Anda di halaman 1dari 78

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PERCAYA DIRI DENGAN KEMAMPUAN


KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU KELAS TINGGI
(4-6) SDLB JAKARTA TIMUR

Oleh:
AULIA FITRI ISLAMI AD’HA
1335162504

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVESITAS NEGERI JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SEMINAR USULAN

PROPOSAL

Judul : Hubungan Percaya Diri dengan Kemampuan Komunikasi Anak

Tunarungu Kelas Tinggi (4-6) SDLB Jakarta Timur

Nama Mahasiswa : Aulia Fitri Islami Ad’ha


Nomor Registrasi : 1335162504
Program Studi : Pendidikan Khusus

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ishak Geral Bachtiar, M.Pd Dra. Etty Hasmayanti, M.Pd


NIP.196711261998031001 NIP.195610151982032002

Mengetahui
Koordinator Program Studi Pendidikan Khusus

Dr. Murni Winarsih, S.Pd.,M.Pd


NIP.197311232001122001

ii
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya,

peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

Hubungan Percaya Diri Dengan Kemampuan Komunikasi Anak

Tunarungu Kelas Tinggi (4-6) SDLB Jakarta Timur. Peneliti sadar

bahwa terselesaikannya proposal penelitian ini tak lepas dari dukungan

berbagai pihak selama proses penyusunan dari awal hingga akhir.

Adapun proposal ini dibuat dengan tujuan dan pemanfaatannya

telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya atas bimbingan

serta arahan Bapak Dr. Ishak Geral Bachtiar, M.Pd.selaku dosen

pembimbing I dan Ibu Dra. Etty Hasmayanti, M.Pd. selaku dosen

pembimbing II proposal penelitian in dapat diselesaikan.

Namun, penulis menyadari terdapat banyak kekurangan pada

proposal penelitian ini. Oleh karena itu, kritikan yang membangun guna

memperbaiki proposal ini menjadi lebih baik. Sekirannya, penulis

mengharapkan kebermanfaatan yang dapat di ambil berupa hikmah dan

manfaatnya terhadap proposal penelitian.

Jakarta, 3 Desember 2019

Peneliti

Aulia Fitri Islami Ad’ha

iii
DAFTAR ISI

COVER JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................. ..iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah.................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 7
BAB II ACUAN TEORITIK
A. Hakikat Percaya Diri ...................................................................... 9
1. Pengertian Percaya Diri ........................................................... 9
2. Proses Terbentuknya Percaya Diri .......................................... 13
3. Karakteristik Percaya Diri ......................................................... 15
4. Aspek Percaya Diri................................................................... 15
B. Hakikat Kemampuan Komunikasi .................................................. 19
1. Pengertian Kemampuan .......................................................... 19
2. Pengertian Kemampuan Komunikasi ....................................... 20
3. Fungsi Komunikasi ................................................................... 24
4. Jenis Komunikasi ..................................................................... 25
5. Unsur Keefektifan Komunikasi ................................................. 27
6. Komunikasi Tunarungu ............................................................ 28
C. Hakikat Anak Tunarungu ............................................................... 36
1. Pengertian Tunarungu ............................................................. 36
2. Klasifikasi Tunarungu ............................................................... 38
3. Karakteristik Tunarungu ........................................................... 43
D. Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................... 46

iv
E. Kerangka Berfikir ........................................................................... 48
F. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian ........................................................................... 50
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 50
C. Metode dan Desain Penelitian....................................................... 50
D. Populasi dan Sampel .................................................................... 52
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 52
1. Instrumen Percaya Diri............................................................ 53
a. Definisi Konseptual ............................................................ 53
b. Definisi Operasional............................................................ 53
c. Kisi-kisi Instrumen Percaya Diri .......................................... 54
d. Kalibrasi Instrumen Percaya Diri......................................... 55
1) Analisa Validitas Instrumen Percaya Diri ....................... 55
2) Analisis Reliabilitas Instrumen Percaya Diri .................. 55
2. Instrumen Kemampuan Komunikasi ....................................... 55
a. Definisi Konseptual ............................................................ 55
b. Definisi Operasional............................................................ 57
c. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi ...................... 58
d. Kalibrasi Instrumen Kemampuan Komunikasi .................... 59
1) Analisa Validitas Instrumen Kemampuan Komunikasi .. 59
2) Analisis Reliabilitas Instrumen Kemampuan
Komunikasi .................................................................... 59
F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 59
G. Hipotesis Statistik .......................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 61
LAMPIRAN ............................................................................................. 65

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Derajat Ketunarunguan ............................................... 39


Tabel 2.2 Tinjauan tingkat derajat kemampuan hilang dengar ................ 41
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Percaya Diri .............................................. 54
Tabel 3.2 Kisi – kisi Kemampuan Komunikasi ........................................ 58

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Model Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat
................................................................................................................. 51

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tampil dengan “percaya diri” sepertinya hal terlihat mudah untuk

dilakukan. Namun sebenarnya, termasuk hal yang sulit untuk

dilakukan karena harus dengan pembentukan pembiasaan yang

tertanam sejak dini. Rasa malu yang menghantui diri sendiri dapat

menjadi hambatan terbesar untuk memupuk adanya rasa percaya diri.

Percaya diri menjadi modal utama yang harus dimiliki setiap orang

dalam mengarungi kehidupan, khususnya dalam meraih keberhasilan

hidup. Percaya diri merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang

akan segala kemampuan yang dimiliki, seseorang yang memiliki rasa

percaya diri yang tinggi, akan mempunyai rasa optimis untuk mampu

mengaktualisasikan diri dengan potensinya dan dapat menghadapi

lingkungan di sekitarnya. Sebaliknya, seseorang yang mengalami

kesulitan untuk mengekspresikan kehendaknya adalah seseorang

yang memiliki percaya diri yang rendah.

Percaya diri merupakan sikap positif yang dapat diartikan sebagai

keyakinan untuk belajar mengenal diri sendiri, dengan meyakini

kemampuan dan dapat mengatasi ketidakmampuan pada diri.

Percaya diri menjadi modal utama yang harus dimilki pada diri sendiri

demi berlangsungnya komunikasi dengan orang lain dalam sebuah

hubungan sosial.................................................................................

1
2

Dalam hubungan sosial, agar lingkungan menerima keberadaan

seseorang, alangkah baiknya jika didahului dengan yakin terhadap diri

dengan segala kelebihan dan dapat menerima kekurangan diri

sendiri. Lingkungan akan menerima dengan sendirinya kelebihan dan

kekuranganseseorang yang beragam. Percaya diri bukan merupakan

sifat bawaan melainkan diperoleh dari pembentukan pengalaman

hidup serta dapat diajarkan melalui pendidikan. Contoh saat

dilakukannya evaluasi pembelajaran. Ada beberapa siswa yang aktif

dan ada pula sebagian yang pasif. Siswa yang pasif sebenarnya

memiliki jawaban sendiri, namun mereka tidak yakin/ tidak percaya diri

untuk mengungkapkan gagasannya dan memilih untuk mengalah

dengan temannya yang aktif. Percaya diri menjadi hal terpenting bagi

siswa untuk berani mengutarakan gagasan yang dimiliki yang harus

dibentuk dengan lingkungan yang mendukung, misalnya guru

memberikan kesempatan lebih pada siswa yang pasif menjadi siswa

yang aktif saat pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, percaya

diri terbentuk dan berkembang dari proses belajar melalui interaksi/

berkomunikasi dengan lingkungannya.

Komunikasi diartikan sebagai bentuk penyampaian maksud, ide,

dan keinginan dari pengirim kepada penerima pesan agar terjadi sikap

saling mempengaruhi dan memahami antara satu dengan lainnya.

Berkomunikasi menjadi sarana penting pada kehidupan seseorang

yang menjadi salah satu jalan untuk dapat berhubungan dengan


3

masyarakat. Komunikasi menjadi suatu tanda bahwa manusia bahwa

merupakan makhluk sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup;

kebutuhan kasih sayang. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, akan

mendorong selalu berinteraksi/ berkomunikasi dengan sesama, baik

sekedar saling bertukar informasi maupun saling bekerjasama.

Singkatnya adalah seseorang bisa mengenal diri sendiri dan

lingkungannya melalui komunikasi.

Komunikasi pada umumnya terbagi menjadi komunikasi verbal

dan non verbal. Komunikasi verbal meliputi komunikasi verbal dalam

hal ini adalah berbicara, menyimak (dengan memanfaatkan sisa

pendengaran dan membaca ujaran/speech reading), membaca dan

menulis. Dan komunikasi nonverbal dalam hal ini adalah berisyarat,

membaca isyarat, mimic muka, gesture tubuh.

Komunikasi dapat berjalan efektif apabila seseorang tidak

mengalami gangguan atau hambatan yang terdapat di dalam dirinya.

Berbeda dengan seseorang yang terlahir dengan kehilangan

kemampuan mendengar/ dikenal anak dengan gangguan

pendengaran (anak tunarungu).

Anak tunarungu adalah kehilangan kemampuan mendengar baik

sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) dengan atau

tanpa alat bantu dengar yang membuat anak tunarungu tidak mampu

untuk menangkap dan mengungkapkan suara sehingga anak


4

tunarungu membutuhkan layanan yang khusus. Bagi tunarungu yang

tergolong hard of hearing masih bisa menggunakan sisa

pendengarannya untuk tetap berkomunikasi, berbeda dengan

tunarungu yang tergolong deaf.

Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi berdampak luas, dari

segi bahasa, membaca, menulis maupun penerimaan sosial serta

pencapaian potensi lainnya. Pembentukan bahasa sebagai salah satu

cara berkomunikasi menjadi terhambat. Tunarungu mengalami

kesulitan dalam menerima dan menyampaikan maksud, kebutuhan,

serta kehendaknya kepada orang lain. Ketidakmampuan

berkomunikasi yang dialami anak tunarungu dilakukannya dengan

bahasa isyarat. Namun, tidak semua orang paham akan isyarat,

isyarat jelas belum bisa menjadi alternatif media komunikasi.

Komunikasi anak tunarungu yang rendah, dapat membuatnya

tidak berani menyampaikan gagasan yang disampaikan, ragu-ragu

terhadap dirinya, takut orang lain tidak mengerti maksudnya. Hal itu

disebabkan karena rendahnya rasa ketidakyakinan pada diri sendiri.

Rendahnya rasa percaya diri pada tunarungu menjadi berlebihan

karena seringnya diabaikan yang dapat mendatangkan kesulitan pada

diri sendiri. Akibatnya, berusaha menarik diri dari pergaulan,

memperkecil frekuensi untuk berkomunikasi. Sedangkan demi

berlangsungnya pendidikan bagi anak tunarungu, sangat diperlukan

adanya komunikasi intensif agar anak dapat mengikuti proses belajar


5

mengajar dengan baik. Maka dari itu, diperlukannya layanan khusus

yaitu kemampuan yang dikembangkan sebagai pengganti hilang atau

berkurangnya kemampuan komunikasi. Berdasarkan hal tersebut,

perlu dicari mengapa kemampuan komunikasi mengalami hambatan

lebih disebabkan karena ketidakmampuan dalam mendengar.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara

kepercayaan diri dengan kemampuan menulis kreatif siswa kelas XI

Man 2 Bogor oleh Hilman Muttaqin Gunawan, Fakultas Psikologi, UIN

Malang 2018 dengan korelasi 0,560 menjadi predictor sebesar 31,4%

bagi creative performance.

Secara konseptual, dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri

mempunyai hubungan dengan kemampuan komunikasi untuk Anak

Tunarungu. Akan tetapi, secara empiris perlu dibuktikan di lapangan.

Untuk membuktikannya dugaan tersebut. Maka peneliti tertarik

meneliti tentang hubungan antara percaya diri dengan kemampuan

komunikasi anak tunarungu.

Sifat dari penelitian ini bersifat timbal balik. Pada kondisi tertentu,

komunikasi yang baik akan membentuk rasa percaya diri seseorang.

Di sisi lain, jika sudah mengenali diri sendiri atau percaya diri akan

membentuk komunikasi yang baik.


6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas

maka timbul masalah yang dapat diidentifikasikan, antara lain:

1. Percaya diri menjadi modal dasar untuk belajar mengenal diri

sendiri.

2. Pembentukan rasa percaya diri merupakan pembentukan dari

pengalaman saat berinteraksi/ berkomunikasi dengan yang lain dan

bukan dari pembawaan sikap dari lahir

3. Dalam proses belajar yang baik, diperlukannya kepercayaan diri

yang menjadi modal dasar untuk pengembangan aktualisasi diri

terhadap kemampuan diri sendiri dan mengatasi ketidakmampuan

pada diri

4. Dalam berkomunikasi memerlukan bahasa untuk menyampaikan

pesan, dan pendengaran sebagai penerima pesan, sedangkan

hambatan yang dialami oleh anak tunarungu ialah dalam

mendengar, dalam arti anak tunarungu mengalami kesulitan

menangkap dan menyampaikan pesan/ gagasan.

5. Demi berlangsungnya pendidikan bagi anak tunarungu, sangat

diperlukan adanya komunikasi intensif agar anak dapat mengikuti

proses belajar mengajar dengan baik.


7

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka peneliti membatasi

ruang lingkup penelitian sebagai berikut: Hubungan antara percaya

diri dengan kemampuan komunikasi anak tunarungu SDLB Jakarta

Timur. Kemampuan komunikasi yang menjadi penilian oleh peneliti

dilihat dari kemampuan komunikasi verbal maupun non verbal.

Percaya diri di kelas tinggi (4-6) di tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa

bagian (SDLB) bagian B, maupun bagian B/C di wilayah Jakarta

Timur.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di

atas, maka dapat diambil sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah ada hubungan yang signifikan antara percaya diri dengan

kemampuan komunikasi anak tunarungu di kelas tinggi (4-6)?

E. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai pertimbangan bagi sekolah terutama SLB-B untuk

melaksanakan pembelajaran komunikasi tunarungu dengan

berbagai dukungan pembelajaran yang tepat bagi tunarungu,

dan fasilitas yang mendukung untuk pembelajaran tunarungu.


8

b. Sebagai bentuk pertimbangan bagi sekolah dan orang tua

untuk membentuk konsep diri yang positif bagi anak didik

mereka.

c. Sebagai masukan bagi orang tua atau orang orang terdekat

untuk tidak berkecil hati dengan memberikan dukungan dan

motivasi kepada anak mereka terhadap ragam kemampuan

yang dimiliki setiap anak itu berbeda.

d. Sebagai masukan bagi dunia pendidikan khususnya PLB

bahwa kemampuan berkomunikasi dan rasa percaya diri sangat

penting bagi pembentukan konsep diri yang positif agar dapat

menghargai dirinya sendiri guna mengoptimalkan potensi-

potensi diri.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk belajar mengenal diri sendiri yang lebih baik terhadap

segala kemampuan dan ketidakmampuan pada diri.

b. Dapat meningkatkan pelayanan pendidikan bagi peserta

tunarungu khususnya dalam pembelajaran berkomunikasi agar

mampu berintegrasi dengan masyarakat.

c. Sebagai penanaman konsep diri yang positif untuk

meningkatkan rasa percaya diri anak.


BAB II

KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Hakikat Percaya Diri

1. Pengertian Percaya Diri

Membangun rasa percaya diri sebagai langkah utama dengan

memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan

dan kekurangan masing-masing. Rasa percaya diri dapat menjadi

kunci kesuksesan dalam kehidupan. Dengan rasa percaya diri yang

berkembang membuat konsep diri yang positif, berbeda dengan

rasa percaya diri yang kurang membuat konsep rendah diri atas

kemampuan yang dimilikinya.

Perilaku rendah diri pada anak tidak dapat dianggap sebagai

masalah kecil, karena jika kepercayaan diri anak tidak tumbuh

dengan baik maka akan mengakibatkan seseorang tidak mampu

untuk mengatasi setiap permasalahan yang ada di kehidupannya.

Beberapa anak memang ada yang terlahir dengan kepercayaan

diri yang alami. Namun, beberapa di antara mereka merasa grogi

ketika berbicara dengan temannya, kurang bisa bergaul karena

selalu berfikir negatif tentang dirinya atau dibayangi dengan rasa

ketakutan yang tanpa sebab...............................................................

9
10

Krisis kepercayaan diri dapat disebabkan oleh berbagai hal,

salah satu di antaranya adalah rasa percaya diri yang tidak dipupuk

sejak dini.1 Menurut Iin Susanto, seseorang yang dikatakan percaya

diri ialah seseorang yang mengetahui dan menyadari pada

kemampuan dan kelemahan yang ada di dalam dirinya. 2. Dengan

demikian, percaya diri mampu membuat nyaman seseorang karena

seseorang dapat menerima kritik dan bisa menerima keberhasilan

orang lain, serta dapat bertanggung jawab untuk menggunakan

kemampuannya dan mengatasi kekurangan yang dimilkinya yang

perlu dipupuk yang dimulai sejak dini.

“A self-confident person, someone who believes in their own

abilities, is more likely to embrace new challenges and

responsibilities. Self-confidence is a positive trait that helps a

person to make the most of their talents and develop new

ones.3 Seseorang dapat dikatakan percaya diri apabila

seseorang yakin terhadap kemampuan yang dimilkinya

dengan menaklukan tantangan-tantangan dan memunculkan

hasil yang diharapkan. Percaya diri merupakan pembawaan/

sikap positif yang dimiliki seseorang untuk dapat

1Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita


(Jakarta: Indeks, 2013), hal. 61
2Susanto, Iin, 99 Pola Pikir yang Bikin Orang Susah Jadi Pengusaha (Jakarta: Gramedia

Widiarsana Indonesia, 2015), p. 31


3Winston, Robert, H elps Your Kids with Growing Up (London: Dorling Kindersley

Limitied: 2017), p.86


11

menemukan bakat yang dimilki serta dapat

mengembangkannya.

Kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang individu untuk

mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri,

lingkungan atau situasi yang dihadapinya.4 Penilaian positif yang

dimiliki seseorang mampu untuk menghargai sendiri tentang what

you are good at (kemampuan) maupun mengenali what you are not

good at (ketidakmampuan pada diri).

Selain itu, menurut Liendenfield dalam Aprianti mendefinisikan

bahwa kepercayaan diri adalah kepuasan sesorang akan diri

sendiri yang membagi dua jenis kepercayaan diri yaitu kepercayaan

diri batin yang meliputi ciri-ciri; 1) Citra diri; 2) Pemahaman diri; 3)

tujuan yang jelas; 4) Berfikir positif dan kepercayaan dari lahir yang

meliputi ciri-ciri; 1) Komunikasi, 2) Ketegasan; 3) Penampilan diri; 4)

Pengendalian perasaan.5 Kepercayaan diri batin maupun lahir

dimungkinkan dapat diperoleh melalui seseorang itu tersendiri

untuk mencoba tantangan yang sulit baginya, dalam hal ini

mengatasi kelemahan diri ataupun dapat diperoleh melalui latihan/

pengalaman dengan berinteraksi/ berkomunikasi di lingkungan

masyarakat. Pembentukan percaya diri, tergantung bagaimana

seseorang tersebut mengatasinya akan penerimaan dirinya dari

4Dewi Fatimah, Pengembangan Model Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Role


Playing Untuk Mengembangkan Kepercayaan Diri Siswa, 2015,
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk), p. 24. Diunduh tanggal 12 November 2019
5Aprianti Yofita Rahayu, op. cit., pp. 64-66
12

lingkungan. Jika dari lingkungan memberikan penerimaan yang

buruk terhadap dirinya, tergantung dari individunya akan terus

menerus menepi dan berusaha memperkecil frekuensi untuk

berinteraksi/ berkomunikasi dengan lingkungannya atau dengan

menjadikan hal tersebut menjadi tantangan dirinya untuk

mengoptimalkan rasa percaya dirinya

Tanpa adanya rasa percaya diri, pesimisme dan rasa rendah

diri akan dapat menguasai anak dengan mudah. Tanpa dibekali

rasa percaya diri yang mantap sejak dini, anak akan tumbuh

menjadi pribadi yang lemah.6 Rasa kurang percaya diri sedikit demi

sedikit harus dibangun agar tidak menjadi boomerang tersendiri

ketika anak menjadi dewasa. Sekali lagi rasa ini bisa muncul jika

orang tua dan guru rajin dan senantiasa sungguh-sungguh melatih

anak. Anak bisa siap, jika disiapkan. Anaknya mempunyai rasa

percaya diri yang tinggi juga karena distimulasi sejak dini, tentu

tetap sesuai dengan perkembangannya. Hal ini berdasarkan contoh

pengalaman Ibu Emmy Soekresno dalam Heny dengan tegas

bahwa percaya diri pada anak tidak bisa tumbuh dengan

sendirinya.7 Percaya diri menjadi hal yang penting jika dibentuk dari

sejak dini sehingga tertanam perasaan menghargai diri sendiri dan

bisa menjadikan pribadi yang berkembang.

6Aprianti
Yofita Rahayu, op. cit., p. 67
7Puspitarini,
Heny, Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2013) p. 25
13

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa percaya diri merupakan sikap

positif belajar mengenal kemampuan dengan terus mengasahnya

maupun dapat mengatasi ketidakmampuan pada diri yang harus

dipersiapkan maupun dibangun sejak dini yang dapat

mempengaruhi tumbuh kembang seseorang.

2. Proses Terbentuknya Percaya Diri

Percaya diri tidak dapat terbentuk secara instan. Tetapi, ada

proses tertentu di dalam pribadinya sehingga terjadilah

pembentukan rasa percaya diri.

Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses

sebagai berikut:

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses

perkembangan yang melahirkan kelebihan kelebihan tertentu.

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang

dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat

segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya

tersebut.

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-

kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa

rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.


14

d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan

dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada

dirinya.8

Sedangkan menurut Stevenson, terbentuknya rasa percaya diri

dapat dilakukan berupa praktek yang melalui proses sebagai

berikut:

a. Cobalah untuk menantang ketidakmampuan yang dimiliki

melalui pengalaman sehingga dapat mengasah

ketidakmampuanmu menjadi baik maupun mengatasi

ketidakmampuan yang dimilki.

b. Jika kamu gagal, jangan biarkan kegagalan itu untuk berhenti

mencobanya lagi. Jangan pernah berhenti mencoba dengan

tetap memberikan yang terbaik. Jangan bersikap pasrah akan

ketidakmampuan/ pun kegagalan yang pernah dicoba

c. Pandanglah segala sesuatu dengan positif. Misalnya, selalu

berpandangan Saya pasti bisa! Jangan menyerah sebelum

bertempur.

d. Kenali potensi kemampuan dan optimalkanlah kemampuan

tersebut. Dengan mengenali potensi pada diri bisa memberikan

motivasi untuk mengembangkan diri kea rah yang lebih baik.9

8Mirhan,Jeane Betty Kurnia Jusuf, Hubungan Antara Percaya Diri dan Kerja Keras
Dalam Olahraga Dan Keterampilan Hidup, 2016 dalam Jurnal Olahraga Prestasi, p. 86.
Diunduh tanggal 12 November
9Stevenson, Nancy, Young Persons Character Education Handbook (United States of

Amerika: JIST, 2006), p. 245


15

3. Krakteristik Percaya Diri

Menurut Fatimah, Karakteristik berarti suatu ciri khas yang

melekat dan menjadi sebuah ikon terhadap sesuatu. Beberapa ciri-

ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri di

antaranya:

a. Percaya terhadap kemampuan atau kompetensi diri, hingga

tidak membutuhkan pujian, pengakuan penerimaan ataupun

hormat dari orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi

diterima oleh orang lain atau kelompok

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, serta

berani menjadi diri sendiri. Berani menjadi diri sendiri dengan

tidak membandingkan diri dengan orang lain, tetap memiliki

rasa optimis diri10

4. Aspek Percaya Diri

Rasa percaya diri yang kuat merujuk pada adanya beberapa

aspek kehidupan individu, yakni perasaan memiliki kompetensi,

keyakinan, kemampuan dan percaya bahwa dia bisa karena

didukung oleh pengalaman, potensi actual, prestasi serta harapan

yang realistis terhadap diri sendiri.11 Anak-anak yang memiliki

10Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: PT Grafindo


Persada, 2006), hal. 149
11Praptono, dalam Disertasi dengan judul Kondisi Adaptasi Sekolah Penyelenggara

Program Pendidikan Inklusif Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan


Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan Diri dan Prestasi Belajasr Siswa Tunanetra dan
Tunarungu di Provinsi DKI Jakarta, (Jakarta: PEP PPs, 2011) p. 41
16

kepercayaan diri yang tinggi, umumnya adalah pribadi yang bisa

dan mau belajar, dapat mengendalikan perilaku mereka sendiri,

dan berhubungan dengan orang lain secara efektif.12 Sedangkan

anak yang mengalami kepercayaan diri yang rendah merupakan

lawan dari anak yang memiliki kerpecayaan diri tinggi, yaitu anak

tidak yakin akan kemampuan dirinya (pesimis), bersikap menutup

diri dari lingkungannya, pendiam, ragu-ragu untuk mengambil

keputusan, tidak menyukai hal-hal baru, tergantung dengan orang

lain, dan menghindari segala sesuatu akibat rasa ketidakyakinan

dengan kemampuan yang dimilikinya.13

Diperjelas menurut Surya, Hendra jika dikaji lebih lanjut,

percaya diri pada seseorang tidak terlepas dari beberapa aspek

penunjang. Aspek-aspek tersebut di antaranya;

a. Aspek Psikologis, meliputi:

1) Self control (pengenalan diri), penggerak self control

bergantung pada suara hati seseorang, jika ingin self

mantap harus mampu mengarahkan suara isi hati.

2) Suasana yang sedang di hayati, gambaran keadaan

suasana hati/ perasaan sangat berpengaruh terhadap

suara isi hati seseorang misalnya: efek senang dan

gembira sedangkan unsur unsur ini sangat harus mampu

mengerakan suara isi hati yang merupakan sumber energi

12Aprianti Yofita Rahayu, op cit, p. 72


13Ibid
17

yang membentuk suara hati yang positif dan meningkatkan

pematangan konsep, sehingga percaya diri pun semakin

mantap.

3) Citra fisik, kondisi fisik sangat mempengaruhi suara hati,

jika penerimaan terhadap kondisi fisik memuaskan tentu

akan memberikan bentukan suara hati yang positif

sehingga jika sudah merasa puas dengan kondisi fisik,

seseorang tidak akan pernah membandingkan dirinya

dengan orang lain dan selalu menjadi pribadi yang

bersyukur.

4) Citra sosial, penerimaan lingkungan sosial terhadap diri

seseorang dapat mempengaruhi pematangan percaya diri.

Agar di terima dengan lingkungan sosial, maka harus

mengembangkan pola pergaulan.

5) Citra diri (self image), peranan dalam lingkungan sosial

akan penilaian diri dari nilai profil diri seseorang terkait

ekonomi, status sosial dan keberanian diri dalam artian

peranan fungsi diri di lingkungan.

Perapaduan kelima unsur yang telah di jelaskan akan memberi

pengaruh gambaran terbentuknya konsep percaya diri

pembentukan percaya diri agar menjadi menetap perlu adanya pola

pembiasaan.
18

b. Aspek Keterampilan Teknis

1) Taksis, diperuntukan untuk melatih proses kerekatan dan

keterampilan mengelola pemikiran untuk bertindak cepat

dan tepat terhadap rangsangan, dengan melatih diri untuk

berfikir positif sedini mungkin perlahan dapat melatih

pengembangan sikap, cita rasa yang meningkat dari

adanya proses pengamatan yang mendalam. Dengan

begitu, akan terbiasa melakukan observasi dan berusaha

untuk berfikir untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi.

Keinginan bawah sadar akan muncul ke permukaan, seperti

menemukan dan memecahkan serta terciptanya trobosan

baru dari setiap masalah.

2) Metodis, prosedur mengambil tindakan efektif dalam

memproses suatu masalah sehingga dapat mengurai,

menyusun serta memecahkan tiap masalah dengan

tindakan atau prakarsa cara efektif. Untuk melatih

pengetahuan dapat di lakukan dengan membiasakan diri

untuk menyelesaikan suatu masalah atau dengan kata lain

melibatkan diri secara langsung. Misal: membantu ibu

merapikan rumah, dengan memperhatikan alat alat, cara

membersihkan menjadi bersih dan rapih dan melatih diri

untuk membersihkan rumah.


19

3) Imajinasi, Imajinasi yang dimaksudkan adalah seseorang

yang berani untuk bermimpi, memiliki masa depan yang

baik.14

Pecaya diri dapat menjadikan penentu dan penggerak dalam

bertingkah laku seseorang. Dengan kata lain jika suara hati pada

seseorang memandang terhadap dirinya tidak mampu, ataupun

tidak berguna, maka akan mempengaruhi daya gerak seseorang.

Dalam terciptanya perkembangan percaya diri, sangat bergantung

dari matangnnya pengalaman dan pengetahuan seseorang yang

mempersiapkan sebuah konsep percaya diri yang lebih baik. Tentu

saja, ini semua tidak terlepas dari sejauh mana kemauan

seseorang untuk berubah.

B. Hakikat Kemampuan Komunikasi

1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan menjadi bekal dan harus dimiliki oleh tiap

manusia. Menurut kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal

dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan

sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).

Kemampuan adalah suatu kesanggupan seseorang untuk

14Surya,Hendra, Jadilah Pribadi Yang Unggul (Jakarta : Flex Media Komputindo, 2010),
p.49-55
20

melakukan segala sesuatu yang dihadapinya atau dapat mengatasi

segala rintangan.

Menurut Chaplin, dalam kamus lengkap Psikologi, “ability

(kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan)

merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu

perbuatan.15 Seseorang dikatakan memiliki kemampuan, jika ia

menyanggupi segala rintangan yang dihadapinya untuk

menyelesaikan segala sesuatu. Pengembangan kemampuan

dikembangkan oleh manusia untuk memperkaya diri dan

kemampuan dapat dimiliki seseorang bisa dari bawaan sejak lahir

ataupun hasil dari pengalaman berupa latihan.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah

kecakapan atau penguasaan suatu keahlian yang dimiliki

seseorang untuk menghadapi berbagai sesuatu tantangan atau

dapat menyelesaikan segala sesuatu. Kemampuan bisa diperoleh

dari bawaan sejak lahir ataupun harus melewati adanya latihan dari

pengalaman.

2. Pengertian Kemampuan Komunikasi

Komunikasi adalah sebuah aktifitas di kehidupan sosial yang

paling mendasar dan menjadi sangat penting dikarenakan

komunikasi merupakan bagian dari diri manusia baik secara

individu maupun secara sosial. Dengan komunikasi dapat mengatur

15Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2005), p. 419
21

semua interaksi atau hubungan manusia dengan ragam kegiatan di

kehidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia dan

komunikasi merupakan dua hal yang sebenarnya tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Wilbur Schrarm dalam Tomy meyatakan komunikasi

sebagai suatu proses berbagi (sharing process), menguraikan

demikian “Komunikasi berasal dari bahasa Latin communis yang

berarti umum (common) atau bersama, berusaha menumbuhkan

suatu kebersamaan (commonness) dengan seseorang, yaitu kita

berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.16 Dengan

berkomunikasi, berusaha melahirkan kebersamaan, kesepahaman

antara pengirim dan penerima pesan.

Kata “komunikasi” berasal dari kata Latin cum, yaitu kata depan

yang berarti dengan dan bersama dengan, dan unus, yaitu kata

bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda

communio yang dalam bahasa Inggris menjadi communion dan

berarti kebersamaan, persatuan, peresekutuan, gabungan,

pergaulan, hubungan. Untuk ber-communio, diperlukan usaha dan

kerja. Dari kata itu dibuat kata kerja communicare yang berarti

membagi sesuatu dengan seseorang, memberikan sebagian

16Suprapto, Tommy, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi (Jakarta: MedPress,


2009), p. 4
22

kepada seseorang, tukar-menukar.17 Komunikasi diartikan sebagai

usaha membagi sesuatu dari sesorang kepada seseorang.

Sedangkan pengertian komunikasi menurut Rohmani

merupakan sarana pertukaran informasi antara dua individu.

Pertukaran informasi yang menggunakan bahasa, walaupun

bahasa merupakan salah satu jenis komunikasi, namun bukan

satu-satunya.18 Diperjelas menurut Robert Winston, Kemampuan

komunikasi atau bisa disebut dengan kemampuan bersosialisasi,

dapat dikatakan demikian karena komunikasi merupakan

kecapakan seseorang dalam menyampaikan informasi dan

digunakan untuk bersosialisasi dengan yang lainnya yang bisa

digunakan dengan ragamcara seperti verbal (berbicara) dan non

verbal (gesture tubuh).19 Komunikasi sarana pertukaran informasi

sebagai kemampuan untuk bersosialisasi yang bisa digunakan

dengan ragamcara asalkan terdapat unsur saling memahami di

dalamnya. Dijelaskan lebih lanjut menurut Totok Bintoro, hakikat

komunikasi merupakan sebagai manifestasi/ pernyataan sosial

yang meliputi semua fenomena dan aktifitas yang berkaitan dengan

interaksi, apakah ilmu bahasa atau bukan bahasa.20 Komunikasi

17Ngainun Naim, Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,


2011), p. 17
18 Yusuf-Munawir, A. Salim Choiri, M, Subagya, Rani Wulandari, Pendidikan

Kompensatoris Anak Bekebutuhan Khusus (ABK) (Surakarta: Modul Pendidikan &


Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar, 2012), p. 23
19Winston, Robert, Helps Your Kids with Growing Up (London: Dorling Kindersley

Limitied, 2017), p.186


20Totok Bintoro, Tunarungu. Disampaikan pada perkuliahan Sistem Komunikasi,

Universitas Negeri Jakarta, 1 Mei 2019


23

diartikan sebagai perwujudan dari manifestasi sosial berupa

penyampaian informasi yang disampaikan dan diterima meliputi

semua aktifitas yang berkaitan dengan interaksi, penyampaian

informasi misal dengan verbal ataupun non verbal, seperti

menggunakan tanda symbol tertentu ataupun gesture tubuh yang

mengisyaratkan informasi tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi merupakan

penguasaan keahlian bertukar informasi sebagai wujud dari

interaksi sosial dari komunikator (pengirim pesan) kepada

komunikan (penerima pesan) agar memunculkan effect yang

diharapkan atau terjadinya sikap saling understand (memahami)

dan atau understood (mempengaruhi) antara satu dengan lainnya.

Esensi dalam proses komunikasi adalah untuk memperoleh

kesamaan makna di antara orang yang terlibat dalam proses

komunikasi manusia. Dalam konteks sosial, komunikasi dapat

membuat seseorang menyesuaikan dirinya dengan orang lain

melalui proses yang disebut pengirim (transmiting) dan penerimaan

(receiving).

“Formula Lasswel” mengungkapkan pernyataan unsur

komunikasi, agar dapat berjalan harus ada; (1) Komunikator,

seseorang yang memberi pesan; (2) Pesan, pesan atau informasi

yang diberikan; (3) Media, melalui apa pesan dapat disampaikan;

(4) Komunikan, orang yang menerima pesan tersebut; (5) Efek,


24

bagaimana seseorang setelah menerima pesan, apakan merespon

atau tidak.21 Tiap-tiap dari unsur komunikasi saling berkaitan dan

memiliki perannya masing-masing dalam berkomunikasi dengan

tujuan adanya sebuah pengaruh yang ditimbulkan dari

penyampaian dan penerimaan pesan.

3. Fungsi Komunikasi

Fungsi adalah seperangkat tugas (task) yang dilakoni oleh

subjek peran.22 Misal, jika subjek peran ialah komunikator, maka

harus menjalankan apa-apa yang harus dijalankan sebagai

komunikator dalam perannya di komunikasi. Jika tidak ada

perincian tugas, maka sudah tentu tidak ada fungsi, jika tidak ada

fungsi, maka komunikan pun tidak berperan, fungsi dapat muncul

karena ada subjek yang berperan dan memiliki perincian tugas.

Menurut Liliweri Secara umum ada 4 kategori fungsi utama

komunikasi, yakni: (1) fungsi informasi; (2) fungsi intruksi; (3)

persuasive; (4) fungsi menghibur. Apabila empat fungsi utama ini

diperluas, maka akan ditemukan dua fungsi lain, yakni; fungsi

pribadi, dan (2) fungsi sosial. Fungsi pribadi komunikasi diperinci ke

dalam fungsi: (1) menyatakan identitas sosial; (2) integrasi sosial;

(3) kognitif; dan (4) fungsi melepaskan diri/ jalan keluar. Adapun

fungsi sosial, terperinci atas, fungsi: (1) fungsi pengawasan; (2)

21Lisa Nurhayati, Teori Komunikasi Massa, 2015 ,


https://www.kompasiana.com/amp/lisanurhayati3004/teori-komunikasi-massa-formula-
lasswel) , p.1. Diunduh tanggal 23 November 2019
22Liliweri, Alo, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Kencana, 2011), p. 133
25

menghubungkan/ menjembatani; (3) sosialisasi; (4) dan

menghibur.23 Dari penjabaran tersebut, fungsi komunikasi berarti

fungsi untuk diri sendiri dengan lingkungannya tujuannya tidak lain

tidak bukan untuk mengenali dirinya sendiri kepada lingkungan, dan

lingkungan pun akan mengenal dirinya.

4. Jenis Komunikasi

Pada umumnya, komunikasi terbagi menjadi 2 diantaranya

yakni; Komunikasi verbal dan komunikasi non verbal

a. Komunikasi Verbal

Kemampuan komunikasi verbal diartikan sebagai salah

satu cara langsung dalam berkomunikasi dalam penyampaian

dan penerimaan pesan dari yang satu kepada yang lainnya

yang menggunakan pemilihan kosa kata dan suara. Apa yang

disampaikan dan dengan bagaimana komunikasi tersebut

dapat dicerna oleh pendengar menjadikan hal tersebut

termasuk hal yang penting agar terciptanya maksud

sepemahaman satu sama lain.24

Komunikasi verbal ialah komunikasi yang dilakukan oleh

manusia menggunakan kata-kata secara lisan dan dilakukan

oleh manusia kepada yang lainnya dan menjadi sarana utama

dalam menyampaikan pikiran, pesan dan maksud kita.

Komponen-komponen komunikasi verbal ialah suara, kata-kata,

23Ibid., p. 138
24Winston, Robert, op. cit., p.186
26

berbicara dan berbahasa.25 Komunikasi verbal berkaitan

dengan komunikasi yang dilakukan secara tertulis maupun

lisan, misalnya dalam bentuk surat, laporan, memo dan rapat

kerja.26

Dari pendapat yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan

bahwa komunikasi verbal merupakan bentuk penyampaian

pesan langsung yang dilakukan secara tertulis maupun lisan

yang saling memberikan pengaruh dari tindakan penyampaian

dan penerimaan pesan agar terjadinya kesepahaman maksud/

tujuan yang hendak disampaikan.

b. Komunikasi non verbal

Body posture, facial expressios, and hand movement all

add what is being said – as well as giving clues to feelings a

person to keep to themselves.27

Komunikasi non verbal merupakan salah satu jenis

komunikasi lainnya yang menggunakan kode-kode di

dalamnya, seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, maupun kalimat

yang ingin dikatakan yang memiliki maksud dari perasaan

tertentu dalam penyampaiannya yang berupa kode-kode.

Komunikasi non verbal merupakan jenis komunikasi yang

lebih tua dari komunikasi verbal. Contoh komunikasi non verbal

25Sari,
Andhita, Komunikasi AntarPribadi (Yogyakarta: DEEPUBLISH, 2017), p. 44
26Purwanto, Joko, Komunikasi Bisnis (Jakarta: Erlangga, 2006), p. 18
27Winston, Robert, op. cit., p.186
27

menggunakan bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah

dan kontak mata.28

Komunikasi non verbal diartikan sebagai komunikasi yang

didalamnya hanya berupa symbol dari ekspresi bahasa isyarat,

bahasa tubuh dan tidak membutuhkan suara dalam

penyampainnya.

5. Unsur Keefektifitan Komunikasi

Menurut Edja Saja’ah yang dikutip di dalam Modul Pendidikan&

Latihan Guru, agar komunikasi dapat efektif ada 4 komponen yang

harus berfungsi dengan baik, yaitu: 1). Suara; 2). Artikulasi 3).

Kelancaran 4). Kemampuan berbahasa.29

Komunikasi dapat berjalan efektif jikalau pengirim dan penerima

pesan sama-sama memiliki komponen komunikasi yang berfungsi

dengan baik, diataranya ialah intensitas suara, penguasaan

artikulasi/ kelancaran dalam berbicara serta penguasaan kosakata

terhadap kemampuan berbahasa. Jika salah satu dari komponen

tersebut tidak berfungsi dengan baik, dapat dimungkinkan

terjadinya gangguan komunikasi.

Ada dua macam gangguan komunikasi, yaitu: (a) gangguan

wicara atau tunawicara (speech disorder), dan (b) gangguan

bahasa (language disorder). Jika salah satu dari gangguan tersebut

28Sari,Andhita, op. cit., p. 45


29Yusuf-Munawir, A. Salim Choiri, M, Subagya, Rani Wulandari, Pendidikan
Kompensatoris Anak Bekebutuhan Khusus (ABK) (Surakarta: Modul Pendidikan &
Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar, 2012), p. 24
28

mengalami hambatan maka anak mengalami gangguan

komunikasi.30

Anak yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi,

termasuk tunarungu di dalamnya karena mengalami gangguan/

hambatan saat menerima dan memproses bahasa untuk mampu

berkomunikasi.

6. Komunikasi Tunarungu

Cara tunarungu berkomunikasi jelas berbeda dari pada

umumnya. Menurut Totok Bintoro, komunikasi tunarungu dibedakan

menjadi 1) Kemampuan komunikasi verbal ekspresif (kegiatan

menyampaikan pesan dalam hal ini adalah berbicara, menyimak,

ataupun menulis), dan komunikasi verbal reseptif (kegitan

menerima atau memahami pesan dengan memanfaatkan sisa

pendengaran dan membaca ujaran/speechreading, membaca

tulisan). 2) Komunikasi nonverbal ekspresif dan reseptif (kegiatan

menyampaikan dan menerima pesan dalam hal ini adalah

berisyarat, membaca isyarat, mimik muka, dan aspek paralinguistik

lainnya).31

a. Komunikasi Verbal

1) Komunikasi Verbal Ekspresif

Komunikasi verbal ekspresif merupakan komunikasi aktif

yang dilakukan ketika tunarungu menyampaikan

30Ibid.,
p. 24
31Bintoro Totok, “Kemampuan Komunikasi Tunarungu,” Perspektif Ilmu Pendidikan Vol.
23 Th. XIV, April 2011, Pp. 16-19
29

gagasannya dari berkomunikasi. Komunikasi verbal

ekspresif meliputi:

a) Oral /Ujaran/Lisan/Bicara

Oralism adalah system komunikasi menggunakan

bicara atau membaca ujaran. pandangan oralism bahwa

anak tunarungu mampu mengembangkan keterampilan

berbicara dan membaca ujaran yang baik, asal diberikan

waktu cukup dan latihan.32 Program oralism

mempersiapkan anak untuk mampu mengikuti

pendidikan terpadu dari pendidikan usia dini sampai usia

menengah tujuannya agar tunarungu memilki

keterampilan berbahasa dan berkomunikasi yang luar

erta membuat tunarungu berintegerasi di dalam

masyarakat

Menurut Siti Rahayu Haditono menyatakan bahwa

komunikasi lisan memiliki sifat-sifat khusus yaitu:

(1) Produksinya menggunakan alat bicara, sedangkan

penerimanya menggunakan indera pendengaran.

(2) Ciri-ciri pokok dalam komunikasi lisan yaitu dikatakan

dan didengar serta tatap muka.33

32Frieda Mangunsong, Psikology dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Depok:


LPSP3 UI, 2014), p. 99
33Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: UGM PRESS, 1991), p.

62
30

Tatap muka menjadi salah satu pokok dalam

berkomunikasi lisan yang berlaku untuk semua pihak,

termasuk anak tunarungu. Dengan tatap muka saat

berkomunikasi, memudahkan anak tunarungu untuk

memperoleh dan menerima informasi yang disampaikan

oleh orang lain dengan melihat ekspresi dan gerak bibir

serta tingkah laku orang tersebut. Apabila tidak tatap

muka, terkadang anak tunaungu mendapatkan kesulitan

untuk mengerti pesan yang disampaikan oleh orang lain

serta anak tunarungu tidak dapat mengertikan maksud

yang dituju.

Mengajarkan anak tunarungu bicara merupakan

tantangan bagi guru dan orang tua, yakni diperlukannya

keahlian yang sempurna, kesabaran yang tidak ada

batasnya, waktu dan kesetiaan/ pun ketaatan terhadap

pengajaran komunikasi oralism. Paling tidak selama

masa-masa pembentukan wicara, lingkungan anak

tunarungu harus oral.34

b) Menulis

Menulis merupakan kegiatan komunikasi yang

bersifat produktif dan ekspresif. Perbedaannya dengan

34Frieda Mangunsong, op. cit., p.100


31

komunikasi lisan ialah komunikasi yang tidak bertatap

muka atau atau tidak langsung.

Meadow dalam Bunawan dan Yuwati melaporkan

penelitian terhadap karangan tunarungu. Kesimpulannya

adalah kalimat yang disusun tunarungu lebih pendek dan

sederhana daripada anak mendengar.35

2) Komunikasi Verbal Reseptif

Komunikasi verbal reseptif merupakan komunikasi pasif

yang dilakukan ketika tunarungu menerima atau merespon

atau memahami isi dari komunikasi ekspresif. Komunikasi

verbal reseptif terdiri dari membaca tulisan, membaca ujaran,

dan memanfaatkan sisa pendengaran.36

a) Membaca tulisan

Kaum tunarungu bukan hanya mengalami

kelemahan berbahasa lisan, akan tetapi juga mengalami

kesulitan ketika harus membaca berupa bahasa tulis,

dan tidak banyak yang menyadarinya akan hal itu.

Kemampuan membaca dinilai sangat penting bagi

semua orang tak terkecuali bagi tunarungu karena

merupakan sarana terbaik dalam memperoleh dunia

35Bunawan, Lani dan Cecilia Susila Yuwati, Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu
(Jakarta: Yayasan Santi Rama, 2000), p. 54
36Bintoro Totok, “Kemampuan Komunikasi Tunarungu,” Perspektif Ilmu Pendidikan Vol.

23 Th. XIV, April 2011, p.17


32

bahasa secara luas dan menjadi pokok utama ketika

pembelajaran berlangsung.

b) Membaca Ujaran

Membaca ujaran merupakan kegiatan komunikasi

reseptif karena bersifat menerima pesan yang dilihat dari

gerakan bicara oleh lawan bicara tujuannya agar

tunarungu berusaha memahami maksud pesan yang

disampaikan.

Kurang dari 50% kata-kata yang digunakan manusia

secara normal dapat diamati melalui bibir. Dengan

intelegensi yang dimilikinya seseorang menebak 50%

sisanya. Semakin tinggi intelegensinya, semakin tinggi

menebak dengan baik. Namun hal lain yang harus

diperhatikan adalah penerangan (cahaya), jarak antara

kebiasaan/ keakraban anak terhadap materi yang

dibicarakan dan perbedaan individu akan mempengaruhi

ketepatan membaca ujaran.37

Jika penguasaan kemampuan berbahasa sudah baik

seperti isyarat, membaca dan menulis akan mampu

mengembangkan kemampuan membaca ujaran bagi

tunarungu.

37Frieda Mangunsong, op.cit., p. 99


33

c) Memanfaatkan sisa pendengaran

Memanfaatkan sisa pendengaran bagi tunarungu

sangat berpengaruh guna mengoptimalkan kemampuan

dengarnya walaupun dengan sedikit sisa

pendengarannya . Kegiatan pembinaan audilogik sangat

menjadi penunjang seperti pemilihan serta penyeseuaian

sesuai kebutuhan dari alat bantu dengar yang sesuai

bagi anak dan pembinaan / latihan kompensatoris

(termasuk (1) Bina Persepsi Bunyi dan Irama, dan (2)

Bina Wicara) yang diperuntukkan untuk menunjang sisa

kemampuannya dalam mendengar dengan dilatihnya

tinggi rendah suara, keras lembutnya, artikulasi dan

mengatur pernapasan anak dalam bicara.

b. Komunikasi Non Verbal

Menurut Robert, Komunikasi non verbal ialah salah satu

bentuk proses pertukaran pesan (komunikasi) yang tidak

membutuhkan suara di dalamnya ataupun artikulasi yang jelas,

melainkan penggunaan mimic wajah, dan gesture tubuh

ataupun berisyarat sebagai kode atau tanda dari penyampaian

sebuah pesan.38 Sama halnya dengan komunikasi verbal, pada

38Winston, Robert, Helps Your Kids with Growing Up (London: Dorling Kindersley
Limitied, 2017), p.186
34

komunikasi non verbal terdapat non verbal ekspresif dan non

verbal reseptif.

1) Komunikasi non verbal ekspresif

a) Isyarat

Bagi tunarungu, system komunikasi isyarat dianggap

lebih mudah dan tidak mengalami frustasi karena

mampu mengungkapkan keinginan da nisi hatinya

melalui bahasa isyarat. Bahasa isyarat dalam

penggunaanya sering disebut system komunikasi

manual pada system komunikasi manual bagi tunarungu

konsep-konsep secara cepat juga dapat diajarkan

melalui system ini.

Namun, dalam penggunaannya tidak semua

orang mengerti bahasa isyarat. Terlebih culture di

Indonesia yang menggunakan penuturan lisan dan

sangat belum multi komunikasi, terutama bagi

tunarungu.

b) Ekspresi Wajah

Sikap tubuh, ekspresi wajah (mimik) dan gesti yang

dilaukan seseorang tunarungu maupun mendengar

biasanya hal ini dapat terjadi secara alami. Mimik yang

dilakukan oleh setiap orang tidaklah mungkin sama, itu


35

semua tergantung dengan kebudyaan/ kesepakatan

yang ada di suatu masyarakat.

2) Komunikasi non verbal reseptif

Komunikasi yang dilakukan secara nonverbal reseptif

berupa tindakan membaca atau memahami penggunaan

bahasa isyarat dan mimic wajah yang terjadi dikarenakan

adanya komunikasi nonverbal secara ekspresif. Hal

tersebut dikarenakan hubungan timbal balik dari hasil

komunikasi verbal ekspresif dan berlaku baik seseorang

yang mampu dengar maupun tunarungu untuk menguasai

kemampuan non verbal reseptif demi terciptanya

kesepahaman yang ditimbulkan dari komunikasi.

Berdasarkan pembahasan tentang kemampuan

komunikasi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi anak tunarungu ialah kemampuan anak

tunarungu menghasilkan pesan dan menerima pesan

dalam menyelesaikan sebuah peran dari fungsi komunikasi

sebagai perwujudan saling bertukarnya informasi yang

pada nantinya diharapkan pembentukan sikap

kesepahaman komunikasi verbal maupun komunikasi

nonverbal antara kaum tunarungu dengan kaum dengar

dengar.
36

Dalam Kajian kemampuan komunikasi tunarungu oleh

Bintoro, Totok. Adapun unsur-unsur linguistik dalam

kemampuan komunikasi verbal meliputi unsur (1) Fonologi,

terdiri dari fonem segmental, yaitu kebenaran secara

artikulasi, dan fonem suprasegmental, yaitu kebenaran dari

irama, intonasi, tekanan, dan jeda; (2) Morfologi, yaitu

kebenaran bentuk kata; (3) Sintaksis, yaitu kebenaran dari

struktur kalimat; dan (4) Semantik, yaitu kebenaran

makna.39 Sedangkan Adapun unsur-unsur linguistik dalam

kemampuan komunikasi non verbal tidak melibatkan unsur

fonologi, tetapi meliputi unsur; (1) Morfologi, yaitu

kebenaran bentuk kata dari isyarat yang ditampilkan; (2)

Sintaksis, yaitu kebenaran struktur kalimat yang

diisyaratkan; (3) Semantik, kebenaran makna dari isyarat;

(4) Ketepatan dan keserempakan antara ungkapan dan

isyarat.40

C. Hakikat Anak Tunarungu

1. Pengertian Tunarungu

Secara umum tunarungu dapat diartikan sebagai anak yang

tidak dapat mendengar. Kemungkinan yang terjadi dengan tidak

39Bintoro,
Totok, dalam Disertasi dengan judul, “Kemampuan Komunikasi Anak
Tunarungu (Studi Ex post Facto Tentang Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Tingkat
Ketunarunguan Terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Tunarungu di Jakarta Selatan”
PB PPs, 2011), p. 151
40Ibid
37

dapat mendengar ialah kurang mendengar dan atau tidak

mendengar. Secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan

anak pada umumnya yang mendengar, sebab ketunarunguan

tampak terlihat saat berbicara yang tampak dengan rendahnya

suara atau ketidakjelasan artikulasi saat berujar atau bahkan tidak

berbicara samasekali atau tanpa suara dengan menunjukkan

gesture tubuh atau berisyarat.

Yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah mereka yang

pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan

pelayanan pendidikan khusus. Secara umum, anak tunarungu

dapat diartikan sebagai anak yang tidak dapat mendengar. Tidak

dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau

tidak mendengar samasekali.41 Deborah membedakan pengertian

antara ketulian dengan gangguan pendengaran. Ketulian diartikan

sebagai kerusakan pendengaran yang sangat berat yang dialami

oleh seseorang yang membawa hambatan keberhasilan pada

memperoses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau

tanpa alat bantu dengar. Sementara itu, Berbeda dengan

seseorang yang mengalami kesulitan dalam mendengar karena

tidak buruk dari ketulian dan masih memiliki kemampuan

41Jati
R. Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017), p. 64
38

memperoleh informasi. Namun, tuli dan kerusakan pendengaran

sama-sama membutuhkan layanan pendidkan.42

Mempelajari sebuah bahasa menjadi tantangan tersendiri bagi

seseorang yang mengalami ketulian ataupun kehilangan

mendengar. Tidak seperti pada umumnya, seseorang yang

mengalami ketulian mereka mengandalkan mata mereka untuk

mendapatkan sebuah informasi bahasa dikarenakan kemampuan

mendengar yang tidak sempurna.

Dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan ialah keadaan

kehilangan/ ketidakmampuan atau gangguan dalam mendengar

yang dibagi dalam 2 kelompok besar hearing impairment (sebagian

kurang pendengaran) dan deaf (kehilangan kemampuan

mendengar total) yang meliputi seluruh gradasi baik ringan

sehingga mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan

lingkungannya karena telah kehilangan alat yang paling vital pada

hidupnya yakni alat pendengaran yang membawanya kepada

sebuah bahasa, sehingga walaupun telah diberikan alat bantu

dengar tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.

2. Klasifikasi Tunarungu

Klasifikasi tunarungu menurut Murni Winarsih dapat ditinjau dari

berbagai aspek, di antaranya:

42Deborah Deutsch Smith, Naomi Chowdhuri Tyler, Introduction to Special Education:


Making a Difference, Student Value Edition (7th Edition) 2006, p. 1261
39

a. Saat terjadinya ketunarunguan, di antaranya meliputi

ketunarunguan bawaan yang ketika lahir, yaitu indera

pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi dan ketunarunguan

dan setelah lahir, yaitu terjadinya tunarungu setelah lahir yang

bisa disebabkan oleh adanya kecelakan maupun penyakit.

b. Tingkat Derajat Pendengaran

Tabel 2.1 Tingkat Derajat Ketunarunguan

Kelompok I Kehilangan 15-30 dB, Daya


mild hearing losses atau tangkap
ketunarunguan ringan terhadap
suara
percakapan
manusia
Kelompok II Kehilangan 31-60 dB, Daya
moderate hearing losses atau tangkap
ketunarunguan sedang; terhadap
suara
percakapan
manusia
hanya
sebagian
Kelompok III Kehilangan 61-90 dB: Daya
Severe hearing losses atau tangkap
ketunarunguan berat. terhadap
suara
percakapan
tidak ada
Kelompok IV Kehilangan 91-120 dB : Daya
Profound hearing losses atau tangkap
ketunarunguan sangat berat. terhadap
suara
percakapan
manusia
tidak ada
sama sekali
40

Kelompok V Kehilangan lebih dari 120 dB : Daya


Total hearing losses atau tangkap
ketunarunguan total. terhadap
suara
cakapan
manusia
tidak ada
sama
sekali.

c. Penguasaan Bahasa, yang terbagi menjadi tuli pra bahasa,

yakni menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa dan tuli purna

bahasa, yakni mengalami ketulian setelah memperoleh bahasa.

d. Tempat kerusakan pendengaran, kerusakan pendengaran

dibagi menjadi 3 yaitu; (1) Tuli konduktif, yaitu kerusakan terjadi

pada bagian telinga luar dan tengah; (2) Tuli sensoris, yaitu

kerusakan yang terjadi pada telinga bagian dalam sehingga

tidak dapat mendengar bunyi/ suara; (3) Tuli campuran, yaitu

gabungan pada bagian konduktif dan sensoris, kerusakan yang

terjadi pada telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian

dalam.43

Menurut G. Bambang Nugroho, Tunarungu adalah kehilangan

kemampuan dengar yang ditinjau dari penyebabnya, tingkat derajat

kemampuan kehilangan dengar, letak kerusakan organ

pendengaran serta waktu terjadinya kerusakan pendengarannya

43Murni Winarsih, Modul PPG dalam Jabatan Pendalaman Menteri Konsep dan
Karakteristik Tunarungu (Jakarta: Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidkan Tinggi,
2018), pp. 7-8
41

dan walaupun telah diberikan alat bantu dengar tetap memerlukan

layanan pendidikan khusus:

a. Ditinjau dari penyebabnya, bisa disebabkan oleh Genetik,

penyakit (Toxoplasma, Rubella, Citomegalo Virus, Herpes dan

Sipilis), berat badan lahir rendah, lahir premature, zat billurubin

yang over, dan terpapar radiasi lingkungan/obat-obatan.

b. Ditinjau dari tingkat derajat kemampuan hilang dengar, terbagi

menjadi 2 bagian besar, yakni; (1) Kurang dengar, hasil ukur

ambang pendengaran kurang dari 90 dB; (2)Tuli, hasil lebih dari

90 dB dari hasil ukur ambang pendengaran, berikut penjelasan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Tinjauan tingkat derajat kemampuan hilang dengar

Klasifikasi Ketunarunguan Jenis Alat Bantu


Dengar
Sangat 27-40 dB
Ringan Kurang Medium Power
Ringan 41-55 dB Dengar
Sedang 56-70 dB
Berat 71-90 dB High Power
Ekstrim 91 dB ke atas Tuli Super Power
Keterangan:
dB (decibel), yang merupakan hasil ukur dari tes pendengaran

c. Ditinjau dari letak kerusakan organ pendengaran meliputi; (1)

Tuli Hantaran, yaitu kerusakan organ pendengaran meliputi

bagian luar dan tengah dari organ pendengaran.; (2) Tuli saraf,
42

kerusakan organ pendengaran yang terdapat di dalam dan juga

pada saraf pendengaran.

d. Ditinjau dari umur waktu terjadinya kerusakan pendengaran

yaitu meliputi; (1)Tunarungu sebelum berbahasa (pre leangual),

tunarungu yang mengalami kehilangan kemampuan

pendengaran yang terjadi sebelum memperoleh sebuah

bahasa/ sebelum umur 2 tahun dan (2) Tunarungu setelah

berbahasa, tunarungu (post leangual), tunarungu yang

mengalami hilangnya kemampuan mendengar setelah anak

menerapkan bahasa sebagai system lambang di

lingkungannya/ setelah menginjak usia lebih dari 2 tahun.44

Dari penjabaran menurut G. Bambang Nugroho klasifikasi

ketunarunguan dibagi menjadi 2 kelompok besar yakni kurang

dengar, dan tuli baik dari sangat ringan, ringan, sedang, ringan,

berat dan ekstrim. Seseorang yang mengalami kehilangan

kemampuan mendengar yang diukur dalam satuan dB 27-90 dan

tuli, yang berarti sseorang yang kehilangan kemampuan

mendengar lebih dari 90 dB ke atas. Kurang dari 27 dB seseorang

dikatakan mampu dengar dan membutuhkan alat bantu dengar

sesuai dengan tingkat derajat ketunarunguan. Hal yang tidak boleh

terlewatkan ialah penggunaan alat bantu dengar yang tepat harus

disesuaikan dengan derajat ketulian seseorang gunanya, agar

44G.
Bambang Nugroho, Tunarungu. Disampaikan pada perkuliahan Perspektif Anak
Dengan Gangguan Pendengaran, Universitas Negeri Jakarta, 2 Mei 2019
43

dapat berfungsi secara optimal bagi pemakainya dan tidak

menjadikannya sia-sianya sebuah alat bantu dengar yang terpakai.

3. Karakteristik Tunarungu

Secara kasat mata, tidak nampak perbedaan antara tunarungu

dengan kaum dengar pada umumnya. Apabila dilihat dari segi

bahasa dan bicara jelas Nampak perbedaannya.

Menurut Jati karakteristik tunarungu dalam segi bahasa dan

bicara di antara lain; miskin kosakata, mengalami kesulitan dalam

arti ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata

abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa, sulit

memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat-kalimat

yang panjang serta bentuk kiasan.45 Heri Purwanto 1998 dalam Jati

menyatakan karakteristik anak tunarungu wicara pada umumnya

memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa wicara bila

dibandingkan dengan perkembangan bicara anak anak normal,

bahkan anak tunarungu total tuli cenderung tidak dapat berbicara

alias bisu.46

Diperjelas menurut Haenudin terkait karakteristik tunarungu, anak

tunarungu tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya.

Tetapi ketunarunguan memiliki karakteristik yang khas yang dapat

dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosial dan

sosial.

45Jati R. Atmaja, op. cit., p. 69


46Ibid., p. 72
44

a. Karakteristik dalam segi intelegensi, perkembangan intelegensi

anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal pada

umumnya. Namun, tidaksama cepatnya dengan anak yang

mendengar, karena anak yang mendengar dapat belajar

banyak hal dari yang mereka dengar. Keadaan yang berbeda

dengan anak tunarungu yang sering disebut “insan pemata”

yang lebih memerlukan banyak waktu dan proses belajarnya

terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan.

b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara, anak tunarungu

dalam segi Bahasa dan bicaranya mengalami hambatan

dikarenakan ketidakmampuan dalam mendengar, bahasa dan

bicara merupakan hasil proses peniruan/ imitasi terhadap hasil

mendegar.

c. Karakteristik dalam segi emosi dan sosial, keterbatasan akibat

ketunarunguan dalam berkomunikasi mengakibatkan perasaan

terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat

semua kejadian, tetapi tidak mampu untuk mengikuti secara

menyeluruh. Hal tersebut disebabkan keterbatasan

kemampuan dalam berbahasa lisan, diantaranya; 1) Egosentris

yang melebihi anak normal; 2)Memiliki perasaan takut akan

lingkungan yang lebih luas; 3)Ketergantungan terhadap orang

lain; 4)Perhatian mereka lebih sukar dialihkan; 5)Umumnya

anak tunarungu memiliki sifat yang polos, sederhana dan tidak


45

banyak masalah; 6)Lebih mudah marah dan cepat

tersinggung.47Uden (1971) dan Meadow (1980), Bunawan dan

Yuwati (2000), dalam Murni Winarsih mengemukakan beberapa

ciri yang sering ditemukan pada anak tunarungu adalah

sebagai berikut; 1)Sifat ego-sentris yang lebih besar daripada

anak mendengar, memiliki sifat impulsive, 2)Sifat kaku (rigrity);

3)Sifat lekas marah dan tersinggung; 4)Perasaan ragu-ragu

dan khawatir.48

Karakteristik tunarungu tidak berbatas pada poin-poin yang

disampaikan di atas, tetapi bisa saja anak tunarungu memiliki

karakteristik/ ciri khas yang lainnya. Namun demikian, jika hal itu

terjadi yang hanya bersikap kautistik/ tertentu saja, misalnya

individu bersikap tenang, tidak mudah tersinggung, tidak lekas

marah dan memiliki konsep diri yang positif, percaya diri, hal

tersebut tidak bisa diragukan dari pembentukan pola asuh

lingkungan terdekat yang terkecil misalnya keluarga yang

membentuk konsep nilai-nilai positif terhadap kehidupan. Pola asuh

yang baik akan membentuk sebuah kebiasaan yang akan melekat

dan menjadi karakteristik sikap seseorang.

Karakteristik yang sangat spesifik yang melekat pada

ketunarunguan ialah memiliki kemiskinan pemrolehan bahasa.

Pemrolehan bahasa pada tunarungu tidak bisa muncul dengan

47Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu (Jakarta: PT Luxima


Metro Media, 2013), p. 66-67
48Murni Winarsih, op.,cit. p. 9
46

sendirinya atau bisa dikatakan untuk memperoleh sebuah bahasa,

tunarungu harus “membeli bahasa”. Maksudnya, perlunya layanan

yang khusus dan dukungan dari lingungan untuk tunarungu secara

berulang-ulang agar terampil atau memiliki kemampuan dalam

berkomunikasi.

Demi terciptanya pembentukan karakter, sangat dibutuhkannya

adanya kerjasama antara guru dengan orang tua. Pembiasaan

yang sudah dicontohkan baik di sekolah, harus dapat di ulas

kembali di lingkungan rumah bersama orang tua. Dan ketika

didapati, anak mencontoh perilaku yang tidak terpuji, orang tua dan

gurulah yang harus meluruskan, menegur, dan mencontohkan

perilakunya agar terciptanya perilaku yang diharapkan.

Karakteristik seseorang tidak pernah terlepas dari pembentukan

lingkungan yang mendukung, karena karakteristik seseorang bisa

terbentuk dari pola pembiasaan yang tercipta dari lingkungan.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Skripsi dengan judul Hubungan Antara Percaya Diri Dengan

Kemampuan Komunikasi Interpersonal Pada Peserta Didik Kelas

Vii Mts Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018 oleh

Azizah Chai Carrina Fakultastarbiyah Dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Raden Intan Lampung Terdapat hubungan yang

signifikan antara percaya diri peserta didik dengan komunikasi


47

interpersonal pada peserta didik kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar

Lampung. Apabila percaya diri peserta didik tinggi akan sangat

berpengaruh dalam komunikasi interpersonal peserta didik, dengan

kata lain peserta didik yang mempunyai percaya diri tinggi akan

juga berbanding lurus dengan komunikasi interpesonal peserta

didik.

2. Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan

Kemampuan Menulis Kreatis Siswa Kelas XI MAN 2 Bogor oleh

Hilman Muttaqin Gunawan, Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik

Ibrahim Malang, 2018 berdasarkan temuannya kepercayaan diri

dapat menjadi prdektor bagi tinggi rendahnya kemampuan menulis

kreatif sebesar 6,1%. Secara garis besar, variabel kepercayaan diri

memang tidak memberikan sumbangsih dengan presentase yang

tinggi terhadap kemampuan menulis kreatif. Hal ini disebabkan

karena aspek yang mempengaruhi hasil produk kreatif bukan hanya

dari aspek pribadi dengan sikap kreatif saja, melainkan masih

terdapat aspek yang lain, salah satu di antaranya ialah kemampuan

berfikir kreatif dan lingkungan pendorong kreatif.

3. Hubungan antara kemampuan komunikasi dan rasa percaya diri

dengan sosialisasi anak tunarungu wicara di SLB-B YRTRW

Surakarta tahun 2005/2006 Oleh : Suranto Dari hasil analisis data

terlihat ada hubungan yang positif antara rasa percaya diri dengan

sosialisasi anak tunarungu wicara. Anak tunarungu wicara


48

cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah. Maka dengan

rasa percaya diri yang tinggi, anak tunarungu wicara akan mampu

meningkatkan sosialisasinya.

E. Kerangka Berfikir

PERCAYA DIRI
KEPERCAYAAN DIRI KEMAMPUAN KOMUNIKASI

Percaya diri merupakan sikap positif dengan belajar untuk

mengenal diri terhadap segala kemampuan dengan terus

mengasahnya maupun dapat mengatasi ketidakmampuan pada diri

sehingga seseorang mampu nyaman dengan diri sendiri, tidak ragu

menentukan pilihan sendiri, menerima keberhasilan dan kritik dari

orang lain. Percaya diri menjadi modal utama yang harus dimilki pada

diri sendiri demi berlangsungnya komunikasi dengan orang lain dalam

sebuah hubungan sosial.

Dalam hubungan sosial, agar lingkungan menerima keberadaan

seseorang, alangkah baiknya jika didahului dengan yakin terhadap diri

dengan segala kelebihan dan dapat menerima kekurangan diri

sendiri. Lingkungan akan menerima dengan sendirinya kemampuan

dan ketidakmampuan seseorang yang beragam. Percaya diri bukan

merupakan sifat bawaan melainkan diperoleh dari pembentukan

proses belajar berinteraksi/ berkomunikasi dengan lingkungannya.

Rendahnya rasa percaya diri pada tunarungu menjadi berlebihan

karena seringnya diabaikan yang dapat mendatangkan kesulitan pada


49

diri sendiri. Akibatnya, berusaha menarik diri dari pergaulan,

memperkecil frekuensi untuk berkomunikasi. Sedangkan demi

berlangsungnya pendidikan bagi anak tunarungu, sangat diperlukan

adanya komunikasi intensif agar anak dapat mengikuti proses belajar

mengajar dengan baik.

Kemampuan komunikasi anak tunarungu dimaksudkan dengan

kemampuan anak tunarungu menghasilkan pesan dan menerima

pesan dalam menyelesaikan sebuah peran dari fungsi komunikasi

sebagai perwujudan saling bertukarnya informasi yang pada nantinya

diharapkan pembentukan sikap kesepahaman komunikasi verbal

maupun komunikasi nonverbal antara kaum tunarungu dengan kaum

dengar dengar. Secara konseptual, diduga terdapat hubungan antara

percaya diri dengan kemampuan komunikasi.

F. Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri

dengan kemampuan komunikasi anak tunarungu di kelas tinggi (4-

6)........................................................................................
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan

antara percaya diri dengan kemampuan komunikasi anak tunarungu.

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan

antara percaya diri dengan kemampuan komunikasi.

Berkenaan dengan tujuan penelitian tersebut di atas yang

berlandaskan pada kajian teoretis dan kerangka berpikir sebagaimana

telah diuraikan di Bab II, maka diperlukan data empirik guna menguji

kebenaran hipotesisis yang telah diajukan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDLB wilayah Jakarta Timur.

Dengan waktu kegiatan penelitan, dimulai dengan pelaksanaan

ujicoba instrumen yang dilaksanakan pada bulan Desember 2019.

Selanjutnya, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari

2020

C. Metode dan Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik

korelasional dan bersifat deskriptif. Dikatakan deskriptif karena

50
51

peneiitian ini berusaha untuk menggambarkan/ mendeskripsiikan dan

menginterpretasikan apa yang ada (hubungan, kondisi, pendapat

yang sedang berkembang, proses yang serdang berlangsung/ terjadi,

akibat atau efek yang terjadi.

Selain itu, penelitian ini disebut juga bersifat korelasional karena

berusaha menyelidiki hubungan antara variabel penelitian, yakni

variabel percaya diri dengan kemampuan komunikasi. Percaya diri

sebagai variabel bebas dan kemampuan komunikasi sebagai variabel

terikat. Di sisi lain, peneliti ini bersifat hubungan yang interaktif/ timbal

balik. Model permasalahan mengenai hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat dapat dilihat dalam gambar dalam bentuk

berikut ini:

Gambar 3.1. Model Hubungan antara Variabel Bebas dan

Variabel Terikat.

X y

Keterangan:

X = Percaya Diri

Y = Kemampuan Komunikasi

.............................................................................
52

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi target dari penelitian ini adalah siswa tunarungu

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di wilayah Jakarta Timur.

Sekolah yang memenuhi kriteria sesuai dengan karakteristik dari

penelitian yaitu SDLB bagian B dan bagian B/ C di wilayah Jakarta

Timur sebanyak 5 sekolah. Sedangkan populasi terjangkaunya

seluruh siswa tunarungu sebanyak 30 siswa di kelas tinggi (4-6)

yang tersebar di masing-masing 5 sekolah yang terpilih sebagai

populasi terjangkau; adapun perwakilan dari masing-masing

sekolah sebanyak 6 siswa yang berada di kelas tinggi (4-6)

2. Sampel

Jika populasi penelitian kurang dari 100, jadi peneliti

menggunakan total sampling sebagai teknik pengambilan

sampelnya. Maka dalam penelitian kali ini, peneliti mengunakan

teknik purposive sampling, berdasarkan karakteristik yang

ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan

dengan tujuan atau masalah penelitian49

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data empirik tentang percaya diri dengan

kemampuan komunikasi maka digunakan instrumen sebagai berikut:

49Somantri,Anting, dan Sambas Ali Muhidin, Aplikasi Statiska Dalam Penelitian,


(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2006), p. 83
53

1. Instrumen Percaya Diri

a. Definisi Konseptual

Secara konseptual, bahwa kepercayaan diri merupakan

pembawaan/ sikap positif dengan belajar untuk mengenal diri

terhadap segala kemampuan dan kelemahan diri yang meliputi

aspek di antaranya, 1) Aspek psikologis, yang meliputi (a)

Pengendalian diri; (b) Suasana hati yang sedang dihayati; (c)

Citra fisik; (d) Citra Sosial dan (e) Citra diri. 2) Aspek

Keterampilan Teknis, yang meliputi; (a) Taktis; (b) Metodis dan

(c) Imajinasi.

b. Definisi Operasional

Secara operasional, percaya diri adalah skor kemampuan

yang meliputi (1) Aspek psikologis, yang meliputi (a)

Pengendalian diri; (b) Suasana hati yang sedang dihayati; (c)

Citra fisik; (d) Citra Sosial dan (e) Citra diri. 2) Aspek

Keterampilan Teknis, yang meliputi; (a) Taktis; (b) Metodis (c)

Imajinasi. yang hasilnya dapat dilihat pada istrumen percaya

diri, dimana datanya dalam bentuk satuan skor yang berskala

interval.

c. Kisi-kisi Instrumen Percaya Diri (X)

Berdasarkan indikator di atas maka dibuatlah kisi-kisi

instrumen percaya diri dalam bentuk tabel, sebagaimana yang

terlihat pada tabel berikut ini. Dari indikator langsung


54

dikembangkan menjadi butir-butir instrumen yang akan diuji

coba sebanyak 30butir. Pengembangan butir tersebut dapat

diiihat pada tabel 3.1 yang terdapat di bawah ini.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Percaya Diri50

Variabel Dimensi/ Indikator Nomer Butir Jumlah


Aspek
Pengendalian 1, 2, 3, 4, 5, 6 6
diri
Suasana hati (7), 8, (9), 10 4
yang dihayati
Psikologis Citra fisik 11, 12, 13 3
Percaya Citra sosial 14, 18, 19, 20 4
Diri
Citra diri 15, 16, (17) 3
Taktis 21, 22, 23, 24 4
Metodis 25, 28, (29), 4
Keterampilan 30
Teknis Imajinasi (26), 27 2
Total Butir 30
Keterangan :
Tanda kurung ( ) pertanyaan negative

d. Kalibrasi Instrumen Percaya Diri

Uji coba Instrumen percaya diri dilakukan terhadap 30 siswa

kelas tinggi (4-6) yang berada di Sekolah Luar Biasa B dan B/C di

Jakata Timur yang dimaksudkan dengan adanya pilihan butir-butir

validnya sebuah instrumen. Dengan pemrolehan validitas dari

50Intrumen lengkap lihat di lampiran, pp. 65-68


55

setiap butir dapat diketahui manakah butir-butir yang tidak

memenuhi syarat yang telah ditinjau dari validitasnya.

1) Analisa Validitas Instrumen Percaya Diri

Variabel yang diukur rumus Pearson "Product Moment”

untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner dalam

mengukur suatu kontrak. Jika koefisien korelasi lebih besar dari

r tabel, maka dinyatakan valid butir tersebut. Namun

sebaliknya, jika koefisien korelasi lebih rendah atau sama

dengan r table, maka tidak validnya atau tidak dipergunakannya

butir tersebut.

2) Analisis Reliabilitas Instrumen Percaya Diri

Koefisien reliabilitas instrumen yang diuji dengan tujuan

menentukan konsistensi jawaban yang diberikan oleh

responden terhadap suatu instrument penilitian. Pengukuran

besaran koefisien reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan

menggunakan "Alpha Cronbach".

2. Instrumen kemampuan komunikasi

a. Definisi Konseptual

Kemampuan komunikasi anak tunarungu ialah kemampuan

anak tunarungu dalam menyelesaikan sebuah peran dari fungsi

komunikasi sebagai perwujudan saling bertukarnya informasi

yang pada nantinya diharapkan pembentukan sikap

kesepahaman antara kaum tunarungu dengan kaum dengar


56

dengar yang menerapkan simbol-simbol dan wujud dari tindak

komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi

nonverbal.

Kemampuan komunikasi verbal tunarungu dalam kajian

penelitian kali ini meliputi unsur; (1)Fonologi, yang terdiri dari

fonem segmental, yaitu kebenaran secara artikulasi, dan fonem

suprasegmental, yaitu kebenaran dari irama, intonasi, tekanan

dan jeda. (2)Morfologi, yaitu kebenaran bentuk kata;

(3)Sintaksis, yaitu kebenaran struktur kalimat; (4)Semantik,

yaitu kebenaran makna.

Adapun aspek kemampuan komunikasi nonverbal sebagai

berikut; tidak memasukkan aspek fonologi, mengingat

komunikasi nonverbal dalam hal ini isyarat bahasa tidak

didukung oleh unsur fonologis. Jadi, aspek nonverbal hanya

pada unsur (1) morfologi, yaitu kebenaran bentuk kata, dalam

hal ini, isyarat yang ditampilkan merupakan isyarat pokok atau

isyarat bentukan; (2) sintaksis, yaitu kebenaran struktur kalimat

yang diisyaratkan; dan (3)semantik, kebenaran makna yaitu

kesesuaian ungkapan dengan isyarat yang ditampilkan, namun

dalam sisi nonverbal juga diperlukan kebenaran; serta (4)

ketepatan isyarat dan keserempakan antara ungkapan dan

isyarat.
57

b. Definisi Operasional

Secara operasional, kemampuan komunikasi adalah skor

daya penggerak bagi seseorang yang sedang belajar untuk

mencapai tujuan yang diinginkan, dimana dalam pencapaian

tujuan tersebut, terdapat komunikasi verbal maupun komuikasi

non verbal. Komunikasi verbal meliputi unsur unsur;

(1)Fonologi, yang terdiri dari fonem segmental, yaitu kebenaran

secara artikulasi, dan fonem suprasegmental, yaitu kebenaran

dari irama, intonasi, tekanan dan jeda. (2)Morfologi, yaitu

kebenaran bentuk kata; (3)Sintaksis, yaitu kebenaran struktur

kalimat; (4)Semantik, yaitu kebenaran makna.

Adapun aspek kemampuan komunikasi nonverbal sebagai

berikut; tidak memasukkan aspek fonologi, mengingat

komunikasi nonverbal dalam hal ini isyarat bahasa tidak

didukung oleh unsur fonologis. Jadi, aspek nonverbal hanya

pada unsur (1) morfologi, yaitu kebenaran bentuk kata, dalam

hal ini, isyarat yang ditampilkan merupakan isyarat pokok atau

isyarat bentukan; (2) sintaksis, yaitu kebenaran struktur kalimat

yang diisyaratkan; dan (3)semantik, kebenaran makna yaitu

kesesuaian ungkapan dengan isyarat yang ditampilkan, namun

dalam sisi nonverbal juga diperlukan kebenaran; serta (4)

ketepatan isyarat dan keserempakan antara ungkapan dan

isyarat yang hasilnya dapat dilihat pada istrumen kemampuan


58

komunikasi, datanya dalam bentuk satuan skor yang berskala

interval.

c. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi (Y)

Berdasarkan indikator di atas maka dibuatlah kisi-kisi

instrumen kemampuan komunikasi dalam bentuk tabel,

sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut ini. Dari indikator

langsung dikembangkan menjadi butir-butir instrumen yang

akan diuji coba sebanyak 15 butir. Pengembangan butir

tersebut dapat diiihat pada tabel 3.2 yang terdapat di bawah ini.

Tabel 3.2 Kisi – kisi Kemampuan Komunikasi51

Verbal Dimensi Indikator Nomor Butir Jumlah

Fonologi 1, 2, 3, 4, 5 4

Morfologi 6, 7 2
Verbal Sintaksis 8, 9 2
Kemampuan Semantik 10 1
Komunikasi
Morfologi 11, 12 2

Sintaksis 13 1
Non Semantik 14 1
Verbal
Ketepatan 15 1

Jumlah Butir 15

51Intrumen lengkap lihat di lampiran, pp. 69-71


59

d. Kalibrasi Instrumen Kemampuan Komunikasi

1) Analisa Validitas Instrumen Kemampuan Komunikasi

Variabel yang diukur menggunakan rumus Pearson

"Product Moment” untuk mengukur sah atau tidaknya suatu

kuesioner dalam mengukur suatu kontrak.

2) Analisis Reliabilitas Instrumen Kemampuan Komunikasi

Koefisien reliabilitas instrumen yang diuji dengan tujuan

menentukan konsistensi jawaban yang diberikan oleh

responden terhadap suatu instrument penilitian.

Pengukuran besaran koefisien reliabilitas instrumen ini

dilakukan dengan menggunakan "Alpha Cronbach".

F. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul lalu dianalisis dengan menggunakan statistik

deskriptif dan inferensial. Dalam analisis deskriptif, mendeskripsikan

menurut masing-masing variabel dari penelitian. Adapun tujuannya

ialah untuk mendapatkan karakteristik penyebaran nilai dari setiap

variabel yang diteliti dengan menghitung nilai rata-rata, simpangan

baku, modus, dan median.

Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu

dilakukannya uji persyaratan analisis, yang meliputi uji normalitas, uji


60

homogenitas, dan uji linearitas regresi. Pengujian normalitas dilakukan

dengan uji Liliefors, variabel bebas dengan menggunakan uji Barlett

Data dan variansi dianggap normal dan homogen jika harga L

observasi < Ltabel dan dan chi-kuadrat observasi < dan harga chi-

kuadrat tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan

sebanyak jumlah kelompok yang diharapkan dikurangi satu.

Linearitas clan regresi diuji dengan uji F tuna cocok.52 Kriteria

pengambilan keputusan adalah bila harga F observasi < F tabel dalam

taraf signifikansi 1 % dan 5% atau sebaliknya, maka model linear

regresi dapat diterima atau sebaliknya.

Satu hipotesis statistik yang dirumuskan dalam penelitian ini diuji

dengan analisis korelasi sederhana dengan satu variabel bebas.

Keberartian koefisien korelasi diuji dengan transformasi t. Jika t hitung

> t tabel pada taraf signifikansi 1 % dan 5% dengan derajat

kebebasan n-2, maka hipotesis diterima atau sebaliknya.

G. Hipotesis Statistik

Hipotesis Statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H0 : py1 = 0

H1 : py1 > 0

52Sudjana, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti (Bandung; Tarsito,
1992), pp. 15-19
61

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti Yofita Rahay. 2013. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui

Kegiatan Bercerita. Jakarta: Indeks

Bintoro, Totok. Tunarungu. Disampaikan pada perkuliahan Sistem

Komunikasi, Universitas Negeri Jakarta, 1 Mei 2019

Bintoro, Totok. 2011. dalam Disertasi dengan judul Kemampuan

Komunikasi Anak Tunarungu (Studi Ex post Facto Tentang

Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Tingkat Ketunarunguan

Terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Tunarungu di Jakarta

Selatan). Jakarta : PB PPs

Bintoro Totok. 2011. Kemampuan Komunikasi Tunarungu. Jakarta:

Perspektif Ilmu Pendidikan Vol. 23 Th. XIV

Bunawan, Lani dan Cecilia Susila Yuwati. 2000. Penguasaan Bahasa

Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama

Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2005

Deborah Deutsch Smith, Naomi Chowdhuri Tyler, 2006. Introduction to

Special Education: Making a Difference, Student Value Edition

(7th Edition)

Enung Fatimah. 2006. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:

PT Grafindo Persada
62

Fatimah, Dewi. 2015. Pengembangan Model Bimbingan Kelompok

Dengan Teknik Role Playing Untuk Mengembangkan

Kepercayaan Diri

Frieda Mangunsong. 2014. Psikology dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus. Depok: LPSP3 UI

G. Bambang Nugroho, Tunarungu. Disampaikan pada perkuliahan

Perspektif Anak Dengan Gangguan Pendengaran, Universitas

Negeri Jakarta, 2 Mei 2019

Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Jakarta: PT Luxima Metro Media.

Jati R. Atmaja. 2017. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan

Khusus. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta:

Kencana

Mirhan, Jeane Betty Kurnia Jusuf. 2016. Hubungan Antara Percaya Diri

dan Kerja Keras Dalam Olahraga Dan Keterampilan Hidup,

dalam Jurnal Olahraga Prestasi,. Diunduh tanggal 12 November

Muhammad, Arni. 1989. Komunikasi. Jakarta: Depdikbud

Munawir Yusuf, A. Salim Choiri, M, Subagya, Rani Wulandari. 2012

Pendidikan Kompensatoris Anak Bekebutuhan Khusus (ABK).


63

Surakarta: Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG

Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar

Murni Winarsih. 2018. Modul PPG dalam Jabatan Pendalaman Menteri

Konsep dan Karakteristik Tunarungu. Jakarta: Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidkan Tinggi.

Ngainun Naim. 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta:

AR-RUZZ MEDIA

Nurhayati, Lisa 2015. Teori Komunikasi Massa. ,

https://www.kompasiana.com/amp/lisanurhayati3004/teori-

komunikasi-massa-formula-lasswel

Purwanto, Joko. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga

Puspitarini, Heny. 2013. Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Praptono. 2011. dalam Disertasi dengan judul Kondisi Adaptasi Sekolah

Penyelenggara Program Pendidikan Inklusif Tingkat Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Pengaruhnya Terhadap

Kepercayaan Diri dan Prestasi Belajasr Siswa Tunanetra dan

Tunarungu di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: PEP PP

Sari, Andhita. 2017. Komunikasi Antarpribadi Sleman: DEEPUBLISH

Siti Rahayu Haditono. 1991. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: UGM

PRESS
64

Stevenson, Nancy. 2006. Young Persons Character Education Handbook.

United States of Amerika: JIST

Sudjana,. 1992. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti.

Bandung; Tarsito

Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi.

Jakarta: MedPress

Surya, Hendra. 2010. Jadilah Pribadi Yang Unggul. Jakarta : Flex Media

Komputindo

Susanto, Iin. 2015. 99 Pola Pikir yang Bikin Orang Susah Jadi Pengusaha

Jakarta: Gramedia Widiarsana Indonesia

Winston, Robert. 2017. Helps Your Kids with Growing Up. London: Dorling

Kindersley Limitied

Yulia Novita Sari. Konselor . 2018. Volume 7 Number 3 2018 ISSN:

November 30, The Urgency Of Developing Trust and

Interpersonal Communication Skills Of Students Through Role

Playing: Univeritas Negeri Yogyakarta


65

LAMPIRAN 1
(Instrumen Percaya Diri)
66

I. Identitas
1. Nama : …………………………………….
2. Kelas : …………………………………….
3. Tanggal : …………………………………….

II. Kata Pengantar


Adik-adik kesayangan yang terkasih,
Pada kesempatan ini, kakak meminta kerelaan dan kesediaan
untuk mengisi kuisioner ini. Kuesioner ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat percaya diri. Isilah kuisoner ini dengan teliti,
jujur, dan sesuai dengan diri dan pengalaman, terima kasih.

III. Petunjuk Pengisian


Bacalah masing-masing pertanyaan percaya diri di bawah ini.
Berikanlah tanda centang ( √ ) pada kolom yang disediakan pada
kolom yang telah disediakan sesuai dengan pengalaman.

IV. Kriteria Penilaian


1. Jika menjawab ceklist pada kolom (YA) = 1, sedangkan pada
kolom (TIDAK) = 0 untuk pertanyaan positif.
2. Jika menjawab (YA) = 0, sedangkan pada kolom (TIDAK) = 1
untuk pertanyaan negatif.

Selamat Mengerjakan   
67

Kuesioner Percaya Diri


Peserta Didik Tunarungu Kelas Tinggi (4-6) di SDLB Jakarta Timur
Tahun Ajaran 2020/2021
No. Pernyataan Ya Tidak
1 Apakah kamu berani tampil ke depan?
2 Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan
yang guru berikan?
3 Apakah kamu duduk di bangku belakang?
4 Apakah kamu selalu melihat jawaban teman
saat ulangan?
5 Apakah kamu merasa yakin menjawab soal
ulangan?
6 Apakah kamu dapat menjawab tugas/ PR
tanpa melihat teman?
7 Apakah kamu merasa sedih jika ada yang
menganggapmu sebagai orang yang tidak
berguna?
8 Apakah kamu merasa senang diajak bicara?
9 Apakah kamu merasa mudah marah jika ada
teman yang meledek?
10 Apakah kamu kamu punya cita-cita?
11 Apakah kamu menyesal dengan kondisi fisisk
yang tuhan berikan?
12 Apakah kamu puas dengan kodisi fisikmu?
13 Apakah kamu yakin setiap manusia memliki
kelebihan dan kekurangan?
14 Apakah kamu dapat menerima kenyataan
bahwa kamu termasuk anak tunarungu?
15 Apakah kamu di berikan tugas membantu
oleh orang tua di rumah?
16 Apakah kamu dapat menyelesaikan
pekerjaan membantu?
17 Apakah kamu gagal menyelesaikan tugas
yang diberikan guru?
18 Apakah kamu yakin kamu termaksuk orang
yang bermanfaat?
19 Apakah kamu di nilai oleh ibumu, sebagai
orang yang hebat?
68

20 Apakah kamu mudah bergaul dengan yang


lain?
21 Apakah kamu selau berfikir positif?
22 Apakah kamu memiliki kelebihan yanhg tidak
di miliki orang lain?
23 Apakah kamu mudah memaafkan?
24 Apakah kamu selalu menggunakan kata-kata
positif? Seperti, ya saya bisa!
25 Apakah kamu mampu menyelesaikan
masalah/ tugas yang diberikan?
26 Apakah kamu percaya punya masa depan
yang baik?
27 Apakah kamu tidak berani bermimpi?
28 Apakah kamu melatih diri menjawab soal
secara sendiri?
29 Apakah kamu mudah menyerah saat gagal?
30 Apakah kamu berani berpendapat?
69

LAMPIRAN 2
(Instrumen Kemampuan Komunikasi)
70

Kemampuan Komunikasi
Peserta Didik Tunarungu Kelas Tinggi (4-6) di SDLB Jakarta Timur
Tahun Ajaran 2020/2021
1. Identitas Diri
b. Nama : ……………………………..
c. Jenis Kelamin : …………………………….
d. Kelas : ……………………………..

2. Petunjuk
a. Instrumen kemampuan komunikasi berupa pengamatan
yang dilaukan oleh peneliti untuk melihat sejauh mana
kemampuan komunikasi anak tunarungu baik verbal maupun
non verbal.
b. Kriteria penilaian terdiri dari rentang nilai 1, 2, dan 3
c. Keterangan kriteria sebagai berikut:
Nilai 1 = rendah (tidak mampu)
Nilai 2 = sedang (dengan bantuan guru)
Nilai 3 = tinggi (mandiri)

Kuesioner Kemampuan Komunikasi


Peserta Didik Tunarungu Kelas Tinggi (4-6) di SDLB Jakarta Timur
Tahun Ajaran 2020/2021
Kriteria
NO Pernyataan
1 2 3

1 Anak mampu mengucapkan kata dengan jelas


sesuai artikulasi
2 Anak mampu mengucapkan kata dengan lancar
3 Anak mampu menggunakan kalimat berita
4 Anak mampu menggunakan kalimat tanya
5 Anak mampu menggunakan kalimat perintah
6 Anak mampu menulis kata sesuai bentuk huruf
yang telah dibakukan/ disepakati
7 Anak mampu mengucapkan kata dengan jelas
sesuai letak keluar huruf
8 Anak mampu menyusun struktur kalimat sesuai
SPO (Subjek Predikat Objek) pada tugas yang
diberikan
71

9 Anak mampu menggunakan struktur kalimat


sesuai SPO
10 Anak mampu menggunakan kata sesuai makna
11 Anak mampu berbahasa isyarat sesuai bentuk
kata yang disepakati
12 Anak mampu menyimak bahasa isyarat lawan
bicara
13 Anak mampu berbahasa isyarat sesuai dengan
struktur kalmat yang runtun dan benar
14 Anak mampu berbahasa isyarat sesuai dengan
makna sebenarnya
15 Anak mampu berbahasa isyarat sesuai kalimat
yang diucapkan pada saat itu

Anda mungkin juga menyukai