Teknik Penyelesaian Masalah Pajak
Teknik Penyelesaian Masalah Pajak
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi negara Indonesia, pemungutan pajak bukan merupakan hal baru, apalagi
kalau kita melakukan flash back, bahwa sejak bangsa Indonesia di bawah
kekuasaan penjajah, pajak sudah dipungut oleh pemerintah yang berkuasa. Hanya
saja tujuan pemungutan pajak pada masa penjajajahan adalah berbeda dengan
pemungutan pajak pada masa setelah Indonesia merdeka, namun demikian
penerimaan masyarakat atas kebijakan pemungutan pajak memerlukan waktu yang
cukup panjang, di mana masyarakat menjadi faham bahwa pembayaran pajak
merupakan salah satu yang diperlukan bagi usaha untuk mencapai kemakmuran
bangsa.
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang pada akhirnya
dipergunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar oleh
setiap warga negara untuk ikut bertanggung jawab memikul beban pembangunan
demi kemajuan bangsa ini. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan
meningkatnya jumlah wajib pajak dan penanggung pajak, serta pemahaman akan
hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dapat memicu semakin meningkatnya pula potensi timbulnya sengketa
pajak dimana memerlukan penyelesaian yang adil dengan proses yang cepat,
sederhana dan biaya ringan, karena itu diperlukan suatu sarana untuk
menyelesaikan sengketa pajak, yaitu melalui Pengadilan Pajak, dimana pengajuan
tuntutan hak melalui Pengadilan Pajak merupakan salah satu bentuk upaya hukum
sebagai wujud implementasi perlindungan hukum bagi wajib pajak dan penanggung
pajak. 1
Sebelum pengadilan pajak berdiri, media yang digunakan untuk menyelesaikan
sengketa pajak adalah Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang kemudian
digantikan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) berdasarkan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Pembentukkan BPSP ini tidak terlepas dari panjangnya proses penyelesaian
sengketa pajak sebelumnya, yang mengikuti ketentuan Undang-undang No. 5
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu ditempuh melalui Majelis
Pertimbangan Pajak (MPP) yang dikatagorikan sebagai Banding Administratif
dalam sistem Peradilan Tata Usaha Negara. Walaupun Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP) telah didirikan pada Tahun 1998, kebutuhan untuk
mendirikan badan peradilan seperti Pengadilan Pajak yang sekarang tetap ada hal
ini tercermin dalam butir-butir pertimbangan pada Undang-undang Pengadilan
Pajak Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dikatakan bahwa
pelaksanaan penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat
ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan, disamping itu BPSP
belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung (MA),
karena dalam sistem peradilan pajak ini MA tidak berwenang untuk menyelesaikan
1
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/article/view/16539 diakses pada tanggal 1 Mei 2018 pukul 20:48 WIB
sengketa pajak, oleh sebab itulah diperlukan suatu pengadilan pajak yang sesuai
dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan
keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. Undang-undang No. 17 tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dianggap banyak mengandung
kelemahan baik karena pengaturannya dirasakan tidak adil dan kurang memberikan
kepastian hukum maupun karena adanya keinginan pemerintah untuk menampung
aspirasi masyarakat yang menghendaki agar syarat banding tidak harus melunasi
seluruh hutang pajak (Asmara, 2006). Untuk memenuhi harapan ini pada tanggal
12 April 2002, Presiden mengesahkan Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2002 No.
27.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana hukum acara dalam mengatasi masalah sengketa pajak berdasarkan
majelis pertimbangan pajak ?
2. Bagaimana hukum acara dalam penyelesaian sengketa pajak berdasarkan
undang-undang nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak ?
3. Bagaimana hukum acara dalam penyelesaian sengketa pajak berdasarkan
undang-undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran majelis pertimbangan pajak dalam mengatasi masalah
sengketa pajak.
2. Untuk mengetahui hukum acara pajak dalam penyelesaian sengketa pajak
berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
3. Untuk mengetahui hukum acara dalam penyelesaian sengketa pajak
berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
2
https://peskano.wordpress.com/2015/04/03/pengadilan-pajak-di-indones/ diakses pada tanggal 1 Mei 2018
pukul 21:05 WIB
3
https://taxcourt.wordpress.com/2009/12/19/lembaga-penyelesaian-sengketa-pajak/ di akses pada tanggal 1 mei
2018 pukul 21:13
proses yang dilakukan MPP menganut "Vrije bewijs/eer" (ajaran bukti /
pembuktian bebas), berarti majelis tidak terikat pada ketentuan-ketentuan
manapun yang mengatur masalah pembuktian (seperti Buku IV BVV,• HIR Pasal
162 dan seterusnya, atau R.Bg. Pasal 283 dan seterusnya; dan lain-lain).4
Majelis bebas untuk memilih alat-alat bukti dan bebas pula dalam menilai
alat-alat bukti tersebut, terserah kepada majelis bagaimana dan dengan dasar-
dasar apa ia hendak mendapatkan keyakinan tentang peristiwa dan keadaan.
Majelis juga tidak terikat pada macam-macam bukti sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 164 HIR; walaupun demikian tidak berarti majelis juga
bebas untuk menetapkan beban pembuktian.
Di dalam penyelesaian sengketa/perkara pajak lazimnya dianut prinsip
bahwa pembuktian harus dilakukan oleh pihak yang paling mudah membuktikan.
Bila seorang wajib pajak mengajukan banding karena pajak yang ditetapkan
dalam surat ketetapan pajak itu tidak disetujui wajib pajak disebabkan
administrasi pajak menyimpang dari surat pemberitahuan maka pada prinsipnya
administrasi pajak yang harus membuktikan bahwa surat ketetapan pajak yang
dikeluarkannya itu benar, dengan syarat bahwa wajib pajak tersebut telah
memenuhi kewajibannya, yaitu:
a. Memasukkan SPT dengan peraturan perundang-undangan pajak yang
berlaku;
b. Memperlihatkan buku, catatan atau dokunæn yang diminta pemeriksa pada
waktu dilakukan pemeriksaan;
c. Memberikan keterangan yang diperlukan dan memberi kesempatan kepada
petugas pemeriksa untuk memasuki ruangan yang ada hubungannya
dengan pemeriksaan.
Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka dialah
yang harus membuktikan bahwa jumlah pajak yang terutang dalam SPT yang
benar dan data yang digunakan oleh administrasi pajak yang salah.
c. Pelaksanaan Putusan Majelis Pertimbangan Pajak
Majelis harus memperhatikan bahwa dasar-dasar pertimbangannya dapat
ditemukan dalam putusan dan pemberian alasan yang satu dengan lainnya tidak
boleh bertentangan. Putusan majelis pada umumnya didasarkan pada tiga hal,
yaitu:
a. Fakta yang nyata;
b. Penilaian fakta;
c. Penerapan undang-undang pada fakta tersebut.
Namun ketiga hal tersebut tidak selalu dipertimbangkan secara simultan
pada setiap putusan, karena mungkin para pihak telah mencapai kesesuaian
pendapat mengenai fakta atau penilaian faktanya, sehingga oleh majelis
dipandang benar,
Dalam mempertimbangkan suatu putusan, tidak hanya cukup disebutkan
fakta materialnya namun penting pula diperhatikan fakta formalnya, misalnya
4
Dewi Kania Sugiharti, Perkembangan Peradilan Pajak Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm .46.
salah satu pihak tidak hadir (fakta materii), padahal telah dipanggil sesuai
dengan ketentuan undang-undang (fakta formal).
Bunyi putusan majelis ditentukan pula oleh bukti-bukti yang diajukan.
Putusan tersebut dapat berupa:
b. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
a. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau oleh
Anggota Tunggal.
b. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:
1. Sengketa pajak tertentu;
2. Sengketa pajak yang putusannya tidak diambil dalam jangka waktu 1
2 (dua belas) bulan;
3. Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan atau kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung, dalam putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak;
4. Surat pernyataan pencabutan banding;
5. Surat pernyataan pencabutan gugatan;
6. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan
wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
c. Sengketa pajak tertentu:
1. Sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi
ketentuan syarat umum pengajuan banding atau gugatan;
2. Banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi RP.
1000.000,00 (satu juta rupiah).
d. Perubahan besarnya jumlah pajak yang disengketakan ditetapkan oleh
Menteri.
e. Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak dilakukan
tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat
bantahan, sedangkan terhadap sengketa pajak tertentu dilakukan tanpa
surat bantahan.
f. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku
juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.
c. Pembuktian
1. Alat bukti dapat berupa:
a. Surat atau tulisan;
b. Pengakuan para pihak;
c. Keterangan saksi;
d. Keterangan ahli;
e. Pengetahuan anggota.
2. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
3. Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
a. Surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang;
b. Surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding dan
gugatan.
4. Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan
alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Anggota Sidang.
5. Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu
berkenaan dengan hal yang, dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.
6. Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh memberikan
keterangan ahli.
7. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena
jabatannya, Ketua Sidang atau Anggota Tunggal dapat menunjuk seorang
atau beberapa orang ahli.
8. Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis
maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal
sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.
9. Pengetahuan Anggota Sidang adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini
kebenarannya.
10. Anggota Sidang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penelitian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti.
d. Pelaksanaan Putusan
1. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan
dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
2. Apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengabulkan
sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan.
3. Salinan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dikirim kepada para
pihak dengan surat ileh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
tanggal sejak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diucapkan.
4. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilaksanakan oleh
pejabat berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal diterima putusan.
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dalam jangka waktu tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
kepegawaian yang berlaku.
13. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat
diajukan kembali
b. Pemerikasaan
Pemeriksaan dalam Pesidangan6
5. Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal
dan Panitera.
6. Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan, Berita
Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Pajak dengan
menyatakan bahwa Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera
berhalangan.
6
http://www.ikpi.or.id/content/pemeriksaan-dalam-persidangan-pengadilan-pajak diakses pada tanggal 1 Mei
2018 pukul 20:55 WIB
5. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga
untuk pemeriksaan dengan acara cepat.
c. Pembuktian
1. Alat bukti dapat berupa:
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan Hakim.
2. Keadaan yangtelah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
3. Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari.
a. Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang
pejabat umum, yang menurut peraturan perundangundangan berwenang
membuat surat itü dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hükum yang tercantum di dalamnya;
b. Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan
sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hükum yang tercantum
di dalamnya;
c. Surat Keputusan atau surat Ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang;
d. Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan
huruf c tersebut di atas yang ada kaitannya dengan Banding atau
Gugatan.
d. Pelaksanaan Putusan
1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi putusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan
perundang-undangan mengatur lain
2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh
Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada
para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima
putusan.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu yang telah ditentukan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan kepegawaian yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
B. Ketentuan Perundang-undangan
Pajak
C. Sumber Lain
1. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/article/view/16539
2. https://peskano.wordpress.com/2015/04/03/pengadilan-pajak-di-indonesia/
3. https://taxcourt.wordpress.com/2009/12/19/lembaga-penyelesaian-sengketa-
pajak/
4. http://www.ikpi.or.id/content/pemeriksaan-dalam-persidangan-pengadilan-pajak
Perbandingan Hukum Acara Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Teknik Penyelesaian Masalah Pajak
Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
151000210
Kelas : P
Fakultas Hukum
Universitas Pasundan Bandung
2018