Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang
sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik,
mental, dan sosial. Dari pengertian tersebut, kita memerlukan suatu kesehatan yang optimal
terutama pada saat melakukan aktivitas fungsional sehari-hari.
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu bedah saat ini sangat pesat hal ini
juga harus didukung dengan peningkatan pemberian perawatan pada klien penderita penyakit
bedah, tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dengan adanya benjolan di
lipat paha itu suatu keadaan yang patologis, mereka hanya tahu bahwa benjolan yang mula-
mula kecil dan makin lama makin besar itu sebuah tedun, bila suatu saat benjolan lebih
menonjol/besar dan timbul nyeri maka mereka hanya mencari ahli pijat (Jong, 2004).
Tanda dan gejala lebih dini/awal biasanya tidak mereka sadari, namun keadaan
tersebut akan mereka sadari apabila sudah menimbulkan rasa sakit. Seperti juga dengan tanda
dan gejala dari penyakit hernia inguinalis, yang pada umumnya adanya benjolan dilipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah
berbaring. Karena keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral. Maka seseorang biasanya akan
membiarkan saja karena tidak menimbulkan sakit, bila terasa sakit baru mereka berobat ke
dokter atau tenaga kesehatan yang lain (Wim de Jong 2004).
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendicitis.
Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat
karena besarnya biaya yang diperlukan dalam penanganannya dan hilangnya tenaga kerja
akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di
Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di Amerika Serikat (Wim de
Jong 2004).
Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak tahun 1500
sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring bertambahnya
pengetahuan struktur anatomi pada regio inguinal (Wim de Jong 2004).
Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Untuk memahami
lebih jauh tentang hernia diperlukan pengetahuan tentang kanalis inguinalis. Hernia

1
inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis dimana
hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga
sisanya adalah hernia inguinalis medialis.Hernia lebih dikarenakan kelemahan dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada
wanita, untuk hernia femoralis sendiri lebih sering ditemukan pada wanita.Sedangkan jika
ditemukan hernia ingunalis pada pria kemungkinan adanya hernia ingunalis atau
berkembangnya menjadi hernia ingunalis sebanyak 50 % Perbandingan antara pria dan
wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh
umur. Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat
diputuskan tindakan secara tepat (Wim de Jong 2004).
Melihat insiden yang ditemukan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
“Hernia”. Oleh karena itu, penulis akan berusaha memberikan penyuluhan dan terapi hernia
dengan berbagai referensi dan literatur yang selengkap mungkin dan informasi yang
terbaru (Wim de Jong 2004).

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengertian, anatomi dan fisiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, dan komplikasi pada klien dengan hernia.
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu
untuk mengetahui dan memahami
1. Pengertian
2. anatomi dan fisiologi
3. Klasifikasi
4. Etiologi
5. Patofisiologi
6. manifestasi klinis
7. penatalaksanaan
8. komplikasi pada klien dengan hernia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN HERNIA
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong,2004).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup (Nanda,2006).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang
keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis (Jong
2004).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang
melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi
segitiga Hesselbach (Arif Mansjoer,2000).
Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui
suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam
rahim. Hernia diafragmatika termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena tidak
terbentuknya sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi perut masuk kedalam rongga
torak (Arif Mansjoer,2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah ketidaknormalan
tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen, dapat
congenital maupun aquisita (Arif Mansjoer,2000).

3
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi

Gambar: Anatomi Usus Halus


a. Usus Halus
Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang dari sphincter pylorus
ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum)
panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan usus penyerapan (ileum) 2-4
m (Brunner & Suddarth, 2001).
b. Usus Besar
Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m dan
lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix
berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadi colon ascending, colon
transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah
rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternal pada anus berfungsi untuk mengontrol
pembukaan anus.(Brunner & Suddarth, 2001).
2. Fisiologi
Fungsi usus halus adalah :
a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan mensekresi mukus
guna melindungi mukosa usus.
b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi sucrase, maltase,
lactase dan enterokinase yang bekerja pada disakarida guna membentuk monosakarida yaitu
peptidase yang bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan trypsinogen
dari pankreas.

4
c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin, secretin, dan
enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu, pancreatic juice, dan gastric juice
d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati masuk kedalam
duodenum.
e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam kapiler darah dan lacteal
dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan mencampur disebabkan
oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus menyebabkan chyme kontak dengan villi untuk
diabsorpsi (Brunner & Suddarth, 2001).
Fungsi utama usus besar adalah :
a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltic akan menggerakkan zat sisa
menuju kebagian distal.
b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yang melindungi mukosas akan tidak
mengalami injury, melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan lancar kearah
pelepasan dan menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh bakteri.
c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan mengabsorpsi 90% air
dan garam dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa vitamin K, thiamin,
riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.
e. Membentuk feses. Feses terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat.Massa padat termasuk sisa
makanan dan sel yang mati.Pigmen empedu memberikan warna pada feses. Dan
menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.
f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh keluar. Pada saat feses dan
gas berada dalam rektum, tekanan dalam rektum meningkat, menyebabkan terjadinya reflex
defekasi.
(http:referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referathernia.html).

C. KLASIFIKASI HERNIA
1. Bagian-bagian hernia:
a. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
misalnya hernia insisional, hernia adipose, hernia intertitialis.

5
b. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus,ovarium dan
jaringan penyangga usus (omentum).
c. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
d. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
e. Locus minoris resistance (LMR).
2. Macam-macam hernia
a. Berdasarkan terjadinya:
1) Hernia bawaan atau congenital
2) Hernia didapat atau akuisita
b. Berdasarkan tempatnya:
1) Hernia Inguinalis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (region inguinalis).
2) Hernia femoralis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah fosa femoralis.
3) Hernia umbilikalis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah isi perut.
4) Hernia diafragmatik
Adalah hernia yang masuk melalui lubang diafragma ke dalam rongga dada.
5) Hernia nucleus pulposus (HNP).
c. Berdasarkan sifatnya
1) Hernia reponibel
Yaitu isi hernia masih dapat dikembalikan ke kavum abdominalis lagi tanpa operasi.
2) Hernia ireponibel
Yaitu isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga.
3) Hernia akreta
Yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium kantong hernia.
4) Hernia inkarserata
Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
d. Berdasarkan isinya
1) Hernia adiposa
Adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak.

6
2) Hernia litter
Adalah hernia inkarserata atau strangulata yang sebagian dinding ususnya saja yang
terjepit di dalam cincin hernia.
3) Slinding hernia
Adalah hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari dinding kantong
hernia.(Sjamsuhidajat, 2004).

D. ETIOLOGI
Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal akibat
adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat benda berat atau
menangis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang
didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada
anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain
itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah
terbuka cukup lebar itu .(Jong, 2004).
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena
usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis .(Jong, 2004).
Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan
mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor
risiko, dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang .(Jong, 2004).
Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalisvkarena
kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan
nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).

E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital
yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat
menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah
faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor

7
usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan
menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan
sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada lakilaki, sehingga
menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada
yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas
akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik
sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi
usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya
suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi
nekrosis (Syamsuhidajat 2004).
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi
usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada
keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada
strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah
(Syamsuhidajat 2004).

F. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul
pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu
istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk
sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan
dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia
dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam

8
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren (Jong, 2004).
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio
ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong
kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan
sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium.
Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan
menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia
dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada
dalam annulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,
berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari
perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan
tampak tonjolan berbentuk
lonjong, sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang
menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis lateralis
mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium
mayus disebut hernia labialis. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat
direposisi, atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di
sebelah cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai
pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi
tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak-anak, reposisi
spontan lebih sering (karena cincin hernia yang lebih elastis). Reposisi dilakukan secara
bimanual. Tangan kiri memegang hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai
terjadi reposisi. Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah

9
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur hidup. Namun,
cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang.
Sebaiknya cara seperti ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain
merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan, sedangkan strangulasi
tetap mengancam (Jong, 2004).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnose ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia
terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong (Jong,
2004).
Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis. Hernioplastik lebih penting
dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Hernia bilateral pada
orang dewasa, dianjurkan melakukan operasi dalam satu tahap kecuali jika ada kontra
indikasi. Begitu juga pada anak-anak dan bayi, operasi hernia bilateral dilakukan dalam satu
tahap, terutama pada hernia inguinalis sinistra (Jong, 2004).

H. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia
dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu
besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis
kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan
dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku, lebih
sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus
terperangkap di dalam (Jong, 2004).
kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium, seperti huruf “W”.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia
dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah, sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia
terjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi

10
hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local,
fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan dengan rongga perut (Jong, 2004).
Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang mengandung usus
dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit
dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan
toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita
mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneal (Jong, 2004).
Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali
disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda peritonitis atau
abses local. Hernia strangulate merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu
mendapat pertolongan segera (Jong 2004).

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hernia merupakan kasus tersering di bagian bedah abdomen sesudah
appendicitis. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan
melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi
di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya
daerah inguinal dan diafragmatik.
Hernia inguinalis dibagi dua jenis hernia inguinalis medialis/hernia inguinalis
directa/hernia inguinalis horisontal dan hernia ingunalis lateralis/ hernia indirecta/hernia
obliqua. Yang tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-
laki dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan. Pada hernia inguinalis
lateralis processus vaginalis peritonaei tidak menutup (tetap terbuka).
Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui
suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam
rahim.
Komplikasi yang terjadi yaitu inkarserasi dan strangulasi. Jika sudah terjadi
strangulasi penanganan segera adalah dengan operasi.

B. SARAN
Dengan adanya makalah yang berjudul “Hernia” penulis mengharapkan pembaca
dapat sedikit mengetahui tentang hernia serta komplikasi yang disebabkan oleh hernia.

12
Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI,
Jakarta.
R. Syamsuhidayat & Wim de Jong, 2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Muhtar,Ruslan.http://www.scribd.com/doc/15813781/ASUHAN-KEPERAWATAN-KLIEN-
DENGAN HERNIA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-hevitarosi-6181-2-babii.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai