Anda di halaman 1dari 26

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer &Bare, 2005).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al,
2001).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun (Brunner & Suddarth, 2001).
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang
ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa
penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang berlangsung > 3 bulan.
B. KLASIFIKASI
Menurut Corwin (2001) GGK dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal
a. GFR 40-70 ml/min/menurun 50%
b. BUN dan Creatinin normal tinggi
c. Tidak ada manifestasi klinik
d. CCT : 76-100 ml/min
Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu
mengkompensasi nefron yang sudah rusak.Penurunan kemmapuan
mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria.
2. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
a. GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%
b. BUN dan Creatinin naik
c. Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema
d. CCT : 26-75 ml/min
Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang dterima.Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic dalam
darah karena nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
3. Tahap III : Gagal Ginjal
a. GFR : 10-20 ml/min atau <20% normal
b. Anemia sedang, azotemia
c. Gangguan elektrolit : Na ↑, K ↑, dan PO4 ↑
d. CCT : 6-25 ml/min
Makin banyak nefron yang mati
4. Tahap IV : ESRD (End Stage Renal Disease)
a. GFR : < 10 ml/min atau <5% normal
b. Kerusakan fungsi ginjal dalam pengaturan, excretory dan
hormonal
c. BUN dan Creatinin
d. CCT : < 5 ml/min
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa.Diseluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus.Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah
banyak seperti ureum, kreatinin, dalam darah.Ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostatsis. Membutuhkan pengobatan dialisa /
transplantasi ginjal
Menurut American Diabete Association, 2007

1) Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK)
biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan
pada ginjal.Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun
tidak lagi dalam kondisi 100%, sehingga banyak penderita yang tidak
mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1.Kalaupun hal tersebut
diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya
seperti diabetes dan hipertensi.
2) Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi
dengan baik.Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita
memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
3) Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti:
a. Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar
kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam
tubuh.
c. Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
f. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang
ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi
terbaik serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta
bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat.
Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga
kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam
makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah
penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus
membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi.
Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita
yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain
pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit
tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.Gejala yang
mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan stadium 3, yaitu:
a. Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar
kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam
tubuh.
c. Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f. Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
g. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
h. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
i. Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.Gejala yang
dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
a. Kehilangan nafsu makan
b. Nausea.
c. Sakit kepala.
d. Merasa lelah.
e. Tidak mampu berkonsentrasi.
f. Gatal – gatal.
g. Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
h. Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
i. Kram otot
j. Perubahan warna kulit
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK (Price & Wilson, 2006), dibagi menjadi delapan, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya
a. Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal
b. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc
ginjal
Penyakit ginjal sekunder: Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter.
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer & Bare (2005), manifestasi klinik yang muncul pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler
Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis:
1 Gangguan pernafasan
2 Edema
3 Hipertensi
4 Anoreksia, nausea, vomitus
5 Proteinuria
6 Hematuria
7 Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
8 Anemia
9 Perdarahan
10 Turgor kulit jelek, gatal-gatal pada kulit
11 Distrofi renal
12 Hiperkalemia
13 Asidosis metaboli
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulusdantubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi
yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar dari pada yang bisa di reabsorpsi berakibat diuresisosmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai15ml/menit
atau lebih rendah itu (Barbara C Long,1996,368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis (Brunner & Suddarth,2001).
F. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein) Protein dibatasi karena
urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang
akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens
renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur,
daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600
ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan
lemak.Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
2. Simptomatik
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler.Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan
dialisis.Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak
perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia
rekombinan).Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik
seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi
aktivitas.Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala,
dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
3. Terapi Pengganti
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal
ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis
kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi
ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang
lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih
fungsi kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan
fungsinya.Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi
abdomen bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal
yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin
seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan
berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja
meninggal (donor kadaver).
Cuci Darah (dialisis) Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu
kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan
dialysis merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam dialysis, dan
prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari plasma ke
larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan
tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis.CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn,
protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan
kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
4. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada
gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau
akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar
elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L),
perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi
dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat
[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum,
cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien.Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase
luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
6. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
a. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b. Pielografi retrograd
c. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
d. Arteriogram ginjal
e. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
8. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
9. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, perkerjaan, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
d. Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan
e. Riwayat penyakit Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
f. Pemeriksaan fisik menurut Doenges (2000)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi; nyeri dada
(angina).
Tanda : Hipertensi; DVJ (Distensi Vena Jugularis), nadi kuat, edema
jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak, tangan.
Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir. Friction rub perikardial (respons terhadap akumulasi
sisa). Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan
perdarahan..
3) Integritas Ego
Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala :Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda :Perubahan warna urin, contoh kuning coklat,berawan. Oliguria,
dapat menjadi anuria.
5) Makanan/cairan
Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia).
Tanda :Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6) Nyeri//kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
7) Pernapasan
Gejala : Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernapasan Kussmaul). Batuk produktif dengan sputum
merah muda-encer (edema paru).
8) Keamanan
Gejala : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara
aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal (efek CKD/depresi imun).
Patekie, area ekimosis pada kulit. Fraktur tulang; deposit
fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada kulit, jaringan
lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi
9) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido; amenorea; infertilitas.
10) Interaksi Sosial
Gejala :Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnos akeperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil: mempertahankan
curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, rediasi, beratnya (skala0-
10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R:Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
R: Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urin,dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteriahasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan/cairan
R:Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R:Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R:Porsilebihkecildapatmeningkatkanmasukanmakanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R:Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R:Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R:Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliranO2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R:Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R:Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil:
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
adanya kemerahan
R:Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus /infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R:Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R:Mengurangi pengeringan, robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R:Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R:Mencega hiritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
HEMODIALISA DENGAN CKD

A. PENGERTIAN HEMODIALISA
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan
mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun
ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah
dan dialisis yang berarti memindahkan.

B. TUJUAN HEMODIALISA
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengmbil zat-zat nitrogen yang toksik
dari darah dan mengelurkan air yang berlebihan.Pada hemodialisis, aliran darah
yang penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke
dialiser tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke
tubuh pasien.
C. PRINSIP HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi.
1. Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang
konsentrasi rendah.
2. Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat). gradien ini
dapat di tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi.
Tekanan negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap
pada membran dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat
mengekresikan ari kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).

D. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS


JANGKA PANJANG
1. Diet dan massalah cairan.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak
mampu mengekresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat
asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau
toksin yang di kenal dengan gejala uremik.
2. Pertimbangan medikasi.
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat
untuk memastikan agar kadar obat-oabatan dalam darah dan jaringan dapat di
pertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
E. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat
meningglkan ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperewatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteraran EGC
Corwin, E. J.2001.Alih bahasa : Pendit, B.U. Handbook of Pathophysiology. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000. Alih bahasa: Kariasa, I.M.
Nursing care plans: Guidelines for Planning and Documenting Patients
Care. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Long,B.C. Essential of Medical – Surgical Nursing : A Nursing Process Approach.
Alih bahasa: yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli
penerbit tahun 1989)
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media Aesculapius.
Price, S.A & Wilson, L.M. Alih bahasa: Anugerah, P. 2006. Pathophysiology: Clinical
Concept of Disease Processes. 4thEdition.Jakatra: penerbit buku kedokteran
EGC.
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Alih bahasa: Setyono, J.2001.Medical Surgical
Nursing. Jakarta: Selemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G.2005. Brunner & Suddarth Teksbook of
Medical Surgical nursing 10th Edition.Lippincott Williams & Wilkins.
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI;

Anda mungkin juga menyukai