REFLEKSI DIRI AKSM

Bismillahirrahmaaniraahim….
Awal pertama tahu tentang Asuhan Keperawatan Spiritual
Muslim (AKSM), saya merasa tertarik, karena jarang ada sekolah
keperawatan yang memuat mata kuliah khusus spiritual musim.
Saya lebih merasa tertarik lagi setelah mengikuti kuliah tentang
Spiritual Emotional Freedom Teknik (SEFT). Saya berfikir materi
tentang ini bisa diterapkan dikeseharian kita, terlebih lagi saya
berfikir untuk menerapkannya di Lapas tempat saya bekerja bagi
para pecandu NAPZA. Selain materi tentang SEFT, materi lain
mengenai psikoterapi juga menurut saya bagus, dan bisa
diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan ditempat
kita bekerja. Satu lagi yang menarik bagi saya yaitu materi tentang
ruqyah, sedikit aneh tetapi Alhamdulillah, ilmu ini bisa
bermanfaat juga, khususnya untuk diri saya sendiri dan keluarga.
Program profesi ners stase AKSM di ruang dewi sartika RS
Muhammadiyah Bandung, Alhamdulillah bisa memberikan
pencerahan bagi diri saya sendiri.
Masalah spiritual bagi pasien menurut saya merupakan
ranah yang menjadi titik terlemah dari seorang pasien, tidak
semua orang bisa menggali sampai ke ranah itu. Patutnya kita
berbangga sebagai perawat yang tak hanya memperhatikan
masalah biologis, psikologis, social, tetapi juga masalah spiritual
pasien. AKSM merupakan sarana, alat, cara untuk menembus titik
terlemah itu.
Minggu pertama melakukan pengkajian spiritual, saya
merasa bersemangat, saya mendapat banyak pelajaran dari
pasien. Namun dalam melakukan pengkajian saya merasakan
kendala yaitu sering terbawa suasana dan alur cerita pasien,
sehingga kurang focus dengan pertanyaan yang seharusnya
diajukan ke pasien.
Minggu kedua menjelang presentasi kasus, presentasi
jurnal, semangat saya turun. Sesuai arahan dosen pembimbing,
diminggu ini harus menerakan EBN jurnal. Saya bingung harus
seperti apa. Namun Alhamdulillah dosen pembimbing memberikan
pencerahan melalui grup whatsapp, selain itu teman kelompok
dan perawat ruangan juga membantu dalam pelaksanaan EBN
tersebut. Akhirnya presentasi jurnal dan presentasi kasus dapat
teraksana dengan lancar.
Kasus yang saya ambil di minggu pertama dan kedua
hampir sama, diagnose spiritual juga sama, karena sebenarnya
saya belum faham betul mengenai diagnose tersebut, cara
membedakannya, mengelompokan datanya. Namun Alhamdulillah
diminggu ketiga, saya mendapatkan pencerahan lagi dari pasien
terakhir yang ternyata memiliki masalah yang kompleks. Hal itu
membuat saya bisa menerapkan psikoterapi islami dengan
lengkap, seperti SEFT, Bibliotherapi, Quantum Touch, Qur’anik
Healing.
Saya lebih merasa percaya diri untuk menerapkan AKSM di
minggu ketiga. Menurut saya dalam menerapkan AKSM ini kita
sebagai perawat harus mempunyai pengetahuan, kesiapan dan
yang terpenting keyakinan akan kemampuan diri sendiri. Ketika di
minggu kedua saat semangat saya turun, saya merasa bingung,
yang saya dapatkan dari pengkajian pasien sebenarnya sangat
tidak maksimal. Karena ada yang membatasi dalam diri saya
sendiri yaitu kebingungan dan kurang percaya diri.
Alhamdulillah secara keseluruhan stase AKSM ini
memberikan banyak pelajaran sekaligus pencerahan khususnya
bagi diri saya sebagai perawat. Saya merasa semakin dekat dengan
Allah SWT, semakin merasa bersyukur. Harapan saya semoga
ilmu yang saya dapatkan tentang AKSM ini bisa saya aplikasikan
ditempat saya bekerja di Lapas Perempuan kelas IIA Bandung,
terutama tentang psikoterapi islami, SEFT, bibliotherapi, Quantum
Touch dan Qur’anik healing yang sesuai dengan beberapa hasil
penelitian ternyata efektif dalam mengurangi nyeri maupun
kecemasan pasien.
Jazakillah saya ucapkan kepada dosen pembimbing ibu
Inggriane (ibu ine) yang dengan sangat sabar dan lembut
memberikan pencerahan melalui stase AKSM ini. Tak terasa tiga
minggu ini dapat dilalui dengan penuh pembelajaran. Terimakasih
juga untuk teman kelompok yang selalu bekerjasama dengan
penuh persaudaraan. Semoga Allah memberikan kemudahan
untuk semua urusan-urusan kita. Aamiin Yarabbal’alamiin.
Alhamdulillahirabbil’alamiin.

Bandung, 6 Juli 2019

Nina Fitriani