Anda di halaman 1dari 85

BUKU INFORMASI

Modul 05

TINDAK PIDANA KORUPSI


DAN KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN UMUM 1
B. TUJUAN KHUSUS 1
BAB II. TINDAK PIDANA KORUPSI MATERIIL 7
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 7
1. Latar Belakang dan Sejarah Tindak Pidana
Korupsi 7
2. Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia 7
a. Delik Korupsi dalam KUHP 7
b. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa
Perang Pusat (Pepperpu) No. Prt/
Peperpu/013/1950 7
c. UU No.24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak
Pidana Korupsi 8
d. UU No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
tindak Pidana Korupsi 8
e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 8
f. UU No.28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 10
g. UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi 10
h. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 10
i. UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 11
j. UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
United Nation Convention Against
Corruption (UNCAC) 2003 12
k. UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi 12
l. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi 20
m. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi 21
3. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 13
a. Manusia (Natuurlijk Persoon) 13
b. Badan Hukum/Korporasi (Rechtspersoon) 14
c. Manusia dan Korporasi Sebagai Subjek Tindak
Pidana Korupsi 14
d. Kriteria Tindak Pidana Korupsi oleh
Korporasi 15
4. Delik Tindak Pidana Korupsi yang Berasal dari
KUHP 15
5. Delik-Delik Tindak Pidana Korupsi 15
6. Delik Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana
Korupsi 51
7. Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana
Korupsi 52
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 53
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Materiil 53
BAB III. TINDAK PIDANA KORUPSI FORMIL 54
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 54
1. Sistem Peradilan Pidana dalam Perkara
Tindak Pidana Korupsi 54
2. Proses Penuntutan dalam Tindak Pidana
Korupsi 59
3. Pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2006 Sebagai Ratifikasi dari United Nation
Convention Against Corruption (UNCAC)
dan Implikasinya terhadap Hukum Positif 63
4. Perlindungan Saksi Pelapor dalam Sistem
Peradilan Pidana Tindak Pidana Korupsi 64
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 67
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Tindak Pidana Korupsi Formil 67
BAB IV. KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 68
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 68
1. Dasar dan Tujuan Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) 68
2. Ruang Lingkup Tugas dan Wewenang KPK 69
3. Susunan Organisasi KPK 71
4. Hambatan dan Tantangan bagi KPK dalam
Pemberantasan Korupsi di Indonesia 75
D. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 76
E. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Komisi Pemberantasan Korupsi 76
DAFTAR REFERENSI 77
TENTANG PENULIS 80
DAFTAR ALAT DAN BAHAN 81
BAB I. PENDAHULUAN

A. TUJUAN UMUM

Setelah mempelajari modul ini, peserta latih diharapkan mampu menjelaskan tentang tindak
pidana korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, peserta mampu:


1. Menjelaskan tindak pidana korupsi materiil.
2. Menjelaskan tindak pidana korupsi formil.
3. Menjelaskan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

1 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


BAB II.TINDAK PIDANA KORUPSI
MATERIIL

A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam 1. Latar Belakang dan Sejarah Tindak


Menjelaskan Tindak Pidana Pidana Korupsi
Korupsi Materiil a. Pendahuluan
Sejarah pemberantasan korupsi yang
Maraknya kejahatan korupsi terjadi di- cukup panjang di Indonesia menunjukkan bahwa
sebabkan oleh banyak hal. Salah satu penyebab pemberantasan tindak pidana korupsi memang
utama adalah ketidaktahuan masyarakat me- membutuhkan penanganan yang ekstra keras
ngenai lingkup kejahatan korupsi tersebut. dan membutuhkan kemauan politik yang sangat
Meski dalam pertanggungjawaban pidana besar dan serius dari pemerintah yang berkuasa.
ketidaktahuan bukan alasan untuk menghin- Politik pemberantasan korupsi itu sendiri ter-
dar dari tanggungjawab hukumnya, kebutuhan cermin dari peraturan perundang-undangan
untuk menyosialisasikan lingkup kejahatan ko- yang dilahirkan pada periode pemerintahan ter-
rupsi adalah hal yang sangat penting. Oleh ka- tentu. Keberadaan undang-undang pemberan-
renanya perlu penjabaran secara menyeluruh tasan korupsi hanyalah satu dari sekian banyak
mengenai kejahatan korupsi yang diatur oleh upaya memberantas korupsi dengan sungguh-
perundang-undangan Indonesia. sungguh. Di samping peraturan perundang-
Pembahasan pada bab ini akan dibagi undangan yang kuat, juga diperlukan kesadaran
dua. Bagian pertama membahas tindak pidana masyarakat dalam memberantas korupsi. Ke-
korupsi secara materiil meliputi namun tidak sadaran masyarakat hanya dapat timbul apa-
terbatas pada sejarah tindak pidana korupsi, ke- bila masyarakat mempunyai pengetahuan dan
tentuan hukum materiil mengenai tindak pidana pemahaman akan hakikat tindak pidana korupsi
korupsi, perbuatan apa saja yang dapat dikata- yang diatur dalam undang-undang. Pengetahuan
kan sebagai tindak pidana korupsi, hingga pem- masyarakat secara umumnya dan pengetahuan
bahasan mendalam unsur-unsur yang terdapat para penegak hukum, utamanya KPK pada khu-
pada pasal undang-undang. Sedangkan bagian susnya mengenai tindak pidana korupsi, mutlak
kedua membahas tindak pidana korupsi secara diperlukan.
formil yang meliputi ketentuan hukum acara, sis-
tem peradilan pidana, proses penuntutan, hingga b. Pengantar Singkat Mengenai Korupsi
pembahasan mengenai kelembagaan Komisi Korupsi adalah suatu kejahatan luar bi-
Pemberantasan Korupsi. asa (extra ordinary crime), secara umum memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) berpotensi di-
lakukan oleh siapa saja, (2) korbannya bisa siapa

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 2


saja karena tidak memilih target atau korban kita identifikasikan meminjam tagline KPK yaitu
(random target atau random victim), (3) kerugian- “memahami untuk membasmi”, maka poin
nya besar dan meluas (snowball effect atau dom- penting yang harus sangat ditekankan di sini ada-
ino effect), dan (4) terorganisasi atau oleh or- lah bahwa seseorang tidak akan mengerti dan
ganisasi. Dalam perkembangannya keempat ciri paham mengenai korupsi apabila hanya sekedar
itu berkembang dengan sifat lintas negara, yaitu membaca undang-undang dan peraturan semata.
bahwa pelaku, korban, kerugian, dan organisa- Memahami korupsi berarti harus tahu apa asas
sinya bersifat lintas negara. Berdasarkan kriteria hukumnya, tahu segi bahasannya, dan paham
extra ordinary crime tersebut, terlihat bahwa ko- bagaimana cara kerjanya. Untuk itulah diperlu-
rupsi memenuhi keseluruhan ciri-ciri tersebut kan pemahaman yang menyeluruh dan tekad un-
tanpa terkecuali. tuk tidak serta merta alergi belajar hukum, teru-
Syed Husein Alatas dalam bukunya tama hukum pidana khususnya mengenai tindak
Sosiologi Korupsi mengatakan korupsi se- pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang
perti wabah penyakit menular yang berbahaya. erat berkaitan. Karena pada hakikatnya belajar
Pendapatnya itu didasari pada anggapan bahwa hukum sebenarnya banyak menggunakan logika.
perilaku korupsi sangat berbahaya seperti Tidak ada satupun profesi hukum yang bekerja
halnya wabah penyakit yang menular dengan dengan close book.
tidak mengenal korbannya. Penulis beranggapan Prof. Romli Atmasasmita berpendapat
bahwa korupsi bahkan lebih berbahaya dari wa- bahwa korupsi sulit diberantas karena adanya
bah penyakit menular. Hal ini disebabkan pada dua faktor utama. Pertama, adalah alasan dari segi
terjadinya wabah penyakit menular, masyarakat historis budaya. Kedua, adalah karena lemahnya
cenderung berupaya untuk melakukan tindakan perundang-undangan. Menurut hemat penulis,
pencegahan secara proaktif. Dalam hal wabah pendapat tersebut sangat tidak tepat. Ada kri-
korupsi, masyarakat cenderung tidak berbuat tik yang menyatakan bahwa budaya memiiki tiga
apa-apa untuk menghindar. Tidak jarang sese- unsur penting, yaitu estethic, artistic, dan beauty.
orang justru secara aktif melibatkan diri mem- Oleh karenanya korupsi tidak dapat di-sebut
bantu atau memudahkan terjadi korupsi selain sebagai budaya, tidak ada etisnya, tidak artistik,
juga cenderung tidak mau tahu. Lebih dari itu, apalagi beauty. Untuk itulah penulis dengan tegas
perilaku korupsi bukanlah perbuatan yang kasat menyatakan bahwa korupsi bukanlah suatu bu-
mata sebagai mana halnya wabah penyakit yang daya.
dapat diidentifikasi proses penularannya dan Prof. Andi Hamzah pernah menjabarkan
dapat diidentifikasi pula pengidap wabahnya. mengapa korupsi sangat sulit diberantas dalam
Dalam kejahatan korupsi, kita tidak dapat me- empat alasan, yaitu sebagai berikut:
ngidentifikasi perbuatan korupsi secara kasat 1. Kurangnya pendapatan pegawai negeri.
mata. Begitu pula kita tidak dapat mengidentifi- 2. Latar belakang budaya Indonesia.
kasi koruptor atau menyebutkan ciri-ciri pelaku 3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol
tindak pidana korupsi. Sehingga bagaimana kita yang kurang efektif dan efisien.
akan mencegah atau memberantas suatu wabah 4. Adanya anggapan bahwa korupsi adalah hasil
korupsi padahal wabahnya, penularannya, dan dari modernisasi.
orang yang tertular wabah korupsi tidak dapat

3 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Pertama, mengenai pendapatan atau gaji “uang pelicin”, dan masih banyak lagi. Hal-hal ke-
pegawai negeri. Bahwa gaji yang kecil yang men- cil se-perti ini terjadi di kehidupan sehari-hari
dorong penyelenggara negara untuk melakukan karena adanya sistem manajemen dan kontrol
korupsi hingga pernah ada wacana hendak me- yang kurang baik, sehingga menimbulkan adanya
naikkan gaji pegawai negeri untuk mencegah celah-celah yang dapat dimanfaatkan.
korupsi. Bagi sebagian kalangan mungkin obat Keempat, mengenai anggapan bahwa
tersebut mujarab, tetapi bagi sebagian kalangan korupsi adalah hasil dari modernisasi. Akibat
tertentu belum tentu sehingga perlu dicari obat modernisasi, penggunaan sumber daya manusia
lain. Apakah pelaku korupsi hanya mereka yang berkurang dan mulai tergantikan oleh banyak
gajinya kecil saja? Tidak. Dari pegawai yang gaji mesin. Manusia akhirnya berusaha sekuat tenaga
kecil sampai besar semuanya dapat terkena ko- untuk mempertahankan posisinya agar tidak
rupsi. Ada yang korupsi karena butuh (corruption runtuh, kalau perlu dengan segala macam cara
by needs) dan ada yang korupsi karena rakus termasuk memperkaya diri sendiri melalui jalan
(corruption by greed). korupsi.
Kedua, mengenai latar belakang budaya
Indonesia. Sejalan dengan kritik penulis terha- c. Sejarah Korupsi di Indonesia
dap pendapat Prof. Romli Atmasasmita. Bahwa Soedarso menyatakan bahwa kultur
“budaya” di sini bukanlah suatu hal yang buruk. korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak zaman
Karena “budaya” yang dimaksud di sini antara Multatuli, yaitu pada saat penyalahgunaan jabatan
lain budaya memberikan upeti kepada pembesar masih marak terjadi. Saat menjadi ambtenaar dan
atau penguasa, yang sekarang ini dapat dikatego- kontrolir, Multatuli melaporkan banyak kejaha-
rikan sebagai suap karena adanya kepentingan tan-kejahatan yang dilakukan oleh Bupati Lebak
tertentu yang hendak diperjuangkan. Contoh dan Wedana Parangkujang (Banten Selatan) ke-
lain saat membuat KTP. Terdapat mindset apabila pada atasannya dan meminta supaya ter-hadap
petugas kelurahan tidak diberi uang maka pro- mereka ini dilakukan pengusutan. Menurut
sesnya akan dipersulit. Kultur “setoran” inilah Multatuli, Bupati tersebut telah menggunakan
yang seharusnya mulai dihilangkan. Terlebih hal- kekuasaannya melebihi apa yang diperboleh-
hal demikian tidak sepantasnya dikatakan sebagai kan oleh peraturan, dengan tujuan untuk mem-
budaya yang menjunjung tinggi estethic, artistic, perkaya dirinya sendiri. Kejahatan yang timbul
dan beauty. Jangan membenarkan apa yang telah adalah suatu bentuk onderdanigheid, yaitu sikap
menjadi kebiasaan. Mulailah untuk membiasakan tunduk dari penduduk yang semasa itu sedang
yang benar, bukan membenarkan yang biasa. dilingkupi penindasan dan sikap semena-mena
Ketiga, mengenai manajemen yang oleh penjajah maupun penguasa setempat (So-
kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan edarsono, 1969:10-11).
efisien. Hal ini tentunya banyak dijumpai bah- Hamzah menyatakan bahwa penyalah-
kan di kehidupan sehari-hari. Contoh suap se- gunaan kekuasaan yang dimaksud Soedarsono
bagai salah satu bentuk korupsi. Melanggar lalu telah diatur dalam KUHP. Karena pada masa
lintas dan terkena tilang, asal ada “uang aman” itu penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat me-
masalah selesai. Ingin mempercepat pengurusan mang telah diperhitungkan secara khusus oleh
dokumen tertentu di kelurahan, dikenal istilah Peme-rintah Hindia Belanda sewaktu penyusu-

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 4


nan Wetboek van Strafrecht (Hamzah, 2007:18), tidak menganggap hal tersebut sebagai tindakan
misalnya saja pada Pasal 423 KUHP mengenai korupsi, tetapi sebagai bentuk kewajiban kepada
kejahatan-kejahatan knevelarij (pemerasan), yang rajanya. Dengan demikian, kebiasaan tersebut
rumusannya sebagai berikut: terus berlaku. Implikasi dari tradisi tersebut ialah
praktik korupsi berupa pemberian sesuatu ke-
Pegawai Negeri yang dengan maksud pada pejabat menjadi suatu kebiasaan yang lum-
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan rah. Karena ditanamkan sebagai bentuk dari ke-
menyalahgunakan kekuasaanya telah memaksa wajiban, sehingga seakan terjadi pembiaran dari
orang lain untuk menyerahkan sesuatu, untuk me- masyarakat. Padahal apabila kita merujuk pada
lakukan suatu pembayaran atau telah melakukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
pemotongan terhadap suatu pembayaran atau tentang korupsi, tindakan semacam ini merupa-
untuk melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi kan salah satu bentuk korupsi yang mengarah
(Lamintang & Lamintang, 2009:142-143). pada penyuapan (Triandayani, 2002:7).

Meskipun terdapat pengaturannya, na- Diperlukan pemahaman yang menyelu-


mun dewasa ini masyarakat seolah-olah ber- ruh yang dapat menjembatani antara nilai-nilai
sikap pasrah terhadap kemungkinan menjadi kearifan lokal yang telah dilakukan secara turun
korban dari tindak pidana seperti yang dimak- temurun (misalnya seperti kebiasaan memberi-
sudkan dalam Pasal 423 KUHP tersebut, atau kan upeti, amplop saat pernikahan, dsb.) de-
bahkan dalam pandangan Lamintang, bahwa ngan pemahaman yang benar mengenai apa-apa
rakyat sudah menjadi bebal terhadap tindak pi- saja tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
dana seperti itu karena dianggap “sudah biasa”, tindak pidana korupsi (misalnya dalam contoh
bahkan mereka menjadi terbiasa untuk men- di atas, memberikan amplop saat pernikahan
tolerir diri mereka menjadi korban kejahatan dengan nilai uang lebih dari Rp. 1.000.000; dan
yang dilakukan oleh pegawai negeri (Lamintang dengan menyebutkan siapa pengirimnya, dapat
& Lamintang, 2009:142-143). dikategorikan sebagai tindak pidana apabila tidak
dilaporkan dan diketahui oleh KPK).
Selain itu, meninjau perihal latar bela-
kang kultur korupsi berarti juga meninjau peri- 2. Tindak Pidana Korupsi dalam Per-
hal tradisi masyarakat dan korupsi itu sendiri. aturan Perundang-undangan di
Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat Indonesia
(tradisi masyarakat) pada masa lalu secara tidak Tindak pidana korupsi bukan merupakan
langsung telah memberikan pengaruh terhadap barang baru di Indonesia. Sejak zaman kerajaan-
eksistensi korupsi di masa kini. Pada masa kera- kerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski
jaan dahulu dikenal pemberlakuan aturan pem- tidak secara khusus menggunakan istilah korup-
berian upeti terhadap tanah-tanah luas. Pada si. Pasca zaman kemerdekaan, ketika Indonesia
masa itu, tanah-tanah yang luas dianggap milik mulai membangun dan mengisi kemerdekaan
raja sehingga rakyat yang menggarap tanah terse- dengan pembangunan, korupsi terus mengganas
but harus menyerahkan pajak, sewa, dan upeti. sehingga mengganggu jalannya pembangunan na-
Pada saat aturan tersebut diberlakukan, rakyat sional. Berbagai upaya pemberantasan korupsi

5 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


dilakukan oleh pemerintah sejak kemerdekaan, dak Pidana Korupsi.
baik dengan menggunakan peraturan perundang- • Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
undangan yang ada maupun dengan membentuk Pemberantasan Korupsi.
peraturan perundang-undangan baru yang secara • Perpres No.55 Tahun 2012 tentang Strategi
khusus mengatur mengenai pemberantasan tin- Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
dak pidana korupsi. Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025
Berikut ini adalah peraturan perundang- Dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.
undangan yang pernah digunakan untuk mem- • Inpres No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi
berantas tindak pidana korupsi di Indonesia Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Ta-
beserta dengan penjelasan dan komentar-ko- hun 2016 dan Tahun 2017.
mentar selama keberlakuannya:(Kemenristekdik
ti, 2011:119-140): a. Delik Korupsi dalam KUHP
• Delik korupsi dalam KUHP (1946). Meski tidak secara khusus mengatur
• Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa mengenai tindak pidana korupsi di dalamnya,
Perang Pusat No. Prt/Peperpu/013/1950. KUHP telah mengatur banyak perbuatan ko-
• UU No. 24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak rupsi, yang mana pengaturan tersebut kemudian
Pidana Korupsi. diikuti dan ditiru oleh pembuat undang-undang
• UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberan- pemberantasan korupsi hingga saat ini. Namun
tasan Tindak Pidana Korupsi. meskipun demikian tetap terbuka jalan lapang
• TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penye- untuk menerapkan hukum pidana yang sesuai
lenggara Negara yang Bersih dan Bebas Ko- dan selaras dengan tata hidup masyarakat Indo-
rupsi, Kolusi, dan Nepotisme. nesia mengingat KUHP sekarang ini sudah tua
• UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyeleng- dan seringkali dilabeli sebagai merek kolonial.
gara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Dalam perjalanannya KUHP telah di-
Kolusi, dan Nepotisme. ubah, ditambah, dan diperbaiki oleh beberapa
• UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberan- undang-undang nasional seperti UU No. 1 Tahun
tasan Tindak Pidana Korupsi. 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU No.
• UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan 20 Tahun 1946 tentang Hukum Tutupan, dan UU
atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pember- No. 73 Tahun 1958 tentang Keberlakuan UU No.
antasan Tindak Pidana Korupsi. 1 Tahun 1946 untuk Seluruh Wilayah Indonesia,
• UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pem- termasuk berbagai undang-undang mengenai
berantasan Tindak Pidana Korupsi. korupsi yang mengatur secara lebih khusus be-
• UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan berapa ketentuan yang ada di KUHP.
United Nation Convention Against Corrup- Delik korupsi yang ada di dalam KUHP
tion (UNCAC) 2003. meliputi delik jabatan dan delik yang berkaitan
• UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan dengan delik jabatan. Sesuai dengan sifat dan
Tindak Pidana Korupsi. kedudukan KUHP, delik korupsi yang diatur di
• PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta dalamnya masih merupakan kejahatan biasa. Pada
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan bagian berikutnya dalam modul ini akan dibahas
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tin- secara khusus mengenai delik-delik korupsi yang

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 6


secara mutlak ditarik atau diambil dari KUHP. atau tidak langsung merugikan keuangan
atau perekonomian negara atau daerah atau
b. Peraturan Pemberantasan Korupsi merugikan suatu badan yang menerima ban-
Penguasa Perang Pusat (Pepperpu) tuan dari keuangan negara atau badan hu-
No. Prt/Peperpu/013/1950 kum lain yang mempergunakan modal dan
Peraturan ini dapat dikatakan seba- kelonggaran-kelonggaran masyarakat.
gai peraturan pertama yang memakai istilah b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri
korupsi sebagai istilah hukum dan juga turut sendiri atau orang lain yang dilakukan de-
memberikan pengertian korupsi sebagai per- ngan menyalahgunakan jabatan atau kedudu-
buatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan kan.
perekonomian negara. Peraturan ini setidaknya
membagi korupsi menjadi dua perbuatan, yaitu c. UU No. 24 (PRP) Tahun 1960 tentang
korupsi sebagai perbuatan pidana dan korupsi Tindak Pidana Korupsi
sebagai perbuatan lainnya. Pembagian ini menuai Perubahan yang signifikan dari Pera-
banyak kritik dari para sarjana hukum, meski- turan Penguasa Perang Pusat ke dalam bentuk
pun sebenarnya apabila ditelisik secara objektif, Undang-Undang ini hanyalah pengubahan istilah
terdapat perkembangan yang cukup baik diban- dari “perbuatan” menjadi “tindak pidana”. Salah
dingkan dengan peraturan sebelumnya. Adapun satu hal menarik yang patut diperhatikan adalah
pembagian korupsi ke dalam dua jenis perbuatan bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat ten-
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: tang Pemberantasan Korupsi bersifat darurat,
1) Korupsi Sebagai Perbuatan Pidana temporer, dan berdasarkan UU Keadaan Bahaya.
a) Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Sehingga dalam keadaan normal diperlukan pe-
Pasal 41-50 dalam Pepperpu ini dan dalam nyesuaian-penyesuaian tertentu agar dapat lebih
Pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP. diterima secara luas, baik dari segi legitimasi
b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri maupun segi penerapan hukumnya.
sendiri atau orang lain yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan keuangan atau d. UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pembe-
perekonomian negara atau daerah atau me- rantasan Tindak Pidana Korupsi
rugikan suatu badan yang menerima bantuan Tercatat sepanjang periode 1960-1970
dari keuangan negara atau badan hukum lain terdapat banyak perkara tindak pidana korup-
yang mempergunakan modal dan kelongga- si. Meskipun demikian masih terlalu dini untuk
ran-kelonggaran masyarakat. mengambil hipotesis bahwa banyaknya perkara
c) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri tindak pidana korupsi sejalan dengan efektifnya
sendiri atau orang lain yang dilakukan de- undang-undang yang telah diberlakukan. Be-
ngan menyalahgunakan jabatan atau kedudu- berapa masalah yang timbul saat pembentukan
kan. undang-undang ini antara lain, usulan untuk
2) Korupsi Sebagai Perbuatan Bukan Pidana memberlakukan pembuktian terbalik dan keten-
atau Perbuatan Lainnya tuan berlaku surut (retroaktif).
a) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri Pada tahun 1970-an juga, Presiden
sendiri atau orang lain yang secara langsung membentuk Komisi 4 dengan tujuan agar usaha-

7 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


usaha pemberantasan korupsi dapat berjalan nya, ketiga tindak pidana tersebut dikenal dengan
lebih efektif dan efisien. Adapun anggota Komisi terminologi “KKN”, yaitu singkatan dari Korupsi,
4 tersebut yaitu Wilopo, I.J. Kasimo, Prof. Jo- Kolusi dan Nepotisme. Dalam perjalanannya, un-
hannes, dan Anwar Tjokroaminoto, dengan tugas dang-undang ini tidak banyak digunakan karena
sebagai berikut: terlalu luasnya ketentuan tindak pidana yang di-
1. Mengadakan penelitian dan penilaian atur didalamnya serta adanya kebutuhan untuk
terhadap kebijakan dan hasil-hasil yang menggunakan ketentuan undang-undang yang
telah dicapai dalam pemberantasan ko- lebih spesifik dan tegas dalam rangka pemberan-
rupsi. tasan korupsi.
2. Memberikan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai kebijaksanaan g. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pem-
yang masih diperlukan dalam pemberan- berantasan Tindak Pidana Korupsi
tasan korupsi. Terdapat dua alasan diundangkannya
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 ten- Tindak Pidana Korupsi. Pertama, bahwa reforma-
tang Penyelenggara Negara yang si dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, upaya pemberantasan korupsi. Kedua, bahwa
dan Nepotisme undang-undang sebelumnya yang diundangkan
Semangat reformasi turut mengiringi pada tahun 1971 dianggap sudah terlalu lama
terbitnya TAP MPR ini, yang di dalamnya mem- dan tidak lagi efektif. Meskipun demikian, nyatan-
buat banyak amanat untuk membuat peratu- ya masih banyak ketentuan dari undang-undang
ran perudang-undangan yang mengawal pem- sebelumnya yang dimuat kembali di undang-un-
bangunan selama era reformasi, termasuk dang yang baru ini.
diantaranya amanat untuk menyelesaikan per- Menurut hemat penulis, terdapat be-
masalahan hukum Presiden Soeharto dan kro- berapa kelemahan dari undang-undang ini yang
ni-kroninya. TAP MPR ini turut memfasilitasi dapat diuraikan sebagai berikut:
keinginan penduduk Indonesia untuk menyusun 1. Ditariknya pasal-pasal perbuatan terten-
tatanan kehidupan baru menuju masyarakat tu dari KUHP sebagai tindak pidana ko-
madani berkembang di Indonesia yang mengede- rupsi dengan cara menarik nomor pasal.
pankan civil society yang dianggap lebih mengede- Penarikan menimbulkan risiko bahwa
pankan kepentingan rakyat. apabila suatu saat KUHP diubah maka
akan berakibat pada tidak sinkronnya ke-
tentuan KUHP baru dengan ketentuan
f. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Pe- tindak pidana korupsi yang berasal dari
nyelenggara Negara yang Bersih dan KUHP lama tersebut.
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 2. Adanya pengaturan mengenai alasan pen-
Memuat judul yang sama dengan TAP jatuhan pidana mati berdasarkan suatu
MPR No. XI/MPR/1998, undang-undang ini keadaan tertentu yang dianggap berle-
memperkenalkan istilah tindak pidana baru yang bihan dan tidak sesuai dengan semangat
dikenal sebagai Kolusi dan Nepotisme. Kedepan- penegakan hukum.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 8


9 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Tidak adanya aturan peralihan yang se- i. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
cara tegas menjadi jembatan antara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
undang-undang lama dengan undang- KPK sebagai suatu komisi yang memiliki
undang baru. Hal ini dapat menyebabkan tugas dan kewenangan di bidang pemberantasan
kekosongan hukum untuk suatu periode tindak pidana korupsi, dilandasi pembentukan-
atau keadaan tertentu. nya oleh undang-undang ini. Hal ini tidak lepas
dari amanat UU No. 31 Tahun 1999 yang meng-
h. UU No. 20 Tahun 2001 tentang hendaki dibuatnya suatu komisi khusus untuk
Perubahan atas UU No. 31 Tahun memberantas korupsi. Karena korupsi itu sendi-
1999 tentang Pemberantasan Tindak ri telah menjadi tindak pidana yang bersifat luar
Pidana Korupsi biasa (extra ordinary crime), sehingga diperlukan
Beranjak dari kelemahan-kelemahan cara-cara yang luar biasa juga untuk memberan-
yang terdapat pada UU No. 31 Tahun 1999, mun- tasnya (extra ordinary measure).
culah inisiatif untuk memperbaiki kelemahan Berbicara mengenai cara-cara yang luar
tersebut melalui UU No. 20 Tahun 2001 yang biasa tersebut, sebenarnya UU No. 31 Tahun
mengubah beberapa ketentuan undang-undang 1999 telah mengakomodasi landasan hukumnya.
lama. Adapun perubahan tersebut dapat diurai- Hal ini dapat dijumpai antara lain pada ketentuan
kan sebagai berikut: mengenai alat-alat bukit yang dapat dijadikan se-
1. Penarikan pasal-pasal perbuatan tertentu bagai dasar pembuktian di pengadilan, termasuk
dari KUHP sebagai tindak pidana korupsi dengan diakuinya beban pembuktian terbalik
dilakukan dengan cara mengadopsi isi terbatas atau berimbang di mana pelaku tindak
pasal secara keseluruhan sehingga peru- pidana korupsi juga dibebani kewajiban untuk
bahan KUHP tidak akan mengakibatkan membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
ketidaksinkronan. hasil tindak pidana korupsi.
2. Pengaturan alasan penjatuhan pidana Sejarah mencatat, KPK dibentuk sebagai
mati didasarkan atas perbuatan korupsi penjelmaan dari ketidakpercayaan masyarakat
yang dilakukan atas dana-dana yang digu- atas kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam
nakan bagi penanggulangan keadaan ter- memberantas korupsi. Kedua institusi terse-
tentu seperti keadaan bahaya, bencana but terlanjur dipandang dan dianggap oleh
nasional, dan krisis moneter. masyarakat sebagai tempat terjadinya korupsi
3. Dicantumkannya aturan peralihan yang baru, baik dalam penanganan perkara-perkara
secara tegas menjadi jembatan antara korupsi maupun penanganan perkara-perkara
undang-undang lama yang sudah tidak lainnya, sehingga tidaklah mengherankan bila
berlaku dengan adanya undang-undang KPK diberikan kewenangan yang lebih besar
baru, sehingga tidak lagi menimbulkan dibanding institusi pemberantasan korupsi yang
risiko kekosongan hukum yang dapat telah ada sebelumnya yaitu Kepolisian dan Ke-
merugikan pemberantasan tindak pidana jaksaan. Hal ini juga merupakan pengejawanta-
korupsi. han dari cara-cara atau upaya-upaya yang luar
biasa untuk memberantas korupsi.
Fungsi KPK itu sendiri pada awalnya

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 10


adalah trigger mechanism atau pemicu, terutama yaitu pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang
bagi Kepolisian dan Kejaksaan dalam melaku- Penyelesaian Sengketa. Pada prinsipnya Indone-
kan pemberantasan korupsi. KPK juga memiliki sia menolak untuk mengikuti kewajiban pen-
kewenangan untuk menjadi supervisi bagi Ke- gajuan perselisihan kepada Mahkamah Interna-
polisian dan Kejaksaan, misalnya dengan dapat sional, kecuali dengan adanya kesepakatan para
mengambil alih perkara korupsi yang ditangani pihak.
Kepolisian dan Kejaksaan apabila penanganan
perkara oleh kedua isntitusi tersebut dianggap k. UU No. 46 Tahun 2009 tentang
tidak memiliki perkembangan yang signifikan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Lantas bagaimana menentukan kapan Berdasarkan Putusan Mahkamah
suatu perkara menjadi kewenangan KPK dan Konstitusi No. 012-016-019/PUU-IV/2006 tang-
kapan menjadi kewenangan Kejaksaan? KPK gal 19 Desember 2006, Pengadilan Tindak Pidana
sendiri dibatasi kewenangannya untuk menanga- Korupsi yang dibentuk berdasarkan ketentuan
ni perkara-perkara sebagai berikut: Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2002 dinyatakan ber-
1. Perkara yang melibatkan aparat penegak tentangan dengan UUD 1945. Pertimbangan
hukum dan/atau penyelenggara negara. utama dari putusan ini adalah ketentuan bahwa
2. Perkara yang mendapat perhatian yang pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam
meresahkan masyarakat. salah satu lingkaran peradilan umum yang diben-
3. Perkara yang menyangkut kerugian ne- tuk dengan undang-undang tersendiri (Penje-
gara paling sedikit Rp.1 miliar. (Pasal 11 lasan Umum UU No. 46/2009). Oleh karenanya,
UU No.30 Tahun 2002) dibuatlah undang-undang baru yang menjadi pa-
yung hukum dari Pengadilan Tindak Pidana Ko-
j. UU No. 7 Tahun 2006 tentang Penge- rupsi, yaitu UU No. 46 Tahun 2009.
sahan United Nation Convention Pengadilan Tindak Pidana Korupsi me-
Against Corruption (UNCAC) 2003 rupakan pengadilan khusus yang berada di ling-
UNCAC merupakan hasil dari Me- kungan Peradilan Umum, berkedudukan di setiap
rida Conference di Meksiko tahun 2003 sebagai ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya
wujud keprihatinan dunia atas korupsi. Melalui meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang
UNCAC negara-negara yang hadir dalam kon- bersangkutan. Khusus untuk DKI Jakarta, Pe-
ferensi menyepakati perlu adanya suatu pe- ngadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan
rubahan tatanan dunia dan kerjasama antara di setiap kota yang daerah hukumnya meliputi
negara-negara dalam pemberantasan korupsi. daerah hukum pengadilan negeri yang bersang-
UNCAC mengatur antara lain mengenai ker- kutan. (Ali, 2014:41). Pengadilan ini berwenang
jasama hukum timbal balik (mutual legal assis- mengadili tiga jenis tindak pidana, yaitu (1) tin-
tance atau MLA), pertukaran narapidana (trans- dak pidana korupsi, (2) tindak pidana pencucian
fer of sentence person), korupsi di lingkup swasta uang yang tindak pidana asalnya (predicate crime)
(corruption in private sector), dan pemulihan aset adalah tindak pidana korupsi, dan (3) tindak pi-
hasil kejahatan (asset recovery). dana yang secara tegas dalam undang-undang
Melalui UU No. 7 Tahun 2006, Indone- lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
sia meratifikasi UNCAC dengan pengecualian,

11 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


l. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran 5. Melaporkan adanya penyelewengan penye-
Serta Masyarakat dan Pemberian lenggaraan negara.
Penghargaan dalam Pencegahan 6. Berani memberi kesaksian.
dan Pemberantasan Tindak Pidana 7. Tidak asal lapor atau fitnah.
Korupsi
Pasal 41-42 UU No. 31 Tahun 1999 m. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Per-
mengatur bahwa “Masyarakat dapat berperan cepatan Pemberantasan Korupsi
serta membantu upaya pencegahan dan pem- Adanya keinginan dari pemerintah un-
berantasan korupsi.” Sehingga pemerintah ke- tuk mempercepat pemberantasan korupsi turut
mudian membuat peraturan turunan dari un- melatarbelakangi terbitnya Inpres No. 5 Tahun
dang-undang tersebut dalam bentuk PP No. 71 2004. Melalui Inpres ini, Presiden merasa perlu
Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dan memberi instruksi khusus (berjumlah 12 in-
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan struksi) untuk membantu KPK dalam penyeleng-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. garaan laporan, pendaftaran, pengumuman, dan
Latar belakang timbulnya ketentuan ini pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan
adalah karena adanya krisis kepercayaan karena Penyelenggara Negara). Instruksi ini pun ditu-
korupsi yang terjadi di berbagai bidang pemerin- jukan secara khusus kepada beberapa menteri,
tahan. Masyarakat pun menjadi skeptis terhadap Jaksa Agung, Kapolri, serta seluruh Gubernur
pemerintah. Padahal tanpa dukungan masyarakat dan Bupati/Walikota sesuai peran dan tanggung
secara luas, program-program yang telah disusun jawab masing-masing. Selain itu juga terdapat
untuk memberantas tindak pidana korupsi ten- Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Na-
tunya tidak akan berjalan secara maksimal. Pada sional Pencegahan dan Pemberantasan korupsi
dasarnya PP No. 71 Tahun 2000 memberikan Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka
hak kepada masyarakat untuk mencari, mem- Menengah Tahun 2012-2014 dan Inpres No. 10
peroleh, dan memberikan informasi tentang Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pem-
dugaan korupsi serta menyampaikan saran dan berantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017.
pendapat maupun pengaduan kepada penegak
hukum, baik kepada polisi, jaksa, hakim, advokat, 3. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi
dan juga KPK. Selain itu PP ini juga mengako- Korupsi, sebagai salah satu tindak pi-
modasi anggota masyarakat yang telah berperan dana, pastilah dilakukan oleh subjek hukum, yaitu
serta dalam memberantas tindak pidana korupsi suatu entitas atau segala sesuatu yang dapat me-
dengan memberikan penghargaan. miliki hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam
Beberapa bentuk dukungan masyarakat ilmu hukum subjek hukum terbagi menjadi dua,
yang diatur dalam PP ini adalah: yaitu manusia (natuurlijk persoon) dan badan
1. Mengasingkan dan menolak keberadaan ko- hukum (rechtspersoon). Perlu kiranya diuraikan
ruptor. secara singkat apa yang dimaksud dengan sub-
2. Memboikot dan memasukkan nama korup- jek hukum manusia dan badan hukum tersebut
tor dalam daftar hitam. dalam bagian ini.
3. Melakukan pengawasan lingkungan. a. Manusia (Natuurlijk Persoon)
4. Melaporkan adanya gratifikasi. Manusia sebagai subjek hukum memiliki

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 12


arti bahwa manusia memiliki hak dan kewajiban, negeri yang diatur dalam UU No.43 Tahun 1999
baik yang sudah ada sejak lahir hingga mati atau- tentang Kepegawaian (Pegawai Negeri adalah se-
pun yang timbul sewaktu-waktu ketika manusia tiap warga negara Republik Indonesia yang telah
melakukan tindakan hukum tertentu (Mertoku- memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
sumo, 2010:92-93). Ilustrasi sederhananya adalah pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
bahwa seorang bayi manusia memiliki hak untuk suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara
hidup bebas sejak dari kandungan hingga lahir lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perun-
(hak asasi manusia). Kemudian saat melakukan dang-undangan yang berlaku) dan UU No.5 Tahun
tindakan hukum seperti jual beli misalnya, antara 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Pasal 1 an-
manusia yang membeli barang dengan manu- gka 1, 2, 3, dan 4) tetapi juga (2) pegawai negeri
sia yang menjual barang. Pembeli memiliki ke- sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)
wajiban membayar uang sejumlah harga barang KUHP (Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-
dan sebaliknya memiliki hak untuk mendapatkan orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan
barang yang telah dibelinya. Demikian halnya berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga
dengan penjual yang memiliki hak menerima orang-orang yang, bukan karena pemilihan, men-
uang sesuai harga yang telah disepakatinya dan jadi anggota badan pembentuk undang-undang
memiliki kewajiban menyerahkan barang yang pemerintahan, atau badan perwakilah rakyat, yang
telah lunas dibeli tersebut kepada pembelinya. dibentuk oleh Pemerintah atau atas nama Pemer-
Manusia sebagai subjek hukum setidaknya mem- intah, begitu juga semua anggota dewan watersc-
punyai tiga sifat, yaitu: hap, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan
1. Mandiri, yaitu mempunyai kemampuan pe- kepala golongan Timur Asing yang menjalankan ke-
nuh untuk bersikap tindak, yang dalam ba- kuasaan yang sah), (3) orang yang menerima gaji/
hasa hukum seringkali disebut dengan cakap. upah dari keuangan negara/daerah, (4) orang
2. Terlindung, yaitu apabila dianggap tidak yang menerima gaji/upah dari suatu korporasi
mampu bersikap tindak, maka tidak dapat yang menerima bantuan dari keuangan negara/
dihukum. Contohnya adalah orang cacat daerah, dan (5) orang yang menerima gaji/upah
mental, orang yang menderita gangguan keji- dari korporasi yang mempergunakan modal atau
waan, dan anak di bawah umur. fasilitas dari negara/masyarakat.
3. Perantara, yaitu sikap tindaknya dibatasi
sebatas kepentingan pihak yang diantarain- b. Badan Hukum/Korporasi (Rechtsper-
ya (kepentingan pengampu dibatasi oleh soon)
kepentingan orang yang diampunya). Con- Badan hukum adalah organisasi atau
tohnya adalah adanya wali bagi anak yang kelompok manusia yang mempunyai tujuan ter-
belum dewasa dan adanya pengampu bagi tentu yang dapat menyandang hak dan ke-
seseorang yang sudah dewasa tetapi akal wajiban. Negara dan perseroan terbatas mis-
pikirannya tidak sehat. alnya, adalah organisasi atau kelompok manusia
Selain itu perlu juga disoroti subjek hu- yang merupakan badan hukum. Selain itu badan
kum manusia yang berperan sebagai pegawai hukum bertindak sebagai satu kesatuan dalam
negeri, di mana pegawai negeri yang dimak- lalu lintas hukum seperti orang. Hukum mencip-
sud disini tidak hanya sebatas (1) pegawai takan badan hukum oleh karena itu pengakuan

13 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


organisasi atau kelompok manusia sebagai sub- UU No. 31 Tahun 1999 mengamini
jek hukum itu sangat diperlukan (Mertokusumo, bahwa subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana
2010:93-94). karena melakukan tindak pidana korupsi adalah
Secara teoritis badan hukum dibagi subjek hukum manusia dan/atau badan hukum.
menjadi dua jenis, yaitu badan hukum privat dan Pasal 1 angka 3 UU No. 31 Tahun 1999 secara
badan hukum publik. Selain itu terdapat empat tegas mengatur “Setiap orang adalah orang per-
teori yang sering digunakan sebagai syarat badan seorangan atau termasuk korporasi.” Sedangkan
hukum untuk menjadi subjek hukum, yaitu: definisi korporasi itu sendiri dapat ditemui pada
1. Teori Fictie, bahwa badan hukum adalah Pasal 1 angka 1 UU No. 31 Tahun 1999 yaitu
suatu rekayasa yang tidak nyata (von Savigny). “Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau ke-
2. Teori Kekayaan Bertujuan, bahwa badan kayaan yang terorganisasi baik merupakan badan
hukum memiliki kekayaan yang terpisah hukum maupun bukan badan hukum.” Meskipun
dengan kekayaan pemilik maupun anggo- sekilas terlihat seperti penyimpangan dari ke-
tanya (Alois von Brinz). tentuan KUHP, namun tentu saja ketentuan ini
3. Teori Pemilikan, hak dan kewajiban badan sah dan legal karena sejalan dengan asas lex spe-
hukum terpisah dengan hak dan kewajiban cialis derogat legi generalis.
pemilik maupun anggotanya (Planiol dan Mo-
lengraaf). d. Kriteria Tindak Pidana Korupsi oleh
4. Teori Organ, bahwa dalam suatu badan Korporasi
hukum ada organ-organ di dalamnya yang Pasal 20 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999
menjalankan hak dan kewajibannya (Otto von menyatakan bahwa “Tindak pidana korupsi di-
Gierke). lakukan oleh korporasi apabila tindak pidana terse-
but dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan
c. Manusia dan Korporasi Sebagai Subjek hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan
Tindak Pidana Korupsi lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut
Menilik pada sejarahnya, suatu tindak baik sendiri maupun bersama-sama.” Maksud dari
pidana biasanya hanya dapat dilakukan oleh rumusan pasal tersebut adalah bahwa korporasi
subjek hukum manusia saja. Fenomena ini se- dikatakan melakukan tindak pidana korupsi jika
laras dengan ketentuan yang termuat dalam (1) dilakukan oleh orang-orang berdasarkan
KUHP bahwa hanya manusia saja (yang tercer- hubungan kerja maupun hubungan lain, dan (2)
min dalam kata-kata “barang siapa”) yang dapat bertindak dalam lingkungan korporasi terse-
dijatuhi pidana, baik dalam bentuk penjara, ku- but baik sendiri maupun bersama-sama. Kedua
rungan, maupun denda atau jenis-jenis pidana kriteria tersebut menjadi penanda bahwa kor-
lainnya. Namun seiring dengan perkembangan porasi-lah yang melakukan tindak pidana (Ali,
zaman, ternyata mulai didapati pula tindak pi- 2014:52-53).
dana yang dilakukan oleh korporasi sebagai Terdapat setidaknya dua teori yang da-
badan hukum. Hal ini tentu saja menimbulkan pat digunakan untuk menjelaskan tindak pidana
polemik mengenai apakah badan hukum dapat korupsi oleh korporasi. Pertama, teori pelaku
dijatuhi pidana? Jawabannya adalah tentu saja da- fungsional (functioneel daaderschap) yang dije-
pat. laskan oleh Prof. Mardjono Reksodiputro. Teori

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 14


ini memandang bahwa dalam lingkungan sosial hun 1999 (sebelum diubah dengan UU No. 20
ekonomi, pelaku tidak perlu selalu melakukan Tahun 2001) yang rumusannya sebagai berikut:
perbuatan itu secara fisik, tetapi dapat saja per-
buatan tersebut dilakukan oleh pegawainya, asal- Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999
kan perbuatan tersebut masih dalam ruang ling- Setiap orang yang melakukan tindak pidana
kup fungsi-fungsi dan kerwenangan korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab
(Reksodiputro, 1994:107-108). Apabila pegawai Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan
tersebut melakukan suatu pelanggaran yang pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
dilarang oleh hukum, sesungguhnya perbuatan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
tersebut merupakan perbuatan yang dilakukan sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
oleh korporasi (Ali, 2014:53). dan paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus
Kedua, teori identifikasi (identification lima puluh juta rupiah).
theory). Teori ini pada intinya menyatakan bahwa
korporasi dapat melakukan perbuatan pidana Penjelasan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999
secara langsung melalui orang-orang yang sangat Cukup jelas.
berhubungan erat dengan korporasi yang dalam
derajat tertentu dapat dipandang sebagai korpo- Pasal 209 KUHP
rasi itu sendiri. Perbuatan yang dilakukan oleh (1) Dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) ta-
anggota-anggota tertentu dari korporasi, selama hun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-
perbuatan itu berkaitan dengan korporasi, diang- banyaknya Rp4.500,-:
gap sebagai perbuatan dari korporasi itu sendiri. 1. barang siapa memberi hadiah atau per-
Sehingga apabila perbuatan tersebut mengaki- janjian kepada seorang pegawai negeri
batkan terjadinya kerugian, atau jika anggota dengan maksud hendak membujuk dia, su-
tertentu korporasi melakukan tindak pidana, paya dalam pekerjaannya ia berbuat atau
maka sesungguhnya perbuatan pidana tersebut mengalpakan sesuatu apa, yang berten-
merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh tangan dengan kewajibannya.
korporasi, yang pada akhirnya korporasi dapat 2. barang siapa memberi hadiah kepada se-
dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana orang pegawai negeri oleh sebab atau ber-
yang telah dilakukannya (Ali, 2014:53). hubungan dengan pegawai negeri itu sudah
membuat atau mengalpakan sesuatu apa
4. Delik Tindak Pidana Korupsi yang dalam menjalankan pekerjaannya yang ber-
Berasal dari KUHP tentangan dengan kewajibannya.
Dalam perkembangannya tidak dapat (2) Dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak
dipungkiri bahwa terdapat banyak pasal dari UU yang tersebut dalam Pasal 35 No. 1-4 (KUHP
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 92, 149, 210, 418).
yang secara mutlak diambil dari KUHP. Penting Apabila rumusan pasal tersebut di atas,
sekali bagi penegak hukum untuk memahami ri- baik yang tertulis dalam undang-undang mau-
wayat dibuatnya suatu pasal pada undang-undang pun yang tertulis dalam KUHP sebagai pasal
dan asalnya dari pasal dalam KUHP. Misalnya bila asalnya, maka dapat juga dirujuk penjelasan pasal,
merujuk pada ketentuan Pasal 5 UU No. 31 Ta- putusan-putusan pengadilan (yurisprudensi),

15 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


doktrin, dan juga MvT (memorie van toelichting) pemberiannya, misalnya dalam hal menyuap
atau risalah pembentukan KUHP untuk menda- itu meletakkan sejumlah uang di atas meja
patkan gambaran dan pengetahuan yang lebih tulis dan pegawai negeri itu menolak untuk
mendalam mengenai maksud dan tujuan pasal menerimanya. Dapat dipandang sebagai
ini pada saat dibentuknya (mengetahui mak- suatu janji ialah mengeluarkan dompet uang
sud pembuat undang-undang). Misalkan dalam dengan mengeluarkan kata-kata “tidak da-
contoh ini penulis akan merujuk pendapat R. patkah tuan menyimpan perkara ini?” atau
Soesilo (Soesilo, 1995:166) mengenai pasal “tidak dapatkah tuan meniadakan proses-
terkait, yaitu: verbal atas kejahatan ini?”.
1. Kejahatan ini biasa disebut “menyuap” atau Tidak usah penyuap itu melakukan sendiri
“menyogok” pegawai negeri (actieve omkoo- pemberian atau janji, hal ini dapat dilaku-
ping). kan pula dengan mempergunakan seorang
2. Unsur yang penting dalam pasal ini ialah, perantara, yang mana mungkin dapat diper-
orang itu harus mengetahui, bahwa ia ber- salahkan sengaja membantu kejahatan itu.
hadapan dengan seorang “pegawai negeri”, 5. Pegawai negeri yang menerima pemberian,
jika bukan pegawai negeri ia tidak dapat di- hadiah, atau perjanjian semacam itu dapat
hukum. dipersalahkan “menerima suap” dalam Pasal
3. Maksud pemberian hadiah atau perjanjian 418 atau 419 KUHP (pasieve omkooping).
itu harus membujuk supaya pegawai negeri 6. Apa yang disebut “pegawai negeri” lihat
itu dalam pekerjaannya berbuat atau men- catatan pada Pasal 92 KUHP.
galpakan sesuatu yang “bertentangan den- 7. Menurut UU No. 3 Tahun 1971, Pasal 209
gan kewajibannya”, jadi kalau untuk berbuat ini dipandang sebagai “tindak pidana korup-
atau mengalpakan sesuatu yang sah menurut si” dan diancam hukuman penjara seumur
kewajiban jabatannya, tidak dapat dihukum. hidup atau penjara selama-lamanya 2 tahun
4. Seorang yang berbuat pelanggaran atau ke- dan denda setinggi-tingginya Rp30.000.000,-
jahatan memberi hadiah (uang atau barang) Contoh di atas barulah merujuk pada
atau perjanjian (berupa apa saja) kepada salah satu referensi, yaitu penjelasan pasal-pasal
agen polisi dengan maksud supaya jangan dalam KUHP menurut R. Soesilo. Apabila terda-
membuat proses-verbal (jadi bertentangan pat yurisprudensi, doktrin, ataupun risalah pem-
dengan kewajiban agen polisi), dapat dihu- bentukan mengenai Pasal 209 tentunya dapat
kum menurut sub 1 pasal ini. ditambahkan untuk lebih memberikan gambaran
Seorang yang telah berbuat suatu pelang- secara komprehensif mengenai Pasal 5 UU No.
garan atau kejahatan, memberi hadiah atau 31 Tahun 1999 jo. Pasal 20 Tahun 2001. Berikut
perjanjian pada agen polisi, setelah agen adalah tabel delik korupsi yang secara mutlak di-
polisi itu ternyata tidak membuat proses- ambil dan dikembangkan dari pasal-pasal KUHP.
verbal terhadapnya, dapat dihukum menurut
sub 2 pasal ini. Berhubung dengan ini maka
dapatlah ditentukan, bahwa pada saat pem-
berian dilakukan, kejahatan ini telah selesai,
meskipun pegawai itu tidak mau menerima

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 16


Tabel Delik Korupsi yang Secara Mutlak Diambil dari KUHP

UU No. 31 Tahun 1999 jo. Diadopsi dari KUHP


UU No. 20 Tahun 2001

Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 209 ayat (1) ke-1


Pasal 5 ayat (1) huruf b Pasal 209 ayat (1) ke-2
Pasal 6 ayat (1) huruf a Pasal 210 ayat (1) ke-1
Pasal 6 ayat (1) huruf b Pasal 210 ayat (2) ke-2
Pasal 7 ayat (1) huruf a Pasal 387 ayat (1)
Pasal 7 ayat (1) huruf b Pasal 387 ayat (2)
Pasal 7 ayat (1) huruf c Pasal 388 ayat (1)
Pasal 7 ayat (1) huruf d Pasal 388 ayat (2)
Pasal 8 Pasal 415
Pasal 9 Pasal 416
Pasal 10 Pasal 417
Pasal 12 huruf a Pasal 419 ke-1
Pasal 12 huruf b Pasal 419 ke-2
Pasal 12 huruf c Pasal 420 ayat (1) ke-1
Pasal 12 huruf d Pasal 420 ayat (1) ke-2
Pasal 12 huruf e Pasal 423
Pasal 12 huruf f Pasal 425 ke-1
Pasal 12 huruf g Pasal 425 ke-2
Pasal 12 huruf h Pasal 425 ke-3
Pasal 12 huruf i Pasal 435

Sumber: Gandjar Laksmana Bonaprapta, “Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia” dalam
Kemenristekdikti, Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kemenristekdikti, 2011: 129).

Tabel Delik Korupsi yang Dirumuskan oleh Pembuat Undang-Undang

Pasal 12 huruf i Pasal 12 huruf i


1. Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, 1. Pasal 2
dan d 2. Pasal 3
2. Pasal 1 ayat (2) 3. Pasal 13
4. Pasal 15

17 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


5. Delik-Delik Tindak Pidana Korupsi
Terdapat 13 pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang mengatur mengenai
tindak pidana korupsi, yang mana dapat dikerucutkan menjadi 7 macam perbuatan utama, yaitu:
1) Merugikan keuangan negara.
2) Suap.
3) Penggelapan dalam jabatan.
4) Paksaan mengeluarkan uang (pemerasan).
5) Perbuatan curang.
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan (penipuan oleh pemborong).
7) Gratifikasi.
Ketujuh macam perbuatan utama tersebut apabila dijabarkan lebih mendetail akan menjadi 30 ben-
tuk perbuatan spesifik. Selain itu tindak pidana korupsi juga dapat ditelisik erat kaitannya dengan tindak pi-
dana lainnya, misalnya tindak pidana pencucian uang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing perbuatan
utama tersebut.
1) Merugikan Keuangan Negara
Dalam kategori perbuatan yang merugikan keuangan negara, hanya terdapat dua pasal dari 13 pasal
yang mengatur seluruh tindak pidana korupsi dalam undang-undang, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3. Secara se-
derhana Pasal 2 digunakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang bukan merupakan pejabat negara,
sedangkan Pasal 3 digunakan terhadap pelaku yang merupakan pejabat negara (PNS/ASN) yang memiliki
kewenangan, kesempatan, atau sarana tertentu yang berasal dari negara.
a. Pasal 2
Tindak pidana korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2000 diatur pada Bab II,
yang pasal pertamanya langsung mengatur korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian
negara. Berikut adalah uraiannya.
Pasal 2
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan ter-
tentu, pidana mati dapat dijatuhkan

Penjelasan Pasal 2
1. Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak dia-
tur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela ka-
rena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan
keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 18


formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang
sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
2. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam Pasal ini adalah keadaan yang dapat dijadikan
alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana
alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi
dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Tabel Unsur Pasal 2

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia
tetapi juga korporasi, baik yang berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum.
2 Secara melawan hukum Melawan hukum dalam arti materiil (berlawa-
nan dengan norma-norma yang hidup dalam
masyarakat) dan dalam arti formil (berlawanan
dengan ketentuan dalam peraturan tertulis).
3 Melakukan perbuatan Menurut KBBI, melakukan perbuatan berarti
melakukan sesuatu yang diperbuat, berupa tin-
dakan apapun. Dalam hukum pidana dikenal
adanya jenis delik formil dan delik yang dilakukan
secara aktif.
4 Memperkaya diri sendiri, Secara harafiah memperkaya adalah kegiatan
atau orang lain, atau apapun yang menjadikan bertambahnya kekayaan,
korporasi terlepas dari kuantitas penambahan yang terjadi.
Misalkan dengan membeli, menjual, mengambil,
memindah bukukan rekening, serta perbu-atan
lainnya sehingga pelaku jadi bertambah kekayaan-
nya (Mulyadi, 2007:81).
Bertambahnya kekayaan pelaku juga harus memi-
liki hubungan dengan berkurangnya kekayaan ne-
gara. Selain itu tidak ada keharusan bahwa pelaku
saja yang bertambah kekayaannya, tapi juga orang
lain (seperti keluarganya) atau bahkan korporasi.
(Ali, 2014:93-94).
5 Dapat merugikan Kerugian yang dimaksud bukan hanya sekedar
keuangan atau perekono- pengertian kerugian seperti dalam suatu peru-
mian negara sahaan, tetapi kerugian yang terjadi karena sebab
perbuatan (perbuatan melawan hukum atau pe-
nyalahgunaan wewenang (Ali, 2014:105).

19 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Selain itu terdapat penjelasan mengenai unsur tan memperkaya dapat merugikan keuangan
“yang dapat merugikan keuangan negara atau negara atau perekonomian negara. Dengan de-
perekonomian negara” yang terdapat dalam Pen- mikian perbuatan memperkaya secara melawan
jelasan Umum UU No. 31 Tahun 1999, yaitu: hukum telah memenuhi rumusan pasal ini.

Keuangan negara yang dimaksud adalah b. Pasal 3


seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, Pada intinya pasal ini melarang setiap
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, ter- perbuatan mengambil atau mencari untung
masuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara yang dilakukan dengan cara menyalahgunakan
dan segala hak yang timbul karena: kewenangan, kesempatan, atau sarana. Memang
(a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, tidak dapat dipungkiri bahwa mencari untung
dan pertanggungjawaban pejabat lemba- adalah naluri setiap orang sebagai makhluk
ga negara, baik di tingkat pusat maupun di sosial dan makhluk ekonomi. Tetapi yang dila-
daerah. rang oleh undang-undang adalah perbuatan
(b) Berada dalam penguasaan, pengurusan, mencari untung yang dilakukan dengan men-
dan pertanggungjawaban Badan Usaha yalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sara-
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, na. Sebagai catatan, keuntungan dalam arti nama
yayasan, badan hukum, dan perusahaan baik tidak termasuk dalam pengertian ini.
yang menyertakan modal negara, atau pe-
rusahaan yang menyertakan modal pihak Pasal 3
ketiga berdasarkan perjanjian dengan ne- Setiap orang yang dengan tujuan me-
gara. nguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, ke-
Sedangkan yang dimaksud dengan Per- sempatan, atau sarana yang ada padanya karena
ekonomian Negara adalah kehidupan pereko- jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
nomian yang disusun sebagai usaha bersama keuangan negara atau perekonomian negara, dipi-
berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha dana dengan pidana penjara seumur hidup atau
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat mau- paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda
pun di daerah sesuai dengan ketentuan pera- paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta ru-
turan perundang-undangan yang berlaku yang piah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, miliar rupiah).
dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
rakyat. Penjelasan Pasal 3
Sebagai catatan, unsur kerugian Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama
keuangan negara atau perekonomian negara dengan Penjelasan Pasal 2.
tidak bersifat mutlak, yaitu bahwa kerugian itu
tidak harus telah terjadi. Sekedar suatu perbua-

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 20


Tabel Unsur Pasal 3

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak ber-
badan hukum.
2 Dengan tujuan Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan dan pertang-
gungjawaban pidana, yaitu opzet atau kesengajaan atau de-
ngan sengaja. Unsur dengan tujuan merupakan bentuk ke-
sengajaan sebagai tujuan.
3 Menguntungkan diri Menurut KBBI menguntungkan berarti mendapatkan laba
sendiri, atau orang lain, atau manfaat. Keuntungan yang diperoleh harus merupakan
atau suatu korporasi keuntungan materiil, dan keuntungan materiil tidak harus
berupa uang. Memperoleh suatu keuntungan atau men-
guntungkan pada dasarnya memiliki arti memperoleh atau
menambah kekayaan dari yang sudah ada sebelumnya (La-
mintang, 1991:276).
4 Menyalahgunakan ke- Syarat utama diterapkannya unsur ini adalah bahwa pelaku
wenangan, kesempatan, merupakan orang yang sungguh-sungguh mempunyai ke-
atau sarana yang ada wenangan, kesempatan, atau sarana. Karena orang yang
padanya karena jabatan tidak memilikinya tentunya tidak dapat menyalahgunakan
atau kedudukan kewenangan, kesempatan, atau sarana, dan oleh karenanya
dalam hal demikian terdapat unsur melawan hukum.
5 Yang ada padanya karena Unsur ini harus dikaitkan dengan unsur sebelumnya, karena
jabatan atau kedudukan terdapat alternatif di dalam penerapannya berupa:
a. penyalahgunaan kewenangan karena jabatan atau
kedudukan
b. penyalahgunaan kesempatan karena jabatan atau
kedudukan, dan
c. penyalahgunaan sarana karena jabatan atau kedudukan

21 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Catatan penting dalam konteks pene- a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
rapan Pasal 2 dan Pasal 3 ini adalah, bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara
unsur kerugian keuangan negara atau perekono- dengan maksud supaya pegawai negeri
mian negara tidak bersifat mutlak, yaitu bahwa atau penyelenggara negara tersebut ber-
kerugian itu tidak harus selalu terjadi. Sekedar buat atau tidak berbuat sesuatu dalam
suatu perbuatan memperkaya dapat merugikan jabatannya, yang bertentangan dengan ke-
keuangan negara atau perekonomian negara ka- wajibannya, atau
rena perbuatan memperkaya secara melawan b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri
hukum telah memenuhi rumusan pasal ini. atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang berten-
2) Suap-Menyuap tangan dengan kewajiban, dilakukan atau
Secara konseptual suap diartikan seba- tidak dilakukan dalam jabatannya.
gai pemberian hadiah atau janji kepada seorang (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara ne-
penyelenggara negara atau pegawai negeri yang gara yang menerima pemberian atau janji
berhubungan dengan jabatannya. Secara nor- sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
matif, suap diatur dalam berbagai rumusan pasal, a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
yang apabila dilihat dari jenisnya, dapat dibagi sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
menjadi dua, yaitu (1) suap aktif (active bribery)
dan (2) suap pasif (passive bribery). Kategori Penjelasan Pasal 5
pelaku yang menerima suap pun dibagi menjadi 1. Cukup jelas.
dua jenis, yakni penegak hukum (hakim, advokat, 2. Yang dimaksud dengan “penyelenggara ne-
jaksa, dan polisi) dan non-penegak hokum yaitu gara” dalam Pasal ini adalah penyelenggara
penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
(Ali, 2014:125). Berikut adalah pasal-pasal terkait Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 ten-
suap dalam undang-undang korupsi. tang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
a. Pasal 5 Pengertian “penyelenggara negara” tersebut
Pasal yang mengatur suap yang pertama berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya
kali dapat dijumpai pada undang-undang korupsi dalam Undang-Undang ini.
adalah Pasal 5 ini, yang mengatur dua jenis per-
buatan, yaitu “memberi suap” dan “menerima
suap”. Berikut adalah uraiannya.

Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling sing-
kat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp250.000.000,- (dua ratus
lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 22


Tabel Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak ber-
badan hukum.
2 Memberi atau menjanji- Memberi berarti beralihnya benda yang dijadikan objek
kan sesuatu pemberian dari tangan pemberi ke tangan penerima, dan hal
ini tidak mensyaratkan benda tersebut beralih secara fisik,
tetapi cukup dengan beralihnya penguasaan benda tersebut
kepada penerima.
Sedangkan arti menjanjikan sesuatu berarti apa yang dijan-
jikan tersebut belum diwujudkan sebelum pengawai negeri
atau penyelenggara negara yang disuap melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (Ali, 2014:126-127).

3 Pegawai negeri atau pe- Pegawai negeri telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan pe-
nyelenggara negara nyelenggara negara menurut UU No. 28 Tahun 1999 meli-
puti:
• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
• Menteri
• Gubernur
• Hakim
• Pejabat Negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
• Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitan-
nya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ke-
tentuan perundang-undangan yang berlaku.

4 Dengan maksud Merupakan penjabaran dari ajaran kesalahan dan pertang-


gungjawaban pidana, yaitu opzet atau kesengajaan atau
dengan sengaja. Unsur dengan tujuan merupakan bentuk ke-
sengajaan sebagai tujuan.
5 Supaya pegawai negeri Pada waktu memberikan hadiah atau janji, pelaku meng-
atau penyelenggara nega- hendaki agar pegawai negeri atau penyelenggara negara me-
ra tersebut berbuat atau lakukan atau tidak melakukan sesuatu menurut kehendak-
tidak berbuat sesuatu nya. Cukup membuktikan bahwa pada waktu memberikan
dalam jabatannya hadiah atau janji, pelaku mempunyai maksud tertentu.
6 Yang bertentangan de- Pelaku harus mengetahui bahwa dengan melaksanakan ke-
ngan kewajibannya hendaknya itu si pegawai negeri atau penyelenggara negara
telah tidak memenuhi kewajibannya.

23 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Karena Pasal 5 ayat (1) huruf a ditarik dari Pasal 209 KUHP, maka perlulah kita cermati yurisprudensi yang
berkaitan dengan Pasal 209 KUHP, karena dapat diterapkan juga dalam Pasal 5, beberapa yurisprudensi itu
antara lain:
1) Arrest Hoge Raad 24 November 1980, W. 5969
“Pasal ini dapat juga diperlakukan seandainya hadiah itu tidak diterima.”
2) Arrest Hoge Raad 25 April 1916, N.J. 1916, 300 W. 9896
“Memberi hadiah di sini mempunyai arti yang lain daripada menghadiahkan sesuatu semata-mata karena ke-
murahan hati. Ia meliputi setiap penyerahan dari sesuai yang bagi orang lain mempunyai nilai.”
3) Putusan Mahkamah Agung No. 145 K/Jr/1955, 22 Juni 1955
“Pasal 209 KUHP tidak mensyaratkan bahwa pemberian itu diterima dan maksud daripada Pasal 209 KUHP
ialah untuk menetapkan sebagai suatu kejahatan tersendiri, suatu percobaan yang dapat dihukum menyuap.”

Tabel Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak hanya manusia tetapi juga kor-
porasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hu-
kum.
2 Memberi sesuatu Memberi sesuatu adalah perbuatan mengalihkan atau memin-
dahkan penguasaan atas objek pemberian. Sesuatu yang diberikan
bisa berupa dan berwujud apa saja.
3 Pegawai negeri atau penye- (Lihat penjelasan unsur pegawai negeri dan penyelenggara negara
lenggara negara pada bagian sebelumnya)
4 Karena atau ber- Pemberian dilakukan terkait suatu hal yang melekat pada
hubungan dengan sesuatu penerima
5 Yang bertentangan Pemberian yang dilakukan bersifat melanggar atau tidak boleh di-
dengan kewajiban lakukan karena bertentangan dengan kewajiban
6 Dilakukan atau tidak dilaku- Unsur ini tidak mensyaratkan bahwa penerima harus melakukan
kan dalam jabatannya sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban itu dilakukan dalam
jabatannya.
Tabel Unsur Pasal 5 ayat (2)

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- Pegawai negeri atau penyelenggara ne-
lenggara negara gara meliputi (1) pegawai negeri yang
diatur dalam UU Kepegawaian dan
UU Aparatur Sipil Negara, (2) pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam
KUHP, (3) orang yang menerima gaji/
upah dari keuangan negara/daerah, (4)
orang yang menerima gaji/upah dari
suatu korporasi yang menerima ban-
tuan dari keuangan negara/daerah, dan
(5) orang yang mempergunakan modal
atau fasilitas dari negara/masyarakat.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 24


No. Unsur Keterangan
2 Menerima pemberian atau Selesainya perbuatan menerima ada-
janji lah apabila suatu pemberian (mi-
salnya sejumlah uang) telah berpindah
kekuasaanya secara mutlak dan nyata
ke tangan pegawai negeri atau penye-
lenggara yang menerima.
Sedangkan perbuatan menerima janji
dianggap telah selesai dan sempurna
jika ada keadaan-keadaan yang dapat
digunakan sebagai indikator bahwa
apa isi yang dijanjikan telah diterima
oleh pegawai negeri atau penyelengga-
ra negara (misalnya dengan anggukan
kepala, atau kata-kata yang sifatnya
dapat dinilai atau dianggap menerima)
(Ali, 2014:133).

2 Berbuat atau tidak berbuat Bahwa terdapat tindakan berbuat atau


sesuatu dalam jabatannya, tidak berbuat sesuatu yang terkait
yang bertentangan dengan dengan penerimaan barang atau janji
kewajibannya, atau berhu- tersebut, misalnya demikian (1) A
bungan dengan sesuatu yang menyuap X agar memenangkan dirin-
bertentangan dengan ke- ya dalam tender pengadaan barang di
wajiban, dilakukan atau tidak instansi Z, (berbuat sesuatu), atau (2)
dilakukan dalam jabatannya. A menyuap X agar tidak memproses
pelanggaran yang dilakukan oleh A di
instansi Z, (tidak berbuat sesuatu),
yang mana hal-hal tersebut berten-
tangan dengan kewajiban X sebagai
pegawai negeri atau penyelenggara
negara.

Rumusan unsur pada Pasal 5 tersebut mungkin akan sedikit membingungkan karena mirip. Pada
dasarnya Pasal 5 ayat (1) adalah delik korupsi yang disebut “memberi suap”, sedangkan Pasal 5 ayat (2) adalah
delik korupsi yang disebut “menerima suap”. Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) pula dijumpai dua bentuk per-
buatan memberi suap sebagaimana diatur dalam huruf a dan huruf b, di mana huruf a adalah suap sebelum
berbuat atau tidak berbuat, sedangkan huruf b adalah suap setelah berbuat atau tidak berbuat. Perbedaan
utama keduanya dapat dilihat dalam tabel berikut.

25 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Tabel Perbedaan Suap Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b

Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b


Pemberian atau janji dilakukan Pemberian atau janji dilakukan karena
dengan tujuan agar pegawai negeri pegawai negeri atau penyelenggara
atau penyelenggara negara berbuat negara telah melakukan sesuatu yang
atau tidak berbuat sesuatu dalam bertentangan dengan kewajiban yang
jabatannya yang bertentangan de- dilakukan atau tidak dilakukan dalam
ngan kewajibannya. jabatannya.
(suap sebelum berbuat atau tidak (suap setelah berbuat atau tidak ber-
berbuat sesuatu) buat sesuatu)

Pasal 5 ayat (1), baik untuk huruf a maupun huruf b, dapat dikategorikan sebagai perbuatan suap
aktif (perbuatan memberi suap) karena pelaku deliknya adalah seseorang selain pegawai negeri atau pe-
nyelenggara negara. Berikutnya dapat dijumpai ketentuan pada Pasal 5 ayat (2) yang merupakan suap pasif
karena pelaku deliknya adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.

b. Pasal 6
Sekilas terdapat kemiripan antara struktur Pasal 6 dengan Pasal 5 yang telah dibahas sebelumnya.
Pasal 6 ayat (1) huruf a adalah suap kepada hakim, Pasal 6 ayat (1) huruf b adalah suap kepada advokat, dan
Pasal 6 ayat (2) adalah penerima suap yang merupakan seorang hakim atau advokat.

Pasal 6
1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi pu-
tusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan pe-
rundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan
maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2. Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 26


Tabel Unsur Pasal 6

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang (lihat penjelasan unsur pada bagian se-
belumnya)
2 Yang memberi atau menjan- (lihat penjelasan unsur ini pada bagian
jikan sesuatu kepada hakim terdahulu)
Tujuan pemberian atau janji adalah
hakim.

3 Dengan maksud Dengan maksud merupakan wu-


jud dari adanya kesengajaan berbuat,
bahwa pemberi menyadari dalam arti
mengetahui dan menghendaki perbu-
atannya tersebut
4 Untuk mempengaruhi pu- Unsur ini terkait dengan unsur mak-
tusan perkara yang diserah- sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
kan kepadanya untuk diadili; untuk memberikan itu terkait adanya
atau keinginan tertentu agar dilakukan oleh
penerima.
5 Yang memberi atau menjan- (lihat penjelasan unsur memberi atau
jikan sesuatu kepada sese- menjanjikan)
orang yang menurut undang- Tujuan pemberian atau janji adalah
undang ditentukan menjadi kedudukan advokat.
advokat untuk menghadiri
sidang
6 Dengan maksud Dengan maksud merupakan wu-
jud dari adanya kesengajaan berbuat,
bahwa pemberi menyadari dalam arti
mengetahui dan menghendaki perbua-
tannya tersebut
7 Untuk mempengaruhi Unsur ini terkait dengan unsur mak-
nasihat atau pendapat yang sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
akan diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.

c. Pasal 11
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikir Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,-
(dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah
atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

27 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Tabel Unsur Pasal 11

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (lihat penjeasan unsur ini pada bagian
lenggara negara sebelumnya)
2 Menerima hadiah atau me- Menerima hadiah adalah per-
nerima janji buatan beralihnya objek pemberian
dari kekuasaan pemberi ke dalam
kekuasaan penerima.
Menerima janji adalah sikap, perbua-
tan, atau pernyataan yang menunduk-
kan diri adanya suatu ikatan

3 Diketahui atau patut diduga Diketahui adalah bentuk kesalahan


berupa kesengajaan bahwa pelaku
menyadari perbuatannya sebagai per-
buatan yang diketahui dan dikehen-
daki.
Patut diduga adalah bentuk kesalahan
berupa kekurang hati-hatian pene-
rima bahwa apa yang diterima terkait
dengan kekuasaan atau kewenangan
terkait kedudukan/jabatannya.
4 Hadiah atau janji tersebut Objek yang diterimanya adalah terkait
diberikan karena kekuasaan dengan kekuasaan atau kewenangan
atau kewenangan yang ber- yang dimiliki penerima, atau penerima
hubungan dengan jabatannya, mampu menduga bahwa pemberian
atau yang menurut pikiran dilakukan karena pemberinya me-
orang yang memberikan mandang bahwa penerima memiliki
hadiah atau janji tersebut ada kekuasaan tertentu.
hubungan dengan jabatannya

Pasal ini ditarik langsung dari Pasal 418 KUHP. Sedangkan terdapat beberapa yurisprudensi terkait Pasal 418
KUHP, yaitu sebagai berikut:
1) Arrest Hoge Raad 10 April 1893, W. 6333
“Adalah tidak perlu bahwa pemberian itu diterima oleh si pegawai negeri di dalam sifatnya sebagai pegawai
negeri.”
2) Putusan Mahkamah Agung No. 50 K/Kr/1960, 13 Desember 1960
“Undang-undang atau hukum tidak mengenal ketentuan, bahwa apabila seorang pegawai negeri dituduh me-
lakukan kejahatan yang dimaksud oleh Pasal 418 KUHP, maka orang yang memberi kepada pegawai negeri
itu harus dituntut lebih dahulu atas kejahatan tersebut di Pasal 209 KUHP.”
3) Putusan Mahkamah Agung No. 77 K/Kr/1973, 19 November 1974
“Terdakwa dipersalahkan melakukan korupsi c.q. menerima hadiah, walaupun menurut anggapannya uang
yang diterima itu dalam hubungannya dengan kematian keluarganya, lagipula penerima barang-barang itu
bukan terdakwa melainkan istri atau anak-anak terdakwa.”

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 28


4) Putusan Mahkamah Agung No. 1/1955/M.A.Pid., 23 Desember 1955
“Seorang menteri adalah “pegawai negeri” dalam arti yang dimaksudkan di dalam pasal-pasal 418 dan 419
KUHP. Dalam hal dua orang atau lebih dituduh bersama-sama dan bersekutu melakukan kejahatan menurut
pasal-pasal 418 dan 419 KUHP, tidaklah perlu masing-masing dari mereka, memenuhi segala unsur yang oleh
pasal itu dirumuskan untuk tidak pidana tersebut. In casu tidak perlu mereka semua melakukan tindakan
menerima uang.”

d. Pasal 12 huruf a
Pasal 12 huruf a
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Tabel Unsur Pasal 12 huruf a

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Yang menerima hadiah atau Menerima hadiah diartikan bahwa
menerima janji objek yang diberikan telah berpindah
tangan atau penguasaan dari pemberi
kepada penerima.
Menerima janji diartikan bahwa telah
tercapai kesepakatan mengenai objek
yang akan diberi/diterima.

3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-


diduga hulu)
4 Hadiah atau janji tersebut di- Objek yang diterima atau disepakati
berikan untuk menggerakkan akan diterima adalah sarana agar mun-
cul niat penerima untuk mengikuti ke-
hendak pemberi.
5 Agar melakukan atau tidak Perbuatan yang dilakukan Penerima,
melakukan sesuatu dalam baik berupa melakukan atau tidak
jabatannya melakukan sesuatu adalah atas ke-
hendak pemberi.
6 Yang bertentangan dengan Penerima melanggar kewajiban
kewajibannya jabatannya diakibatkan adanya pembe-
rian atau janji dari pemberi.

29 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


e. Pasal 12 huruf b
Pasal 12 huruf b
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah):
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak me-
lakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Tabel Unsur Pasal 12 huruf a

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Perbuatan melakukan atau tidak me-
disebabkan telah melakukan lakukan sesuatu merupakan kausa
atau tidak melakukan sesua- dari pemberian kepada pegawai negeri
tu dalam jabatannya atau penyelenggara negara
5 Yang bertentangan dengan Perbuatan melakukan atau tidak me-
kewajibannya lakukan sesuatu oleh pegawai negeri
atau penyelenggaran negara itu me-
langgar kewajibannya

f. Pasal 12 huruf c
Pasal 12 huruf c
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 30


Tabel Unsur Pasal 12 huruf c

No. Unsur Keterangan


1 Hakim Yang dimaksud Hakim dalam UU ini
meliputi juga pengertian hakim yang
dimaksud dalam Ps. 92 ayat (2) KUHP
sebagaimana telah diadopsi ke dalam
UU PTP Korupsi
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Perbuatan melakukan atau tidak me-
disebabkan telah melakukan lakukan sesuatu merupakan kausa
atau tidak melakukan sesua- dari pemberian kepada pegawai negeri
tu dalam jabatannya atau penyelenggara negara

g. Pasal 12 huruf d
Pasal 12 huruf d
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut unutk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Penjelasan Pasal 12 huruf d
Yang dimaksud dengan “advokat” adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel Unsur Pasal 12 huruf d

No. Unsur Keterangan


1 Advokat Advokat sebagaimana dimaksud oleh
UU No. 18 tahun 2003
2 Yang menerima hadiah atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
menerima janji hulu)
3 Padahal diketahui atau patut (telah dijelaskan pada bagian terda-
diduga hulu)
4 Diberikan sebagai akibat atau Advokat yang menerima hadiah atau
disebabkan telah melakukan janji mengetahui atau setidaknya da-
atau tidak melakukan sesua- pat menduga bahwa diberikan untuk
tu dalam jabatannya mempengaruhi nasehat atau pen-
dapatnya.
Pasal ini dapat diterapkan meski
Advokat tidak terpengaruh adanya
hadiah atau janji itu dalam nasihat atau
pendapatnya

31 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


h. Pasal 13
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau we-
wenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)

Tabel Unsur Pasal 13

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak
hanya manusia tetapi juga korporasi,
baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
2 Memberikan hadiah atau janji Unsur ini bersifat alternatif, memberi
hadiah atau memberi janji. Memberi
hadiah adalah menyerahkan sesuatu
di mana hadiah menurut KBBI adalah
pemberian kenang-kenangan, peng-
hargaan, penghormatan. Sedangkan
memberi janji memenuhi juga makna
berjanji, mengikat janji, atau “janjian”.
3 Kepada pegawai negeri Pegawai negeri atau penyelenggara ne-
gara meliputi (1) pegawai negeri yang
diatur dalam UU Kepegawaian dan
UU Aparatur Sipil Negara, (2) pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam
KUHP, (3) orang yang menerima gaji/
upah dari keuangan negara/daerah, (4)
orang yang menerima gaji/upah dari
suatu korporasi yang menerima ban-
tuan dari keuangan negara/daerah, dan
(5) orang yang mempergunakan modal
atau fasilitas dari negara/masyarakat.
4 Dengan mengingat kekua- Unsur ini terkait dengan unsur
saan atau wewenang yang pegawai negeri sebagai tujuan pem-
melekat pada jabatan atau berian hadiah atau janji. Pegawai ne-
kedudukannya; atau geri yang dituju memiliki kekuasaan
atau kewenangan yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya.
5 Oleh pemberi hadiah atau Unsur ini terbukti apabila si pemberi
janji dianggap melekat pada mengetahui, menduga, atau mengira,
jabatan atau kedudukan bahwa kekuasaan atau kewenangan
tersebut tertentu melekat pada si pejabat
sehubungan dengan jabatan atau
kedudukannya.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 32


Perbuatan utama yang dilarang di dalam Pasal 13 sebagai perbuatan korupsi adalah memberi hadiah
atau janji kepada pegawai negeri. Memang memberi adalah perbuatan yang baik, akan tetapi memberikan
hadiah kepada seseorang dengan mengingat kekuasaan atau wewenangnya, yang melekat pada jabatan atau
kedudukan orang itu, adalah perbuatan yang masuk ke dalam pengertian delik korupsi. Pemahaman men-
dasar yang perlu dipahami adalah bahwa perbuatan memberi yang dilarang oleh delik ini adalah memberi
hadiah atau memberi janji.
Pada umumnya hadiah diberikan karena penerima telah melakukan suatu prestasi tertentu, dan
atas prestasi itulah hadiah diberikan. Pemberian yang tidak mensyaratkan adanya prestasi tidak meme-
nuhi pengertian hadiah. Kemudian mengenai janji, undang-undang sebenarnya tidak menjelaskan pengertian
memberi janji yang dimaksud, oleh karena itu perbuatn memberi janji yang dimaksud di sini dapat diartikan
sebagai setiap, semua, dan segala perbuatan memberi janji (termasuk yang dalam aktivitas sehari-hari kita
kenal menawarkan, mengajak, atau bahkan “janjian”!).
Memang pada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari kita sering memberikan sesuatu kepada
pegawai negeri, terutama pejabat, dengan memandang jabatan dan/atau kewenangan yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya. Doktrin anti korupsi tidak menghendaki perbuatan seperti ini karena hubungan
dengan pegawai negeri, pejabat, orang yang memiliki kekuasaan dan/atau kewenangan tidak perlu mendapat
tempat yang istimewa. Catatan penting di sini adalah bahwa delik dalam pasal ini hanya dapat diancamkan
kepada seorang pemberi. Adapun penerima akan diancam dengan pasal lain.

i. Pasal 15
Pasal 15
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, sampai
dengan Pasal 14.
Tabel Unsur Pasal 15

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang Setiap orang yang dimaksud tidak
hanya manusia tetapi juga korporasi,
baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
2 Yang melakuan percobaan, Percobaan, pembantuan, atau permu-
atau pembantuan, atau per- fakatan jahat, ketiganya ini mengacu
mufakatan jahat pada ketentuan yang sama yang ada di
KUHP.
3 Untuk melakukan tindak Bahwa tujuan percobaan, pembantuan,
pidana korupsi atau permufakatan jahat itu adalah un-
tuk melakukan tindak pidana korupsi.
4 Dipidana sama dengan pelaku Berbeda dengan KUHP, percobaan,
tindak pidana korupsinya pembantuan, atau permufakatan jahat
memiliki ancaman hukuman yang sama
dengan ancaman hukuman pelaku uta-
ma.

33 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Konsep perumusan delik yang diatur dalam Pasal 15 sebenarnya mengadopsi konsep yang ada di
dalam KUHP, yang setidaknya mencakup tiga hal, yaitu percobaan (poging), perbantuan (medeplichtigheid),
dan permufakatan jahat. Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing konsep tersebut.
Percobaan tindak pidana (Pasal 53 KUHP) pada hakikatnya adalah tindak pidana yang tidak selesai.
Namun demikian tindak pidana yang tidak selesai tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana, sepanjang
memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu (1) adanya niat, (2) adanya permulaan pelaksanaan, dan (3) tidak se-
lesainya delik bukan karena kehendak pelaku. Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka pelaku tetap
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan hukuman dikurangi 1/3. Namun dalam hal percobaan
tindak pidana korupsi, apabila pelaku memenuhi seluruh syarat di atas, maka pertanggungjawaban pidananya
tetap berlaku penuh dan hukumannya tidak dikurangi 1/3, melainkan sama dengan apabila delik korupsi itu
selesai dilakukan.
Perbantuan (medeplichtigheid) adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk membantu
seseorang yang akan atau sedang melakukan tindak pidana. Perbantuan tersebut diberikan dengan cara
memberi kesempatan, sarana, atau keterangan. Karena tidak ditentukan secara definitif, maka setiap per-
buatan apapun dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk bantuan bagi pelaku utama apabila seseorang tidak
menghalangi orang lain melakukan delik. Sama halnya seperti percobaan, seorang yang melakukan perban-
tuan hukumannya dikurangi 1/3 dalam KUHP, sedangkan dalam tindak pidana korupsi, ancaman pidana
seorang pembantu sama dengan pelaku utama.
Mengenai permufakatan jahat, KUHP mengatur permufakatan jahat atas delik tertentu saja yang
dapat dipidana, seperti delik makar, delik pembunuhan kepala negara dan/atau tamu negara. Dalam undang-
undang korupsi, meski perbuatan seseorang atau beberapa orang sekedar memenuhi adanya permufakatan
jahat, tetapi sanksi pidana yang dapat diancamkan kepadanya sama dengan bila mereka telah melakukan
delik korupsi yang baru disepakati tersebut.

3) Penggelapan dalam Jabatan


a. Pasal 8

Tabel Unsur Pasal 8

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau orang Pengertian pegawai negeri diatur di
lain selain pegawai negeri Pasal 1 angka 3 UU PTP Korupsi
Adapun selain pegawai negeri adalah
siapa saja, setiap orang

2 Yang ditugaskan menjalankan Ditugaskan menjalankan suatu jabatan


suatu jabatan umum adalah adanya penugasan secara resmi
untuk memegang jabatan tertentu
3 Secara terus menerus atau Jabatan yang ditugaskan kepada
untuk sementara waktu pegawai negeri atau orang selain
pegawai negeri itu bisa bersifat per-
manen ataupun untuk jangka waktu
tertentu saja

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 34


4 Dengan sengaja: Penggelapan merupakan tindak pidana
• menggelapkan uang atau berupa memperlakukan barang yang
surat berharga yang di- bukan milik sendiri sebagai seakan mi-
simpan karena jabatan- liknya sendiri.
nya, atau Perbuatan menggelapkan uang atau
• membiarkan uang atau surat berharga dilakukan sehubungan
surat berharga itu diam- keberadaan uang atau surat berharga
bil atau digelapkan oleh itu di tangannya sebagai konsekuensi
orang lain, atau jabatan yang diembannya, diperlaku-
• membantu dalam mela- kan seakan milik sendiri dan karenan-
kukan perbuatan (me- ya ia (bertujuan) mendapatkan keun-
ngambil atau mengge- tungan.
lapkan uang atau surat Membiarkan diambil atau digelap-
berharga) tersebut kan berarti pegawai negeri atau se-
lain pegawai negeri itu tidak melaku-
kan perbuatan apapun yang bersifat
menghalangi.
Membantu mengambil atau mengge-
lapkan terjadi secara sadar untuk me-
mudahkan pelakunya

5 Yang bertentangan dengan Perbuatan melakukan atau tidak me-


kewajibannya lakukan sesuatu oleh pegawai negeri
atau penyelenggaran negara itu mel-
anggar kewajibannya

6 Yang bertentangan dengan Penerima melanggar kewajiban


kewajibannya jabatannya diakibatkan adanya pembe-
rian atau janji dari pemberi.
7 Untuk mempengauhi nasihat Unsur ini terkait dengan unsur mak-
atau pendapat yang akan sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.

Yurisprudensi
1) Arrest Hoge Raad 27 Juli 1938, 1939 No. 123
“Bagi seorang pegawai kantor pos, benda-benda post seperti perangko, meterai, kartu pos, dan sebagainya
itu merupakan surat-surat berharga. Berdasarkan undang-undang pos, benda-benda tersebut diperuntukkan
guna membayar beberapa hak dan kewajiban tertentu, sehingga di dalam peredarannya benda-benda terse-
but mempunyai suatu fungsi, yang disebut sebagai kertas berharga.”
2) Putusan Mahkamah Agung No. 73 K/Kr/1956, 23 Maret 1957
“Dipergunakannya sejumlah uang oleh pegawai negeri untuk pos lain daripada yang telah ditentukan, meru-
pakan kejahatan penggelapan termaksud Pasal 415 KUHP.”

35 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


b. Pasal 9

Tabel Unsur Pasal 9

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (Telah dijelaskan pada tabel unsur
kan suatu jabatan umum: Pasal 8 di atas)
• secara terus menerus,
atau
• untuk sementara waktu

3 Dengan sengaja Doktrin menjelaskan dengan sengaja


sebagai “mengetahui dan menghenda-
ki”, dan dalam pasal ini kesengajaan
berbuat harus diartikan kesengajaan
dalam arti sebagai tujuan (opzet als
oogmerk)
4 Memalsukan buku-buku Perbuatan memalsukan dijelaskan se-
atau daftar-daftar yang bagai:
khusus untuk pemeriksaan • membuat keadaan palsu dari ke-
administrasi adaan yang tidak ada;
• membuat keadaan palsu dari ke-
adaan yang sebenarnya ada.
Perbuatan memalsu dalam unsur ini
dilakukan secara khusus terhadap
daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi.

c. Pasal 10 huruf a

Tabel Unsur Pasal 10 huruf a

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada tabel unsur
kan suatu jabatan umum se- Pasal 8 di atas)
cara terus menerus atau se-
mentara waktu

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 36


3 Menggelapkan, menghancur- Menggelapkan adalah perbuatan
kan, merusakkan, atau mem- memperlakukan barang yang bukan
buat tidak dapat dipakai milik sendiri sebagai seakan miliknya
sendiri.
Perbuatan menghancurkan adalah
perbuatan apapun yang mengakibat-
kan hancurnya barang
Perbuatan merusakkan adalah per-
buatan apapun yang mengakibatkan
rusaknya barang
Perbuatan mengakibatkan tidak ada-
pat dipakai adalah perbuatan apapun
yang menimbulkan tidak dapat dipakai

4 Barang, akta, surat, atau daf- Objek kejahatan ini adalah terbatas
tar pada barang, akta, surat, atau daftar
saja
5 Yang digunakan untuk me- Objek yang dihancurkan, dirusak, atau
yakinkan atau membuktikan menjadi tidak dapat dipakai itu adalah
di muka pejabat yang ber- objek yang digunakan untuk meyakin-
wenang kan atau pembuktian penting di hada-
pan pejabat
6 Yang dikuasai karena Objek barang, akta, surat, atau daf-
jabatannya tar ada di tangan pelaku kejahatan ini
karena jabatannya dan bukan karena
sebab lain
7 Untuk mempengauhi nasihat Unsur ini terkait dengan unsur mak-
atau pendapat yang akan sud, yaitu bahwa pemberian atau janji
diberikan dihubungkan dengan itikad pemberi
yang menginginkan agar penerima
mengikuti kehendaknya.

37 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


d. Pasal 10 huruf b

Tabel Unsur Pasal 10 huruf b

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada bagian terda-
kan suatu jabatan umum se- hulu)
cara terus menerus atau se-
mentara waktu

3 Membiarkan orang lain Unsur ini pada dasarnya sama dengan


menghilangkan, menghancur-unsur Pasal 10 huruf a kecuali penam-
kan, merusakkan, atau bahan unsur membiarkan dan meng-
membuat tidak dapat dipakai
hilangkan, yaitu perbuatan pasif/omis-
sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya, dan perbuatan apapun
yang mengakibatkan hilangnya barang
4 Barang, akta, surat, atau telah dijelaskan pada tabel unsur Pasal
daftar 10 huruf a di atas)

e. Pasal 10 huruf c

Tabel Unsur Pasal 10 huruf c

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
lain selain pegawai negeri hulu)
2 Yang diberi tugas menjalan- (telah dijelaskan pada bagian terda-
kan suatu jabatan secara te- hulu)
rus menerus atau sementara
waktu

3 Membantu orang lain meng- Unsur ini pada dasarnya sama dengan
hancurkan, menghilangkan, unsur Ps. 10 huruf b kecuali penam-
merusakkan, atau membuat bahan unsur membantu, yaitu dengan
tidak dapat dipakai sengaja memberikan kesempatan, sa-
rana, atau keterangan sebelum keja-
hatan dilakukan maupun perbuatan
apapun yang bersifat tidak mengha-
langi terjadinya suatu kejahatan pada
saat sedang terjadi
4 Barang, akta, surat, atau (telah dijelaskan pada bagian terda-
daftar hulu)

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 38


4) Paksaan Mengeluarkan Uang (Pemerasan)
Perbedaan antara suap dengan pemerasan terletak pada inisiatifnya. Apabila inisiatif ada di pemberi,
maka dikategorikan sebagai suap. Apabila inisiatif ada di penerima, maka dikategorikan sebagai pemerasan.

a. Pasal 12 huruf e
Pasal 12 huruf e
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberi-
kan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri.

Tabel Unsur Pasal 12 huruf e

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Dengan maksud Merupakan betuk kesalahan pelaku
yang harus diartikan berupa kesenga-
jaan sebagai tujuan (opzet als oogmerk)
3 Menguntungkan diri sendiri Mendapatkan manfaat pada diri pelaku
atau orang lain maupun orang lain selain
4 Secara melawan hukum Meliputi pengertian melawan hukum
dalam arti formil dan materiil
5 Dengan menyalahgunakan Pelaku memiliki kekuasaan sehubu-
kekuasaannya ngan dengan kedudukannya sebagai
pegawai negeri atau penyelenggara
negara
6 Memaksa seseorang Perbuatan yang mengakibatkan orang
lain merasa tidak berdaya baik dalam
arti mutlak maupun relatif
7 Memberikan sesuatu yang Terdapat keterpaksaan pada orang
dibayar, atau menerima yang membayar, menerima pemba-
pembayaran dengan poto- yaran dengan potongan padahal se-
ngan, atau mengerjakan harusnya tidak ada pemotongan, atau
sesuatu bagi dirinya sendiri mengerjakan sesuatu bagi pelaku, per-
buatan mana merupakan keuntungan
bagi pelaku

39 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


b. Pasal 12 huruf f
Pasal 12 huruf f
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempu-
nyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf f

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan tu- Perbuatan dilakukan pada saat menja-
gas lan tugas dan bukan pada saat lain

3 Meminta, menerima, atau Cukup jelas


memotong pembayaran ke-
pada pegawai negeri atau
penyelenggara negara lain
atau kepada kas umum
4 Seolah mereka itu mempuyai Pelaku beralasan bahwa apa yang di-
utang kepadanya minta, diterima, atau potongan yang
dilakukannya adalah karena adanya
utang kepada dirinya
5 Padahal diketahui bukan Unsur ini merupakan bentuk kesenga-
utang jaan pelaku bahwa ia mengetahui ke-
tiadaan utang itu kecuali sebagai cara
untuk mendapatkan sejumlah uang

Yurisprudensi atas Pasal 425 ke-1, Putusan Mahkamah Agung No. 25 K/Kr/1955
“Salah satu unsur dari Pasal 425 ke-1 KUHP adalah menjalankan perbuatan itu di dalam jabatannya. Karena
pembuatan daftar penerimaan uang dan pembayaran gaji orang-orang yang dimintai uang oleh terdakwa itu
bukanlah tugas terdakwa sebagai klerek pada Jawatan Pengajaran Daerah, akan tetapi menjadi tugas dari
Kepala Sekolah Rakyat yang bersangkutan, sedang terdakwa hanya dimintai bantuan, maka permintaan uang
tersebut tidak dilakukan terdakwa dalam jatabannya.”

c. Pasal 12 huruf g
Pasal 12 huruf g
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 40


g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, memeinta atau mene-
rima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

Tabel Unsur Pasal 12 huruf g

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan (telah dijelaskan pada tabel penjelasan
tugas unsur Pasal 12 huruf f)

3 Meminta, menerima, atau Pada dasarnya unsur ini sama de-


memotong pembayaran ke- ngan unsur pada Pasal 12 huruf f,
pada pegawai negeri atau perbedaannya hanya pada bentuknya
penyelenggara negara lain yaitu pekerjaan atau barang sedang-
atau kepada kas umum kan pada Pasal 12 huruf f adalah uang/
pembayaran
Meminta atau menerima pekerjaan
maupun penyerahan barang merupa-
kan perbuatan curang oleh pelaku

5) Perbuatan Curang
a. Pasal 7 ayat (1) huruf a
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b

No. Unsur Keterangan


1 Pemborong atau ahli ba- Kejahatan korupsi ini merupakan delik
ngunan yang pada waktu khusus yang hanya bisa dilakukan oleh
membuat bangungan atau subjek dengan kualifikasi tertentu
penjual bahan bangunan yang yaitu pemborong, ahli bangunan, atau
pada waktu menyerahkan ba- penjual bahan bangunan
han bangunan
2 Melakukan perbuatan curang Perbuatan curang adalah perbuatan
yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya, utamanya menyangkut
kualitas dan atau kuantitas barang
3 Yang dapat membahayakan Perbuatan curang pemborong, ahli
• keamanan orang atau bangunan, atau penjual bahan bangu-
barang, atau nan itu berpotensi menimbulkan ba-
• keselamatan negara da- haya keamanan orang atau barang
lam keadaan perang Perbuatan curang pemborong, ahli
bangunan, atau penjual bahan bangu-
nan itu berpotensi menimbulkan ba-
haya bagi keselamatan negara dalam
keadaan perang

41 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


b. Pasal 7 ayat (1) huruf b
Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang bertugas mengawasi Perbuatan mengawasi pembangunan
pembangunan atau penye- atau mengawasi penyerahan bahan
rahan bahan bangunan bangunan
3 Dengan sengaja (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
4 Membiarkan perbuatan cu- Pembiaran adalah kualifikasi per-
rang sebagaimana dimaksud buatan berupa perbuatan pasif/omis-
huruf a sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya

c. Pasal 7 ayat (1) huruf c


Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf c

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang pada waktu menyerah- Pasal ini sama dengan apa yang dia-
kan barang keperluan TNI tur pada Pasal 7 ayat (1) huruf a,
dan/atau Polri yang membedakannya adalah objek
perbuatan curangnya adalah barang
keperluan TNI/Polri
3 Melakukan perbuatan curang (telah dijelaskan pada table penjelasan
unsur Pasal 7 ayat (1) huruf a)
4 Yang dapat membahayakan Perbuatan curang pemborong, ahli
keselamatan negara dalam bangunan, atau penjual bahan bangu-
keadaan perang nan itu berpotensi menimbulkan ba-
haya bagi keselamatan negara dalam
keadaan perang

d. Pasal 7 ayat (1) huruf d


Tabel Unsur Pasal 7 ayat (1) huruf d

No. Unsur Keterangan


1 Setiap orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang bertugas mengawasi pe- (telah dijelaskan pada table penjelasan
nyerahan barang keperluan unsur Pasal 7 ayat (1) huruf b)
TNI dan/atau Polri

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 42


No. Unsur Keterangan
3 Dengan sengaja (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
4 Membiarkan perbuatan cu- Pembiaran adalah kualifikasi perbua-
rang sebagaimana dimaksud tan berupa perbuatan pasif/omission
huruf c delict dengan tidak berbuat yang se-
harusnya

e. Pasal 7 ayat (2)


Tabel Unsur Pasal 7 ayat (2)

No. Unsur Keterangan


1 (Setiap) orang (telah dijelaskan pada bagian terda-
hulu)
2 Yang menerima Perbuatan curang berupa menerima
• penyerahan barang ba- penyerahan barang bangunan atau ba-
ngunan, atau rang keperluan
• penyerahan barang ke-
perluan TNI dan/atau
Polri

3 Dan membiarkan perbuatan Pembiaran adalah kualifikasi per-


curang sebagaimana dimak- buatan berupa perbuatan pasif/omis-
sud ayat (1) huruf a atau c sion delict dengan tidak berbuat yang
seharusnya

f. Pasal 12 huruf h
Pasal 12 huruf h
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.

43 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Tabel Unsur Pasal 12 huruf h

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terda-
lenggara negara hulu)
2 Pada waktu menjalankan (telah dijelaskan pada table penjelasan
tugas unsur Pasal 12 huruf f)

3 Menggunakan tanah negara Menggunakan tanah negara yang di


yang di atasnya terdapat hak atasnya terdapat hak pakai seolah-olah
pakai seolah-olah sesuai per- sesuai peraturan perundang-undangan
aturan perundang-undangan
4 Telah merugikan orang yang Untuk menerapkan kejahatan ini harus
berhak dibuktikan adanya kerugian yang nyata
pada orang yang berhak
5 Padahal diketahuinya Merupakan bentuk kesalahan sebagai
syarat pertanggungajwaban pidana
berupa kesengajaan
6 Perbuatan tersebut berten- Perbuatan menggunakan tanah negara
tangan dengan peraturan merupakan perbuatan melanggar per-
perundang-undangan aturan perundang-undangan

6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan


a. Pasal 12 huruf i
Pasal 12 huruf i
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.00,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
i. pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugas-
kan untuk mengurus atau mengawasinya pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung mau-
pun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,.
Tabel Unsur Pasal 12 huruf i

No. Unsur Keterangan


1 Pegawai negeri atau penye- (telah dijelaskan pada bagian terdahulu)
lenggara negara
2 Langsung maupun tidak lang- Cukup jelas
sung

3 Turut serta dalam pembo- Perbuatan turut serta dapat diartikan


rongan, pengadaan, atau sebagai perbuatan yang dilakukan secara
persewaan bersama-sama dan tidak harus dalam
pengertian medeplegen sebagaimana
dalam konsep penyertaan tindak pidana
4 Yang pada saat perbuatan Perbuatan curang yang dimaksud dalam
dilakukan Seluruh atau seba- pasal ini adalah berupa (potensi) ben-
gian ditugaskan untuk men- turan kepentingan mengingat pelaku
gurus atau mengawasinya adalah orang yang seharusnya me-
ngurus atau mengawasi pemborongan,
pengadaan, atau persewaan

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 44


7) Gratifikasi
Pada prinsipnya gratifikasi adalah pemberian biasa dari seseorang. Pemberian gratifikasi pada
dasarnya bukan merupakan tindak pidana. Gratifikasi menjadi tindak pidana apabila pemberian dilakukan
sehubungan dengan jabatan yang diemban oleh penerima, baik sebagai pegawai negeri atau pun penyeleng-
gara negara. Tanpa kedudukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, pemberian tidak akan terjadi atau
dilakukan. Pada praktiknya pemberian seperti ini kerapkali dijadikan modus untuk “membina” hubungan
baik dengan pejabat sehingga dalam seseorang tersangkut suatu masalah yang menjadi kewenangan pejabat
tersebut, kepentingan orang itu sudah terlindungi karena ia sudah berhubungan baik dengan pejabat terse-
but. Gratifikasi diatur pada Pasal 12B yang rumusannya sebagai berikut:

Pasal 12B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut
suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pi-
dana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Penjelasan Pasal 12B


1. Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberi-
an uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
2. Cukup jelas.
Tabel Unsur Pasal 12B

No. Unsur Keterangan


1 Setiap gratifikasi Gratifikasi sebagaimana dijelaskan
pada bagian penjelasan memiliki mak-
na yang sangat luas meliputi merupa-
kan dalam arti luas dan fasilitas lainnya
2 Kepada pegawai negeri atau Penerima gratifikasi adalah subjek hu-
penyelenggara kum pidana tertentu dengankualifikasi
pegawai negeri atau penyelenggara
negara

45 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


No. Unsur Keterangan
3 Setiap gratifikasi Pemberian gratifikasi dikategorikan
sebagai suap yaitu pemberian dengan
maksud tertentu
4 Kepada pegawai negeri atau Pemberian dilakukan dengan meng-
penyelenggara ingat jabatan penerimanya. Tanpa
jabatan tersebut, pemberian tidak
akan dilakukan.
5 Dan yang berlawanan dengan Pegawai negeri atau penyelenggara
kewajiban atau tugasnya negara tertentu karena kewajiban
atau tugasnya diberi kewenangan un-
tuk menerima pemberian. Pemberian
dan penerimaan gratifikasi dilakukan
berlawanan dengan itu.

Catatan penting dalam jenis tindak pidana korupsi ini adalah bahwa gratifikasi hanya ditujukan ke-
pada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai penerima suatu pemberian. Selain itu sifat pidana
gratifikasi akan hapus dengan dilaporkannya penerimaan gratifikasi itu oleh pegawai negeri atau penye-
lenggara negara kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak tindakan yang diduga gratifikasi tersebut
diterima. Setelah laporan diterima, maka dalam 7 hari KPK akan menentukan apakah pemberian tersebut
gratifikasi atau bukan.
Lantas yang menjadi pertanyaan terpenting adalah, bagaimana menentukan suatu pemberian adalah
gratifikasi atau bukan? Kuncinya adalah keikhlasan. Misalnya kita memberi kepada pengemis apakah ikhlas?
Bisa jadi ikhlas dan jumlah pemberian pun bervariasi dengan jumlah Rp500,- sampai Rp10.000,- misalnya.
Tapi sangat jarang dan bahkan hampir tidak ada yang memberi pengemis Rp100.000,- dengan ikhlas. Ber-
beda halnya ketika datang ke perkawinan teman, mungkin pemberian Rp100.000,- lazim dijumpai, karena
diberikan kepada teman sendiri. Berbeda juga ketika datang ke perkawinan atasan atau boss, bisa jadi jum-
lahnya meningkat hingga Rp500.000,- dan tidak lupa menyelipkan kartu nama supaya tahu siapa pemberinya.
Ini erat kaitannya dengan kepentingan.
Kunci memahami gratifikasi sebenarnya bukan pada besaran nilainya melainkan pada konteks pem-
berian dan hubungan antara pemberi dan penerima. Begitu ada indikasi conflict of interest dapat menjadi
suap dan gratifikasi. Meskipun demikian dalam beberapa momentum tertentu KPK masih memberikan
kelonggaran untuk menghargai kearifan lokal turun temurun, terutama tradisi memberikan sesuatu saat ada
teman atau kerabat menggelar hajatan (pesta pernikahan, masa berkabung, dsb.) di mana pemberian masih
diperbolehkan asalkan nilainya di bawah Rp1.000.000,-. Sebagai catatan, ketentuan ini tercantum dalam
Pedoman Pengendalian Gratifikasi KPK yang diterbitkan pada bulan Juni 2015. (KPK, 2015)
Catatan penulis terhadap kebijakan dari KPK tersebut adalah apabila ditemui adanya pemberian di
atas Rp1.000.000,- (katakanlah Rp5.000.000,-) maka KPK akan menyita Rp4.000.000,- dan mengembalikan
sisanya kepada penerima. Menurut hemat penulis, praktik yang demikian tidaklah tepat. Dengan demikian
apabila memang ingin ikhlas memberi tanpa adanya kepentingan tertentu, maka hanya ada dua cara. Perta-
ma, memberi dengan jumlah di bawah Rp1.000.000,- atau Kedua, memberi dengan jumlah berapapun tanpa

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 46


memberikan identitas atau tanda atau petunjuk apapun mengenai siapa yang memberi (meskipun pada
akhirnya harus tetap dilaporkan kepada KPK).

Tabel Penggolongan Tindak Pidana Korupsi (Maheka, 2006:16-19)

Pelaku Jenis Perbuatan Ancaman Dasar Keterangan


Pidana Hukum

Secara melawan hukum Penjara se- Dalam keadaan tertentu pidana


memperkaya diri sendiri/ umur hidup; mati dapat dijatuhkan, yaitu apabila
Perse- orang lain/korporasi yang penjara min. 4 tindak pidana korupsi tersebut di-
orangan dapat merugikan keuangan tahun max. 20 Pasal 2 lakukan pada dana-dana penanggu-
atau atau perekonomian Ne- tahun; denda langan bahaya/bencana, penanggu-
Korporasi gara min. Rp200 langan kerusuhan, penanggulangan
juta max. Rp1 krisis ekonomi dan moneter, serta
miliar. penanggulangan korupsi.
Menyalahgunakan Penjara seu-
kewenangan/kesempatan/ mur hidup;
sarana yang ada padanya penjara min. 1
karena jabatan/kedudukan, tahun max. 20 Pasal 3
untuk menguntungkan diri tahun; denda
sendiri/orang lain, yang da- min. Rp50
pat merugikan keuangan juta max. Rp1
atau perekonomian miliar
Negara

Memberi atau menjanjikan Penjara min. 1 Pegawai negeri/


Perse- sesuatu kepada pegawai tahun max. 5 penyelenggara negara yang mene-
orangan negeri/penyelenggara ne- tahun; denda rima pemberian/janji juga dipidana,
atau gara supaya mau berbuat min. Rp50 juta Pasal 5 ayat (1) dianggap menerima suap
Korporasi atau tidak berbuat sesua- max Rp250
tu, dalam jabatannya atau juta
tidak dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan
kewajibannya
Memberi atau menjanji- Penjara min. 3 Hakim atau advokat yang mene-
kan sesuatu kepada hakim tahun max. 15 rima pemberian/janji juga dipidana,
untuk mempengaruhi pu- tahun; denda Pasal 6 ayat (1) dianggap menerima suap
tusan perkara min. Rp150
juta max.
Rp750 juta
Supplier/ Melakukan pembangunan Penjara min. 2 Pengawas dan penerima bahan/ba-
Pembo- atau menyerahkan bahan tahun max. 7 rang yang membiarkan terjadinya
rong/ bangunan, secara curang, tahun; denda perbuatan curang tersebut juga
ahli yang dapat membahayakan min. Rp100 Pasal 7 dipidana
bangunan; keamanan orang/barang juta max.
penjual atau keselamatan negara Rp350 juta
bahan dalam keadaan perang
bangunan

47 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Pelaku Jenis Perbuatan Ancaman Dasar Keterangan
Pidana Hukum

Perse- Menyerahkan barang ke- Penjara min. 2 Pengawas dan penerima bahan/ba-
orangan perluan TNI atau POLRI, tahun max. 7 rang yang membiarkan terjadinya
atau secara curang, yang dapat tahun; denda perbuatan curang tersebut juga
Korporasi membahayakan keselama- min. Rp100 Pasal 7 dipidana
tan negara dalam keadaan juta max.
perang Rp350 juta
Menggelapkan uang atau Penjara min. 3
surat berharga, atau mem- tahun max. 15
biarkan barang tersebut tahun; denda
diambil/ min. Rp150 Pasal 8
digelapkan, atau membantu juta max.
mengambil/mengggelapkan Rp750 juta

Memalsukan buku-buku Penjara min. 1


atau daftar-daftar khusus tahun max. 5
Pegawai untuk pemeriksaan admi- tahun; denda
negeri nistrasi min. Rp50 juta Pasal 9
max. Rp250
juta
Menggelapkan, menghan-
curkan membuat tidak da-
pat dipakai/ Penjara min. 2
merusakan alat bukti tahun max. 7 Pasal 10
tahun; denda
Membiarkan atau mem- min. Rp100
bantu orang lain meng- juta max.
hilangkan, menghancurkan, Rp350 juta
merusakkan alat bukti
Menerima hadiah atau Penjara min. 1 Dianggap menerima suap
janji karena kewenangan/ tahun max. 5 ta-
kekuasaan jabatannya hun; denda min. Pasal 11
Pegawai Rp50 juta max.
negeri atau Rp250 juta
penyeleng- Menerima hadiah atau Dianggap menerima suap
gara negara janji, supaya melakukan
atau tidak melakukan Penjara Pasal 12
sesuatu dalam jabatannya, seumur hidup; huruf a
yang bertentangan dengan penjara min. 4
kewajibannya tahun max 20
Menerima hadiah karena tahun; denda Dianggap menerima suap
melakukan atau tidak min. Rp200
melakukan sesuatu dalam juta max. Rp1 Pasal 12
jabatannya, yang berten- miliar huruf b
tangan dengan kewajiban-
nya

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 48


Pelaku Jenis Perbuatan Ancaman Dasar Keterangan
Pidana Hukum

Menerima hadiah atau Dianggap menerima suap


janji yang diberikan untuk Pasal 12
Hakim mempengaruhi putusan Penjara huruf c
perkara seumur hidup;
Menerima hadiah atau penjara min. 4 Dianggap menerima suap
janji yang diberikan untuk tahun max 20
Advokat mempengaruhi nasehat tahun; denda Pasal 12
yang akan diberikan min. Rp200 huruf d
juta max. Rp1
miliar

Menyalahgunakan kekua- Penjara se- Dianggap menerima suap


saannya untuk mengun- umur hidup;
tungkan diri sendiri/orang penjara min. 4
lain (secara melawan hu- tahun max. 20
kum), memaksa seseorang tahun; denda Pasal 12
untuk memberikan sesua- min. Rp200 huruf e
tu, membayar, menerima juta max. Rp1
pembayaran dengan po- miliar
tongan, atau mengerjakan
sesuatu
Meminta, menerima,
memotong pembayaran Pasal 12
seolah-olah merupakan huruf f
Pegawai utang
negeri Meminta, menerima peker-
atau pe- jaan atau barang seorang- Pasal 12
nyelengga- olah merupakan utang huruf g
Penjara min. 2
ra negara Menggunakan tanah ne- tahun max. 7
gara (di atasnya ada hak tahun; denda
pakai) seolah-olah sesuai min. Rp100
peraturan perundang- juta Pasal 12
undangan padahal ber- huruf h
tentangan dan merugikan
orang yang berhak
Turut serta dalam pem-
borongan, pengadaan, atau Pasal 12
persewaan padahal tugas- huruf i
nya mengawasi
Menerima gratifikasi ka-
rena jabatannya, yang ber- Pasal 12B
lawanan dengan kewajiban
atau tugasnya
Perse- Memberi hadiah atau janji Penjara max. 3 Dianggap menerima suap
orangan kepada pegawai negeri tahun; denda
atau Kor- karena jabatan/ max. Rp150 Pasal 13
porasi Kedudukannya juta

49 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Dengan pengaturan gratifikasi oleh Pasal diangggap pemberian suap. Pemberian ini
12B, perbuatan materil berupa memberi sesuatu adalah gratifikasi yang dilarang. Contoh
mempunyai beberapa gradasi: pemberian yang merupakan gratifikasi yang
• Pemberian yang boleh atau wajib dilaku- dilarang adalah pemberian oleh-oleh kepada
kan, seperti halnya pemberian sedekah atau atasan.
pemberian hadiah kepada orangtua atau di
antara kakak dan adik. Catatan penting yang perlu digaris-
• Pemberian yang mempunyai maksud terten- bawahi adalah bahwa gratifikasi berbeda de-
tu tetapi bukan kejahatan atau tindak pidana ngan suap. Berikut adalah beberapa argumentasi
karena tidak dilarang oleh peraturan perun- hukum yang menegaskan bahwa delik gratifikasi
dang-undangan, seperti halnya pemberian bukanlah suap, yaitu: (KPK, 2015:9-10)
dengan maksud agar penerima berbaik hati 1. Gratifikasi merupakan jenis tindak pidana
kepada pemberi. baru. Hal ini ditegaskan pada sambutan
• Pemberian yang dilatarbelakangi maksud pemerintah atas persetujuan RUU No. 20
tertentu agar penerima mengikuti mak- Tahun 2001 yang mengubah ketentuan UU
sud atau kehendak pemberi dan karenanya No. 31 Tahun 1999, sebagai berikut: “Dalam
merupakan tindak pidana suap tetapi tidak rancangan undang-undang ini diatur ketentuan
masuk kategori kejahatan korupsi, me- mengenai gratifikasi sebagai tindak pidana
lainkan diatur oleh UU No. 11 tahun 1980 baru. Gratifikasi tersebut dianggap suap apa-
tentang suap, yaitu pemberian kepada orang bila berhubungan dengan jabatan dan berlawa-
biasa non pegawai negeri atau penyeleng- nan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai
gara negara. pegawai negeri atau penyelenggara negara. Na-
• Pemberian karena penerima telah melaku- mun gratifikasi tersebut tidak dianggap suap
kan sesuatu yang sesuai dengan maksud atau apabila penerima gratiifkasi melaporkan pada
kehendak pemberi dan karenanya pemberi- Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu
an itu merupakan suatu hadiah, merupakan yang ditentukan dan apabila tidak melaporkan
tindak pidana suap sebagaimana dimaksud dianggap suap…”
oleh Pasal 13 bagi pemberi dan Pasal 11 bagi 2. Putusan No. 34/Pid.B/TPK/2011/PN.Jkt.Pst
penerima, seperti halnya pemberian oleh (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi) dengan
murid kepada gurunya karena pemberi telah terdakwa Dhana Widyatmika yang mene-
naik kelas atau lulus ujian. gaskan bahwa kalimat “gratifikasi yang diang-
• Pemberian yang dilakukan oleh maksud agar gap suap” berarti gratifikasi berbeda dengan
penerima mengikuti kehendak pemberi dan suap atau gratifikasi bukanlah suap.
melanggar kewajibannya, merupakan tindak 3. Pandangan ahli hukum dan praktisi hukum,
pidana suap sebagaimana diatur Pasal 5 ayat yaitu:
(1) bagi pemberi/penyuap dan diatur Pasal a. Prof. Dr. Eddy Omar Syarif Hiariej, per-
12 a atau b bagi penerima suap. bedaan gratifikasi dan suap terletak pada
• Pemberian yang dilakukan karena penerima ada atau tidaknya “meeting of mind” pada
merupakan pegawai negeri atau penyeleng- saat penerimaan. Pada tindak pidana
gara negara, bukan merupakan suap tetapi suap, terdapat meeting of mind antara

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 50


pemberi dan penerima suap, sedangkan Pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 menyata-
pada tindak pidana gratiifikasi tidak ter- kan:
dapat meeting of mind antara pemberi Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
dan penerima. Meeting of mind meru- merintangi atau menggagalkan secara langsung
pakan nama lain dari konsesus atau hal atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
yang bersifat transaksional. pemeriksaan di sidangg Terdakwa maupun para
b. Dr. Adami Chazawi, S.H., pada keten- saksi dalam perkara tindak pidana korupsi dipi-
tuan tentang gratifikasi belum ada niat dana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
jahat (mens rea) pihak penerima pada tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan
saat uang atau barang diterima. Niat ja- atau denda paling sedikit Rp. 150,000,000,00
hat dinilai ada ketika gratifikasi tersebut (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 Rp. 600,000,000,00 (enam ratus juta rupiah).
hari kerja, sehingga setelah melewati
waktu tersebut dianggap suap sampai Tindak pidana menurut Pasal 21 di atas
dibuktikan sebaliknya. Sedangkan pada adalah tindak pidana yang dikenal sebagai Ob-
ketentuan tentang suap, pihak penerima struction of Justice atau menghalangi peradilan.
telah mempunyai niat jahat pada saat Penerapan kejahatan menghalangi peradilan te-
uang atau barang di terima. lah umum diterapkan terhadap kejahatan serius
c. Djoko Sarwoko, S.H., M.H., dalam suap atau kejahatan luar biasa. Pentingnya mengung-
penerimaan sesuatu dikaitkan dengan kap kejahatan serius atau kejahatan luar biasa
untuk berbuat atau tidak berbuat yang dianggap perlu untuk dilindungi dari segala per-
terkait dengan jabatannya, sedangkan buatan yang menghalanginya.
gratifikasi dapat disamakan dengan kon-
sep self assessment seperti kasus perpa- b. Tindak pidana sebagaimana diatur
jakan yang berbasis pada kejujuran sese- dalam Pasal 22.
orang. Pasal 22 UU No. 31 tahun 1999 menyata-
kan:
6. Delik Lain yang Berkaitan dengan Tin- Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dak Pidana Korupsi 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan
Selain delik korupsi utama yang diatur sengaja tidak memberi keterangan atau member
dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 15, undang- keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pi-
undang juga mengatur tindak pidana lain yang dana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
berkaitan dengan tindak pidana korupsi seba- 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit
gaimana diatur dalam Bab III Undang-undang Rp. 150,000,000,00 (seratus lima puluh juta) dan
Nomor 31 tahun 1999. Adapun tindak pidana paling banyak Rp. 600,000,000,00 (enam ratus
lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi juta rupiah).
itu adalah:
a. Tindak pidana sebagaimana diaur Pasal ini mengatur konsekuensi pidana
dalam Pasal 21. dari kewajiban pihak-pihak tertentu untuk mem-
berikan keterangan yang benar guna mengung-

51 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


kap kejahatan korupsi. Adapun pihak-pihak ter- tahun empat bulan.
tentu itu adalah Tersangka, bank, saksi, ahli, dan Tindak pidana sesuai Pasal 220 KUHP
setiap orang selain yang dikecualikan. Khusus adalah apa yang kita kenal sebagai laporan palsu,
mengenai permintaan keterangan kepada bank yaitu mengadukan telah terjadinya tindak pidana
sebagaimana dimaksud Pasal 29, meski UU me- padahal orang yang melaporkan mengetahui
wajibkan Gubernur BI untuk memenuhi per- bahwa hal itu tidak benar. Seandainya pelapor
mintaan KPK selambat-lambatnya 3 (tiga) hari membuat laporan palsu atas tindak pidana pem-
kerja, MA-RI telah menerbitkan Surat Ketua bunuhan, ia diancam dengan pidana penjara
Mahkamah Agung RI tertanggal 3 Desember sesuai Pasal 220 KUHP. Akan tetapi apabila pe-
2004 yang menyatakan bahwa untuk keperluan lapor membuat laporan palsu atas tindak pidana
pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi, KPK korupsi, ia diancam dengan pidana penjara sesuai
tidak harus meminta ijin Gubernur Bank Indo- Pasal 23 UU No. 31 tahun 1999.
nesia.
d. Tindak pidana sebagaimana diatur
c. Tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 24.
dalam Pasal 23 Pasal 24 UU No. 31 ttahun 1999 menya-
Pasal 23 UU Nomor 31 tahun 1999 men- takan:
yatakan: Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaima-
Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ke- na dimaksud dalam Pasal 31 dipidana penjara pa-
tentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, ling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling ban-
Pasal 231, Pasal 421, Pasal 442, Pasal 429, atau yak Rp. 150,000,000,00 (seratus lima puluh juta
Pasal 430 KUHP, dipidana dengan pidana penjara rupiah).
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. Ketentuan Pasal 24 mengatur sebagai tindak
50,000,000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling pidana perbuatan menyebut atau mengungkap
banyak Rp. 300,000,000,00 (tiga ratus juta rupiah). nama pelapor suatu perkara kejahatan korupsi
baik di tingkat penyidikan maupun di sidang pe-
Pasal ini menarik beberapa ketentuan ngadilan. Ketentuan ini penting sebagai bentuk
pidana yang ada dalam KUHP menjadi tindak perlindungan terhadap pelapor mengingat sifat
tindak pidana korupsi dalam hal terdapat hubu- kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
ngan atau kaitan dengan kejahatan korupsi. Apa-
bila tidak terdapat hubungan atau kaitan dengan 7. Sifat Melawan Hukum dalam Tindak
kejahatan korupsi, pasal-pasal tersebut tetap Pidana Korupsi
berlaku sebagai kejahatan sebagaimana penga- Pada dasarnya KPK menganut bahwa
turannya dalam KUHP. Sebagai contoh misalnya sifat melawan hukum dalam tindak pidana ko-
sebagaimana Pasal 220 KUHP yang menyatakan: rupsi ada dua, materiil dan formil.Tidak bisa han-
Barangsiapa memberitahukan atau mengadu- ya salah satu saja misalnya sifat melawan hukum
kan bahwa dilakukan suatu perbuatan pidana, secara materiil yang sekedar melanggar norma-
padahal mengetahui bahwa tidak dilakukan itu, norma dalam masyarakat. Perlu ditegaskan juga
diancam dengan pidana penjara paling lama satu aturan hukum formil yang dilanggar, sehingga ala-

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 52


san yuridis untuk memidanakan seseorang men- nama Terdakwa Machroes Effendi dan Putusan
jadi kuat dan tidak sewenang-wenang. Mahkamah Agung No. 81 K/Kr/1973 tanggal 30
LeIP menyatakan dalam penelitiannya Maret 1977 atas nama Terdakwa Ir. Moch. Otjo
bahwa sifat melawan hukum dalam pandangan Danaatmadja. (Lamintang, 1997:364-366).
formil memiliki arti bahwa apabila suatu per-
buatan telah memenuhi larangan dalam undang-
undang maka di situ ada kekeliruan. Letak mela- B. Keterampilan yang Diperlukan dalam
wan hukumnya perbuatan sudah terlihat nyata, Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi
yaitu dari sifat melanggar ketentuan undang-un- Materiil
dang. Sedangkan sifat melawam hukum dalam 1. Menjelaskan Latar belakang dan sejarah tin-
pandangan materiil memiliki arti bahwa belum dak pidana korupsi dengan rinci dan runtut.
tentu suatu tindakan, meskipun telah memenuhi 2. Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi dalam
semua perbuatan yang dilarang undang-undang, Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
adalah melawan hukum. Karena hukum bukan- sesuai ketentuan yang berlaku.
lah undang-undang semata, melainkan ada pula 3. Menjelaskan Subjek hukum tindak pidana
hukum yang tidak tertulis, yaitu norma-norma korupsi sesuai ketentuan yang berlaku.
atau kenyataan-kenyatana yang berlaku dalam 4. Menjelaskan Delik tindak pidana korupsi
masyarakat (LeIP, 2016). yang berasal dari KUHP sesuai ketentuan
Selain itu sifat melawan hukum materiil yang berlaku.
biasanya digunakan untuk dasar penghapus pi- 5. Menjelaskan Delik-delik tindak pidana ko-
dana, bukan untuk memintakan pertanggung- rupsi sesuai ketentuan yang berlaku
jawaban pidana. Misalnya dalam doktrin ilmu hu- 6. Menjelaskan delik lain yang berkaitan de-
kum dikenal adanya NMW (Negatief Materieele ngan tindak pidana korupsi sesuai ketentuan
Wederrechtelijkheid) atau ajaran sifat melawan yang berlaku.
hukum dalam arti materiil yang berfungsi negatif, 7. Menjelaskan sifat melawan hukum dalam
yaitu perbuatna yang menurut undang-undang tindak pidana korupsi dengan rinci.
dilarang, tetapi masyarakat menganggapnya tidak
melanggar hukum pidana (bukan tindak pidana) C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam
sehingga dalma hal ini perbuatan tersebut tidak Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi
dapat dipidana. Materiil
Faktor yang harus dipenuhi untuk dapat 1. Harus cermat dan teliti dalam menjelaskan
menghapuskan sifat melawan hukumnya ada tiga, tindak pidana korupsi materiil.
yaitu (1) adanya kepentingan umum yang dikerja- 2. Harus berpikir analitis serta evaluatif waktu
kan atau dilayani oleh terdakwa, (2) tidak adanya menjelaskan tindak pidana korupsi materiil.
keuntungan pribadi yang diperoleh oleh Terdak-
wa, dan (c) kerugian yang tidak diderita oleh ne-
gara atau masyarakat. Mahkamah Agung pernah
memutus perkara yang memenuhi unsur-unsur
tersebut, yaitu pada Putusan Mahkamah Agung
No. 42 K/Kr/1965 atnggal 8 Januari 1966 atas

53 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


BAB III. TINDAK PIDANA KORUPSI
FORMIL

A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi


Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi lagi kejahatannya (Reksodiputro, 1993: 1).
Formil Dalam penegakan hukum pidana yang
Dalam upaya penegakan hukum terha- dilaksanakan melalui Sistem Peradilan Pidana
dap perkara tindak pidana korupsi maka perlu (SPP), beberapa komponen yang terdapat di
dipahami mengenai konsepsi hukum acara dalam dalamnya antara lain Kepolisian, Kejaksaan,
Sistem Peradilan Pidana baik yang diatur dalam Pengadilan, Pemasyarakatan, dan Advokat.
KUHAP maupun peraturan perundang-undan- Kelima komponen tersebut telah diatur dalam
gan lain yang berkaitan dengan Sistem Peradi- beberapa peraturan perundang-undangan na-
lan Pidana tindak pidana korupsi. Dengan me- sional. Guna menciptakan efektivitas semua
mahami konsepsi hukum acara dengan baik komponen sistem harus bekerja secara integral
diharapkan mampu memiliki gambaran besar dalam arti suatu subsistem bekerja harus mem-
mengenai penegakan hukum tindak pidana perhatikan pula subsistem yang lainnya secara
korupsi dalam Sistem Peradilan Pidana. keseluruhan. Atau dapat dikemukakan bahwa
sistem tidak akan bekerja secara sistematik apa-
1. Sistem Peradilan Pidana dalam Perka- bila hubungan antara polisi dengan kejaksaan,
ra Tindak Pidana Korupsi antara polisi dengan pengadilan, kejaksaan den-
Istilah Sistem Peradilan Pidana, atau gan lembaga pemasyarakatan dengan hukum itu
Criminal Justice Sistem pertama kali digagas sendiri. Ketiadaan hubungan fungsional antara
oleh Frank Remington pada tahun 1958 sebagai subsistem ini akan menjadikan kerawanan dalam
suatu “rekayasa” administrasi peradilan dengan sistem sehingga terjadinya fragmentasi dan in-
menggunakan pendekatan sistem (Atmasasmita, efektivitas (Atmasasmita, 1996: 116).
1996:8). Sistem Peradilan Pidana secara mudah Dalam upaya penanggulangan tin-
dapat dipahami sebagai suatu sistem yang me- dak pidana korupsi maka Negara membentuk
nunjukkan mekanisme kerja dalam upaya Undang-Undang yang memberikan kewenangan
penindakan terhadap perkara pidana.Tujuan dari kepada lembaga-lembaga seperti Kepolisian,
sistem peradilan pidana menurut Mardjono Rek- Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi
sodiputro adalah mencegah masyarakat menjadi untuk melaksanakan tugasnya dalam sistem
objek/korban; menyelesaikan kasus kejahatan peradilan pidana untuk menganggulangi tindak
yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa pidana korupsi, dimana masing-masing lembaga
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah tersebut terdapat kekhususan tersendiri dalam
dipidana; dan mengusahakan agar mereka yang menangani perkara tindak pidana korupsi.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 54


1) Kewenangan Kepolisian dalam Sistem KUHAP ditegaskan bahwa Jaksa merupakan
Peradilan Pidana penuntut umum yang diberi wewenang oleh
Kepolisian merupakan lembaga sub sis- Undang-Undang untuk melakukan penuntutan
tem dalam SPP yang mempunyai kedudukan per- dan pelaksanaan putusan Hakim. Tugas dan Ke-
tama dan utama. Kedudukan yang demikian oleh wenangan Kejaksaan Republik Indonesia secara
Hakristuti Harkrisnowo dikatakan sebagai the normatif ditegaskan dalam Undang-Undang No-
gate keeper of the criminal justice sistem (Harkris- mor 16 Tahun 2004 (UU No. 16 Tahun 2004)
nowo, 2003: 2). Hukum memberikan wewenang tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa
kepada polisi untuk menegakkan hukum dengan Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang di
berbagai cara, dari cara yang bersifat preventif bidang pidana, perdata dan tata usaha negara,
sampai represif berupa pemaksaan dan penin- serta turut menyelenggarakan kegiatan di bi-
dakan. Tugas polisi dalam ruang lingkup yang ke- dang ketertiban dan ketentraman umum. Meli-
bijakan kriminal yang penal berada pada ranah hat ketentuan Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004
kebijakan aplikatif, yaitu ranah hukum pidana tersebut, pada dasarnya Kejaksaan berwenang
yang cenderung represif (Raharjo dan Angkasa, menjalankan tugasnya dalam 3 (tiga) lingkup per-
2011: 395). adilan berbeda.
Mengacu pada Undang-Undang No. 8 Terhadap perkara hukum pidana, Kejak-
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KU- saan dapat melakukan penyidikan tidak hanya
HAP), pejabat polisi negara RI dapat bertindak dalam perkara tindak pidana umum akan tetapi
sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana. dapat melakukan penyidikan dalam tindak pidana
Sehingga, polisi berwenang untuk menjadi pe- tertentu. Kewenangan Kejaksaan dalam dalam
nyelidik dan penyidik untuk setiap tindak pidana. melakukan penyidikan perkara tindak pidana
Dalam hal terdapat dugaan terjadinya sebuah tertentu diatur dalam beberapa peraturan pe-
tindak pidana maka proses awal dalam SPP ada- rundang-undangan antara lain: Undang-Undang
lah dilakukannya penyelidikan, dimana penye- Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
lidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seba-
yang diduga sebagai tindak pidana guna menen- gaimana telah diubah dengan Undang-Undang
tukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang
menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pe- Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
nyelidikan dilakukan oleh penyelidik yakni adalah Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
pejabat polisi negara Republik Indonesia yang di- Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara
beri wewenang oleh KUHAP untuk melakukan atau Domunis Litis mempunyai kedudukan sentral
penyelidikan. dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu
2) Kewenangan Kejaksaan dalam Sistem kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak,
Peradilan Pidana berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana
Dalam sistem peradilan pidana pihak menurut hukum acara pidana. Di samping seba-
kejaksaan akan bekerja setelah terdapat pe- gai penyadang dominus litis (Procureur die de pro-
limpahan perkara dari pihak kepolisian. Di dalam cesvoering vaststelt), Kejaksaan juga merupakan

55 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana na ketentuan UU No. 46 Tahun 2009 Tentang
(executive ambtenaar) (Effendy, 2005: 105). Dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam me-
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang meriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pidana korupsi, proses ini dilakukan dengan ma-
(KUHAP) ditegaskan bahwa kewenangan dalam jelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya
menerima hasil penyidikan dan menentukan 3 (tiga) orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5
apakah berkas perkara tersebut telah memen- (lima) orang hakim, terdiri dari Hakim Karir dan
uhi persyaratan untuk dapat atau tidaknya di- Hakim ad hoc.
limpahkan ke pengadilan merupakan kewenangan Berdasarkan ketentuan UU No. 46 Ta-
kejaksaan. hun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Ko-
Apabila penuntut umum berpendapat rupsi, dalam hal pemeriksaan di sidang pengadilan
bahwa hasil dari penyidikan dapat dilakukan pe- perkara tindak pidana korupsi diperiksa, diadili,
nuntutan, maka penuntut umum dapat membuat dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Ko-
surat dakwaannya. Selanjutnya apabila penun- rupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama
tut umum memutuskan untuk menghentikan 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung se-
penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti jak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan
atau bukan tindak pidana atau bahkan karena Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal pemeriksaan
ditutup demi hokum, maka penuntut umum tingkat banding Tindak Pidana Korupsi, diperiksa
menuangkannya dalam bentuk ketetapan. Ber- dan diputus dalam waktu paling lama 60 (enam
dasarkan kewenangan yang dimiliki Kejaksaan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penentuan perkara diterima oleh Pengadilan Tinggi. Selan-
dapat tidaknya suatu berkas perkara dilimpah- jutnya dalam hal pemeriksaan tingkat kasasi Tin-
kan ke pengadilan berada di tangan penuntut dak Pidana Korupsi, diperiksa dan diputus dalam
umum, bukan berada di lembaga lain (Adji, 2011: waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari
92). kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara di-
terima oleh Mahkamah Agung.
3) Kewenangan Pengadilan dalam Sistem Dalam Penjelasan Umum UU No. 46
Peradilan Pidana Tahun 2009 jelaskan tentang Hakim Pengadilan
Berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari Hakim
tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengadilan mer- Karier dan Hakim ad hoc yang persyaratan pe-
upakan tempat berlangsungnya proses peradi- milihan dan pengangkatannya berbeda dengan
lan, kewenangan untuk mengadakan pengadilan Hakim pada umumnya. Keberadaan Hakim ad
terdapat pada lembaga kehakiman. Pengadilan hoc diperlukan karena keahliannya sejalan de-
berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan ngan kompleksitas perkara tindak pidana ko-
memutus suatu perkara yang diajukan ke muka rupsi, baik yang menyangkut modus operandi,
pengadilan. pembuktian, maupun luasnya cakupan tindak pi-
Dalam perkara tindak pidana korupsi dana korupsi antara lain di bidang keuangan dan
maka yang berwenang memeriksa, mengadili, dan perbankan, perpajakan, pasar modal, pengadaan
memutus perkara tindak pidana korupsi adalah barang dan jasa pemerintah.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaima- Selanjutnya dalam Penjelasan Umum

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 56


UU No. 46 Tahun 2009 juga jelaskan tentang hu- perbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
kum acara yang digunakan dalam pemeriksaan sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang masyarakat, dapat aktif berperan dalam pem-
pada dasarnya dilakukan sesuai dengan hukum bangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan warga yang baik dan bertanggung jawab. Suatu
lain dalam Undang-Undang ini. Kekhususan hu- sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan
kum acara tersebut antara lain mengatur: berdasarkan asas:
a. penegasan pembagian tugas dan we- a. pengayoman.
wenang antara ketua dan wakil ketua Pe- b. persamaan perlakuan dan pelayanan.
ngadilan Tindak Pidana Korupsi; c. pendidikan.
b. mengenai komposisi majelis Hakim dalam d. pembimbingan.
pemeriksaan di sidang pengadilan baik e. penghormatan harkat dan martabat
pada tingkat pertama, banding maupun manusia.
kasasi; f. kehilangan kemerdekaan merupakan
c. jangka waktu penyelesaian pemeriksaan satu-satunya penderitaan.
perkara tindak pidana korupsi pada setiap g. terjaminnya hak untuk tetap berhubu-
tingkatan pemeriksaan; ngan dengan keluarga dan orang-orang
d. alat bukti yang diajukan di dalam per- tertentu.
sidangan, termasuk alat bukti yang diper-
oleh dari hasil penyadapan harus diper- Dalam lembaga pemasyarakatan, Nara-
oleh secara sah berdasarkan ketentuan pidana bukan saja obyek melainkan juga subyek
pera-turan perundang-undangan; dan yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang
e. adanya kepaniteraan khusus untuk sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana,
sehingga tidak harus diberantas, hal yang harus
4) Kewenangan Lembaga Pemasyara- diberantas adalah faktor-faktor yang dapat me-
katan dalam Sistem Peradilan Pidana nyebabkan Narapidana berbuat hal-hal yang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama,
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, lem- atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat
baga pemasyarakatan merupakan lembaga yang dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya un-
berperan paling akhir dari sebuah suatu sistem tuk menyadarkan Narapidana atau Anak Pidana
peradilan pidana. Pemasyarakatan merupakan agar menyesali perbuatannya, dan mengemba-
kegiatan untuk melakukan pembinaan warga likannya menjadi warga masyarakat yang baik,
binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai
kelembagaan, dan cara pembinaan yang meru- moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai
pakan bagian akhir dari sistem pemidanaan kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan
dalam tata peradilan pidana. Sistem pemasyara- damai.
katan diselenggarakan dalam rangka memben- Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung
tuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi tombak pelaksanaan asas pengayoman meru-
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, mem- pakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut

57 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


di atas melalui pendidikan, rehabilitasi, dan re- lembaga peradilan dan instansi penegak hukum
integrasi. Sejalan dengan peran Lembaga Pe- seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hu-
masyarakatan tersebut, maka tepatlah apabila kum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas
Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan tu- profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan
gas pembinaan dan pengamanan Warga Binaan hukum untuk kepentingan masyarakat pen-
Pemasyarakatan dalam UU 12/1995 ini ditetap- cari keadilan, termasuk usaha memberdayakan
kan sebagai Pejabat Fungsional Penegak Hukum. masyarakat dalam menyadari hak-hak funda-
mental mereka di depan hukum. Advokat seba-
5) Kewenangan Advokat dalam Sistem gai salah satu unsur sistem peradilan merupakan
Peradilan Pidana salah satu pilar dalam menegakkan supremasi
Advokat berperan sebagai pendamping hukum dan hak asasi manusia.
seseorang yang disangka melakukan suatu tindak Selain dalam proses peradilan, peran
pidana. Tiap orang dijamin oleh hukum meng- Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pe-
gunakan haknya untuk mendapatkan pendam- ngadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar
pingan oleh advokat. Dengan adanya advokat proses peradilan pada saat sekarang semakin
maka proses peradilan diharapkan menjadi meningkat, sejalan dengan semakin berkem-
seimbang antara orang perseorangan melawan bangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama
negara yang diwakili oleh jaksa penuntut umum dalam memasuki kehidupan yang semakin ter-
sehingga diharapkan dapat mendapatkan kebe- buka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pem-
naran materiil yang berujung pada dicapainya berian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam
keadilan. pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi
Ketentuan terkait advokat diatur dalam Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Bahwa pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan
Advokat adalah orang yang berprofesi mem- hukum nasional khususnya di bidang ekonomi
beri jasa hukum, baik di dalam maupun di luar dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian
pengadilan yang memenuhi persyaratan ber- sengketa di luar pengadilan.
dasarkan UU No. 18 Tahun 2003. Jasa hukum
yang diberikan advokat antara lain dalam sistem 2. Proses Penuntutan dalam Tindak Pi-
peradilan pidana adalah memberikan konsultasi dana Korupsi
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, me- 1) Kewenangan Kejaksaan dalam Peradi-
wakili, mendampingi, membela, dan melakukan lan Tindak Pidana Korupsi
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Kewenangan Kejaksaan diatur dalam
klien. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Kejak-
UU No. 18 Tahun 2003 mengatur andil saan adalah lembaga pemerintahan yang melak-
advokat dalam Sistem Peradilan Pidana. Advokat sanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara serta kewenangan lain berdasarkan undang-un-
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan dang. Dalam perkara dugaan terjadinya tindak
bernegara, maka peran dan fungsi Advokat seba- pidana korupsi, penuntut umum berwenang
gai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung untuk melakukan penuntutan. Dimana penuntu-
jawab merupakan hal yang penting, di samping tan merupakan tindakan penuntut umum untuk

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 58


melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang nyelidikan tindak pidana korupsi.
berwenang dalam hal dan cara yang diatur dalam Dalam sistem peradilan pidana Indone-
Hukum Acara Pidana, dengan permintaan untuk sia, kedudukan Kejaksaan memiliki peran sentral.
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pe- Hal ini tidak lepas dari kewenangan yang dimiliki
ngadilan. kejaksaan dalam hal menentukan apakah suatu
Kejaksaan memiliki tugas dan wewenang perkara dapat atau tidak diajukan ke muka per-
sebagaimana diatur dalam UU No. 16 Tahun sidangan. Kekuasaan untuk menentukan apa-
2004 sebagai berikut: kah suatu perkara dapat diteruskan atau tidak
a. melakukan penuntutan. kepersidangan berdasarkan alat bukti yang sah
b. melaksanakan penetapan hakim dan merupakan Dominus litis yang dimiliki kejaksaan
putusan pengadilan yang telah mem- di negara Indonesia (Effendy, 2005: 105).
peroleh kekuatan hukum tetap. Kewenangan Kejaksaan dalam KUHAP
c. melakukan pengawasan terhadap disebutkan bahwa dapat mengadakan pra-pe-
pelaksanaan putusan pidana bersyarat, nuntutan apabila ada kekurangan pada penyi-
putusan pidana pengawasan, dan kepu- dikan dengan memperhatikan ketentuan pasal
tusan lepas bersyarat. 110 ayat (3) dan (4) KUHAP dalam rangka pe-
d. melakukan penyidikan terhadap tindak nyempurnaan penyidikan dari penyidik. Dalam
pidana tertentu berdasarkan undang- pasal 14 KUHAP butir b tersebut tidak diguna-
undang. kan penyidikan lanjutan yang biasa dikenal dalam
e. melengkapi berkas perkara ter- HIR, namun dalam KUHAP menyebutkannya
tentu dan untuk itu dapat melakukan dengan istilah pra-penuntutan. Berdasarkan Per-
pemeriksaan tambahan sebelum di- aturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:
limpahkan ke pengadilan yang dalam PER-036/A1JAl09/2011 Tentang Standar Ope-
pelaksanaannya dikoordinasikan de- rasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara
ngan penyidik. Tindak Pidana Umum, Pra-penuntutan merupa-
kan tindakan Penuntut Umum untuk mengikuti
Perihal kewenangan Kejaksaan dalam perkembangan penyidikan setelah menerima
perkara tindak pidana korupsi, di dalam Pasal pemberitahuan dimulainya penyidikan dari pe-
30 ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 nyidik, termasuk mempelajari atau meneliti ke-
tentang Kejaksaan telah diatur secara eksplisit lengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang
bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan untuk diterima dari penyidik, serta memberikan petun-
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana juk guna dilengkapi oleh penyidik untuk menen-
tertentu, dalam hal ini perkara tindak pidana ko- tukan apakah berkas perkara tersebut lengkap
rupsi. Dalam penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 atau tidak.
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak
pidana tertentu adalah tindak pidana korupsi 2) Kewenangan KPK dalam Peradilan
dan pelanggaran HAM. Sebagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi
yang diatur tegas dalam Undang-Undang terse- Setelah membahas kewenangan Kejak-
but maka secara formal yuridis, kejaksaan telah saan, maka perlu pula untuk membandingkan
memiliki kewenangan dalam hal melakukan pe- kewenangan Kejaksaan dengan kewenangan

59 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang
sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi. berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang korupsi dan dengan instansi yang melaksanakan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diatur pelayanan publik. KPK oleh Undang-Undang juga
bahwa KPK mempunyai tugas: berwenang untuk mengambil alih penyidikan
a. Koordinasi dengan instansi yang ber- atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana
wenang melakukan pemberantasan tindak korupsi yang penanganannya sedang dilakukan
pidana korupsi oleh kepolisian atau kejaksaan. Dalam hal KPK
b. Supervisi terhadap instansi yang ber- mengambil alih penyidikan atau penuntutan, ke-
wenang melakukan pemberantasan tindak polisian atau kejaksaan wajib menyerahkan ter-
pidana korupsi sangka dan seluruh berkas perkara beserta alat
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan bukti, serta dokumen lain yang diperlukan dalam
penuntutan terhadap tindak pidana ko- waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja,
rupsi terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan KPK.
tindak pidana korupsi Apabila dibandingkan dengan ke-
e. Melakukan monitor terhadap penyeleng- wenangan kejaksaan dalam melakukan penyidi-
garaan pemerintahan negara. kan tindak pidana korupsi, terdapat prosedur
yang berbeda dengan KPK sebagaimana yang
Dalam melaksanakan tugas koordinasi ditentukan dalam Undang-Undang. Dalam hal
sebagaimana di atas, maka KPK berwenang: suatu tindak pidana korupsi terjadi dan KPK be-
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyi- lum melakukan penyidikan, sedangkan perkara
dikan, dan penuntutan tindak pidana ko- tersebut telah dilakukan penyidikan oleh ke-
rupsi polisian atau kejaksaan. Maka instansi kepolisian
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam ke- atau kejaksaan wajib memberitahukan kepada
giatan pemberantasan tindak pidana ko- KPK paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
rupsi terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
c. Meminta informasi tentang kegiatan pem- Akan tetapi dalam hal KPK sudah mulai melaku-
berantasan tindak pidana korupsi kepada kan penyidikan tindak pidana korupsi, kepolisian
instansi yang terkait atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
d. Melaksanakan dengar pendapat atau per- penyidikan.
temuan dengan instansi yang berwenang Apabila dalam hal penyidikan dilaku-
melakukan pemberantasan tindak pidana kan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau
korupsi kejaksaan dan KPK, maka penyidikan yang di-
e. Meminta laporan instansi terkait menge- lakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut
nai pencegahan tindak pidana korupsi. segera dihentikan. Selanjutnya berkaitan dengan
Terkait dengan pelaksanaan tugas su- kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah
pervisi, UU No. 30 Tahun 2002 mengatur bahwa penghentian penyidikan sebagaimana yang diatur
KPK berwenang melakukan pengawasan, pe- dalam KUHAP, maka KPK tidak berwenang se-
nelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang bagaimana institusi lain seperti Kepolisian. Hal

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 60


ini diatur dalam Pasal 40 UU KPK, dimana dinya- tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ok-
takan secara tegas bahwa KPK tidak berwenang num militer atau anggota Tentara Nasional In-
mengeluarkan surat perintah penghentian pe- donesia (TNI) bersama-sama dengan sipil, maka
nyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak secara yuridis formal harus diadili dalam satu
pidana korupsi. lingkup peradilan umum (Pengadilan Negeri)
Selanjutnya dalam Penjelasan Umum atau dalam lingkup peradilan militer (Mahkamah
UU No. 30 Tahun 2002, bahwa pada dasarnya Militer). Hal inilah yang disebut peradilan konek-
segala kewenangan Komisi Pemberantasan Ko- sitas. Jika tidak ingin melakukan, mengkoordi-
rupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, nasikan atau mengendalikan penyidikan konek-
dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi sitas yang dimaksud, Komisi Pemberantasan
tindak pidana korupsi yang terkait: Korupsi dapat menyerahkan perkara tersebut
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penye- kepada kejaksaan dalam hal ini Jaksa Agung un-
lenggara negara, dan orang lain yang ada tuk mengkoordinasikan dan mengendalikannya.
kaitannya dengan tindak pidana korupsi Akan tetapi menurut Pasal 44 ayat (5), pelak-
yang dilakukan oleh aparat penegak hu- sanaan penyidikan koneksitas tersebut tetap
kum atau penyelenggara negara dikoordinasikan dan dilaporkan perkembangan-
b. Mendapat perhatian yang meresahkan nya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (Ef-
masyarakat fendy, 2010: 45).
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit
rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
3) Pelaksanaan Penuntutan Perkara Tin-
Dengan pengaturan dalam UU No. 30 dak Pidana Korupsi
Tahun 2002 tersebut dan Penjelasan Umum, Dalam praktik dikenal bahwa dimu-
maka Komisi Pemberantasan Korupsi dapat lainya suatu proses penuntutan dimulainya dari
menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat kirimnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan
dan memperlakukan institusi yang telah ada se- (SPDP) dari pihak kepolisian atau penyidik ke
bagai “counterpartner” yang kondusif sehingga pihak Kejaksaan. SPDP ini akan ditindaklanjuti
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan se- oleh pihak kejaksaan dengan menunjuk penun-
cara efisien dan efektif; tidak memonopoli tu- tut umum untuk mengikuti perkembangan pe-
gas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan nyelidikan. SPDP memiliki fungsi penting dalam
penuntutan; berfungsi sebagai pemicu dan pem- proses peradilan pidana. Tanpa SPDP, penuntut
berdayaan institusi yang telah ada dalam pem- umum tidak dapat mengetahui penyidikan yang
berantasan korupsi (trigger mechanism); ber- dilakukan oleh penyidik, dan tentunya mengaki-
fungsi untuk melakukan supervisi dan memantau batkan penuntut umum tidak dapat mengikuti
institusi yang telah ada, dan dalam keadaan ter- perkembangan penyidikan dan membuat koor-
tentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang dinasi antara penyidik dan penuntut umum
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (super- menjadi tidak maksimal (Pangaribuan, 2017: 114-
body) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian 115). Setelah pihak kejaksaan menerima SPDP
dan/atau kejaksaan. tersebut, maka kejaksaan segera menerbitkan
Dalam hal KPK melakukan pengusutan P-16 mengenai penunjukan jaksa peneliti. Dari

61 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


hasil penyidikan oleh penyidik, hasil penyidikan 1. Tanggal dan tanda tangan penuntut umum
tersebut dikirimkan kepada jaksa peneliti untuk yang membuat surat dakwaan
diteliti kelengkapan berkasnya. 2. Identitas terdakwa yang meliputi nama leng-
Kemudian dalam proses pemeriksaan kap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis
suatu berkas perkara hasil penyidikan, terdapat kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama
dua hal yang bisa diputuskan oleh jaksa peneliti. dan pekerjaan.
Dalam hal suatu berkas perkara dinyatakan leng- Kemudian mengenai syarat materiil su-
kap maka setelah itu terdapat proses pelimpa- rat dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KU-
han perkara, tersangka maupun barang bukti HAP yang meliputi kewajiban penuntut umum
dari penyidik ke kejaksaaan. Kemudian apabila untuk membuat uraian secara cermat, jelas dan
dalam hal suatu berkas perkara dinyatakan be- lengkap mengenai tindak pidana yang didakwa-
lum lengkap, maka tindakan yang harus dilakukan kan dengan menyebutkan tempat dan waktu
penuntut umum adalah mengembalikan berkas suatu tindak pidana dilakukan. KUHAP sendi-
kepada penyidik yang disertai dengan petunjuk- ri tidak membahas mengenai yang dimaksud
petunjuk apa saja yang harus dilengkapi kepada uraian cermat, jelas dan lengkap. Akan tetapi hal
penyidik. Apabila petunjuk sebagaimana telah ini diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung No-
dikirim oleh jaksa peneliti telah dipenuhi dan mor SE-004/J.A.11/1993 sebagai berikut:
berkas perkara dinyatakan lengkap, maka ke- Uraian secara cermat, berarti menuntut
wajiban jaksa selanjutnya adalah menerbitkan ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mem-
P-21 yang menyatakan bahwa berkas perkara persiapkan Surat Dakwaan yang akan diterap-
tindak pidana korupsi tersebut sudah lengkap. kan bagi terdakwa. Dengan menempatkan kata
Dengan diterimanya berkas perkara oleh pe- “cermat” paling depan dari rumusan pasal 143
nuntut umum, maka tanggung jawab yuridis atas (2) huruf b KUHAP, pembuat Undang-Undang
penanganan perkara tersebut beralih dari pen- menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam
yidik kepada penuntut umum. Setelah penyera- membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek
han berkas perkara (disebut juga penyerahan ta- dan teliti.
hap I), penuntut umum segera membuat rencana 1. Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian
surat dakwaan sebagai tahap awal dari penyusu- atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat
nan surat dakwaan dan segera memberitahukan Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mu-
penyidikan untuk menyerahkan barang bukti dan dah memahami apa yang didakwakan ter-
juga tersangka kepada penuntut umum, dan den- hadap dirinya dan dapat mempersiapkan
gan penyerahan ini beralih pula tanggungjawab pembelaan dengan sebaik-baiknya.
yuridis terhadap tersangka dan barang bukti dari 2. Uraian secara lengkap, berarti Surat Dak-
penyidik kepada penuntut umum (disebut juga waan itu memuat semua unsur (elemen)
penyerahan tahap II) (Pangaribuan, 2017: 116). Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur-
Dalam merumuskan surat dakwaan, unsur tersebut harus terlukis didalam
maka kejaksaan harus memenuhi syarat-syarat uraian fakta kejadian yang dituangkan
formil dan materiil. Syarat formil pembuatan dalam Surat Dakwaan.
surat dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat (2)
huruf a KUHAP meliputi:

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 62


Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Repub- United Nation Convention Against Cor-
lik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 Ten- ruption (UNCAC) dan Implikasinya
tang Pembuatan Surat Dakwaan, secara materiil terhadap Hukum Positif
suatu Surat Dakwaan dipandang telah meme- Pada tahun 2003 terbentuk United Na-
nuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut tions Convention Against Corruption (UNCAC). UN-
telah memberi gambaran secara bulat dan utuh CAC ini memaparkan hubungan erat antara ko-
mengenai: rupsi dan pencucian uang (Chaikin & Sharman,
1) Tindak Pidana yang dilakukan 2009: 40). UNCAC menjadi tonggak di dalam
2) Siapa yang melakukan Tindak Pidana kerjasama internasional dalam pemberantasan
tersebut korupsi dan pencucian yang berasal dari korupsi.
3) Dimana Tindak Pidana dilakukan UNCAC menjadi instrumen pertama pertama
4) Bilamana/kapan Tindak Pidana dilaku- yang diakui secara internasional dan mengikat
kan secara hukum dalam hal pemberantasan tindak
5) Bagaimana Tindak Pidana tersebut di- pidana korupsi (Husein, 2007: 222).
lakukan Pada tanggal 18 April 2006 Pemerintah
6) Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pi- Indonesia telah meratifikasi UNCAC tersebut
dana tersebut (delik materiil) dengan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Penge-
7) Apakah yang mendorong terdakwa sahan United Nations Convention Against Corrup-
melakukan Tindak Pidana tersebut (de- tion (Konvensi PBB Anti Korupsi). Konvensi PBB
lik-delik tertentu) 2003 tahun memuat 8 (delapan) bagian dan ke-
8) Ketentuan-ketentuan Pidana yang di- tentuan yang sangat signifikan terhadap perkem-
terapkan. bangan pembaharuan perundang-undangan na-
Komponen-komponen tersebut se- sional dalam pemberantasan korupsi: Chapter II,
cara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Preventive Measures; Chapter IV, International Co-
Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak operative; Chapter V, Asset Recovery; dan Chapter VII,
Pidana tersebut termasuk delik formil atau de- Mechanism for Implementation.
lik materiii). Dengan demikian dapat diformu- Beberapa implikasi terhadap Undang-
lasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang Undang korupsi dengan diratifikasinya Konvensi
berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat UNCAC 2003 antara lain: (Situmorang, 2014:
Dakwaan, sedang syarat materiil adalah syarat 342-343)
yang berkenaan dengan materi/substansi Surat a. Berkaitan dengan konsep dan sistem hukum
Dakwaan. Untuk keabsahan Surat Dakwaan, material yang telah lama dianut dalam sis-
kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak tem hukum nasional, yaitu konsep standar
terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat mengenai unsur-unsur tidak pidana korupsi
Dakwaan dapat dibatalkan (vernietigbaar), sedang yang menitikberatkan sifat melawan hukum
tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dari suatu perbuatan, dan konsep “daad-dader
dakwaan batal demi hukum (absolut nietig). strafrecht” karena konvensi PBB 2003 hanya
menitikberatkan kepada 3 (tiga) unsur, yaitu:
3. Pengesahan Undang-Undang Nomor mengetahui (knowledge), kesengajaan (intent),
7 Tahun 2006 Sebagai Ratifikasi dari dan adanya tujuan (purpose). Selain itu kon-

63 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


vensi PBB 2003 bertujuan untuk melindungi ke dalam hukum nasional menuntut ruang
kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik pengaturan yang lebih luas mengenai bidang
disamping kepentingan negara. tersebut.
Sebagai konsekuensi maka rumusan un- d. Implikasi keempat, diperlukan proses krimi-
sur tindak pidana korupsi di dalam UU No. nalisasi terhadap perbuatan pelanggaran
31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 hukum baru sebagaimana yang telah diatur
yang menekankan adanya kerugian negara dalam Bab III tentang “Criminalization and
perlu dikaji kembali, mungkin juga perlu Law Enforcement” dalam United Nations Con-
dipertimbangkan unsur kerugian “pihak vention Against Corruption 2003, termasuk di-
ketiga yang beritikad baik”. Selain itu dalam antaranya:
konvensi PBB 2003 masih digunakan penger- “Bribery of national public officials, Bribery
tian istilah “bribery” yang diartikan sebagai of foreign public officials and officials of pub-
“corruption” dalam kaitan hubungan swasta lic international organization, embezzlement,
dan pejabat publik. Sedangkan dalam Undang- missapropriation or other diversion of property
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- by a public officials and trading in influence.”
Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian
istilah “bribery atau “suap” dimasukkan seba- 4. Perlindungan Saksi Pelapor dalam Sis-
gai salah satu jenis tindak pidana korupsi dan tem Peradilan Pidana Tindak Pidana
tidak ditujukan khusus kepada subyek yang Korupsi
terlibat di dalamnya. Dalam rangka menumbuhkan partisipasi
b. Konvensi PBB 2003 menganut pendekatan masyarakat dalam mengungkap suatu tindak pi-
komprehensif dalam menghadapi korupsi dana, maka diperlukan suatu mekanisme yang
yang melibatkan dua atau lebih Negara yang mampu membuat suasana aman dan kondusif
sudah tentu melibatkan juga Warga Negara bagi para pelapor yang hendak menyampaikan
Asing sehingga titik berat, dimana penga- suatu fakta. Untuk mewujudkan hal tersebut
turannya terletak pada prosedur bagaimana diperlukan sebuah perlindungan hukum dan
melacak dan menyita serta mengembalikan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui
aset hasil korupsi dari suatu negara yang atau menemukan suatu hal yang dapat memban-
“menikmatinya” ke negara korban (state’s tu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi
victim). Sedangkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. agar melaporkannya kepada penegak hukum.
UU No. 20 Tahun 2001 hanya mengandalkan Perlindungan Saksi Pelapor yang de-
pengaturan mengenai bagaimana kualifikasi mikian itu harus diberi perlindungan hukum dan
tindak pidana korupsi dapat diperluas seh- ke-amanan yang memadai atas laporannya, se-
ingga kerugian negara sekecil apapun dapat hingga saksi pelapor tidak merasa terancam atau
dicegah. terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan
c. Pengaturan mengenai kerjasama yang lebih jaminan perlin-dungan hukum dan keamanan
mengemuka dalam Konvensi PBB 2003 tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan
dibandingkan dengan ketentuan di dalam UU yang memungkinkan masyarakat tidak lagi mera-
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, sa takut untuk me-laporkan suatu tindak pidana
sehingga implementasi konvensi tersebut yang diketahuinya kepada penegak hukum, ka-

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 64


rena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh penegak hukum mengenai suatu tindak pidana
pihak tertentu. (Nixson, et.all., 2013: 48). Berdasarkan rumusan
Pengaturan mengenai perlindungan Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 dapat dipahami
terhadap pengungkap fakta atau saksi pelapor bahwa seorang pelapor tidak dapat dituntut se-
(Whistleblower) secara eksplisit diatur dalam UU cara hukum terhadap laporan maupun kesak-
No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi siannya mengenai suatu tindak pidana. Dengan
dan Korban. Pengaturan mengenai perlindungan catatan bahwa perlindungan diperoleh oleh saksi
tersebut dimandatkan kepada Lembaga Perlin- pelapor sepanjang pihak tersebut melakukannya
dungan Saksi dan Korban (LPSK), yakni lembaga dengan itikad baik.
yang bertugas dan berwenang untuk memberi- Mengenai macam-macam perlindungan
kan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi serta hak-hak dari pelapor maka berdasarkan
dan/atau Korban. LPSK bertanggung jawab un- Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2006 diatur sebagai
tuk menangani pemberian perlindungan dan berikut:
bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan a. memperoleh perlindungan atas keamanan
tugas dan kewenangan. pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta
Berdasarkan Pasal 10 UU No. 13 Tahun bebas dari ancaman yang berkenaan dengan
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kesaksian yang akan, sedang, atau telah di-
konsepsi perlindungan terhadap whistleblower berikannya.
antara lain adalah: b. ikut serta dalam proses memilih dan me-
1. Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat di- nentukan bentuk perlindungan dan duku-
tuntut secara hukum baik pidana maupun ngan keamanan.
perdata atas laporan, kesaksian yang akan, c. memberikan keterangan tanpa tekanan.
sedang, atau telah diberikannya. d. mendapat penerjemah.
2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam e. bebas dari pertanyaan yang menjerat.
kasus yang sama tidak dapat dibebaskan f. mendapatkan informasi mengenai perkem-
dari tuntutan pidana apabila ia ternyata bangan kasus.
terbukti secara sah dan meyakinkan ber- g. mendapatkan informasi mengenai putusan
salah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pengadilan.
pertimbangan hakim dalam meringankan h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
pidana yang akan dijatuhkan. i. mendapat identitas baru.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada j. mendapatkan tempat kediaman baru.
ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Kor- k. memperoleh penggantian biaya transportasi
ban, dan pelapor yang memberikan kete- sesuai dengan kebutuhan.
rangan tidak dengan itikad baik. l. mendapat nasihat hukum; dan/atau
m. memperoleh bantuan biaya hidup sementa-
Meskipun Pasal 10 UU No. 13 Tahun ra sampai batas waktu perlindungan ber-
2006 tidak secara khusus menyebutkan pelapor akhir.
dengan istilah Whistleblower, tapi yang dimaksud
dengan pelapor dalam penjelasan UU ini ada-
lah orang yang memberikan informasi kepada Berkaitan dengan pelapor dalam perka-

65 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


ra tindak pidana korupsi maka hal ini juga diatur terlapor (Semendawai, 2011: 53).
dalam UU No. 13 Tahun 2006. Dalam pasal 5 ayat Ironinya di Indonesia hingga saat ini belum ter-
(2) UU No. 13 Tahun 2006 dipaparkan bahwa dapat undang-undang yang secara khusus meng-
hak-hak dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 13 Tahun atur tentang whistleblower. Meskipun secara
2006 tersebut diberikan kepada saksi dan/atau eksplisit aturan tentang perlindungan hukum
korban tindak pidana dalam kasus-kasus terten- whistleblower telah dimuat dalam Pasal 10 UU
tu sesuai dengan keputusan LPSK. Pada dasarnya No. 13 Tahun 2006 Tentang Lembaga Perlind-
perlindungan yang diberikan tersebut diberikan ungan Saksi dan Korban dan SEMA No.4 Tahun
dengan mempertimbangkan syarat-syarat seba- 2011 Tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tin-
gaimana berikut: dak Pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang
a. sifat pentingnya keterangan saksi dan/ bekerjasama (justice collaborator). Kedua aturan
atau korban. tersebut belum dapat melindungi keberadaan
b. tingkat ancaman yang membahayakan sosok whistleblower, oleh karenanya saat ini
saksi dan/atau korban. diperlukan adanya sebuah UU yang secara khu-
c. hasil analisis tim medis atau psikolog sus mengatur mengenai whistleblower. Undang-
terhadap saksi dan/atau korban. Undang ini diproyeksikan untuk memastikan
d. rekam jejak kejahatan yang pernah di- mekanisme pengungkapan dan perlindungan
lakukan oleh saksi dan/atau korban. terhadap whistleblower untuk mengungkap suatu
‘kesalahan’ atau penyalahgunaan wewenang yang
Mahkamah Agung telah menunjukkan membahayakan kepentingan publik (Nixson,
bentuk komitmennya dalam mendukung per- et.al., 2013: 51). Dengan adanya sebuah Undang-
lindungan saksi dan korban dengan menerbit- Undang yang mengatur secara khusus whistle-
kan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 blower, diharapkan mampu mengedepankan
tahun 2011. Perlakuan Bagi Whistleblower dan perlindungan hukum bagi saksi pelapor terkait
Justice Collaborator dalam tindak pidana ter-tentu tindak pidana korupsi.
yang menjadi landasan hukum dan acuan bagi
pengadilan untuk memberikan perlindungan.
Substansi utama yang terdapat dalam SEMA ini
adalah adanya perlakuan khusus terhadap pihak-
pihak yang dikategorikan sebagai pelapor tindak
pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama. Per-
lakukan khusus tersebut antara lain diberikan
dengan keringanan pidana dan/atau bentuk per-
lindungan lainnya.
Bentuk perlindungan dan reward yang di-
berikan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung ini
kepada whistleblower jika pihak yang dilaporkan
melaporkan balik si whistleblower, maka penanga-
nan kasus yang dilaporkan whistleblower harus di-
dahulukan daripada kasus yang dilaporkan oleh

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 66


B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi Formil

1. Menjelaskan sistem peradilan pidana dalam perkara tindak pidana korupsi sesuai ketentuan yang ber-
laku.
2. Menjelaskan proses penuntutan dalam tindak pidana korupsi sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Menjelaskan Pengesahan UNCAC dan im-plikasinya terhadap hukum positif dengan rinci.
4. Menjelaskan Perlindungan saksi pelapor dalam sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi dengan
rinci.

C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Tindak Pidana Korupsi Formil

1. Harus cermat dan teliti dalam menjelaskan tindak pidana korupsi formil.
2. Harus berpikir analitis serta evaluatif

67 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


BAB IV. KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI

A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Menjelaskan Komisi Pemberantasan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
Korupsi dan Nepotisme pada tanggal 19 Mei 1999. Selain
1. Dasar dan Tujuan Pembentukan itu, Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai
Masa reformasi pada tahun 1988 me- memiliki kelemahan-kelemahan dan mengham-
rupakan tahun yang bersejarah bagi bangsa In- bat reformasi. Kelemahan-kelemahan tersebut
donesia karena pada tahun tersebut Presiden antara lain sebagai berikut:
Soeharto yang telah memerintah selama lebih 1. Kelemahan dalam hukum material terle-
kurang 32 tahun berhenti dari jabatan Pre- tak pada ketentuan mengenai rumusan
siden Republik Indonesia. Dengan berhentinya delik yang bersifat materiel tidak diru-
Soeharto dari jabatan presiden pada tanggal 21 muskan secara formil.
Mei 1998, Wakil Presiden B.J. Habibie diangkat 2. Unsur kerugian keuangan negara atau
menjadi Presiden Republik Indonesia. Era refor- perekonomian negara merupakan salah
masi ini hadir sebagai akibat terjadinya berba- satu unsur mutlak yang harus dapat
gai permasalahan di era Orde baru, antara lain dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum.
tingkat korupsi yang tinggi, krisis ekonomi, krisis 3. Peraturan Mahkamah Agung yang me-
kepercayaan serta kondisi stabilitas politik yang negaskan antara lain berkas tindak pi-
buruk. Korupsi pun pada era Orde Baru menjadi dana korupsi tidak terbukti jika kepen-
endemik di kalangan birokrat (sipil dan militer). tingan umum terlayani, terdakwa tidak
Oleh karena itu, pada era ini pemberantasan ko- memperoleh keuntungan dan negara
rupsi menjadi satu program prioritas penegakan tidak dirugikan.
hukum. Hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkan- 4. Dalam rumusan delik dalm perihal sanksi
nya TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang pidana yang telah menetapkan maksimal
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas umum dan tidak ada batasan minimal
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. TAP MPR terse- khusus, sehingga Jaksa Penuntut Umum
but merupakan salah satu pedoman dalam rang- maupun Hakim dapat bergerak leluasa
ka menyelamatkan dan menciptakan normalisasi dalam batasan minimal umum (satu hari)
kehidupan nasional sesuai dengan ketentuan dan maksimal umum yang ditetapkan
reformasi. dalam UU Tindak Pidana Korupsi No.3
Sebagai tindak lanjut atas TAP MPR Tahun 1971.
tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 68


Atas dasar hal tersebut, maka diterbit- Tahun 2002, KPK berasaskan pada:
kanlah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pember- a) Kepastian hukum adalah asas dalam
antasan Tindak Pidana Korupsi dan menyatakan negara hukum yang mengutamakan lan-
UU No. 3 Tahun 1971 tidak berlaku lagi. Seiring dasan peraturan perundang-undangan, ke-
dengan berjalannya waktu, maka diadakan pe- patutan dan keadilan dalam setiap kebi-
nyempurnaan kembali pada UU No. 31 Tahun jakan menjalankan tugas dan wewenang
1999 melalui diterbitkannya UU No. 20 Tahun KPK.
2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Ta- b) Keterbukaan adalah asas yang mem-
hun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana buka diri terhadap hak masyarakat un-
Korupsi. tuk memperoleh informasi yang benar,
Sejalan dengan semangat pemberan- jujur dan tidak diskriminatif tentang ki-
tasan korupsi, dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 31 nerja KPK dalam menjalankan tugas dan
Tahun 1999 menyatakan bahwa, “Dalam waktu fungsinya.
paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang c) Akuntabilitas adalah asas yang menen-
ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan tukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
Tindak Pidana Korupsi”, maka sebagai bentuk akhir kegiatan KPK harus dapat diper-
tindak lanjut amanat undang-undang terse- tanggungjawabkan kepada masyarakat
but, pada tanggal 27 Desember 2002 diterbit- atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
kanlah UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi tertinggi negara sesuai dengan peraturan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi perundang-undangan yang berlaku.
Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk dengan d) Kepentingan umum adalah asas yang
misi utama melakukan penegakan hukum yakni mendahulukan kesejahteraan umum
dalam hal pemberantasan korupsi. Pemben- dengan cara yang aspiratif, akomodatif
tukan lembaga ini dikarenakan adanya pemikiran dan selektif.
bahwa lembaga penegak hukum konvensional e) Proporsionalitas adalah asas yang me-
seperti Kejaksaan dan Kepolisian dianggap be- ngutamakan keseimbangan antara tugas,
lum mampu memberantas korupsi. Sebagaimana wewenang, tanggungjawab dan kewajiban
tertuang dalam Pasal 4 UU No. 30 Tahun 2002, KPK.
KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberan- 2. Ruang Lingkup Tugas dan Wewenang
tasan tindak pidana korupsi. Selain itu, KPK juga KPK
berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan in- KPK adalah lembaga negara yang dalam
stitusi yang telah ada dalam pemberantasan ko- melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat
rupsi (trigger mechanism). Niscaya, pembentukan independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
KPK menandai babak baru dimulainya perang manapun. KPK memiliki beberapa tugas dan
terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. wewenang yang diatur dalam Pasal 6-14 UU No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Asas-Asas KPK Tindak Pidana Korupsi. Merujuk pada Pasal 6
Dalam menjalankan tugas dan we- UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pembe-
wenangnya, berdasarkan Pasal 5 UU No. 30 rantasan Korupsi, tugas KPK yakni sebagai beri-

69 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


kut: b UU No. 30 Tahun 2002). Pengambil-
a) Melaksanakan koordinasi dengan instansi alihan penyidikan atau penuntutan terse-
yang berwenang melakukan pemberan- but dapat dilakukan oleh KPK dengan
taan tindak pidana korupsi. alasan sebagai berikut: (Pasal 9 Undang-
b) Melakukan supervisi terhadap instansi Undang No. 30 Tahun 2002)
yang berwenang melakukan pemberan- 1. Laporan dari warga masyarakat me-
tasan tindak pidana korupsi. ngenai tindak pidana korupsi yang
c) Melakukan penyelidikan, penyidikan tidak ditindaklanjuti.
dan penuntutan terhadap tindak pidana 2. Proses penanganan tindak pidana ko-
korupsi. rupsi berlarut-larut atau tanpa alasan
d) Melakukan tindakan-tindakan pence- yang dapat dipertanggungjawabkan.
gahan tindak pidana korupsi; dan 3. Penanganan tindak pidana korupsi
e) Melakukan monitor terhadap penyeleng- ditujukan untuk melindungi pelaku tin-
garaan pemerintahan negara. dak pidana korupsi yang sesungguhnya.
4. Penanganan tindak pidana korupsi me-
Dalam menjalankan tugas-tugasnya ngandung unsur korupsi.
tersebut, KPK memiliki wewenang yang diatur 5. Hambatan penanganan tindak pidana
dalam Pasal 7-14 UU No. 30 Tahun 2002. Ada- korupsi karena campur tangan dari ek-
pun wewenang KPK ialah sebagai berikut: sekutif, yudikatif atau legislatif; atau
a) Dalam menjalankan tugas koordinasi, 6. Keadaan lain yang menurut pertim-
KPK berwenang mengkoordinasikan pe- bangan kepolisian atau kejaksaan, pe-
nyelidikan, penyidikan dan penuntutan nanganan tindak pidana korupsi sulit
korupsi; menetapkan sistem pelaporan dilaksanakan secara baik dan dapat
dalam ke-giatan pemberantasan korupsi; dipertanggungjawabkan.
meminta informasi tentang kegiatan pem- c) Dalam melakukan penyelidikan, pe-
berantasan korupsi kepada instansi terkait; nyidikan dan penuntutan terhadap tindak
melaksanakan dengar pendapat atau per- pidana korupsi, KPK berwenang melaku-
temuan dengan instansi yang berwenang; kan penyadapan dan merekam pembi-
dan meminta laporan instansi terkait me- caraan; memerintah instansi yang terkait
ngenai pencegahan korupsi. (Pasal 7 jo. untuk melarang seseorang bepergian ke
Pasal 6 huruf a UU No. 30 Tahun 2002) luar negeri; meminta keterangan bank/
b) Dalam melaksanakan tugas supervisi, lembaga keuangan lainnya tenatang ke-
KPK berwenang mengawasi, meneliti dan adaan keuangan tersangka/terdakwa yang
menelaah instansi dalam menjalankan tu- sedang diperiksa; memerintahkan kepada
gas dan wewenang memberantas korupsi bank/lembaga keuangan lainnya untuk
serta dalam melaksanakan pelayanan pu- memblokir rekening yang diduga hasil
blik; mengambil alih penyidikan atau pe- dari korupsi milik tersangka, terdakwa
nuntutan terhadap pelaku korupsi yang atau pihak lain yang terkait; memerintah-
sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan kan kepada pimpinan atau atasan tersang-
(Pasal 8 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 6 huruf ka untuk memberhentikan sementara

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 70


tersangka dari jabatannya; meminta data negara; menerima laporan dan menetap-
kekayaan dan data perpajakan tersangka/ kan status gratifikasi; menyelenggarakan
terdakwa kepada instansi yang terkait; program pendidikan antikorupsi pada se-
menghentikan sementara suatu transaksi tiap jenjang pendidikan; merancang dan
keuangan, transaksi perdagangan, dan per- mendorong terlaksananya program so-
janjian lainnya atau pencabutan sementa- sialisasi pemberantasan tindak pidana ko-
ra perizinan, lisensi serta konsesi yang di- rupsi; me-lakukan kampanye antikorupsi
lakukan atau dimiliki oleh tersangka atau kepada masyarakat umum; dan melaku-
terdakwa yang diduga berdasarkan bukti kan kerjasama bilateral atau multilateral
awal yang cukup ada hubungannya dengan dalam pemberantasan tindak pidana ko-
tindak pidana korupsi yang sedang dipe- rupsi. (Pasal 13 jo. Pasal 6 huruf d UU No.
riksa; meminta bantuan Interpol Indone- 30 Tahun 2002).
sia atau instansi penegak hukum negara e) Dalam melaksanakan tugas monitor
lain untuk melakukan pencarian, penang- terhadap penyelenggaraan pemerin-
kapan, dan penyitaan barang bukti di luar tahan negara KPK berwenang melakukan
negeri; meminta bantuan kepolisian atau pengkajian terhadap sistem pengelolaan
instansi lain yang terkait untuk melaku- administrasi di semua lembaga negara
kan penangkapan, penahanan, penggele- dan pemerintah; memberi saran kepada
dahan dan penyitaan dalam perkara tin- pimpinan lembaga negara dan peme-
dak pidana korupsi yang sedang ditangani rintah untuk melakukan perubahan jika
(Pasal 12 jo. Pasal 6 huruf c UU No. 30 berdasarkan hasil pengkajian, sistem pe-
Tahun 2002). Kewenangan KPK dalam hal ngelolaan administrasi tersebit berpo-
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tensi korupsi; dan melaporkan kepada
ini dapat dilaksanakan dengan kriteria tin- Presiden RI, DPR dan BPK, jika saran
dak korupsi sebagai berikut: (Pasal 11 UU KPK mengenai usulan perubahan terse-
No. 30 Tahun 2002) but tidak diindahkan. (Pasal 14 jo. Pasal 6
1. Melibatkan aparat penegak hukum, huruf e UU NO. 30 Tahun 2002).
penyelenggara negara dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak 3. Susunan Organisasi KPK
pidana korupsi yang dilakukan oeh Struktur organisasi Komisi Pemberan-
aparat penegak hukum atau penye- tasan Korupsi diatur sedemikian rupa sehingga
lenggara negara. memungkinkan masyarakat luas tetap dapat ikut
2. Mendapatkan perhatian yang mere- berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-lang-
sahkan masyarakat. kah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
3. Menyangkut kerugian negara paling Korupsi, serta pelaksanaan program kampanye
sedikit satu miliar rupiah. publik dapat dilakukan secara sistematis dan
d) Dalam melaksanakan tugas pence- konsisten, sehingga kinerja Komisi Pemberan-
gahan, KPK berwenang melakukan tasan Korupsi dapat diawasi oleh masyarakat
pendaftaran dan pemeriksaan terhadap luas. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 21 UU
laporan harta kekayaan penyelenggara No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberan-

71 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


tasan Tindak Pidana Korupsi, KPK terdiri atas KPK berwenang mengangkat Tim Pe-
Pimpinan KPK yang terdiri atas 5 anggota KPK, nasihat yang diajukan oleh panitia seleksi pe-
Tim Penasihat yang terdiri dari 4 anggota dan milihan yang dibentuk oleh KPK. Selanjutnya,
Pegawai KPK sebagai pelaksana tugas. Panitia seleksi pemilihan mengumumkan pen-
erimaan calon dan melakukan kegiatan men-
a. Pimpinan KPK gumpulkan calon anggota berdasarkan keinginan
Pimpinan KPK terdiri atas 5 orang yang dan masukan dari masyarakat. Calon Tim Penasi-
terdiri atas seorang ketua merangkap anggota hat yang diusulkan oleh panitia seleksi pemilihan
dan 4 orang wakil ketua merangkap anggota. kemudian diumumkan kepada masyarakat untuk
Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan mendapat tanggapan sebelum ditunjuk dan di-
pejabat negara yang berasal dari unsur peme- angkat oleh KPK. Nantinya, KPK akan memilih
rintahan dan unsur masyarakat. 4 dari 8 calon yang diajukan oleh panitia seleksi
Pimpinan KPK memegang jabatan pemilihan yang telah mendapat tanggapan dari
selama empat tahun dan dapat dipilih kembali masyarakat. Tim Penasihat ini nantinya berfungsi
hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengam- memberikan nasihat dan pertimbangan sesuai
bilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif dengan kepakarannya kepada KPK dalam pelak-
kolegial. Selain itu, dalam melaksanakan tugas sanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberan-
dan wewenangnya, KPK dibantu oleh seorang tasan Korupsi.
Sekretaris Jenderal yang bertanggungjawab pada
Pimpinan KPK. c. Pegawai KPK sebagai Pelaksana Tugas
Pimpinan KPK membawahi 4 bidang Berdasarkan Pasal 2 PP No. 63 Tahun
yang terdiri atas: 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
(1) Bidang Pencegahan, yang membawahkan Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi seba-
Sub-bidang Pendaftaran dan Pemeriksaan gaimana telah diubah dengan PP No. 103 Tahun
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer-
Negara; Sub-bidang Pendidikan dan Pela- intah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem
yanan Masyarakat; dan Sub-bidang Peneli- Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pem-
tian dan Pengembangan. berantasan Korupsi, Pegawai KPK adalah Warga
(2) Bidang Penindakan, yang membawahkan Negara Indonesia yang karena kompetensinya
Sub-bidang Penyelidikan; Sub-bidang Pe- diangkat sebagai pegawai pada KPK. Dalam Pasal
nyidikan; dan Sub-bidang Penuntutan. 3 PP tersebut disebutkan Pegawai KPK terdiri
(3) Bidang Informasi dan Data, yang mem- atas:
bawahkan Sub-bidang Pengelolaan Infor- (1) Pegawai Tetap.
masi dan Data dan Sub-bidang Pembinaan (2) Pegawai Negeri yang dipekerjakan; dan
Jaringan Kerja Antar komisi dan Instansi. (3) Pegawai Tidak Tetap.
(4) Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat, yang membawahkan Sub-bi- Untuk mempermudah pemahaman
dang Pengawasan Internal dan Sub-bidang perihal Struktur Organisasi KPK, berikut di-saji-
Pengaduan Masyarakat. kan bagan Struktur Organisasi KPK berdasarkan
b. Tim Penasihat Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pember-

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 72


antasan Korupsi No. PER-08/XII/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK tanggal 30 Desember
2008.

Bagan Struktur Organisasi KPK


Sumber: https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi

73 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Tabel Komposisi SDM KPK Berdasarkan Jabatan (KPK, 2016)

No. Jabatan Jumlah %


1 Ketua 1 0,09
2 Wakil Ketua 4 0,36
3 Sekjen 1 0,09
6 Deputi 4 0,36
5 Direktur 8 0,71
6 Kepala Biro 4 0,36
7 Kepala Bagian 14 1,25
8 Kepala Sekretariat 2 0,18
9 Spesialis 618 54,98
10 Administrasi 468 41,64
TOTAL 1.124 100

4. Hambatan dan Tantangan bagi KPK 2002 justru menghambat pembentukan bidang-
dalam Pemberantasan Korupsi di bidang baru yang dibutuhkan untuk menjawab
Indonesia tantangan pemberantasan korupsi dan perkem-
Pemberantasan korupsi adalah upaya bangan modus operandi korupsi. Sebab, peru-
yang mengusik zona nyaman. Maka dari itu bahan dan/atau penambahan harus melalui revisi
dalam kurun waktu 15 tahun sejak KPK didi- undang-undang yang notabene membutuhkan
rikan, sering kali upaya pemberantasan korupsi waktu lama. Hal inilah yang berpotensi menjadi
oleh KPK menemui berbagai hambatan dan tan- hambatan bagi KPK dalam upaya pemberantasan
tangan. Berikut adalah beberapa hambatan dan korupsi.
tantangan pemberantasan korupsi oleh KPK.
a. Bidang dan Subbidang Organisasi KPK b. Pergeseran Peran dan Fungsi Tim Pe-
yang Diatur Rigid dalam UU KPK nasihat KPK
Di dalam tubuh KPK, terdapat 4 bidang KPK memiliki kewenangan untuk men-
yang dibawahi oleh Pimpinan KPK, yaitu Bidang gangkat Tim Penasihat. Tim Penasihat ini ber-
Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informa- fungsi memberikan nasihat dan pertimbangan
si dan Data, serta Bidang Pengawasan Internal sesuai dengan kepakarannya kepada KPK dalam
dan Pengaduan Masyarakat. Bidang-bidang terse- pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pem-
but juga membawahkan masing-masing bebera- berantasan Korupsi. Latar belakang Tim Penasi-
pa sub-bidang yang diatur secara eksplisit oleh hat bersifat terbuka dan ditentukan sesuai kebu-
UU No. 30 Tahun 2002. Di satu sisi, dengan dia- tuhan KPK. Pada asal mula pembentukannya,Tim
turnya bidang-bidang dan sub-bidang tersebut Penasihat dirancang tidak menjadi bagian dari
secara eksplisit dapat menjadi payung hukum struktur tetap organisasi KPK dengan fungsi se-
bagi struktur organisasi KPK. Namun, di sisi lain bagai suatu forum yang bersifat situasional. Jus-
pengaturan secara rigid dalam UU No. 30 Tahun tru pada kenyataannya, UU mengatur kedudukan

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 74


tim penasihat menjadi bagian yang permanen perannya sebagai trigger mechanism. Faktanya
dalam organisasi KPK. Oleh karena itu, Tim Pe- hingga kini KPK masih menjadi ujung tombak
nasihat harus didudukkan kembali sebagaimana dalam pemberantasan korupsi. Hal yang harus
fungsi dan kebutuhan sesuai tugasnya. dilakukan justru memberdayakan lembaga pene-
gak hukum yang ada di daerah-daerah. Selain itu,
c. Pertimbangan Khusus Terhadap Latar jika KPK didirikan di daerah-daerah, justru akan
Belakang Pendidikan Calon Pimpinan mengingkari ciri khas “superbody” dari KPK itu
KPK sendiri. Pun dari sisi pengawasan juga akan sulit
Untuk menjadi Pimpinan KPK disyarat- jika KPK membuka cabang ke daerah-daerah.
kan berpendidikan sarjana hukum atau sarjana e. Minimnya Sumber Daya Manusia di
lain yang memiliki keahlian dan pengalaman KPK
sekurang-kurangnya 15 tahun. Dalam praktik, Dengan jumlah 34 provinsi dan pen-
justru pada level Pimpinan KPK minim yang duduk 237.641.326 jiwa (BPS, 2010), jumlah
memiliki keahlian mumpuni dalam hukum pi- SDM KPK tergolong minim, yakni 1.124 orang
dana. Meskipun yang bekerja di lapangan adalah (Laporan KPK, 2016). Bandingkan saja dengan
penyelidik maupun penyidik, namun juga pada Malaysia yang memiliki lembaga pemberantasan
level Pimpinan KPK dibutuhkan decision maker korupsi yang disebut Suruhanjaya Pencegahan
yang mumpuni di bidang hukum pidana. Konklus- Rasuah Malaysia (SPRM) atau Malaysia Anti-
inya, meskipun tidak diwajibkan Pimpinan KPK Corruption Commission (MACC).dengan jum-
harus sarjana hukum, namun alangkah baiknya lah pegawai sebanyak 2.900 orang, sementara
jika ada pertimbangan khusus atau proporsi penduduk Malaysia berjumlah sekitar 31 juta
khusus bagi sarjana hukum. jiwa (Departement Statistics of Malaysia,
2015). Selain itu, Independent Commis-
d. Wacana Pembukaan Kantor KPK di sion Against Corruption (ICAC) Hongkong
Daerah juga merupakan salah satu lembaga pemberan-
Kini santer berhembus kabar bahwa tasan korupsi yang cukup memadai. Pada tahun
KPK memiliki wacana untuk membuka kantor 2005 jumlah pegawai ICAC mencapai 1.194
di kota-kota besar di beberapa daerah. Pada orang dengan jumlah penduduk Hongkong saat
dasarnya UU No. 30 Tahun 2002 memberikan itu sekitar 7 juta jiwa. Dari angka-angka terse-
peluang untuk mewujudkan wacana ini, yakni but, dapat diketahui rasio antara jumlah pegawai
pada Pasal 19 ayat (2) yang menyatakan bahwa lembaga pemberantasan korupsi dan jumlah
KPK dapat membentuk perwakilan di daerah ibu- penduduk negara yang bersangkutan. Rasio di
kota provinsi. Namun, di sisi lain harus dipahami Indonesia sebesar 1:211.425, Malaysia sebesar
bahwa UU No. 30 Tahun 2002 mengamanat- 1:10.690, dan Hongkong sebesar 1:5.863. Dari
kan KPK untuk menjadi trigger mechanism bagi data tersebut, dapat dilihat bagaimana kesen-
lembaga penegak hukum lainnya dalam pem- jangan rasio antara jumlah pegawai KPK dengan
berantasan korupsi. Sementara, di kota-kota di jumlah penduduk di Indonesia dengan negara
daerah pada dasarnya sudah ada kepolisian dan Malaysia dan Hongkong.
kejaksaan, sehingga apabila KPK didirikan di dae- Rasio antara jumlah pegawai dan pen-
rah-daerah justru akan berpotensi menihilkan duduk menjadi hal yang cukup penting untuk

75 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


dipertimbangkan. Mengingat, KPK senantiasa menerima banyak laporan gratifikasi dan dugaan korupsi yang
harus segera disusun prioritas penindakan. Maka dari itu, harus dipertimbangkan kembali jumlah kebutuhan
SDM dalam KPK agar dapat sebanding dengan tingginya jumlah pekerjaan rumah KPK untuk memberantas
korupsi.

B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi


1. Menjelaskan dasar dan tujuan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai ketentuan yang
berlaku.
2. Menjelaskan ruang lingkup tugas dan wewenang KPK.
3. Menjelaskan susunan organisasi KPK
4. Menjelaskan hambatan dan tantangan bagi KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia

C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi


1. Harus cermat dan teliti dalam menjelaskan Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Pemberantasan Ko-
rupsi.
2. Harus berpikir analitis serta evaluatif waktu menjelaskan Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Pember-
antasan Korupsi.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 76


DAFTAR REFERENSI

Buku, Makalah, Disertasi dan Dokumen Lain


Adji, Indriyanto Seno.(2011). KUHAP Dalam Prospektif. Diadit Media, Jakarta.
Atmasasmita, Romli.(1996). Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Ekstensialisme dan Abolisionisme. Bi-
nacipta. Bandung.
Atmasasmita, Romli. (1999).“Landasan Filosofi Pemberantasan Korupsi di Indonesia.” Makalah disampai-
kan dalam seminar korupsi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Trisakti,
Jakarta, 5 Agustus 1999
Chaikin, David dan J.C Sharman. (2009). Corruption and Money Laundering, A Symbolic Relationship. Pal-
grave Macmillan. Amerika Serikat.
Pangaribuan, Aristo M.A. et.al.. (2017). Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia. PT. RajaGrafindo
Persada bekerja sama dengan Djokosoetono Research Center (DRC) Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Jakarta.
Harlina, Indah. (2008). “Kedudukan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan
Hukum”, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Harkrisnowo, Hakristuti. (2003). Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan Terhadap Proses Leg-
islasi dan Pemidanaan di Indonesia, Orasi pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam
Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok.
Husein,Yunus.(2007). Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Books Terrace & Library. Bandung.
KPK. (2015). Pedoman Pengendalian Gratifikasi. KPK. Jakarta.
KPK. (2016). Laporan Tahunan KPK Tahun 2016. Jakarta.
Reksodiputro, Mardjono.(1993). Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan dan Pe-
negakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.
Efendi, Marwan.(2005). Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Gramedia. Jakarta.
Effendy, Marwan.(2010). Peradilan in Absentia dan Koneksitas. Timpani Publishing. Jakarta.
Maheka, Arya. (2006). Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: KPK
Masduki, Teten dan Danang Widyoko.(2005). “Menunggu Gebrakan KPK”. Jantera. Edisi 8 Tahun III,
Maret 2005
Situmorang, Mosgan.(2014). Harmonisasi Hukum Nasional di Bidang Korupsi dengan United Nations
Convention Against Corruption “Jurnal Rechtsvinding” Vol. 3. No. 3. Jakarta.
Nixson, et.all. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam
Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “USU Law Journal”.Vol.II. No. 2.

77 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


Semendawai, Abdul Haris.(2011). Memahami Whistleblower Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK). Jakarta.
Raharjo, Agus dan Angkasa. (2011). Profesionalisme Polisi dalam Penegakan Hukum “Jurnal Dinamika
Hukum” Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Reksodiputro, Mardjono. (1999). “Suatu Saran tentang Kerangka Aktivitas Reformasi Hukum”. Makalah
disampaikan pada Seminar Hukum Nasional Ke VII dengan tema “Reformasi Hukum Menuju
Masyarakat Madani” diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Jakarta, 12-15
Oktober 1999.
Department of Statistic Malaysia. (2015). “Data Perangkaan Penduduk Tahun 2015”.

Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan “United Nations
Convention Against Corruption, 2003” (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 78


Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Republik Indonesia, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan Surat
Dakwaan.
Republik Indonesia, Keputusan Jaksa Agung Nomor 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001
tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi
Perkara Tindak Pidana.
Republik Indonesia, Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER - 036/A1JAl09/2011 Tentang Standar Opera
sional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

79 Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi


TENTANG PENULIS

Gandjar Laksmana Bonaprapta Bondan, lahir di Pekalongan, 9 Februari 1971. Memperoleh gelar Sar-
jana dan Magister di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar pun mengabdikan dirinya pada
almamater dengan menjadi pengajar hukum pidana selama kurang lebih 21 tahun, di mana dalam
kurun waktu tersebut tidak kurang dari 19 tahun digunakan untuk mengajar hukum tindak pidana ko-
rupsi. Selain itu Gandjar juga mengasuh mata kuliah asas-asas hukum pidana, penerapan asas hukum
pidana, dan kapita selekta hukum pidana yang juga membahas materi tindak pidana pencucian uang.

Selain aktif mengajar di kampus dan juga di diklat KPK, Gandjar juga mendirikan CLEAR (Center for
Legislacy, Empowerment, Advocacy, and Research) pada tahun 2009, yaitu sebuah organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang kajian dan penelitian hukum dengan berfokus pada peningkatan kapasitas sumber
daya manusia melalui pengetahuan di bidang hukum yang disampaikan secara sederhana dan mudah
dipahami awam. Saat ini Gandjar menjabat sebagai Chairman CLEAR.

Buku Informasi - Tindak Pidana Korupsi & Komisi Pemberantasan Korupsi 80

Anda mungkin juga menyukai