Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN
I. KOSEP DASAR MEDIS
A. Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada


rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi
rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat
Bedah Indonesia, 13 Juli 2000)

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa


trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 2000).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ


abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ (Sjamsuhidayat, 2000).

B. Etiologi

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :

a) Trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu
mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma
kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak
organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan
perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap
organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat
pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman
bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan
motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak
sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya
(organ yang terfiksir). Pemakaian air-bagtidak mencegah orang mengalami
trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena
trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-
45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma
retroperitoneal.
b) Trauma tajam

Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan


kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%),
diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan
yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa
besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ
tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai
usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal
(25%).
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 145)
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh
dari ketinggian.

Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :

1. Penyebab trauma penetrasi


 Luka akibat terkena tembakan
 Luka akibat tikaman benda tajam
 Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
 Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 Hancur (tertabrak mobil)
 Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
 Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah rag

KLASIFIKASI

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

 Kontusio dinding abdomen


Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.

 Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen


yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:

1) Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.

2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen


Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.

3) Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

C. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat


kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :

 Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh


gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
 Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
 Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
D. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

 Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen


 Terjadi perdarahan intra abdominal.
 Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis
dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
 Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah

trauma.

 Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

 Terdapat luka robekan pada abdomen.


 Luka tusuk sampai menembus abdomen.
 Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
 Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.

2. Darah dan cairan


Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.

3. Cairan atau udara dibawah diafragma


Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.

4. Mual dan muntah


5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

E. Komplikasi

1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.


2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.

4. Pemeriksaan urine rutin


Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

i. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :


 Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
 Trauma pada bagian bawah dari dada
 Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
 Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
 Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
 Patah tulang pelvis
ii. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
 Hamil
 Pernah operasi abdominal
 Operator tidak berpengalaman
 Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

G. Penatalaksanaan

1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.

4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan,


sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar
dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta
sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka.
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan
salin basah untuk mencegah kekeringan visera.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
8. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi,
atau hematuria.
II KOSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan


cedera (trauma)

2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu),
polanapas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)

Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan


Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera
makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan


status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan


Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

C. PERENCANAAN
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.

K.H : Kebutuhan cairan terpenuhi

Intervensi :

 Kaji tanda-tanda vital


R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan

 Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin


R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan

 Kaji tetesan infus


R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.

 Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.


R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi
tubuh.

 Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi


abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi

K.H : Nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :

 Kaji karakteristik nyeri


R/ mengetahui tingkat nyeri klien.

 Beri posisi semi fowler.


R/ mengurngi kontraksi abdomen

 Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi


R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian

 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.

 Managemant lingkungan yang nyaman


R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman
klien

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak


adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi

K.H : tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi :

 Kaji tanda-tanda infeksi


R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
 Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi
resiko infeksi.

 Kaji tanda-tanda vital


R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.

 Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi


R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial

 Kolaborasi pemberian antibiotik


R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status


kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi

K.H : Klien tampak rileks

Intervensi :

 Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan


yang berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.

 Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa


takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi
masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.

 Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan


mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang

 Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres


R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman
dalam menghadapi situasi
 Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Dapat bergerak bebas

K.H: Mempertahankan mobilitas optimal

Intervensi :

 Kaji kemampuan pasien untuk bergerak


R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi

 Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien


R/ meminimalisir pergerakan kien

 Berikan latihan gerak aktif pasif


R/ melatih otot-otot klien

 Bantu kebutuhan pasien


R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien

 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.


R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
D. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta

ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai

dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian

evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis

pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data

Subyek, Obyek, 4 EVALUASI

Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta


ssat pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai
dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian
evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis
pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data
Subyek, Obyek, Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.).

Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa


hal antara lain :

 Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.


 Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi
(perencanaan perawatan).
 Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
 Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
 Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan
perawatan.Assesment, Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.).
Dari catatan perkembangan ini seorang perawat dapat mengetahui beberapa
hal antara lain :

 Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.


 Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi
(perencanaan perawatan).
 Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
 Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai
 Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek


Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC

Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan


dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media


Aesculapius

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :


EGC

Training. 2009. Primarytraumacare.(http ://www.primarytraumacare.org/


ptcman/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10, 17, 2009, 13.10 1m, diakses: 12
september 2011)

Anda mungkin juga menyukai