Anda di halaman 1dari 12

AA.

WULANDARI SHRI H

DIABETES MELLITUS

I. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan


yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (American Diabetes
Association, 2014).
Ada 4 macam diabetes yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional
dan diabetes karena faktor lain, dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah
tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2014). Berdasarkan data Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) jumlah penderita diabetes di Indonesia telah
mencapai 9,1 juta orang dan diperkirakan menjadi 21,3 juta di tahun 2030 (Perkeni,
2015).
Penyakit Diabetes mellitus atau sakit gula masih menjadi persoalan bersama.
Bahkan di Indonesia, Penyakit ini masih berada di posisi keempat sebagai negara dengan
jumlah penduduk terbesar yang menderita penyakit Diabetes setelah Amerika Serikat,
China, dan India (WHO, 2011).
Menurut WHO tahun 2011, diabetes mellitus termasuk penyakit yang paling banyak
diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan ke empat dari prioritas
penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Prevalensi Diabetes Mellitus pada
populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 35% dalam dua
dasawarsa dan menjangkit 300 juta orang dewasa pada tahun 2025.
Berdasarkan uraian diatas, semakin tingginya angka kejadian Diabetes Melitus,
maka penulis tertarik membahas karya tulis mengenaiDiabetes Melitus yang terjadidi
Puskesmas II Denpasar Utarauntuk mengetahui pengobatan yang diberikan dan
mengevaluasi terapi yang diberikan dibandingkan dengan standar. Hasil dari penelitian
tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga medis untuk lebih teliti dalam
memberikan obat, sehingga tercapai kontrol glukosa darah dan mencegah komplikasi
yang ditimbulkan.

1
II. PEMBAHASAN

2.1 DefinisiDiabetes Mellitus

Menurut WHO, DM adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas
tidak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2008).
Diabetes Mellitus(DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemi karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin ataupun insulin yang
tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hiperglikemi kronik pada pasien DM dapat
menyebabkan disfungsi, kegagalan bahkan kerusakan organ terutama mata, ginjal,
pembuluh darah dan saraf (American Diabetes Association, 2011).

Tabel Kadar Gula Darah

HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2 jam


(mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 > 200
Pra-Diabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140

(PERKENI, 2015)
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)

1. DM tipe 1
Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan
insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum
umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor resiko
dalam diabetes melitus tipe ini adalah: autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga
diabetes mellitus.
2. DM tipe 2
Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang bekerja
kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis
dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2 adalah :
obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus.
3. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)

2
DMG merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe
ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah
wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat
keluarga dengan diabetes mellitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat
badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes Tipe Lain
Tipe ini disebabkan karena efek genetik fungsi sel beta, efek genetik fungsi
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini.
(ADA, 2012)

2.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)

a). DM Tipe 1(Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas. National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases (NIDDK) menyatakan bahwa autoimun menyebabkan
infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu
tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai
minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena
adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh
karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon
insulin yang menggunakan obat oral (ADA, 2014 dan NIDDK,2014 ).
b). DM Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ditandai dengan 15 kurangnya sel beta atau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam
kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang

3
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat
menjadi alternatif.
DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak
menyadari telah menderita dibetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi
sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus
bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga
(Riskesdas, 2007).
c. Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin
yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).

2.4 Gejala Klinis Diabetes Mellitus (DM)

a. Pengeluaran urin (Poliuria)


Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih
sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2011).
b. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup
tinggi (PERKENI, 2011).
c. Peyusutan berat
Badan penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti,
2009).
d. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
(Subekti, 2009)

4
2.5 Faktor Resiko Diabetes Mellitus
A. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
1) Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak yang merupakan keturunan pertama dari orang tua
dengan DM (Ayah, ibu, laki-laki, saudara perempuan) beresiko menderita
DM. Bila salah satu dari kedua orang tuanya menderita DM maka risiko
seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% dan bila kedua orang
tuanya menderita DM maka kemungkinan anak terkena DM tipe 2 adalah
75%. Pada umunya apabila seseorang menderita DM maka saudara
kandungnya mempunyai resiko DM sebanyak 10% (Kemenkes, 2008).
2) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling
sering setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).
3) Ras atau latar belakang etnis, risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada
hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).

B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah


1. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan
dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).
2. Diet yang tidak sehat, perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga,
menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji
(Abdurrahman, 2014).
3. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk
terjadinya penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012),
obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten
insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul
didaerah sentral atau perut (central obesity).
2.6 Pengobatan Diabetes Mellitus

2.6.1 Terapi Non Farmakologi


5
1) Pengaturan diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbonhidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan
gizi baik sebagai berikut
a) Karbonhidrat : 60-70%
b) Protein : 10-15%
c) Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stress akut dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditunjukan untuk mencapai
dan mempertahankan berat ideal. Penurunan berat badan lebih dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap
stimulasi glukosa (PERKENI 2011).
2) Latihan fisik
Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat aerobik dan
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (PERKENI,
2011).
3) Kontrol Kesehatan
Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar diketahui nilai
kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus supaya ada
penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes mellitus (Sugiarto
& Suprihatin, 2012).

2.6.2 Terapi Farmakologi

Menurut PERKENI (2011), obat farmakologi diabetes mellitus yaitu dengan


Antidiabetik oral dan insulin.

1. Antidiabetik Oral
Antidiabetik oral dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dan dapat diberikan sampai dosis
hampir maksimal. Dilihat secara mekanisme, antidiabetik oral dibagi menjadi
5 kelompok :
a) Sulfonilurea

6
Sulfonilurea mempunyai efek meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang, namun masih dapat diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada pasien dengan
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular
(PERKENI, 2011).Contoh obat golongan sulfonilurea antara lain
glibenclamide, gliclazide, glipizide, glimepiride dan klorpropamide (Amod et
al, 2012).
b) Metformin
Obat ini mempunyai efek mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat ini
diberikan pada pasien yang obesitas atau gemuk. Dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati. Efek samping dari obat ini
adalah mual. Untuk mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan pada
saat atau sesudah makan.
c) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia, tetapi efek samping
yang paling sering ditemukan adalah kembung dan flatulen, sehingga obat ini
diminum bersama dengan makan.
d) Glinid
Obat ini bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat : Repaglinid dan Nateglinid. Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.
e) Tiazolidindion
Obat ini berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I –
IV karena dapat memperberat edema/ retensi cairan dan juga pada gangguan
faal hati. Pada pasien yang mengkonsumsi obat ini perlu dilakukan

7
pemantauan faal hati secara berkala (PERKENI, 2011). Contoh obat golongan
ini antara lain pioglitazon dan rosiglitazon (Dipiroet al, 2008).

2. Insulin
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan prandial.
Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia
setelah makan. Insulin ditujukan untuk menangani defisiensi yang terjadi.
(PERKENI, 2011).
1. Insulin yang bekerja-cepat (rapid-acting)
analog insulin injeksi yang bekerja-cepat: insulin lispro, insulin
aspart, dan insulin glusin, dan satu bentuk inhalasi insulin yang bekerja
cepat, yaitu human insulin recombiant, kini tersedia dipasaran. Awal kerja
insulin ini 15- 30 menit dengan puncak kerjanya 1-2 jam setelah disuntikkan
dan lama kerjanya 5-6 jam.
2. Insulin yang bekerja-singkat (short-acting)
Contohnya insulin reguler (kristal zink insulin) efeknya tampak dalam
waktu 30 menit dan mencapai puncak kerja 2-3 jam setelah disuntikkan
melalui subkutan dan biasanya berlangsung selama 6-8 jam.
3. Insulin dengan masa kerja sedang (intermediate-acting)
Awal kerja insulin ini 2-4 jam dan mencapai puncak kerja 4-6 jam
setelah disuntikkan dengan lama kerjanya 14-18 jam. Contohnya NPH
(Neutral Protamine Hagedorn) dan Insulin lente.
4. Insulin dengan masa kerja lama (long-acting)
Terdapat 2 analog insulin yang bekerja lama, yaitu: insulin glargin dan
insulin detemir. Insulin glargin adalah analog insulin larut dengan masa
kerja yang sangat lama (ultra-long-acting) dan “tidak berpuncak” (yaitu,
memiliki plateau konsentrasi plasma yang lebar). Awal kerja insulin ini 4-5
jam setelah disuntik dengan lama kerjanya 24 jam. Insulin detemir memiliki
awal kerja 2 jam dan puncak kerjanya 6-9 jam setelah disuntikkan dengan
lama kerjanya 24 jam (Dipiro, et al., 2008).

8
III. PENUTUP

DM adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak menghasilkan
insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkan. DM terdiri dari DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestational, dan DM tipe
lainnya yang disebabkan karena efek genetik fungsi sel beta, efek genetik fungsi insulin,
penyakit eksokrin pancreas.
Patofisiologi DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas. DM tipe 2 Resistensi insulin perifer berarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang
efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel. DM Gestational diabetes terjadi
ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat kehamilan.
Gejala DM yaitu Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal, timbul rasa lapar (Polifagia),timbul rasa haus dan
penyusutan berat. Faktor resiko yang tidak bisa diubah: riwayat keluarga dengan DM,
usia dan Ras atau latar belakang etnis. Sedangkan yang dapat diubah yaitu gaya hidup,
diet yang tidak sehat dan obesitas.
Pengobatan diabetes mellitus non farmakologi yaitu pengaturan diet, control
kesehatan dan latihan fisik. Sedangkan pengobatan farmakologi yaitu dengan antidiabetik
oral dan insulin. Antidiabetik oral ada 5 macam yaitu ;Sulfonylurea contoh obat golongan
sulfonilurea antara lain glibenclamide, gliclazide, glipizide, glimepiride dan
klorpropamide ;Metformin ;Penghambat glukosidase alfa (Acarbose) ;Glinid golongan ini
terdiri dari 2 macam obat repaglinid dan nateglinid. ;dan Tiazolidindion. Sedangkan
pengobatan dengan insulin terdiri dari beberapa macam yaitu Insulin yang bekerja-cepat
(rapid-acting), Insulin yang bekerja-singkat (short-acting), Insulin dengan masa kerja
sedang (intermediate-acting),Insulin dengan masa kerja lama (long-acting)

9
IV. DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Fadlullah. (2014). Faktor Pendorong Perilaku Diet Tidak Sehat Pada
Mahasiswi. Ejournal Psikologi, Vol 2, No 2: 163-170, 2014. Diakses pada 27 Juni 2015
dari http://www.portal.fisip-unmul.ac.id/site/?p=2298.
ADA. 2009. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 27 (1), S5-
S10
ADA, 2010, Standards of Medical Care in Diabetes 2010, Diabetes Care, 33 (1),11-4.
American Diabetes Association (ADA), 2011.Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diakses pada 12 Januari 2014 dari:
www.care.diabetesjournals.org/content/34/Supplement_1/S62.full
ADA, 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 35, S64–
S71. doi:10.2337/dc12-s064
ADA. (2014). Diagnosis And Classification Of Diabetes Melitus. Diabetes Care, Volume
37, Supplement 1, s58.
American Heart Association (AHA). (2012). Understand Your Risk for Diabetes. Diakses
pada tanggal 27 Juni 2015 dari
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/Diabetes/UnderstandYourRi
skforDiabetes/Understand-Your-Risk-for-Diabetes.UCM.002034.Article.jsp
Amod, et al, 2012, Guideline for The Management of Type 2 Diabetes (Revised),
JEMDSA vol.37, Number 2 : Sup 1, page : S43
CDC. (2014). National Chronic Kidney Disease Fact Sheet , 2014. Atlanta.
Dipiro, J, T., et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill
National Institute of Diabetic and Digestive and Kidney Disease (NIDDK). 2014. Prevent
Diabetes Problem : Keep Yout Feet and Skin Healthy. Diakses dari . [diakses pada 15
april 2014]
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 2015.
PERKENI, 2011, KonsensusPengelolaandanPencegahanDiabetesMelitusdiIndonesia,
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta, pp 4 – 69.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar, 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K
& S. Setiati. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Penerbit FK UI.
WHO, 2011, Diabetes; Fact sheet, Department of Sustainable Development and Healthy
Environments, Regional Office for South-East Asia.
WHO., 2008. Integrated Chronic Disease Prevention and Control. www.who.int

10
V. LAMPIRAN

5.1 Skrining Resep

Skrining Resep Kelengkapan Resep


Inscriptio Ada
Invocatio Ada
Signatura Ada
Praesciptio Ada
Subscriptio Tidak Ada
Nama, Alamat, dan Umur Ada
Pasien
Tanda seru untuk obat yang Tidak Ada
melebihi dosis

5.2 Pembahasan resep

1. Metformin

a. Komposisi: Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCL 500 mg.
b. Farmakologi: Metformin adalah zat antihiperglikemik oral golongan biguanid
untuk penderita diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin. Mekanisme
kerja metformin yang tepat tidak jelas, walaupun demikian metformin dapat
memperbaiki sensitivitas hepatik dan periferal terhadap insulin tanpa menstimulasi
sekresi insulin serta menurunkan absorpsi glukosa dari saluran lambung-usus.
Metformin hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia
serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal.
Metformin tidak menyebabkan pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat
menyebabkan kehilangan berat badan.
c. Indikasi: Pengobatan penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa,
dengan atau tanpa kelebihan berat badan dan bila diet tidak berhasil. Sebagai
kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif therhadap terapi tunggal
sulfonilurea baik primer ataupun sekunder. Sebagai obat pembantu untuk
mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan.Menurunkan kadar gula darah yang
tinggi pada pengidap diabetes tipe 2
d. Kontraindikasi: Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan
peminum alkohol, koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, keadaan penyakit

11
kronik akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan
dengan asidosis laktat seprti syok, insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.
e. Dosis Pemeliharaan: Metformin harus diberikan bersama dengan makanan atau
sesudah makan dalam dosis yang terbagi. Tablet 500 mg Dosis: 2x sehari 1 tablet
f. Efek Samping: Mual dan muntah, Penurunan nafsu makan, Sensasi rasa logam
dalam mulut, Sakit perut, Batuk dan suara serak,Nyeri otot dan kram, Lemas dan
mengantuk

2. Nifedipine
a. Komposisi: Tiap tablet mengndung Nefedipine 10 mg
b. Indikasi: Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina
pektoris setelah infark jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi.
c. Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap nifedipine. Karena pengalaman yang
terbatas, pemberian nifedipine pada wanita hamil hanya dilakukan dengan
pertimbangan yang hati-hati.
d.Dosis : Tablet 10 mg 1x sehari 1 tablet sesudah makan
e. Efek Samping: Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit
kepala atau perasaan tertekan di kepala, flushing, pusing, gangguan lambung,
mual, lemas, palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai, tremor,
kram pada tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi dermatologi.

3. Vitamin B1
Kegunaan :Vitamin B1 adalah salah satu dari delapan vitamin yang larut dalam air
dari keluarga vitamin B kompleks. Vitamin ini membantu dalam mengkonversi
karbohidrat menjadi glukosa, yang pada akhirnya digunakan untuk menghasilkan
energi untuk berbagai fungsi tubuh. Vitamin B1 diperlukan untuk pemecahan
lemak dan protein.

5.3 Kesimpulan Resep

Berdasraskan resep diatas pasien diberikan Metformin dengan aturan pakai dua
kali sehari 1 tablet sesudah makan yng memberikan efek anti diabetic. Karena pasien
menderita riwayat hipertensi makadiberikan obat Nefedipine yang diminum sehari 1
tablet obat ini digunakan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris
setelah infark jantung). Sedangkan Vitamin B1 sebagai suplemen digunakan untuk
menghasilkan energi untuk berbagai fungsi tubuh diminum sehari 1 tablet.

12

Anda mungkin juga menyukai