
kawasan menunjukkan keberhasilannya Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU),
hingga 1998. Di samping adanya disharmoni Kawasan Agribisnis Hortikultura, Kawasan
antara manajemen perusahaan dengan petani Industri Peternakan (KINAK), Kawasan Usaha
mitra seperti dilaporkan oleh Chotim (1996), Peternakan (KUNAK), Kawasan Industri
juga karena desakan pertumbuhan kebutuhan Masyarakat Perkebunan (KIMBUN), dan
wilayah pembangunan perumahan dan fasilitas Kawasan Agropolitan, serta berbagai
perkotaan, lahirnya Undang-Undang Budidaya koordinasi perencanaan pengembangan
tahun 1992 yang memberikan kebebasan kawasan lainnya seperti paddy belt di Pantura

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

182
Jawa, corn belt di wilayah selatan Jawa Barat wilayah. Sebagai kawasan yang baru
dan wilayah sentra produksi jagung Provinsi dikembangkan, berbagai program dan
Gorontalo dan cocoa belt di Sulawesi. kegiatan, serta pemenuhan kebutuhan
Berdasarkan keberhasilan tersebut, pe- infrastruktur dilakukan secara bertahap.
ngembangan komoditas unggulan berbasis Dimulai dari tahap inisiasi berupa studi
kawasan kembali menjadi salah satu kebijakan perencanaan pengembangan, penetapan oleh
yang ditempuh oleh Kementerian Pertanian, Gubernur dan Bupati hingga operasional
dengan terbitnya Permentan No 50/2012 dan pengembangannya. Berbeda dengan kawasan
Permentan No 76/2012. yang sudah lama terbentuk misalnya di
Belajar dari hasil-hasil pembangunan wilayah Pantura, dimana penguatan simpul-
masa lalu, secara umum pola dasar simpul agribisnis yang fungsinya belum optimal
pengembangan kawasan komoditas unggulan diperkuat, maka pada kawasan DEKAFE
dapat dibagi ke dalam dua tipe (Setiyanto, dirintis pengadaannya, dan skalanya diperluas
2011a), yaitu: (1) pola pengembangan dari tahun ke tahun. Pengembangan kawasan
kawasan yang sudah ada, dan (2) pola ini dikelola dan dikoordinasikan oleh Dinas
pengembangan kawasan baru. Pola pengem- Pertanian Kabupaten pada tataran operasional
bangan kawasan yang sudah ada adalah wilayah pengembangan, sementara pada
pengembangan yang ditujukan untuk mem- tingkat provinsi berada di bawah Dinas
perluas skala produksi dan melengkapi/ Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
memperkuat simpul-simpul agribisnis yang yang memiliki sekretariat khusus bagi program
belum berfungsi optimal di masing-masing pengembangan rice estate pada seluruh
sentra di dalam kawasan. Skala luasan wilayah provinsi.
kawasan sentra dapat bertambah sesuai
potensi daya dukung dan daya tampung yang Implementasi Pengembangan Kawasan
dimiliki di masing-masing kawasan. Belajar Komoditas Unggulan Perspektif ke Depan
dari pola pengembangan PIR perkebunan,
maka model yang dikembangkan adalah Pengembangan kawasan komoditas
dengan meningkatkan kemitraan. unggulan yang dilandasi oleh Permentan No
50/2012) adalah dalam rangka mencapai
Sedangkan pola pengembangan ka- empat target sukses Kementerian Pertanian
wasan baru adalah pengembangan yang (Kementan). Pengembangan kawasan dimak-
ditujukan pada kawasan sentra komoditas sudkan untuk memadukan serangkaian
unggulan yang belum memenuhi skala program dan kegiatan pembangunan pertanian
minimum sentra atau pada wilayah potensial menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam
yang belum dikembangkan. Dengan demikian perspektif sistem maupun kewilayahan,
dalam pola ini terdapat dua tipe sehingga dapat mendorong peningkatan daya
pengembangan (Setiyanto, 2011a), yaitu: (1) saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya
memperluas skala yang belum memenuhi kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha
skala minimum efisiensi, dan (2) membangun tani. Pengembangan kawasan komoditas
kawasan pada wilayah potensial secara unggulan merupakan berbagai upaya untuk
bertahap hingga mencapai skala minimum memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di
efisien kawasan. Salah satu contoh kawasan wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan
yang baru yang terus diupayakan pengem- pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan
bangannya adalah Pengembangan Kawasan antar wilayah, maka model pengembangan
Delta Kahayan Food Estate (DEKAFE) seluas kawasan komoditas unggulan sangat terkait
50 ribu ha di Kabupaten Bulungan Kalimantan erat dengan pengembangan kawasan
Timur (Setiyanto et al., 2012). DEKAFE nasional. Oleh karena itu, pengembangan
dikembangkan dengan pola terintegrasi antara kawasan komoditas unggulan perlu dipadukan
tanaman padi dan ternak sapi, pelibatan dengan kawasan lain dan implementasi
swasta dalam pencetakan sawah dan pengembangannya merupakan kawasan ter-
pembukaan areal baru serta optimalisasi lahan padu dari berbagai kawasan yang telah ada
sawah di lokasi transmigrasi yang diiringi sebelumnya. Berdasarkan hal ini, pengemba-
dengan keterpaduan berbagai program baik ngan kawasan komoditas unggulan
dari pemerintah pusat maupun daerah, baik merupakan bagian tak terpisahkan dengan
intansi teknis pertanian maupun pekerjaan pengembangan berbagai kawasan lain pada
umum, transmigrasi, BUMN dan prasarana

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

183
masing-masing kabupaten/kota. Kawasan satu komoditas saja yang dikembangkan
komoditas unggulan yang dikembangkan namun demikian perlu ditetapkan satu
harus terintegrasi dengan kawasan-kawasan komoditas utama tanpa harus meninggalkan
lain yang ada didalamnya dan komoditas komoditas lainnya. Kedua, penetapan pusat
unggulan yang dikembangkan merupakan pengembangan kawasan yang dijadikan pusat
komoditas yang terpilih pada sektor unggulan layanan pengembangan, selanjutnya sentra-
masing-masing kabupaten/kota, khususnya sentra disekitarnya digabungkan menjadi
untuk komoditas unggulan tanaman pangan, bagian sebuah satu kesatuan kawasan yang
hortikultura, perkebunan dan peternakan. utuh sehingga mencakup wilayah yang lebih
Pengembangan kawasan komoditas unggulan luas dan mencapai skala efisiensi kawasan.
akan memiliki keterkaitan erat dengan sektor Ketiga, mendorong keterkaitan usaha
unggulan non pertanian, sehingga integrasi pengembangan komoditas unggulan pada
struktural dan fungsional dapat dibangun setiap sentra dalam kawasan dengan pusat
secara sinergis. distribusi bahan baku dan penolong serta
Pengembangan kawasan komoditas kebutuhan sarana lainnya yang umumnya
unggulan yang memiliki keterkaitan erat terletak pada kawasan lain yang telah
dengan kawasan-kawasan yang telah dibentuk terbentuk sebelumnya dan menggerakkan
sebelumnya, mengarahkan sektor non per- pusat-pusat tersebut mampu melayani hingga
tanian khususnya sektor industri, perdagangan lokasi terdekat petani. Keempat, mengem-
dan pariwisata dapat ditempatkan sebagai bangkan pusat-pusat pertumbuhan di setiap
faktor pendorong sekaligus penarik pengem- kawasan inti dalam pola klaster pengem-
bangan kawasan komoditas unggulan. bangan yang akan diposisikan sebagai simpul
Keterkaitan ini akan mendorong terjadinya pengolahan dan pemasaran komoditas
spesialisasi dan kompetensi inti dari kawasan unggulan. Kelima, meningkatkan aksesibilitas
komoditas unggulan, dimana pengembangan dan jaringan interaksi: informasi, transportasi,
komoditas dapat diarahkan mulai dari hulu telekomunikasi dan jaringan kemitraan dan
hingga hilir mengikuti pohon industri dari aliran produk antara pusat pengembangan
masing-masing komoditas unggulan. Pengem- kawasan dengan sentra atau zona kawasan
bangan produk dari masing-masing komoditas pendukung. Keenam, disamping dilakukan
perlu diarahkan pada produksi yang paling upaya perbaikan infrastruktur jalan, jembatan,
tinggi nilai tambahnya. terminal, pusat promosi dan pasar serta
infrastruktur lainnya seperti jaringan air dan
Upaya untuk menciptakan suatu listrik, diperlukan infrastruktur lainnya yaitu
kawasan pengembangan komoditas unggulan Pusat Layanan Agribisnis yang memberikan
tertentu sebagai kompetensi inti dari suatu bantuan teknis budidaya, layanan mutu,
wilayah memerlukan keterkaitan erat antar sertifikasi produk, kemasan dan merk
kawasan sebagai penyedia sarana produksi, termasuk perijinan usaha jika diperlukan.
penyedia bahan baku utama agroindustri, Ketujuh, pengembangan infrastruktur dalam
pusat-pusat yang ditetapkan sebagai pusat rangka pengembangan kawasan harus
promosi dan pemasaran serta layanan bisnis dilakukan secara terpadu sehingga mampu
sebagai kawasan inti atau pusat pengem- mengurangi disparitas pertumbuhan antar
bangan dan wilayah-wilayah sumber bahan kawasan inti perlu dilakukan upaya untuk
baku dan penolong dari produk-produk hasil mendorong pola perkembangan yang lebih
industri seperti benih/bibit, pupuk, kemasan, seimbang dan serasi antar sentra. Hal ini
Bahan Bakar Minyak (BBM) dan alat dan berarti bahwa dalam upaya peningkatan daya
mesin pertanian dan pengolahan hasil saing dan nilai tambah komoditas unggulan
pertanian serta layanan usaha lainnya. melalui pengembangan spesialiasi dan
Implementasi pengembangan kawa- kompetensi inti dapat dilakuan melalui sistem
san komoditas unggulan yang mengaitkannya agribisnis terpadu dengan pendorong utama
dengan kawasan-kawasan lain yang telah ada atau lokomotif pengembangan adalah
memiliki arah sebagai berikut: pertama, pengembangan agroindustri dan pemasaran
mendorong konsep pengembangan satu hasil yang didudukung oleh subsistem hulu
kawasan satu komoditas unggulan utama (satu dan penunjangnya.
kawasan satu kompetensi inti/komoditas Dalam rangka mendorong peningkatan
unggulan). Dalam hal ini bukan berarti hanya nilai tambah dan pendapatan petani, daya

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

184
saing dan ekspor diperlukan suatu penataan petani dilakukan dengan mendorong pengem-
secara nasional tanpa meninggalkan bangan kompetensi inti dan komoditas
semangat otonomi daerah, sehingga pusat unggulan yang unik dan spesifik sebagai
pengembangan kawasan dilakukan dalam sumber kekuatan daya saing wilayah dalam
lingkup satu kabupaten atau beberapa konteks regional dan global/international.
kecamatan dalam kabupaten. Sementara itu Sebagai contoh adalah beras organik (beras
dalam menjaga jaringan kerjasama antar merah) di Kecamatan Cisayong Kabupaten
wilayah kabupaten dan sesuai dengan Tasikmalaya dan Kecamatan Panca Agung
penetapan kawasan andalan penetapan Kabupaten Bulungan akan sulit ditiru oleh
kawasan, Permentan No 50/2012 dan formasi kabupaten lain, sehingga dalam perluasan
Pusat Penelitian Komoditas, Balai Penelitian melalui pengembangan kawasan unggulan
Komoditas, Balai Pengkajian Teknologi yang sama pada kawasan lain Kabupaten
Pertanian (BPTP) atau UPT di bawah Badan Tasikmalaya dan Bulungan diperkuat terlebih
Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan dahulu untuk selanjutnya menjadi kawasan inti
Badan Sumberdaya Manusia Pertanian dan dan tempat pembelajaran bagi kawasan lain
Eselon I serta instansi lainnya maka yang baru dikembangkan.
keterkaitan antar kawasan sentra kabupaten Ketiga, upaya peningkatan produksi,
satu dengan lainnya dengan dalam satu nilai tambah, daya saing dan pendapatan
kawasan andalan atau antara kawasan petani yang dikaitkan dengan kerjasama antar
andalan dengan lainnya perlu dibangun. kawasan dalam upaya menjaga keseimbangan
Konsep implementasi pengembangan pembangunan antar wilayah dan upaya untuk
kawasan komoditas unggulan, selain harus mengembangkan jaringan pasar hingga
memperhatikan hubungan pusat dan daerah, internasional memerlukan penetapan salah
upaya pengembangan kawasan komoditas satu kawasan sebagai pusat yang diposisikan
unggulan perlu dilakukan dalam kerangka sebagai ‘strategic marketing node’ atau “pusat
kerjasama antar pusat pengembangan pemasaran yang strategis” dalam upaya untuk
kawasan (Kawasan Inti) dan antara kawasan menembus pasar luar daerah, domestik dan
andalan dalam upaya menjaga keseimbangan internasional.
pembangunan antar wilayah dan upaya untuk
mengembangkan jaringan pasar, lokal, Keempat, upaya peningkatan produksi,
regional dan nasional hingga internasional. nilai tambah dan pendapatan petani pada
Pengembangan kawasan unggulan tidak kawasan satu perlu didukung oleh upaya
semata-mata mencapai swasembada dan peningkatan aksesibilitas dan jaringan
swasembada berkelanjutan tetapi seluruh interaksi, pemasaran, distribusi, informasi,
empat target sukses Kementan dengan transportasi, telekomunikasi antara kawasan
menempatkan nilai tambah, daya saing dan satu dengan kawasan lainnya dan satu
ekspor menjadi urutan pertama, baru kawasan dengan lokasi “pusat pemasaran
selanjutnya diikuti oleh target yang lainnya. yang strategis” dalam satu kawasan.
Konsekuensi logis dari hal ini adalah bahwa
Secara umum implementasi pengem- tidak setiap kabupaten kota harus memiliki
bangan kawasan komoditas unggulan adalah pusat pengolahan dan pemasaran. Sebagai
sebagai berikut pertama, pengembangan contohnya adalah kabupaten Blitar yang
kegiatan ekonomi dan produk dari komoditas memiliki perkebunan tebu cukup luas tidak
unggulan pada kawasan dilakukan dengan memerlukan pendirian pabrik gula karena
pendekatan pengembangan ekonomi yang pabrik gula dan pusat pemasarannya ada di
terkait dengan permintaan komoditas utama Malang.
dalam rangka memenuhi permintaan lokal,
regional, nasional dan ekspor (market based Kelima, Fasilitasi, mediasi dan advokasi
oriented). Sebagai contoh adalah orientasi dalam kaitannya dengan teknologi, informasi,
utama pengembangan padi dan jagung adalah mutu produk, pasar dan permodalan serta
untuk memenuhi permintaan lokal, regional sarana dan prasarana produksi untuk men-
dan dalam negeri. Namun demikian, dalam dorong kerjasama yang saling menguntungkan
pengembangannya haruslah pula menangkap antar kasawan inti untuk mendorong
peluang pasar internasional. terbentuknya “synergic networking” antara
kawasan dengan wilayah lainnya terutama di
Kedua, upaya peningkatan produksi, tingkat kabupaten, provinsi, antar pulau,
nilai tambah dan daya saing serta pendapatan

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

185
nasional, maupun internasional serta antara sana perlu dibentuk dan seyogyanya tidak
pelaku usaha dengan jaringan eksportir dalam bersifat ad-hoc melainkan persifat permanen.
negeri dan importir luar negeri perlu dilakukan. Organisasi pelaksana dan pendampingan
Keenam, berdasarkan kerangka imple- pengembangan kawasan komoditas unggulan
mentasi ini dapat ditemukan suatu benang memiliki tugas pokok dan fungsi, serta
merah dimana disamping pentingnya bertanggung jawab terhadap keberhasilan
kerjasama antar kawasan, kapasitas dan pencapaian tujuan pengembangan kawasan
kemampuan lembaga yang berperan sebagai pertanian. Idealnya organisasi pelaksana ini
fasilitator, mediator dan advokasi serta memiliki otoritas khusus dalam pengembangan
bimbingan teknis dan teknologi secara kawasan pertanian yang ditetapkan mulai dari
kontinyu. Upaya memperkenalkan ciri khas tingkat pusat hingga kabupaten/kota sebagai
produk dan citarasa yang spesifik dapat lokasi kawasan pertanian.
dilakukan melalui pengembangan produk Sebuah lembaga, badan atau otorita
(product development) dan promosi produk seyogyanya dibentuk mulai dari pusat hingga
(product promotion). unit terkecil dimana lokasi kawasan dalam
Ketujuh, dalam rangka meningkatkan lingkup wilayah kabupaten/kota tersebut
kinerja pengembangan kawasan komoditas berada. Untuk mendukung keberhasilan
unggulan diusulkan agar pemerintah dapat kinerja organisasi pelaksana dalam mem-
membantu para petani, pengusaha dan pelaku fasilitasi proses manajemen pengembangan
agribisnis di daerah untuk mempercepat kawasan pertanian, maka operasionalisasi
keberhasilan usaha komoditas unggulan. organisasi pelaksana ini harus didukung
Usulan ini merupakan konsekuensi logis dari dengan sumber pembiayaan APBN/APBD,
implementasi pengembangan usaha dalam Provinsi/APBD Kabupaten/Kota. Dukungan
format klaster agribisnis. Klaster agribisnis pembiayaan dibutuhkan untuk melaksanakan
yang berpijak pada pengelompokan sejumlah proses koordinasi, supervisi, pemantauan dan
usaha yang mempunyai misi dan tujuan yang evaluasi kegiatan sebagaimana yang tertuang
sama ini saling bersinergi untuk mencapai dalam rancang bangun dan rencana aksi
keberhasilan yang lebih tinggi. Untuk pengembangan kawasan yang telah ditetap-
keperluan tersebut, suatu organisasi antar kan. Rancangan umum atau generik
instansi perlu dibentuk dengan satu tujuan, organisasi pelaksana pengembangan kawasan
yaitu mengawal berbagai instrumen kebijakan komoditas unggulan disajikan pada Gambar 1.
pengembangan komoditas unggulan. Dalam Organisasi ini dapat disebut sebagai
usaha komoditas unggulan terdapat sejumlah Badan Pengembangan Kawasan Pertanian
pihak yang berkaitan dan berkepentingan yang diketuai oleh Menteri Pertanian dan
(stakeholders) yang kontribusinya sangat bertanggung jawab langsung kepada Presiden
penting dalam pelaksanaan kebijakan (mengacu kepada model BIMAS pada masa
pengembangan. lalu). Lembaga ini menjadi gudang pemikir dan
pelaksana kebijakan di lapangan serta
bertanggung jawab terhadap keberhasilan
MANAJEMEN PELAKSANAAN DAN maupun kegagalan pelaksanaan kebijakan
TAHAPAN PENGEMBANGAN KAWASAN pengembangan kawasan. Dengan demikian,
KOMODITAS UNGGULAN berhasil tidaknya pengembangan ini sangat
erat kaitannya dengan kuat lemahnya
Manajemen Pelaksanaan kebijakan yang ditempuh. Secara operasional
pada tingkat Pusat, Menteri Pertanian memiliki
Implementasi pengembangan kawasan Sekretaris setingkat Eselon I dan memiliki
komoditas unggulan membutuhkan dukungan sekrerariat untuk pengendalian administrasi,
organisasi pelaksana yang mampu mewadahi keuangan dan personalia. Secara otomatis
berbagai solusi dari permasalahan, kebutuhan unit-unit Eselon I Kementan di pusat maupun
dan aspirasi para pemangku kepentingan, lembaga-lembaga di daerah merupakan
terutama pelaku usaha. Implementasi bagian tak terpisahkan dari organisasi sebagai
pengembangan kawasan komoditas unggulan representasi Kementan yang merupakan
membutuhkan sistem dan pola pendampingan penanggungjawab utama program.
untuk menjamin keberlanjutan implementasi
pengembangannya. Sebuah organissasi pelak-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

186
Presiden Republik Indonesia

Menteri Pertanian
(Ketua Badan Pengembangan Kawasan Komoditas Strategis)

Sekretaris Badan
(Lembaga Setingkat Unit Eselon I atau Eselon I yang Ditunjuk Sesuai Wewenang Pembinaan Komoditas)

Sekretariat: Kendali administrasi, Personalia dan


Keuangan

Bidang Teknis:
Bidang Kebijakan: Fungsi pengembangan teknis dan operasional
Fungsi pengembangan instrumen kebijakan dan implementasi
Terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
Terdiri dari: Ketua, Sekretaris, dan Anggota.
Para anggota direpresentasikan oleh atau
mencerminkan ilmuwan/ahli/praktisi yang berasal
Para anggota merupakan representasi oleh atau bidang-
dari instansi/organisasi yang terdapat pada Bidang
bidang yang mencerminkan Tupoksi Kementerian Pertanian,
Kebijakan atau individu/lembaga lain yang memiliki
Bappenas, Kementerian Perdagangan, Perindustrian,
pengetahuan tentang pengembangan agroindustri
Koperasi dan UKM, Pertanian, Perhubungan, Pekerjaan
(mampu membina secara teknis untuk mencapai
Umum , Kimpraswil, Dalam Negeri, Nakertrans, Luar Negeri,
tingkat kualitas yang tinggi). Tiga Level yaitu Pusat,
Kesehatan/BPOM, Kementerian BUMN, PDT, BKPM,
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
BI/Perbanas, Kadin, Lembaga Penelitian, LSM/tokoh
independen, pengusaha agribisnis dan stakeholder lain
terkait.
Tiga Level yaitu Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

Strategi Kebijakan dan Strategi


Implementasi Teknis dan Kegiatan
Operasional

Strategi kebijakan dan


implementasi teknis dan
Kegiatan Operasional

UPT Kawasan Komoditas Strategis


Fungsi Pelaksanaan Kegiatan Operasional dan Pengembangan

Keterangan: ___ garis koordinasi dan output


----- garis sinkronisasi, koordinasi, sinergi dan komunikasi

Gambar 1. Struktur Organisasi Pelaksana dan Pendampingan Pengembangan Kawasan Komoditas


Unggulan

Lembaga atau organisasi ini perlu Pertanian, Jakarta, sementara sekretariat di


dibentuk di tingkat pusat dan daerah dengan tingkat provinsi dan tingkat kabupaten akan
kedudukan sekretariat sesuai dengan kesepa- berkedudukan di masing-masing kantor yang
katan antara pusat dan daerah. Di tingkat disepakati. Dipahami bahwa instansi terkait di
pusat akan berkedudukan di Kementerian daerah mempunyai nama instansi/lembaga
dan mandat yang berbeda, namun tupoksi

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

187
untuk urusan prasarana dan sarana, produksi, mencapai keberhasilan klaster industri
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian agroindustri dan oleh karena itu, akuntabilitas
selalu ada di setiap daerah. Harus diusahakan manajemen UPT harus dapat diandalkan. Ini
agar lembaga ini tidak terlalu besar namun berarti bahwa pemilihan pelaksana,
perlu diperlengkapi oleh sejumlah individu pengambilan keputusan, dan manajemen
yang merepresentasikan lembaga masing- operasional program pengembangan klaster
masing dan harus mampu memberikan harus dilakukan dengan hati-hati dan
kontribusi menurut kapasitas dan tugas pokok mengikuti kaidah-kaidah profesionalisme. Di
dan fungsinya masing-masing. Sejumlah dalam UPT ini para pemandu, pembimbing,
instansi dan lembaga terkait, selain penyuluh dan teknisi termasuk pengkaji berada
Kementerian Pertanian sangat diperlukan sehingga sangat dekat dengan petani dan
representasinya, jika tidak maka lembaga ini pengusaha agribisnis.
harus memiliki struktur organisasi yang Masalah paling mendasar dan
merepresentasikan seluruh stakeholder terkait. sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan
Di tingkat daerah (tingkat provinsi dan suatu organisasi antar departemen adalah
kabupaten/kota) diharapkan diisi oleh sulitnya melakukan koordinasi. Konsep dan
seseorang/individu yang tepat dan mampu aturan pembentukan suatu organisasi
merepresentasikan masing-masing instansi/ biasanya cukup lengkap dan menyeluruh.
lembaga terkait. Semua anggota biasanya juga menerima dan
Organisasi terdiri atas dua bidang mengakui keputusan yang diambil untuk
yaitu teknis dan kebijakan. Bidang teknis ini menegaskan konsep dan aturan dimaksud.
bersifat periodik dan terikat serta kinerjanya Namun, pada waktu pelaksanaan kegiatan,
dapat dievaluasi setiap saat. Bidang teknis seringkali langkah-langkah yang harus diambil
harus dipimpin oleh seseorang yang tidak dapat terlaksana karena kurangnya
mempunyai dedikasi, kredibilitas, dan koordinasi. Oleh karena itu, kata kuncinya
komitmen, serta ditunjang oleh bidang adalah koordinasi dan sinergi antar pemangku
keahliannya membangun kawasan komoditas kepentingan (stakeholders) tercakup. Jika
unggulan setingkat Eselon II. Bidang kebijakan disadari bahwa koordinasi dan sinergi
memiliki karakter yang lebih lentur karena memegang peranan yang sangat penting
berisi para pemikir dan ahli-ahli yang dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, maka
diperlukan sesuai kebutuhan dalam pe- setiap anggota harus memahami dampaknya
ngembangan. Bidang ini juga harus dipimpin dan berusaha sekuat tenaga menghindari
oleh seseorang yang mempunyai dedikasi, kebuntuan koordinasi dan sinergi ini demi
kredibilitas, dan komitmen, serta ditunjang oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan pe-
bidang keahliannya membangun kawasan ngembangan komoditas unggulan berbasis
komoditas unggulan setingkat Eselon II. kawasan.
Format struktur organisasi adalah sama untuk
setiap tingkatan (di pusat/nasional, provinsi
maupun daerah/kabupaten/kota). Di tingkat Tahapan Pengembangan Kawasan
kecamatan dan desa, sebuah unit pelayanan Pembelajaran dari pengalaman
teknis (UPT) dibangun sebagai inti pengembangan komoditas unggulan berbasis
kelembagaan yang melaksanakan kegiatan kawasan juga menunjukkan bahwa pengem-
secara langsung bersama-sama para petani bangan kawasan bagi komoditas unggulan
dan pengusaha agribisnis. Untuk sementara memerlukan pentahapan dan jangka waktu
UPT ini disebut UPT Kawasan Komoditas yang relatif panjang dan didasarkan atas hasil
Unggulan. Setiap UPT dipimpin oleh seorang kajian dan studi yang dilakukan secara
pemimpin, Kepala UPT dan dibantu oleh komprehensif dan mendalam dengan visi ke
beberapa tenaga keadministrasian dan tenaga depan yang jelas, diiringi dengan pemben-
teknis (Sekretaris/Kepala Bagian/ Teknisi). Di tukan lembaga yang bertanggungjawab dalam
setiap tingkatan, masing-masing UPT memiliki pelaksanaannya, dan dilaksanakan dengan
seorang sekretaris yang mengendalikan koordinasi yang kuat antar berbagai lembaga
semua urusan keadministrasian serta yang terkait. Ilustrasi tahapan pengembangan
keuangan dan personalia. UPT memiliki kawasan telah dituangkan dalam Permentan
tupoksi (mandat dan deskripsi kerja) yang jelas No 50/2012, dimana tahap pengembangan
dan terukur supaya kinerjanya dapat kawasan komoditas unggulan didasarkan atas
dievaluasi. UPT sangat berperan untuk tingkat perkembangan masing-masing ka-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

188
wasan. Sesuai dengan peraturan tersebut, Kedua, pada tahap penumbuhan
arah dan kebijakan pengembangan kawasan kawasan di laksanakan pada kawasan
komoditas unggulan, pengembangan kawasan eksisting yang belum berkembang dengan titik
setidaknya dapat dikelompokkan menjadi lima berat pengembangan pada kegiatan on farm,
kelompok, yaitu : (1) tahap inisiasi pada penerapan teknologi budidaya, penyediaan
kawasan yang belum berkembang; (2) tahap sarana dan prasarana pertanian, penguatan
penumbuhan pada kawasan yang belum kegiatan, penyuluhan pertanian. Pada tahap
berkembang; (3) tahap pemantapan kawasan; penumbuhan kawasan dapat merupakan
(4) tahap perluasan kawasan; (5) tahap tindak lanjut dari kegiatan tahap inisiasi, yaitu
replikasi dan integrasi antar kawasan. Jenis berupa pelaksanaan rencana aksi dengan titik
kegiatan pada masing-masing tahap berbeda- berat seperti tersebut pada tahapan inisiasi.
beda tergantung pada tingkat keterkaitan antar Bagi lokasi-lokasi eksisting yang belum
sentra pertanian, kekuatan sub sistem mempunyai data dan informasi kawasan serta
agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan belum mempunyai masterplan dan rencana
penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi aksi maka pada tahap ini diprioritaskan secara
teknologi yang telah dilakukan. bersamaan (parallel) menyusun hal-hal
Secara ringkas, tahapan pengemba- tersebut.
ngan kawasan adalah Pertama, pada tahap Ketiga, pada tahap pengembangan
inisiasi kegiatan dilakukan lebih bersifat kawasan, implementasi pengembangan dalam
administratif, diawali dengan penetapan bentuk kegiatan dilaksanakan pada kondisi
komoditas dan calon lokasi. Kegiatan yang telah cukup berkembang dengan titik
selanjutnya, adalah melakukan pengumpulan berat pengembangan on farm, kelembagaan
data dan informasi detail kawasan mencakup tani, penyediaan sarana dan prasarana,
potensi biofisik dan sosial-ekonomi yang penyuluhan, koordinasi integrasi dan kemitra-
mendukung pengembangan komoditas yang an usaha. Tahapan ini merupakan kelanjutan
akan dikembangkan. Data dan informasi dari tahapan inisiasi dan penumbuhan. Bagi
tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan lokasi-lokasi pengembangan kawasan yang
Master Plan oleh pemerintah provinsi dan mempunyai data dan informasi kawasan serta
Rencana Aksi oleh pemerintah kabupaten/kota belum mempunyai masterplan, maka
yang menjelaskan mengenai kondisi ideal diprioritaskan secara paralel penyusunan hal-
kawasan sentra ke depan serta langkah- hal tersebut. Disamping itu mula dilaksanakan
langkah yang diperlukan untuk menuju ke penguatan keterkaitan antar sentra pertanian
kondisi yang diharapkan. Indikator keber- (pengembangan networking) agar terbentuk
hasilan pada tahap inisiasi meliputi : (1) kawasan pertanian secara utuh.
ditetapkannya kawasan sentra pertanian Keempat, pada tahapan pemantapan
berdasarkan potensi sumberdaya lahan, (2) kawasan, implementasi pengembangan dalam
tersusunnya master plan dan rencana aksi bentuk kegiatan dilaksanakan pada kawasan
pengembangan kawasan sentra pertanian, (3) yang telah berkembang dengan titik berat
terbitnya dokumen kesepakatan kerjasama pengembangan pada penguatan kelembaga-
lintas sektoral pengembangan kawasan sentra an, peningkatan mutu, penguatan akses
pertanian (MoU) dan (4) tersedianya alokasi pemasaran, pengembangan pasca panen,
anggaran (non APBN Kementan) untuk pengembangan industri olahan dan beberapa
pembangunan kawasan sentra pertanian. kegiatan terkait subsistem hilir lainnya. Di
Kegiatan pada tahap inisiasi terdiri dari : (1) dalam pemantapan kawasan termasuk di
Pembentukan organisasi pelaksana (Badan dalamnya kegiatan membangun keterpaduan
Pengelola Pengembangan Kawasan kawasan untuk lebih mengoptimalkan potensi
Pertanian); (2) Analisis penetapan komoditas kawasan melalui kegiatan perluasan di dalam
dan calon lokasi kawasan; (3) Pengumpulan kawasan.
data dan informasi detail kawasan,
rekomendasi strategi penggabungan sentra- Kelima, tahap replikasi dan integrasi
sentra potensial terpisah menjadi satu antar kawasan. Pada tahap ini, kawasan-
kesatuan kawasan; (4). Studi diagnosa atau kawasan yang telah mantap dibangun
analisis detil terhadap potensi kawasan; dan keterkaitan (linkage) dengan kawasan lainnya
(5). Menyusun masterplan dan rencana aksi dan kawasan-kawasan yang telah mantap
(road map dan action plan) pengembangan direplikasi ke wilayah lain, sehingga terbentuk
kawasan. koneksi antar kawasan yang merupakan

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

189
jejaring antar kawasan. Pada tahap ini memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di
kegiatan lebih ditekankan pada pengem- wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan
bangan inovasi teknologi, penguatan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan
kelembagaan, peningkatan koordinasi dengan antar wilayah, maka model pengembangan
berbagai pemangku kepentingan, penguatan kawasan komoditas unggulan sangat terkait
kerjasama pemasaran. erat dengan pengembangan kawasan
nasional. Pengembangan kawasan komoditas
unggulan perlu dipadukan dengan kawasan
PENUTUP lain dan implementasi pengembangannya
merupakan kawasan terpadu dari berbagai
Pendekatan pengembangan kawasan kawasan. Berdasarkan hal ini, pengembangan
komoditas unggulan adalah pendekatan kawasan komoditas unggulan merupakan
terpadu berbasis klaster agribisnis dan perlu bagian tak terpisahkan dengan pengemba-
dikaitkan dengan pencapaian empat target ngan berbagai kawasan lain pada masing-
sukses Kementan, dan berdasarkan prinsip- masing kabupaten/kota.
prinsip. Secara umum konsep pengembangan Pendekatan dan implementasi pe-
kawasan dapat dirumuskan sebagai berikut: ngembangan kawasan komoditas unggulan
(1) setiap kawasan harus memiliki spesialisasi memerlukan pengkajian yang mendalam dan
dan kompetensi inti dalam pengembangan memerlukan penetapan pola dan pendekatan
komoditas unggulan masing-masing; (2) pengembangan yang tepat dan implementasi
terdapat kegiatan subsektor hulu dan hilir yang membutuhkan organisasi pengelola dan
dapat menjadi pendorong pengembangan proses tahapan yang harus dilalui agar
komoditas unggulan yang memiliki kebijakan, program dan kegiatan yang
kemampuan daya saing; (3) mempunyai dilaksanakan dapat mencapai sasaran yang
keterkaitan antara pengembangan subsistem ditetapkan. Pengembangan kawasan komo-
usahatani komoditas dengan subsistem ditas unggulan pertanian telah dirintis dan
agribisnis hulu dan hilir, serta penunjangnya; dikembangkan sejak lama, telah ada contoh
(4) memiliki fokus pengembangan kepada dan bukti yang berhasil. Namun demikian
produk yang memiliki nilai tambah dan terdapat pula kawasan yang baru dan perlu
kontribusi yang tinggi dalam peningkatan dibentuk untuk pengembangannya. Selain
pendapatan dan kesejahteraan petani dan kawasan komoditas pertanian, terdapat pula
perekonomian daerah; (5) memiliki fokus kawasan-kawasan lain yang telah eksis, telah
pengembangan kepada produk yang berdaya berkembang atau baru dibentuk di masing-
saing dan berorientasi pada pasar regional, masing kabupaten/kota. Pengembangan
nasional dan ekspor dalam rangka kawasan komoditas unggulan pertanian perlu
swasembada, swasembada berkelanjutan dipadukan dengan kawasan lain dan
maupun ekspor; (6) memiliki sinergitas antar implementasi pengembangannya merupakan
program, antar kawasan dan antar wilayah; kawasan terpadu dari berbagai kawasan.
(7) perlunya peran pemerintah sebagai Berdasarkan hal ini, pengembangan kawasan
katalisator dan fasilitator; (8) perlunya komoditas unggulan merupakan bagian tak
dukungan penempatan kawasan komoditas terpisahkan dengan pengembangan berbagai
unggulan dalam tata ruang wilayah nasional, kawasan lain pada masing-masing kabupaten/
provinsi dan kabupaten/kota. kota. Mengingat tingkat perkembangan pada
Implementasi pengembangan kawa- masing-masing kabupaten/kota berbeda dan
san komoditas unggulan yang dilandasi oleh berbeda pula jenis kebijakan, program dan
Permentan No 50/2012. Pengembangan kegiatan yang diperlukan. Intervensi peme-
kawasan dimaksudkan untuk memadukan rintah untuk mengembangkan kawasan
serangkaian program dan kegiatan pertanian akan berbeda antara kawasan yang
pembangunan pertanian menjadi suatu masih tumbuh dengan kawasan yang telah
kesatuan yang utuh baik dalam perspektif berkembang atau mantap. Ketepatan inter-
sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat vensi pada masing-masing akan menentukan
mendorong peningkatan daya saing tingkat keberhasilan pengembangan kawasan.
komoditas, wilayah serta pada gilirannya Seyogyanya, setiap kawasan yang akan
kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha dikembangkan dilakukan kajian prioritas
tani. Pengembangan kawasan komoditas komoditas, dilakukan pengkelasan kawasan
unggulan merupakan berbagai upaya untuk tersebut agar diketahui apakah kawasan yang

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

190
dikembangkan masih tahap penumbuhan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006.
pengembangan, pemantapan atau sudah Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis
tahap replikasi dan perluasan. Di samping itu Kawasan Andalan: Membangun Model
tahap-tahap pengembangan yaitu (1) Fase Pengelolaan dan Pengembangan Keter-
kaitan Program. Direktorat Pengembangan
start-up; (2) Fase pilot; dan (3) Fase diffuse
Kawasan Khusus dan Tertinggal Deputi
perlu dilakukan sebelum dilakukan eksekusi Bidang Otonomi Daerah dan Pengem-
pengembangan pada suatu kawasan tertentu bangan Regional BAPPENAS. Jakarta.
dan dilanjutkan secara besar-besaran.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Belajar dari keberhasilan masa lalu, 2006a. Panduan Pembangunan Klaster
organisasi yang bertanggung jawab mulai dari Industri Untuk Pengembangan Ekonomi
pusat hingga lokasi perlu dibentuk agar arah Daerah Berdaya Saing Tinggi. Direktorat
utama kebijakan pengembangan kawasan dan Pengembangan Kawasan Khusus dan
proses pengembangannya sejalan dengan Tertinggal. Jakarta.
tujuannya. Organisasi tersebut seyogyanya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005.
bersifat permanen, merupakan gerakan Kajian Strategi dan Arah Kebijakan untuk
massal dan dipimpin langsung oleh Presiden Memaksimalkan Potensi Daya Saing
Daerah. Laporan Akhir. Direktorat
dengan penanggung jawab operasional adalah
Pengembangan Kawasan Khusus dan
Menteri Pertanian. Sebagai gerakan massal, Tertinggal. Deputi Bidang Otonomi Daerah
organisasi perlu dibentuk mulai dari Pusat, dan Pengembangan Regional.
Provinsi, Kabupaten/Kota hingga lokasi BAPPENAS. Jakarta.
dimana kawasan komoditas unggulan dikem- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004.
bangkan. Implementasi pengembangan kawa- Tata Cara Perencanaan Pengembangan
san komoditas unggulan dapat dilaksanakan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan
secara utuh, sistematis, terintegrasi atau Daerah. Deputi Bidang Otonomi Daerah
terpadu, terkoordinasi dan terkelola dengan dan Pengembangan Regional.
baik. Selain mobilisasi sumberdaya secara BAPPENAS. Jakarta.
besar-besar dan fokus, partisipasi aktif para Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003.
pemangku kepentingan mulai dari pusat Model Pengelolaan dan Pengembangan
hingga daerah hingga pada unit terkecil Keterkaitan Program dalam Pengembang-
pemerintahan atau desa sangat diperlukan. an Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan
Andalan. Direktorat Pengembangan
Kawasan Khusus dan Tertinggal. Deputi
DAFTAR PUSTAKA Bidang Otonomi Daerah dan Pengemba-
ngan Regional. BAPPENAS. Jakarta.
Badrun, M. 2010. Tonggak Perubahan, Melalui PIR
Ambardi, U.M. 2002. Pengembangan Wilayah dan Kelapa Sawit Membangun Negeri. Direk-
Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan torat Jenderal Perkebunan Kementerian
Pengembangan pasar Pengkajian Kebijkan Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Teknologi Pengembangan Wilayah,
Jakarta Blakely, E.J. 2002. Planning Local Economic
Development. Sage Publication. London.
Anonim. 2005. Pengembangan Kawasan Peternak-
an. Fokus dan Kegiatan Survei. Bulletin Bregman EM, Feses EJ. 2003. Industrial and
Kawasan Edisi 5 Tahun 2005 : 7-28. Regional Cluster Concept and Competitive
Applications. The Web Book of Regional
Bachrein S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Science.
Provinis. BP2TP Working Paper. Bogor.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Brodjonegoro, BPS. 1992. “AHP”. Pusat Antar
Teknologi Pertanian. Universitas – Studi Ekonomi – Universitas
Indonesia, Jakarta.
Badan Agribisnis. 1999. Analisis Kebutuhan pada
Sentra Pengembangan Agribisnis Komo- Bowen, WM. 1993. AHP: Multiple Criteria
ditas Unggulan (SPAKU) Menurut Propinsi, Evaluation. Dalam Klosterman, RE. et. al.
Kabupaten dan Kecamatan. Badan 1993. Spreatsheet Models for Urban and
Agribisnis, Departemen Pertanian. Jakarta. Regional Analysis. (eds). The Center for
Urban Policy Research. New Brunswick,
Badan Litbang Pertanian 2003. Panduan Umum: New Jersey 08903. 333 -334.
Pelaksanaan Pengkajian dan Program
Informasi, Komunikasi dan Desiminasi Canny, A.H. 2000. Kajian Rancangan AHP dalam
BPTP. Badan Penelitian dan Pengem- Analisis Kemitraan Antara IPS dan
bangan Pertanian. Depertemen Pertanian, Koperasi/KUD Susu di Indonesia. Makalah
Jakarta. Symposium “The Indonesian Symposium

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

191
on The Analytic Hierarchy Process”. Percepatan dan Perluasan Pembangunan
INSAHP 2000. Lembaga Manajemen PPM. Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2015.
Jakarta 23 - 24 Agustus 2000. Cetakan 1. Kementerian Koordinator
Chotim, E. E. 1996. Disharmoni Inti-Plasma dalam Bidang Perekonomian. Jakarta.
Pola PIR: Kasus PIR Pangan pada Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis
Agroindustri Nanas Subang. Yayasan Kementerian Pertanian 2010 – 2014.
AKATIGA, Bandung. Kementerian Pertanian, Republik
Daryanto, A. 2003. Teknik Pengkajian Sumberdaya Indonesia. Jakarta.
dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri
Lokal dan Regional. Makalah Diklat Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/
Manajemen Pembangunan Ekonomi dan 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan
Usaha Daerah, Jakarta, 28 April – 3 Mei Peruntukan Pertanian. Kementerian
2003. Direktorat Jenderal Pembangunan Pertanian, Republik Indonesia Jakarta.
Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri
Jakarta. Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10
Dasuki, M.A. 1983. Perspektif Perkembangan /2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Peternakan Sapi Perah Sebagai Landasan Kementerian Pertanian; Kementerian
Kesepadanan Mengisi Kebutuhan Susu di Pertanian, Republik Indonesia Jakarta.
Jawa Barat. Disertasi. Fakultas Pasca Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri
Sarjana. Universitas Padjadjaran, Pertanian Nomor 50 Tahun 2012 Tentang
Bandung. Pedoman Umum Pengembangan Ka-
Dinc, M. 2002. Regional and Local Economic wasan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Analysis Tools. The World Bank. Jakarta.
Washington DC. Merkens, J. 1926. De Paarden-en Runderteelt in
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2002. Nederlandsch Indie. Veeartsinijkindege
Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Mededeling No. 51.
Sentra Produksi Pangan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002
Daerah (Agropolitan). Kementerian tentang Ketahanan Pangan (Lembaran
Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Negara Tahun 2002 Nomor 142,
www.penataanruang.net/taru/nspm/6.pdf Tambahan Lembaran Negara Nomor
Hanafiah, T. 1999. Studi Potensi Wilayah Pedesaan 4254);
Propinsi Jawa Barat dan Bengkulu. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Kerjasama antara Lembaga Penelitian tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Institut Pertanian Bogor dengan Proyek antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Pusat Badan Penelitian dan Pengem- Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun
bangan Pertanian Departemen Pertanian. 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Bogor. Negara Nomor 4737);
Hartarto, A. 2004. Strategi Clustering dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
Industrialisasi Indonesia. Penerbit Andi. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Yogyakarta. Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008
Hartoyo, S., D. Rachmina dan A. Fariyanti. 1997. Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Pemantapan Konsep Dasar Sentra Nomor 4833);
Pengembangan Agribisnis Komoditas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010
Unggulan. Kerjasama antara Lembaga tentang Usaha Budidaya Tanaman
Penelitian Institut Pertanian Bogor dengan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 24,
Biro Perencanaan Departemen Pertanian. Tambahan Lembaran Negara Nomor
Bogor. 5106);
Hartoyo, S., D. Rachmina dan A. Fariyanti. 1999. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Studi Potensi Wilayah Pedesaan Propinsi Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kemen-
Jawa Barat dan Bengkulu. Kerjasama terian Negara serta Susunan Organisasi,
antara Lembaga Penelitian Institut Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian
Pertanian Bogor dengan Badan Penelitian Negara.
Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian. Bogor. Peraturan Menteri Pertanian No 50/Permentan/
OT.140/08/2012. Tentang Pedoman
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Umum Pengembangan Kawasan Per-
Kementerian Perencanaan Pembangunan tanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Nasional/Badan Perencanaan Pemba-
ngunan Nasional. 2011. Masterplan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

192
Peraturan Menteri Pertanian No 76/Permentan/ untuk Penetapan Komoditas Unggulan dan
OT.140/12/2012 Tentang Syarat dan Sentra Pengembangan Agribisnis
Tatacara Penetapan Produk Unggulan Komoditas Unggulan. Kerjasama antara
Hortikultura. Berita Negara Republik Lembaga Penelitian IPB dengan Proyek
Indonesia Tahun 2012 Nomor 1354. PAATP Pusat, Badan Penelitian dan
Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Pengembangan Pertanian, Departemen
Nations. Free Press. New York Pertanian TA 2000. Jakarta.

Porter, M. E. 1993. Keunggulan Bersaing : Saaty, T.L. and LG Vargas. 1994. Decision Making
Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja in Economic, Political, Social and
Unggul. (Edisi Indonesia). Penerbit Technogical Environment With The Analytc
Erlangga. Jakarta. Hirarchy Process. The Analytc Hirarchy
Process Series Vol. VII. University of
Porter, M. E. 1996. Competitive Advantage, Pittsburgh. Pittsburgh, USA.
Agglomeration Economies and Regional
Policy. International Regional Science Saaty, T.L. 1986. Decision Making for Leaders.
Review, 19, 85-90. The Analytical Hierarchy Process for
Decision in A Complex World. University of
Porter, M. E. 1998. “Clusters and the New Pitsburgh, 322 Mervis Hall, Pittsburgh, PA
Economics of Competition.” Harvard 12560, 1986.”
Business Review: 77-90.
Saaty, T.L. 1988. Multikriteria Decision Making.
Porter, M. E. dan S. Stern. 1999. The Challenge to The Analytic Hierarchy Process. Nijhoff
America’s Prosperity : Findings from the Publishing, USA.
Innovation Index. Council of
Competitivenss. Washington, D.C. Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi
Para Pemimpin. Proses Hirarki untuk
Porter, M. E. 2000. “Location, Competition, and Pengambilan Keputusan dalam Situasi
Economic Development: Local Clusters in yang Kompleks. Terjemahan Oleh Liana
a Global Economy.” Economic Setiono. Seri Manajemen No. 134. PT
Development Quarterly 14 (1): 15-34. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Porter, M. E. 2003. “The Economic Performance of Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi
Regions.” Regional Studies 37 (6/7): 549- Para Pemimpin. Terjemahan Oleh Kirti
578. Peniwati. Lembaga Pusat Pengembangan
Porter, M. E. 2007. Strategi Bersaing, Teknik Manajemen (PPM). Jakarta.
Menganalisis Industri dan Pesaing (Edisi Saaty, T.L. 1994. Fundamental of Decision Making
Indonesia). Karisma Publishing Group. and Priority Theory with the Analytical
Tangerang. Hierarchy Process. The Analytc Hirarchy
Prawirokusumo, S. 2005. Masalah dan Prospek Process Series Vol. VI. RWS Publication.
Pembangunan Peternakan di Indonesia. University of Pittsburgh. Pittsburgh, USA.
Pengembangan Kawasan Peternakan. Saaty, T.L. 2000. How to Make and Justify a
Bulletin Kawasan Edisi 5 Tahun 2005 : 2 – Decision : The Analytic Hierarchy Process
6. (AHP). Keynote Speaker Paper on “The
Pusat Studi Asia Pasifik. Tanpa Tahun. Laporan Indonesian Symposium on The Analytic
Akhir Rancangbangun Sistem Informasi Hierarchy Process. INSAHP 2000.
Geografis untuk Menunjang SPAKU Lembaga Manajemen PPM. Jakarta,
(Sentra Pengembangan Agribisnis August 23 - 24 2000.
Komoditi Unggulan). Biro Perencanaan Saaty, T.L. 2000a. The Forthcoming Decision the
Departemen Pertanian Jakarta dengan US Congress on China’s Trade Status: A
Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gajah Multi Criteria Analysis. Paper Presented on
Mada, Yogyakarta. “The Indonesian Symposium on The
Ratnawati, A., R. Nurmalina, D. Rachmina, A. Analytic Hierarchy Process. INSAHP
Setiyanto dan D. Djaenuddin. 2000. 2000. Lembaga Manajemen PPM.
Penetapan Komoditas Unggulan dan Jakarta, August 23 - 24 2000.
Sentra Pengembangan Agribisnis Setiyanto, A. 2001. The Analytic Hierarchy
Komoditas Unggulan. Kerjasama antara Process Method Atau Metoda Analisis
Lembaga Penelitian IPB dengan Proyek Hierarki Proses (AHP) Dan Contoh
PAATP Pusat, Badan Penelitian dan Penerapannya Pada Bidang Agribisnis.
Pengembangan Pertanian, Departemen Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian TA 1999/2000. Jakarta. Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ratnawati, A., R. Nurmalina, D. Rachmina, A. Setiyanto, A. 2004. Diagnosis Klaster IKM Batu
Setiyanto dan D. Djaenuddin. 2001. Mulia. Sosialisasi Klaster IKM Batu Mulia
Penyusunan Program Aplikasi Komputer

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

193
dan Perhiasan. Surabaya 5 – 7 Oktober Desember 2010. Lembaga Pertahanan
2004. Departemen Perindustrian. Jakarta. Nasional. Jakarta.
Setiyanto, A. 2005. Studi Diagnostik Klaster IKM Setiyanto, A. 2011. Konsep Klaster. Aplikasi Pada
Perhiasan. Direktorat Jenderal Industri Pengembangan Kawasan Sentra Produksi
Kecil dan Menengah Departemen Komoditas Unggulan dalam Rangka
Perindustrian. Jakarta. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.
Setiyanto, A. 2005a. Diagnosis Klaster IKM Pertemuan Penyusunan Pedoman Umum
Perhiasan. Sosialisasi Klaster IKM Batu Pengembangan Kawasan Sentra Produksi
Mulia dan Perhiasan. Denpasar10 – 12 Pertanian, Bogor, 18 – 21 Mei 2011. Biro
Juni 2005. Departemen Perindustrian. Perencanaan, Sekretariat Jenderal.
Jakarta. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Setiyanto, A. 2006. Diagnosis Klaster IKM Setiyanto, A. 2011a. Bahan Penyusunan Pedoman
Anyaman. Sosialisasi Klaster IKM Umum Pengembangan Kawasan Sentra
Anyaman. Bangka, 22 Mei 2006. Produksi Pertanian : Bab II dan Bab III.
Departemen Perindustrian. Jakarta. Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal.
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Setiyanto, A. 2006a. Diagnosis Klaster IKM
Kerajinan Kayu dan Rotan. Sosialisasi Setiyanto, A., B. Irawan dan B. Prasetyo. 2011.
Klaster IKM Kerajinan Kayu dan Rotan. Analisis Penentuan Komoditas Unggulan
Pekanbaru, 18 -19 Juni 2006. Departemen dan Wilayah Sentra Pengembangannya
Perindustrian. Jakarta. dalam Rangka Perencanaan Pemba-
ngunan dan Pengembangan Kawasan
Setiyanto, A. 2006b. Peran Klaster Industri Bagi Sentra Produksi Komoditas Unggulan
Pembangunan Daerah. Sosialisasi Klaster Pertanian. Kumpulan Materi Sosialisasi
IKM Kerajinan Kayu dan Rotan. Perencanaan Pembangunan Pertanian
Pekanbaru, 18 -19 Juni 2006. Departemen 2011. Biro Perencanaan, Sekretariat
Perindustrian. Jakarta. Jenderal Kementerian Pertanian. Jakarta.
Setiyanto, A. 2006c. Diagnosis Klaster IKM Setiyanto, A, Rudi R. S, J. Situmorang, M. Azis,
Kerajinan Kayu dan Rotan. Sosialisasi Yonas H. S, Joko T. 2012.
Klaster IKM Kerajinan Kayu dan Rotan. Pengembangan Komoditas Strategis
Palangkaraya, 18 -19 Juli 2006. Berbasis Kawasan. Pusat Sosial Ekonomi
Departemen Perindustrian. Jakarta. dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Setiyanto, A. 2006d. Konsep dan Strategi Siregar, M., A. Setiyanto, Y. Supriyatna dan E.
Pengembangan Klaster IKM Pangan. Ariningsih. 2003. Analisis Penentuan
Sosialisasi Pengembangan Klaster IKM Komoditas Unggulan dan Wilayah Sentra
Pangan. Bandung 20-22 Oktober 2006. Pengembangannya. Laporan Hasil
Departemen Perindustrian. Jakarta. Penelitian. Pusat Penelitian Sosial
Setiyanto, A. 2006e. Diagnosis Klaster IKM Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan
Anyaman. Sosialisasi Klaster IKM Batu Pengembangan Pertanian. Bogor.
Mulia dan Perhiasan. Mataram 20 – 22 Solvell, O, Lindqvist, G and Ketels, C. 2003. The
Nopember 2006. Departemen Cluster Initiative Greenbook. Ivory Tower
Perindustrian. Jakarta. AB. Stockholm. www.cluster-research.org
Setiyanto, A. 2006f. Pengembangan Klaster IKM Sudono, A. 1983. Perkembangan Ternak Ruminasia
Batu Mulia dan Perhiasan. Kolaborasi Besar Ditinjau dari Ilmu Pemuliaan Ternak
Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan. Perah. Prosiding Pertemuan Ilmiah
Bandung 22-24 Desember 2006. Ruminansia Besar. Cisarua 6 – 9
Departemen Perindustrian. Jakarta. Desember 1982. Pusat Penelitian dan
Setiyanto, A. 2009. Pertemuan Teknis Pengem- Pengembangan Peternakan. Hal 361-367.
bangan Kompetensi Inti Industri Daerah. Sunarno. 2004. Pengembangan Kawasan
Hotel Ambhara 16-18 Nopember 2009. Agropolitan dalam Rangka Pengem-
Departemen Perindustrian. Jakarta. bangan Wilayah. Kementerian Pemukiman
Setiyanto, A. 2010. Diagnosis Klaster IKM Bordir dan Prasarana Wilayah. Jakarta.
dan Sulaman. Sosialiasi Klaster IKM Suprapto, A. 1999. Pengembangan Komoditas
Bordir dan Sulaman. Jakarta, 25-26 Pertanian Ungguan dalam Upaya
Nopember 2010. Kementerian Per- Memasuki Pasar Global. Makalah
industrian. Jakarta. Disampaikan pada Lokakarya Nasional
Setiyanto, A. 2010a. Konsepsi Model Pembangunan dan Musyawarah Nasional V Perhimpunan
Ekonomi Wilayah Daerah Perbatasan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial
Perbatasan Negara. Rountable Discussion. Ekonomi Pertanian (POPMASEPI)
Lembaga Pertahanan Nasional 4 IMASEP - FP USU MEDAN.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 2, Desember 2013 : 171 - 195

194
Winoto, Joyo. 1995. Perwilayahan Komoditas Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Pertanian Berdasarkan Aksesibilitas Lokasi Nomor 3656).
Produksi. Paper disampaikan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Pelatihan Perwilayahan Komoditas Perkebunan (Lembaran Negara Tahun
Pertanian Berdasarkan Ketersediaan 2004 Nomor 85,Tambahan Lembaran
Tenaga Kerja dan Aksesibilitas. Biro Negara Nomor 4411).
Perencanaan Pertanian. Departemen
Pertanian RI. Denpasar-Bali. 28 Agustus Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
– 2 September 1995. Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Winoto, J. 1996. Pengembangan Agroecological Lembaran Negara Nomor 4437).
Zones dalam Perspektif Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Paper Disampai- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
kan Pada Pelatihan Apresiasi Metodologi Perimbangan Keuangan antara
Delinilasi Agroecological Zones. Bogor, 8 Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
– 17 Januari 1996. Negara Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Nomor
Winoto, Joyo. 1997. Pedoman Analisis Pewilayahan 4438).
Komoditas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara
Wirabrata, H. 2000. Pengembangan Klaster Industri Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Antara Teori dan Praktek. Departemen Lembaga Negara Nomor 4725).
Perindustrian. Jakarta.
Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Yoshimura, T. 2004. Sustainable Local Peternakan dan Kesehatan Hewan
Development and Revitalization: Case of (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
One Villae One Product Movement: Its Tambahan Lembaran Negara Nomor
Principles and Implications. United Nations 5015).
Centre for Regional Development
(UNCRD). [http://www.uncrd.or.jp]. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun
Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Negara Nomor 5068).
Lembaran Negara Nomor 3478).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Nomor
Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5170).

PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN Adi Setiyanto

195

Anda mungkin juga menyukai