Anda di halaman 1dari 11

Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram, dan Telegram

Konferensi Asia–Afrika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Gedung Merdeka saat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika

Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga
disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika,
yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia,
Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955,
di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan
kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni
Soviet, atau negara imperialis lainnya.[1]
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai
ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang
keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka
mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka
untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan
pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Prancis di Afrika
Utara dan kekuasaan kolonial Prancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan
hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.[2]
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung,
yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia".
Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-
prinsip Nehru.[3] Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-
Blok pada 1961.

Daftar isi

 1Sejarah
o 1.1Latar belakang
o 1.2Persidangan
o 1.3Lini masa
 2Pelopor
 3Peserta
 4Deklarasi
 5Dampak dan peninggalan
o 5.1Pertemuan kedua (2005)
o 5.2Pertemuan ketiga (2015)
 6Lihat pula
 7Referensi
o 7.1Bibliografi
 8Bacaan lebih lanjut
 9Pranala luar

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Konferensi Asia–Afrika didahului oleh Persidangan Bogor pada tahun 1949. Persidangan Bogor
merupakan pendahuluan bagi Persidangan Kolombo dan Konferensi Asia–Afrika. Persidangan
Bogor ke-2 diadakan pada 28–29 Desember 1954.[4]
Konferensi Asia–Afrika merefleksikan apa yang oleh para penyelenggara dianggap sebagai
keengganan kekuatan Barat untuk berkonsultasi dengan mereka mengenai keputusan yang
mempengaruhi Asia dalam pengaturan ketegangan Perang Dingin; keprihatinan mereka atas
ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk
meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi hubungan perdamaian Tiongkok dengan diri mereka sendiri
dan Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Prancis di Afrika Utara
dan pemerintahan kolonialnya di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan kasusnya
dalam perselisihan dengan Belandadi Nugini Barat (Irian Barat).
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, menggambarkan dirinya sebagai pemimpin
kelompok negara ini, yang kemudian ia gambarkan sebagai "NEFOS" (Newly Emerging Forces,
Kekuatan Dunia Baru).[5] Pada 4 Desember 1954, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumumkan
bahwa Indonesia telah berhasil mendapatkan masalah Irian Barat yang ditempatkan dalam agenda
sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1955.[6] Rencana untuk konferensi Asia–
Afrika diumumkan pada bulan yang sama.[7]
Persidangan[sunting | sunting sumber]
Zhou Enlai, Nehru, dan U Nuberdiskusi di sela-sela Konferensi Asia–Afrika.

Penandatanganan perjanjian kewarganegaraan ganda Tiongkok-Indonesia.

Perdebatan besar berpusat pada pertanyaan apakah kebijakan Soviet di Eropa Timur dan Asia
Tengah harus dikecam bersama dengan kolonialisme Barat. Sebuah memo dikirimkan oleh 'Bangsa
Muslim di bawah Imperialisme Soviet', menuduh pemerintah Soviet melakukan pembantaian dan
deportasi massal di wilayah Muslim, tetapi hal tersebut tidak pernah diperdebatkan.[8] Sebuah
konsensus dicapai di mana "kolonialisme dalam semua manifestasinya" dikutuk, secara implisit
mengkritik Uni Soviet, serta Barat.[9] Tiongkok memainkan peran penting dalam konferensi ini dan
memperkuat hubungannya dengan negara-negara Asia lainnya. Setelah selamat dari upaya
pembunuhan dalam perjalanan menuju konferensi, perdana menteri Tiongkok, Zhou Enlai,
menunjukkan sikap yang moderat dan damai yang cenderung untuk menenangkan kekhawatiran
beberapa delegasi anti-komunis mengenai niat Tiongkok.
Kemudian dalam konferensi tersebut, Zhou Enlai menandatangani artikel tersebut dalam deklarasi
penutup yang menyatakan bahwa Tionghoa perantauan memiliki loyalitas utama kepada negara
asal mereka, bukan ke Tiongkok – masalah yang sangat sensitif untuk tuan rumah Indonesia dan
untuk beberapa negara peserta lainnya. Zhou juga menandatangani perjanjian kewarganegaraan
ganda dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario.
Lini masa[sunting | sunting sumber]

 23 Agustus 1953 - Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia) di Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam
perdamaian dunia.[4]
 25 April–2 Mei 1954 - Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam pertemuan
tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan Indonesia. Dalam
konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia–Afrika.[4]
 28–29 Desember 1954 - Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika,
diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang tujuan
persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.[4]
 18–24 April 1955 - Konferensi Asia–Afrika berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung.
Persidangan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diketuai oleh PM Ali Sastroamidjojo.
Hasil dari persidangan ini berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila Bandung.[4]

Pelopor[sunting | sunting sumber]


 Ali Sastroamidjojo
 Mohammad Ali Bogra
 Jawaharlal Nehru
 Sir John Kotelawala
 U Nu

Peserta[sunting | sunting sumber]


 Afganistan
 Arab Saudi
 Burma (sekarang Myanmar)
 Ceylon (sekarang Sri Lanka)
 Republik Rakyat Tiongkok
 Ethiopia
 India
 Indonesia
 Irak
 Iran
 Jepang
 Kamboja
 Laos
 Lebanon
 Liberia
 Libya
 Mesir
 Nepal
 Pakistan
 Filipina
 Siprus[1]
 Sudan
 Suriah
 Thailand
 Turki
 Republik Demokratik Vietnam
 Negara Vietnam (Republik Vietnam)
 Kerajaan Mutawakkilīyah Yaman
 Yordania
1.^ Siprus yang belum merdeka dan masih berada dalam kolonialisme diwakili oleh tokoh
yang di kemudian hari menjadi presiden pertamanya, Makarios III.[10]
Beberapa negara diberi "status pengamat". Seperti Brasil, yang mengirim Duta Besarnya
Bezerra de Menezes.

Deklarasi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Dasasila Bandung
Sepuluh poin deklarasi mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia,
dinamakan Dasasila Bandung, yang menggabungkan prinsip-prinsip Piagam PBB diadopsi
dengan suara bulat:

1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di
dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun
kecil
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara
lain
5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun
kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara
lain
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) , ataupun cara damai lainnya, menurut
pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
10. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional[11]
Komunike akhir dari Konferensi ini menggarisbawahi perlunya negara-negara berkembang
untuk melonggarkan ketergantungan ekonomi mereka pada negara-negara industri terkemuka
dengan memberikan bantuan teknis satu sama lain melalui pertukaran ahli dan bantuan teknis
untuk proyek-proyek pembangunan, serta pertukaran pengetahuan teknologi, bagaimana dan
pembentukan lembaga pelatihan dan penelitian regional.

Dampak dan peninggalan[sunting | sunting sumber]


Konferensi ini diikuti oleh Konferensi Solidaritas Rakyat Afro-Asia di Kairo[12] pada September
(1957) dan Konferensi Beograd (1961), yang mengarah pada pembentukan Gerakan Non-
Blok.[13] Pada tahun-tahun kemudian, konflik antara negara-negara yang tidak tergoyahkan
mengikis solidaritas yang diekspresikan dalam konferensi ini.
Pertemuan kedua (2005)[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2005

Prangko peringatan 50 tahun Konferensi Asia–Afrika

Untuk memperingati lima puluh tahun sejak pertemuan bersejarah tersebut, para Kepala Negara
negara-negara Asia dan Afrika telah diundang untuk mengikuti sebuah pertemuan baru
di Bandung dan Jakarta antara 19-24 April 2005. Sebagian dari pertemuan itu dilaksanakan di
Gedung Merdeka, lokasi pertemuan lama pada 50 tahun lalu. Sekjen PBB, Kofi Annan juga ikut
hadir dalam pertemuan ini. KTT Asia–Afrika 2005 menghasilkan NAASP (New Asian-African
Strategic Partnership, Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika), yang diharapkan akan membawa
Asia dan Afrika menuju masa depan yang lebih baik berdasarkan ketergantungan-sendiri yang
kolektif dan untuk memastikan adanya lingkungan internasional untuk kepentingan para rakyat
Asia dan Afrika.[14]
Pertemuan ketiga (2015)[sunting | sunting sumber]

Peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2015

Artikel utama: Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2015


Konferensi Asia-Afrika ke-60 dilaksanakan di 2 kota yaitu Jakarta pada 19-23 April 2015 dan
Bandung pada 24 April 2015 dengan agenda meliputi "Asia-Africa Business Summit" dan "Asia-
Africa Carnival". Tema yang dibawa adalah peningkatan kerja sama negara-negara di kawasan
Selatan, kesejahteraan, serta perdamaian.[15][16] KTT Asia-Afrika 2015 diikuti sebanyak 89
kepala negara/pemerintahan dari 109 negara di kawasan Asia dan Afrika, 17 negara pengamat
dan 20 organisasi internasional, dan 1.426 perwakilan media domestik dan asing. Para peserta
di antaranya adalah Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, Presiden Tiongkok, Xi Jinping,
Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, Presiden Myanmar, Thein Sein, Raja
Swaziland, Mswati III dan Perdana Menteri Nepal, Sushil Koirala.
Konferensi Asia Afrika 2015 telah menghasilkan 3 dokumen yaitu Pesan Bandung (Bandung
Message), Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP) dan Deklarasi
kemerdekaan Palestina.[17]
Konferensi Asia Afrika (KAA) | Latar
Belakang, Tujuan dan Hasilnya
29 April 2018 Oleh Zakky
Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan sebuah konferensi tingkat tinggi yang
diadakan oleh negara-negara dari Asia dan Afrika. Konferensi ini diadakan pada
tanggal 18-24 April 1955 dan sering disebut Konferensi Bandung karena memang
diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung. Tujuan Konferensi Asia Afrika antara
lain untuk mempererat solidaritas negara-negara di Asia dan Afrika serta melawan
kolonialisme barat.
Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika dipelopori oleh 5 negara yakni Indonesia,
India, Burma (sekarang Myanmar), Pakistan dan Caylan (sekarang Sri Lanka). Latar
belakang Konferensi Asia Afrika diadakan dikarenakan kondisi keamanan dunia yang
belum stabil saat itu dan masih banyak negara yang dijajah, terutama negara-negara
di kawasan Asia dan Afrika.

Hasil Konferensi Asia Afrika ini berupa 10 poin kesepakatan dan pernyataan dalam
Dasasila Bandung. Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan
Non-Blok pada tahun 1961.

Konferensi Asia Afrika


Kali ini akan dibahas mengenai sejarah Konferensi Asia Afrika, mulai dari sejarah,
latar belakang, waktu dan tempat pelaksanaan, tujuan, tokoh pelopor, negara
peserta, hasil dan isi perjanjian serta dampak dan akibat yang ditimbulkan dari
Konferensi Asia Afrika ini.

Sejarah Konferensi Asia Afrika

Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (disebut KTT Asia Afrika dan biasa disingkat
Konferensi Asia Afrika saja) merupakan sebuah konferensi antar negara-negara Asia
dan Afrika. Pertemuan ini berlangsung antara tanggal 18 April sampai 24 April 1955
dan diadakan di Gedung Merdeka yang ada di kota Bandung, Jawa Barat. Konferensi
ini juga dikenal sebagai Konferensi Bandung.
Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika diprakarsai oleh lima negara yakni
Indonesia, Myanmar (dulu bernama Burma), Sri Lanka, India dan Pakistan. Kegiatan
konferensi dikoordinasi oleh Sunario selaku Menteri Luar Negeri Indonesia di era itu.

Berikut timeline waktu kegiatan Konferensi Asia Afrika (KAA) dari konsep
penyusunan sampai pelaksanaannya :

 23 Agustus 1953 – Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo


mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia dan Afrika
dalam perdamaian dunia pada Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.
 25 April – 2 Mei 1954 – Konferensi Kolombo berlangsung di Sri Lanka yang
juga dihadiri pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar) dan
Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya
diadakannya Konferensi Asia-Afrika.
 28 – 29 Desember 1954 – Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan
Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan
lebih rinci tentang tujuan persidangan serta siapa saja yang akan diundang.
 18 – 24 April 1955 – Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Gedung Merdeka,
Bandung. Persidangan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diketuai
oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Hasil konferensi Asia Afrika ini
berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
(baca juga pembahasan Konferensi Meja Bundar)
Latar Belakang Konferensi Asia Afrika

Setelah Perang Dunia II di tahun 1945, banyak negara-negara yang sebelumnya


dijajah oleh bangsa Eropa memproklamasikan kemerdekaannya. Salah satunya
adalah Indonesia yang merdeka di tahun 1945 diikuti oleh negara-negara lain di
kawasan Asia seperti Vietnam, Filipina, Pakistan dan India.

Namun tidak semua negara yang dijajah sudah merdeka, karena masih ada negara di
benua Afrika dan Asia yang masih mengalami masalah kolonialisme. Pada masa itu
juga terdapat dua kekuatan blok besar di dunia yakni Blok Barat yang dipimpin
Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.

Keberadaan PBB memang agak membantu mendinginkan suasana, namun faktanya


perang dingin masih terjadi antara dua kekuatan besar dunia tersebut. Akibatnya
negara-negara di Asia dan Afrika yang banyak terkena dampak negatif konflik
berkepanjangan tersebut.

Pada tahun 1954, Perdana Menteri Sri Lanka (dulu bernama Ceylon) mengundang
perwakilan neagra Burma, India, Indonesia dan Pakistan untuk mengadakan
pertemuan membahas masalah tersebut yang dikenal dengan Konferensi Kolombo.
Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu Ali Sastroamidjojo.

Presiden Soekarno pun menekankan pada Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan


ide untuk menggelar Konferensi Asia Afrika. Pertemuan tersebut diharapkan akan
membangun solidaritas negara negara Asia Afrika untuk bisa lepas dari konflik yang
terjadi di negara masing-masing.

Konferensi Kolombo yang dihadiri 5 negara tersebut berlangsung antara 28 April


sampai 2 Mei 1954 dan membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan
bersama. Usulan Ali Sastroamidjojo untuk menggelar Konferensi Asia Afrika pun
disetujui oleh 4 perwakilan negara lain.

Tujuan Konferensi Asia Afrika

Beberapa tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Meninjau masalah-masalah hubungan sosial ekonomi dan kebudayaan dari
negara-negara Asia dan Afrika
2. Menjalin kerukunan antar umat beragama di wilayah Asia dan Afrika
3. Memberikan sumbangan untuk memajukan perdamaian dan kerja sama dunia
4. Mencanangkan gerakan politik untuk melawan kapitalisme asing
5. Melawan kolonialisme dan neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet dan
negara imprialis lainnya
Tokoh Pelopor Konferensi Asia Afrika

Ada lima tokoh Konferensi Asia Afrika yang mempelopori diadakannya pertemuan
ini. Kelima tokoh ini berasal dari perwakilan 5 negara yang mengikuti Konferensi
Kolombo yang menyepakati dilaksanakannya Konferensi Asia Afrika.

1. Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)


2. Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India)
3. Mohammad Ali Bogra (Perdana Menteri Pakistan)
4. Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Ceylon)
5. U Nu (Perdana Menteri Burma)
Negara Peserta Konferensi Asia Afrika

Ada 29 negara yang mengikuti Konferensi Asia Afrika dimana total penduduknya
mencapai lebih dari setengah populasi Bumi saat itu. Berikut merupakan 29 daftar
negara peserta Konferensi Asia-Afrika (urut sesuai abjad) :

1. Afganistan
2. Arab Saudi
3. Burma (sekarang Myanmar)
4. Ceylon (sekarang Sri Lanka)
5. China
6. Ethiopia
7. Filipina
8. India
9. Indonesia
10. Irak
11. Iran
12. Jepang
13. Kamboja
14. Laos
15. Lebanon
16. Liberia
17. Libya
18. Mesir
19. Nepal
20. Pakistan
21. Sudan
22. Suriah
23. Thailand
24. Turki
25. Vietnam
26. Vietnam Selatan
27. Yaman
28. Yordania
Hasil Konferensi Asia Afrika (Dasasila Bandung)

Hasil dan isi Konferensi Asia Afrika dihasilkan dalam bentuk Dasasila Bandung.
Secara umum hasil konferensi tersebut berisi tentang pernyataan mengenai
dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia. Terdapat 10 poin utama hasil
Konferesi Asia Afrika dalam Dasasila Bandung antara lain sebagai berikut :

1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan


prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua
negara besar dan kecil.
4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau
secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif
untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.
(b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan
terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai,
seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum,
ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang
bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Dampak Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika di Bandung telah membakar semangat dan menambah


kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu
tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka. Dampaknya ada sejumlah
negara merdeka di kawasan Asia dan Afrika setelah konferensi ini.

Dampak Konferensi Asia Afrika juga berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di


antara negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional
maupun regional. Terbentuknya Dasasila Bandung juga melahirkan faham Dunia
Ketiga atau Non-Blok terhadap Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Rusia).

Nah demikianlah serba serbi referensi sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA) mulai dari
latar belakang dan tujuan konferensi, waktu dan tempat pelaksanaan, tokoh dan
negara yang terlibat, isi dan hasil perjanjian serta dampak dan akibat yang
ditimbulkannya. Sekian referensi sejarah kali ini.

Anda mungkin juga menyukai