Oleh:
Elok Maria Ulfah
(STIT Al-Ibrohimy Galis)
Abstrak
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: apakah peran kepemimpinan
kepala sekolah (selaku leader, administrator dan supervisor) mempunyai pengaruh
terhadap implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Madrasah
Tsanawiyah Swasta (MTs.S) Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung,
Kabupaten Jombang ?. Untuk mengungkap permasalahan tersebut, penelitian ini
menggunakan metode regresi linier berganda dengan tujuan untuk mengetahui
adanya pengaruh timbal balik atau sebab akibat antara variabel bebas dan terikat,
yaitu peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap implementasi MBS. Kemudian
data tersebut di analisis dengan menggunakan program SPSS for Windows. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara
peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap implementasi MBS pada MTs.S
Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Hal itu
dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa dari hasil analisis didapatkan koefisien
determinasi (R2) = 0.476, artinya nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan
variabel bebas dalam mempengaruhi hubungan dengan variabel terikat adalah
sebesar 0.476 atau berarti bahwa ketelitian dari persamaan regresi linier berganda
mampu menjelaskan hubungan variasi antara variabel peran kepemimpinan kepala
sekolah selaku leader, administrator dan supervisor terhadap implementasi MBS adalah
sebesar 47.6 %. Sedangkan sisanya sebesar 52.4 % dipengaruhi atau dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam peran kepemimpinan kepala sekolah.
Sedangkan besar koefisien korelasi berganda (R) = 0.476 = 0.690, artinya nilai
ini menunjukkan bahwa hubungan keeratan antara variabel bebas dengan variabel
terikat adalah kuat. Sementara itu, dari hasil pengujian hipotesis dengan Uji F
dinyatakan bahwa simultan variabel leader (X1), administrator (X2), dan supervisor (X3),
berpengaruh signifikan terhadap variabel implementasi MBS (Y) sebagai variabel
terikat.
A. Pendahuluan
Kewenangan daerah kabupaten dan kota, sebagaimana dirumuskan dalam
pasal 11 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 junto Undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, mencakup semua bidang pemerintahan, yaitu
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,
koperasi serta tenaga kerja (Mulyasa, 2003: 5).
Salah satu aspek menarik dari dikeluarkannya Undang-undang No. 22
Tahun 1999 junto Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk
mengelola secara mandiri pendidikan di daerahnya. Dipandang menarik mengingat
pendidikan merupakan salah satu wahana untuk mencetak generasi muda sebagai
penerus perjuangan bangsa. Menurut pengertiannya, pendidikan merupakan upaya
memberikan pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang
belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti
dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala tindakannya menurut
pilihannya sendiri. Pendidikan juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. Sementara itu, Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989
mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa
akan datang (Pidarta, 1997: 10). Berpijak pada pengertian pendidikan tersebut,
dapat dipahami bahwa pada hakikatnya pendidikan bukan hanya sekedar membuat
peserta didik menjadi sopan, taat, jujur, hormat, setia, dan sebagainya. Tidak juga
hanya bermaksud untuk membuat mereka (peserta didik) tahu ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, serta mampu mengembangkannya. Melainkan lebih dari itu,
pendidikan adalah sebuah usaha untuk membantu peserta didik dengan penuh
kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dalam kewajiban mereka mengembangkan
dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran dirinya
sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat Tuhan. Pendidikan juga
dimaksudkan untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas dorongan
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |3
(Tilaar, 2003: 288). Tanpa otonomi, lembaga pendidikan dan pelatihan tidak
berorientasi kepada kebutuhan lokal (Tilaar, 2002: 36).
Kebijakan pemberian otonomi pada dunia pendidikan (otonomi sekolah)
membawa implikasi yang cukup positif. Salah satu implikasi tersebut adalah
munculnya konsep Manajemen Berbasis Sekolah (selanjutnya disingkat MBS).
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan
sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan
agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan
pendidikan. Disamping itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah
harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara
mandiri untuk menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan,
dan mempertanggung jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada
masyarakat maupun pemerintah (Mulyasa, 2003: 24). Dalam konteks implementasi
MBS, keberadaan, kedudukan, dan kepemimpinan kepala sekolah dipandang
sangat strategis, sentral, dan vital. Suparno, dkk (dalam Rasiyo, 2005: 339)
menyatakan bahwa kepala sekolah sangat strategis dan vital karena merupakan
pemimpin tertinggi operasional sebuah sekolah, sehingga kepemimpinannya
menentukan kadar kemajuan sekolah. Disamping itu, kepemimpinan kepala
sekolah mencerminkan tanggung jawab kepala sekolah untuk menggerakkan
seluruh sumber daya yang ada di sekolah, sehingga lahir etos kerja dan
produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan. Fungsi kepemimpinan kepala
sekolah ini amat penting sebab disamping berperan sebagai penggerak juga
berperan untuk melakukan kontrol segala aktivitas guru, staf dan siswa dan
sekaligus untuk meneliti persoalan-persoalan yang timbul di lingkungan sekolah
(Wahjosumidjo, 2007: 90).
Terkait erat dengan permasalahan diatas, maka peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Pada Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTs.S)
Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang”.
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |5
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: apakah peran
kepemimpinan kepala sekolah (selaku leader, administrator dan supervisor) mempunyai
pengaruh terhadap implementasi MBS pada MTs.S Mamba’ul Ulum di Kecamatan
Mojoagung, Kabupaten Jombang ?.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan rumus regresi linier
berganda untuk mengetahui adanya pengaruh timbal balik atau sebab akibat antara
variabel bebas dan terikat, yaitu peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap
implementasi MBS pada MTs.S Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung,
Kabupaten Jombang. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif untuk melihat hubungan antara dua variabel yang diteliti. Sementara itu,
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa angket untuk mengetahui
jawaban yang berkaitan dengan peran kepemimpinan kepala sekolah terhadap
implementasi MBS pada MTs.S Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung, Kabupaten
Jombang. Disamping itu, dalam penelitian ini juga digunakan instrumen penelitian
berupa uji validitas dan reliabilitas untuk menambah kehandalan instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini.
D. Perspektif Teoretis
1. Kepemimpinan
Hasil penelitian membuktikan bahwa kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di
level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri-ciri tersebut,
memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang lebih
mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat)
dari pada kepentingan pribadi. Oleh karena itu, pemimpin kharismatik dijadikan
suri tauladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya, yaitu idealized influence. 2)
Idealized influence. Pemimpin tipe ini berupaya mempengaruhi bawahannya melalui
komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi,
komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan
senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang
dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai
hidupnya. Dampaknya adalah dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha
mengidentikkan diri dengannya. Hal itu disebabkan perilaku yang menomorsatukan
kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan bawahan secara konsisten, dan
menghindari penggunaan kuasa untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan
bertekad dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke arah tujuan
bersama. 3) Inspirational motivation. Adalah pemimpin transformasional yang
bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan
melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi
kesempatan untuk berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasan-gagasan,
memberi visi mengenai keadaan organisasi di masa depan yang menjanjikan
harapan yang jelas dan transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan
semangat kelompok, antusiasme dan optimisme dikorbankan sehingga harapan-
harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi mereka dan perlu di realisasikan
melalui komitmen yang tinggi. 4) Intelectual stimulation. Adalah pemimpin yang
mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara
kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan bawahan merasa
pimpinan menerima dan mendukung mereka untuk memikirkan cara-cara kerja
mereka, mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan
cara-cara kerja baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh positif lebih
jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi. 5) Individualized consideration.
Dalam hal ini pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti
8|Al-Ibrah|Vol. 4 No. 2 Desember 2019
memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli
mereka terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain: merasa
diperhatikan dan diperlakukan manusiawi oleh atasannya. Dengan demikian, kelima
perilaku tersebut diharapkan mampu berinteraksi dalam mempengaruhi terjadinya
perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha dan performance kerja
yang lebih memuaskan ke arah tercapainya visi dan misi organisasi.
Kedua, kepemimpinan transaksional. Pengertian kepemimpinan
transaksional adalah salah satu gaya kepemimpinan yang intinya menekankan
transaksi diantara pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan transaksional
memungkinkan pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara
mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi
bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu menyelesaikan
tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama. Jadi,
kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang
bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai
dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama. Menurut Wuradji (2009: 30),
kepemimpinan transaksional menggunakan pendekatan transaksi untuk disepakati
bersama antara pemimpin dengan karyawan. Lebih jauh Wuradji (2009: 31)
menuturkan bahwa proses kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan melalui
sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: contingent reward, active management
by exception, dan passive management by exception. Perilaku contingent reward terjadi
apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja
bawahan memenuhi kesepakatan. Active management by exception terjadi jika
pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati dan secara ketat ia
melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai kesalahan, kegagalan, dan
melakukan intervensi serta koreksi untuk perbaikan. Sebaliknya, passive management
by exception memungkinkan pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan
koreksi apabila masalahnya makin memburuk atau bertambah serius. Jadi, secara
praktis, kepemimpinan dirumuskan sebagai suatu seni dalam memobilisasi orang
lain (bawahan dan pihak lain) pada suatu upaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Secara ideal, seorang pemimpin hendaknya melakukan tindakan-tindakan
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Ia harus menyiapkan rencana, strategi,
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |9
2. Kepala Sekolah
Istilah kepala sekolah merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu “kepala”
dan “sekolah”. Kata “kepala” dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu
organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan “sekolah” adalah sebuah lembaga
dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian, secara
sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru
yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses
belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 1999: 83).
Sebagai seorang pemimpin pendidikan, kepala sekolah menghadapi
tanggung jawab yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan yang memadai.
Banyaknya tanggung jawab, menyebabkan kepala sekolah memerlukan pembantu. Ia
hendaknya belajar bagaimana caranya mendelegasikan wewenang dan tanggung
jawab, sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha pembinaan
program pengajaran (Soetopo & Soemanto, 1988: 19).
Dalam buku “Pedoman Umum Penyelenggaraan Administrasi Sekolah Menengah”
yang ditulis oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989: 18-20)
dijelaskan secara rinci mengenai tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang
kepala sekolah, antara lain: pertama, kepala sekolah selaku pimpinan mempunyai
tugas: menyusun perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, mengarahkan
kegiatan, mengkoordinasikan kegiatan, melakukan pengawasan, melakukan
evaluasi terhadap kegiatan, menentukan kebijakan, mengadakan rapat, mengambil
keputusan, mengatur proses belajar mengajar, mengatur administrasi (kantor,
siswa, pegawai, perlengkapan, keuangan), mengatur Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS), serta mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan dunia
usaha. Kedua, kepala sekolah selaku administrator mempunyai tugas: perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, kurikulum,
kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan.
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |11
semua stakeholders terutama kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, masyarakat, dan
pemerintah. 7) Adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat luas yang optimal
terhadap sekolah, mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian kebijakan dan
program sekolah. 8) Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis,
egaliter, partisipatif, inspiratif, dan mampu menggerakkan fungsi-fungsi
manajemen sekolah.
Selain itu, menurut Rasiyo (2005: 302-303) sekolah yang bisa dikatakan berhasil
mengimplementasikan MBS pada dasarnya merupakan sekolah yang mampu
meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan. Karakteristik sekolah yang berhasil
mengimplementasikan MBS antara lain: 1) Dari segi keluaran (out put), sekolah itu
mempunyai prestasi tinggi, baik prestasi akademis maupun non-akademis, yang
keduanya akan mempermantap brand equity atau brand mindset sekolah. 2) Dari segi
proses, sekolah itu mempunyai efektivitas pembelajaran atau belajar mengajar yang tinggi,
kepemimpinan sekolah yang kuat dan efektif, lingkungan belajar yang aman-tertib-
nyaman-segar-menggairahkan, efektivitas dan efisiensi pengelolaan tenaga kependidikan
yang tinggi, budaya mutu yang baik, tim kerja yang dinamis dan kompak, otoritas yang
memadai dan fungsional, partisipasi warga sekolah dan masyarakat yang tinggi, kemauan
dan kemampuan untuk berubah, sistem perbaikan pembelajaran secara berkelanjutan, dan
responsibilitas yang baik atas berbagai kebutuhan akan mutu pendidikan. 3) Dari segi
masukan (input), sekolah itu memiliki kebijakan-tujuan-sasaran mutu yang jelas, sumber
daya tersedia dan berfungsi secara optimal, staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi,
harapan prestasi yang jelas dan tinggi, dan fokus utama pada siswa serta masukan
manajemen yang memadai dan fungsional.
liburan sekolah serta lupa untuk mengembalikan. Selanjutnya, dalam analisis ini
akan dibahas pula mengenai karakteristik responden menurut jenis kelamin, status
dalam masyarakat sekolah, dan usia.
Karakteristik Responden
1) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang menjadi subyek dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel. 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%)
1. Laki-laki 46 46
2. Perempuan 54 54
Total 100 100 %
Tabel. 3
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel. 4
Uji Validitas Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Selaku Leader
Tabel. 5
Uji Validitas Peran Kepemimpinan Kepala SekolahSelaku Administrator
Tabel. 6
Uji Validitas Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Selaku Supervisor
Tabel. 7
Uji Validitas Variabel Implementasi MBS
Pearson Corrected Item-Total
Status
Correlation (rxy) Correlation (rbt)
1 0.3045 .254 Sahih
2 0.4433 .393 Sahih
3 0.3056 .260 Sahih
4 0.2994 .252 Sahih
5 0.3022 .249 Sahih
6 0.3787 .333 Sahih
7 0.3782 .334 Sahih
8 0.3685 .325 Sahih
9 0.4061 .364 Sahih
10 0.3082 .265 Sahih
11 0.2852 .229 Sahih
12 0.4277 .386 Sahih
13 0.3132 .268 Sahih
14 0.2938 .244 Sahih
15 0.3755 .328 Sahih
16 0.3663 .314 Sahih
17 0.4086 .363 Sahih
18 0.3987 .353 Sahih
19 0.3723 .323 Sahih
20 0.5048 .463 Sahih
21 0.4478 .407 Sahih
22 0.4822 .443 Sahih
23 0.4013 .353 Sahih
24 0.3317 .282 Sahih
25 0.4097 .365 Sahih
26 0.3773 .331 Sahih
27 0.3348 .293 Sahih
28 0.3802 .334 Sahih
29 0.3189 .261 Sahih
30 0.3102 .256 Sahih
31 0.4041 .358 Sahih
32 0.3377 .289 Sahih
33 0.3590 .310 Sahih
34 0.3096 .255 Sahih
35 0.2889 .238 Sahih
36 0.3678 .320 Sahih
37 0.5838 .545 Sahih
38 0.3681 .322 Sahih
39 0.3386 .291 Sahih
40 0.3171 .268 Sahih
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |25
R Alpha Status N
Peran Kepala Sekolah selaku Leader 0.852 Reliabel 100
Peran Kepala Sekolah selaku Administrator 0.722 Reliabel 100
Peran Kepala Sekolah selaku Supervisor 0.765 Reliabel 100
Tabel. 9
Uji Reliabilitas Implementasi MBS
R Alpha Status N
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah 0.875 Reliabel 100
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic Df P Status
Manajemen Berbasis Sekolah 0.078 100 0.141 Normal
2.5
Expected Normal
0.0
-2.5
Observed Value
Terlihat pada grafik (normal P-P Plot) data tersebar rapat di sekitar garis
diagonal dengan sebaran yang fluktuatif, maka disimpulkan bahwa distribusi data
adalah normal.
2) Uji Asumsi Linieritas Hubungan
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah suatu variabel
independen mempunyai hubungan yang linier atau non linier dengan variabel
dependennya. Variabel independen dikatakan mempunyai hubungan yang linier
jika tingkat signifikansi linieritasnya kurang dari 0,1. Hasil pengujian linieritas
variabel independen terhadap variabel dependennya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
28|Al-Ibrah|Vol. 4 No. 2 Desember 2019
Tabel. 11
Uji Linieritas Hubungan
Regresi P Status
Leader 0.593 0.000 Linier
Administrator 0.557 0.000 Linier
Supervisor 0.516 0.000 Linier
Tabel. 13
Interval Keterangan
DW < 1,10 Autokorelasi positif
1,10 DW < 1,54 Tanpa kesimpulan/inconclusive
1,54 DW < 2,46 Non autokorelasi
2,46 DW < 2,90 Tanpa kesimpulan/inconclusive
DW 2,90 Autokorelasi negatif
Sedangkan nilai Durbin Watson dari perhitungan DW = 1.360 dan nilai ini
terletak pada daerah 1,10 DW < 1,54 atau berada pada daerah tanpa
kesimpulan/inconclusive, sehingga dapat disimpulkan bahwa regresi bebas dari
gejala autokorelasi (korelasi serial).
5) Pengujian adanya Heterokedastisitas
Uji asumsi lain yang harus dimiliki oleh data adalah residual dalam data
harus mempunyai variansi yang sama. Untuk menguji residual pada data yang
memiliki variansi sama, penelitian ini menggunakan uji Glejser. Uji Glejser ini
meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen yang digunakan
dalam suatu model regresi. Jika variabel independen ternyata signifikan (sig <
0,05) mempengaruhi absolut residual, ini berarti bahwa dalam data terdapat
heteroskedastisitas. Apabila ternyata tidak signifikan (sig > 0,05), berarti bahwa
asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Model yang baik adalah model yang
30|Al-Ibrah|Vol. 4 No. 2 Desember 2019
Tabel. 15
Hasil Koefisien Regresi, Std. Error dan thitung
Ko
Std. Prob. /
Variabel efisien thitung
Error Sig.
Regresi
Leader 0.497 0.165 3.017 0.003
Administrator 0.866 0.247 3.508 0.001
Supervisor 0.849 0.295 2.876 0.005
Variabel terikat : Implementasi MBS (Y)
Konstanta/constant = 39.649
Jumlah Kuadrat
Sumber Variasi db Fhitung sig
Kuadrat Tengah
Regression 19032.599 3 6344.200 29.079 0.000(a)
Residual 20944.761 96 218.175
Total 39977.360 99
bo = konstanta = 39.649
Ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel pengganggu terhadap
implementasi MBS. Artinya, apabila variabel bebas konstan atau sama dengan 0,
maka implementasi MBS akan bernilai sebesar 39.649 unit.
F. Pengujian Hipotesis
1) Uji Hipotesis dengan Uji F
Untuk menguji adanya pengaruh secara simultan antara variabel bebas
dengan variabel terikat digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Ho : 1; 2; 3 = 0, artinya secara simultan variabel leader (X1),
administrator (X2), dan supervisor (X3), tidak berpengaruh terhadap variabel
implementasi MBS (Y).
Hi : 1; 2; 3 0, artinya secara simultan variabel leader (X1), administrator
(X2), dan supervisor (X3), berpengaruh terhadap variabel implementasi MBS (Y).
d) ttabel (
2 = 0,025) = 1.98
e) Pengujian hipotesis:
Dari perhitungan secara parsial diperoleh thitung = 3.508. Sedangkan ttabel =
1.98 pada df = 96 dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %. Karena thitung > ttabel
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |35
maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga secara parsial variabel administrator (X2)
berpengaruh secara nyata dan berhubungan positif terhadap variabel implementasi
MBS (Y).
Selanjutnya untuk menguji adanya pengaruh secara parsial antara variabel
supervisor (X3) terhadap variabel implementasi MBS (Y) digunakan uji t dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Ho : 3 = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel supervisor (X3)
terhadap variabel implementasi MBS (Y)
H1 : 3 0, artinya ada pengaruh antara variabel supervisor (X3) terhadap
variabel implementasi MBS (Y)
G. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara peran
kepemimpinan kepala sekolah (selaku leader, administrator dan supervisor) terhadap
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Madrasah Tsanawiyah
Swasta (MTs.S) Mamba’ul Ulum di Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.
Hal itu dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa dari hasil analisis di dapatkan
koefisien determinasi (R2) = 0.476, artinya nilai ini menunjukkan bahwa
kemampuan variabel bebas dalam mempengaruhi hubungan dengan variabel
terikat adalah sebesar 0.476 atau berarti bahwa ketelitian dari persamaan regresi
linier berganda mampu menjelaskan hubungan variasi antara variabel peran
kepemimpinan kepala sekolah selaku leader, administrator dan supervisor terhadap
implementasi MBS adalah sebesar 47.6 %. Sedangkan sisanya sebesar 52.4 %
dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam peran
kepemimpinan kepala sekolah (selaku leader, administrator dan supervisor). Sedangkan
besar koefisien korelasi berganda (R) = 0.476 = 0.690, artinya nilai ini
menunjukkan bahwa hubungan keeratan antara variabel bebas dengan variabel
terikat adalah kuat. Sementara itu, dari hasil pengujian hipotesis dengan Uji F
dinyatakan bahwa simultan variabel leader (X1), administrator (X2), dan supervisor (X3),
berpengaruh signifikan terhadap variabel implementasi MBS (Y) sebagai variabel
terikat.
Elok, Kepemimpinan Kepala Sekolah |37
H. Daftar Pustaka
Tilaar, H.A.R. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi
Kultural. Magelang : Indonesia Tera.
Tilaar, H.A.R. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.
Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoretik dan
Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wuradji. 2009. The Educational Leadership: Kepemimpinan Transformatif. Yogyakarta :
Gama Media.