Anda di halaman 1dari 44

EFEKTIFITAS GEL LIDAH BUAYA TERHADAP

PENATALAKSANAAN SCABIES DI RUTAN


LUBUK SIKAPING KABUPATEN
PASAMAN TAHUN 2019

PROPOSAL

Oleh

RINA
NIM.1814201099

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN DAN


PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK
BUKITTINGGI

1
2

PERNYATAAN PENGUJI

Judul Proposal : Efektifitas Gel Lidah Buaya terhadap Penatalaksanaan


Skabies di Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun
2019

Nama Mahasiswa : Rina

NIM : 1814201099

Proposal ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim

Penguji Program Studi Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Fort De

Kock Bukittinggi pada tanggal Desember 2019.

Bukittinggi, Desember 2019


Komisi Penguji
Moderator

Yenni, M.Kep, Ns. Sp.Kep.Kom

Penguji I

Yelmi Reni Putri, S.Kep, MAN

Penguji II

Ns. Rola Oktorina, S.Kep, M.Kep


3

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas karunia dan

limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal yang

berjudul “Efektifitas Gel Lidah Buaya terhadap Penatalaksanaan Skabies di

Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2019”.

Proposal ini diajukan untuk memenuhi syarat penyelesaian pendidikan

pada Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Ners Universitas Fort De

Kock Bukittinggi. Selama Penyusunan Proposal ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Terutama Ibu Yenni, M.Kep, Ns.

Sp.Kep.Kom selaku pembimbing I dan Ibu Ns. Fitrianola Rezkiki, S.Kep, M.Kep

selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran yang telah

mengarahkan dan memberikan bimbingan pemikiran, dan dorongan semangat

kepada penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa bangga

kepada :

1. Ibu Dr.Hj. Evi Hasnita, S.Pd, Ns, M.Kes sebagai Rektor Universitas Fort De

Kock Bukittinggi
2. Ibu Aria Wahyuni, M.Kep, Ns.Sp.Kep.MB selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan dan Pendidikan Ners Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang

telah banyak memberikan motivasi kepada kami selama perkuliahan.


3. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Ners

Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang banyak memberikan pengetahuan,

bimbingan pengalaman dan nasehat selama pendidikan.


4. Pimpinan Rutan Lubuk Sikaping beserta staf yang telah memberikan bantuan

dalam mendapatkan data awal.


4

5. Teristimewa keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi,

bantuan moril dan materil serta mendo’akan penulis selama mengikuti

perkuliahan dan penulisan proposal


6. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan dukungan semangat

dan saran dalam penyusunan Proposal ini.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan

namanya, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah membalas

segala amal baik yang telah kita lakukan. Amin.

Bukittinggi, Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN
5

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... v
DAFTAR SKEMA.......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Rumah Tanahan (Rutan)
....................................................................................................
....................................................................................................
9
B. Skabies
....................................................................................................
....................................................................................................
11
C. Lidah Buaya
....................................................................................................
....................................................................................................
15
D. Kerangka Teori
....................................................................................................
....................................................................................................
23

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep
....................................................................................................
....................................................................................................
24
B. Defenisi Operasional
....................................................................................................
....................................................................................................
25
C. Hipotesis
....................................................................................................
....................................................................................................
25

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian........................................................................ 26
6

B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 26


C. Populasi dan Sampel.................................................................. 27
D. Teknik Pengumpulan Data......................................................... 28
E. Teknik Pengolahan Data ............................................................ 29
F. Teknik Analisis Data ................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Sarcoptes Scabiei.................................................................................. 9

2.2 Tanaman Lidah Buaya.......................................................................... 17


7

DAFTAR SKEMA

No. Skema Halaman

2.1 Kerangka Teori................................................................................. 23


2.2 Kerangka Konsep............................................................................. 24
8

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

3.1 Defenisi Operasional.......................................................................... 29


9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Pengambilan Data Awal


Lampiran 2 : Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Pernyataan Persetujuan
Lampiran 4 : Lembar Observasi
Lampiran 5 : Lembar Konsultasi
10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skabies adalah salah satu penyakit menular yang merupakan hasil

perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi, yaitu faktor

lingkungan, agen penyebab penyakit dan agen pejamu (host). Faktor manusia

sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit, tergantung pada

karakteristik yang dimiliki masing-masing individu. Oleh sebab itu, dalam

pencegahan dan pengendalian yang efektif terhadap penyakit perlu dipelajari

mekanisme interaksi yang terjadi angara agens penyakit, manusia dan

lingkungan (Widoyono 2011, p.10).

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sercoptes scabiei

Var hominis. World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian

skabies pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Beberapa negara

yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% populasi

umum. Kejadian Skabies pada Tahun 2015 juga berprevalensi tinggi di


11

beberapa Negara di antaranya Mesir diperoleh (4,4%), Nigeria (10,5%), Mali

(4%), Malawi (0,7%), dan Kenya (8,3%) (Ridwan 2017, p.2).

Prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,60%-12,95% dan penyakit

skabies ini menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.

Prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan

kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti panti asuhan,

pondok pesantren dan lembaga pemasyarakatan. Data Dinas Kesehatan

Propinsi Sumatera Barat tahun 2018 diketahui bahwa penyakit kulit infeksi

menempati urutan ke 7 dari 10 penyakit terbanyak, yaitu sebanyak 3,9 % atau

69.659 kasus (Dinkes Sumbar 2018, p.17).

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara

berkembang terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya

tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian (Roodsari, et

al. 2012). Menurut penelitian Sara (2018) di Ethiopia, dari 4.532 total kasus

scabies sebanyak 2633 (58%) laki-laki dan 1.899 (42%) perempuan.

Penelitian Baur (2013) di India didapatkan faktor personal higiene,

ketersediaan air bersih, status sosial ekonomi berpengaruh terhadap

prevalensi skabies.

Menurut penelitian Chowsidow (2006), diagnosis scabies dapat

ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien serta riwayat keluarga dan

kontak dekat. Gejala umum yang dapat diperlihatkan penderita scabies adalah

gatal-gatal hebat, biasanya pada wajah dan kepala terutama pada malam hari.

Sebagian lesi terdapat di jari, permukaan fleksor pergelangan tangan, siku,

aksila, di bokong dan alat kelamin, serta pada payudara wanita.


12

Menurut Wibisono (2011), skabies ditandai rasa gatal yang sangat

intens, timbulnya bintik merah pada kulit dan pada kasus yang sudah berat,

akan muncul luka bernanah. Penyebaran skabies pada umumnya terjadi

melalui kontak langsung antar kulit atau melalui peralatan tidur, pakaian dan

handuk. Dengan demikian, penjara yang padat penghuni merupakan

lingkungan yang ideal untuk penyebaran skabies yang dibawa oleh kutu

sarcoptes scabei. Tingginya kepadatan hunian dan interaksi atau kontak fisik

antar individu memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies. Oleh

karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan

dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara,

panti asuhan, dan pondok pesantren.

Penderita scabies dapat diobati secara langsung mengenai kulit

(perendaman/dipping, disikat/brushing, penyemprotan/spraying), oral dan

paranteral.Pengobatan sebaiknya diulang sampai 2-3 kali dengan interval 1-2

minggu, untuk memutuskan siklus hidup tungau (Karlina, 2017). Obat yang

digunakan secara langsung pada kulit antara lain Sulfur presipitatum 2-5 %

dalam bentuk salep atau krim, Emulsi benzil benzoal 20-25 %, Gema benzen

heksaklorida (gameksan) 0,5 – 1 %, dan Krim permetrin 5 % (Laksmintari

2007, p.40).

Disamping obat-obatan tersebut, pengobatan skabies juga dapat

dilakukan dengan menggunakan tanaman obat. Salah satu tanaman obat yang

memiliki khasiat obat untuk mengatasi skabies adalah lidah buaya (Aloe vera

L.). Lidah buaya digunakan sebagai bahan obat sejak beberapa ribu tahun

yang lalu untuk mengobati luka bakar, rambut rontok, infeksi kulit,
13

peradangan sinus, dan rasa nyeri pada saluran cerna. Beberapa peneliti

terdahulu telah membuktikan bahwa Aloe vera berkhasiat sebagai

antiinflamasi, antipiretik, antijamur, antioksidan, antiseptik, antimikroba,

serta antivirus (Widurini, 2011).

Daun lidah buaya mengandung kompleks antrakurnonealoin,

antara lain aloemodin, aloin, barbaloin yang berfungsi sebagai senyawa anti

bakteri. Selain itu, terkandung zat saponin yang bersifat antiseptik. Senyawa

kurnonealoin dapat menyebabkan protein bakteri menjadi inaktif dan

kehilangan fungsinya, sedangkan saponin dapat melarutkan lipid pada

membran sel bakteri akibatnya dapat menurunkan tegangan lipid,

permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak normal, dan sel

bakteri lisis dan mati (Natsir, 2013).

Aktivitas antibakterial dari Aloe vera juga berasal dari polisakarida

yang terkandung di dalam gel dan reaksi sinergis dari berbagai senyawa aktif

yang ada di dalam tanaman tersebut, karena polisakarida yang ada di dalam

gel bersifat tidak stabil dengan adanya pemanasan, asam, dan aktivitas enzim

(Rahardjo, 2017). Bagian dari tanaman lidah buaya yang digunakan sebagai

penyembuhan luka tersebut adalah lendirnya. Gel aloevera adalah gel yang

terkandung dalam tanaman herbal aloevera yang berwarna putih dan transparan

yang mempunyai kandungan zat seperti saponin, anthraquinon, anthrax nol,

aloeemodin, anthracenesinamat, asam krisophanat, eteraloin resistanol, asam

amino, enzim oksidase, katalase, lipase, mineral, dan hormon (Purwanto, 2013).

Data yang diperoleh dari Rutan Lubuk Sikaping, diketahui bahwa

skabies menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak pada tahun


14

2019. Periode Januari – Juni 2019 terdapat 273 kasus skabies atau rata-rata 45

orang setiap bulannya. Fenomena yang ditemukan di lapangan bahwa

penderita skabies tersebut tidak ada melakukan upaya non farmakologis untuk

mengobati skabies yang terjadi. Mereka hanya berobat ke klinik rutan atau

pasrah saja dan terus menggaruk-garuk bagian yang terkena skabies. Mereka

tidak mengetahui tentang manfaat lidah buaya untuk mengobati skabies,

padahal tanaman lidah buaya sangat mudah ditemukan dan tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk memperolehnya. Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai efektifitas gel

lidah buaya terhadap penatalaksanaan skabies di Rutan Lubuk Sikaping

Kabupaten Pasaman Tahun 2019.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, informasi dan masalah diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah gel lidah buaya

efektif terhadap penatalaksanaan skabies di Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten

Pasaman Tahun 2019.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui efektifitas gel lidah buaya terhadap

penatalaksanaan skabies di Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman

Tahun 2019.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian skabies di Rutan Lubuk

Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2019


15

b. Diketahui distribusi frekuensi personal hygiene di Rutan Lubuk

Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2019


c. Diketahui efektifitas gel lidah buaya terhadap penatalaksanaan skabies

di Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2019

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman peneliti

tentang efektifitas gel lidah buaya terhadap penatalaksanaan skabies dan

mengembangkan kemampuan peneliti dalam menyusun suatu laporan

penelitian.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan akan memperluas khasanah ilmu

keperawatan khususnya pengetahuan tentang penyakit skabies dan cara

alami untuk mengatasi skabies. Dan juga sebagai tambahan referensi bagi

mahasiswa yang akan mendalami permasalahan penyakit skabies.

3. Bagi Rutan

a. Bagi pimpinan Rutan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai

masukan dalam penatalaksanaan penyakit skabies di Rutan

b. Bagi nara pidana, agar dapat mengetahui tentang penyakit skabies dan

penatalaksanaan alami yang dapat dilakukan untuk mengatasi skabies.

4. Bagi Institusi Kesehatan


16

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada masyarakat, khususnya

Rutan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian

lebih lanjut yang berhubungan dengan penatalaksanaan skabies.

E. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah efektifitas gel lidah buaya

terhadap penatalaksanaan skabies. Hal ini disebabkan banyaknya kasus

skabies di Rutan Lubuk Sikaping, yaitu sebanyak 273 kasus selama periode

Januari - Juni 2019. Penelitian direncanakan di Rutan Lubuk Sikaping pada

bulan Desember 2019. Populasi adalah seluruh penghuni Rutan Lubuk

Sikaping, sebanyak 183 orang, dengan pengambilan sampel secara purposive

sampling sebanyak 16 orang. Desain penelitian quasi-eksperimen dengan

rancangan one group pretest posttest. Data dikumpulkan melalui observasi

skabies, kemudian diolah dan dianalisa menggunakan paired t-test.


17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Tahanan (Rutan)

Rumah Tahanan (Rutan) adalah lembaga atau tempat yang

menjalankan fungsi pelayanan terhadap tahanan. Tahanan adalah tersangka

atau terdakwa yang sedang menjalani proses peradilan dan ditahan di Rumah

Tahanan Negara (Kemenkumham 2018, p.5). Menurut Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015

Tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan

Negara, Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Penempatan tahanan dalam rutan dilakukan dengan memperhatikan

usia, jenis kelamin, serta hasil penilaian tingkat resiko. Menurut Peraturan

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2018 Tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, tingkat

resiko yang dimaksut adalah :


18

1. Rutan Super Maximum Security (pengamananan sangat tinggi)

Pengamanan sangat tinggi dilengkapi dengan pemagaran berlapis, pos

menara atas, pos bawah, penempatan terpisah, pengawasan closed circuit

television , pembatasan gerak, pembatasan kunjungan dan pembatasan

kegiatan pembinaan, serta pengendalian komunikasi.

2. Rutan Maximum Security (pengamanan tinggi)

Pengamanan tinggi dilengkapi dengan pemagaran berlapis, pos menara

atas penempatan terpisah atau bersama, pengawasan closed circuit

television , pembatasan gerak, pembatasan kunjungan, dan kegiatan

pembinaan

3. Rutan Medium Security (pengamanana menengah)

Pengamanan menengah dilengkapi dengan pemagaran minimal 1 (satu)

lapis, penempatan terpisah atau bersama, pengawasan closed circuit

television, pembatasan kunjungan dan pembatasan kegiatan pembinaan

4. Rutan Minimum Security (pengamanan rendah)

Pengamanan rendah tanpa pemagaran berlapis, penempatan terpisah dan

bersama, pengawasan closed circuit television dan pembatasan kegiatan

pembinaan (Kemenkumham 2015, p.6).

Hampir seluruh Rutan di Indonesia mempunyai masalah yang sama,

yaitu kelebihan kapasitas, yang berakibat pada proses pembinaan terhadap

narapidana tidak dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya, disamping itu

akan memunculkan masalah-masalah baru diantaranya masalah kesehatan.


19

Keterbatasan dari ketersediaan luas ruang tahanan yang tidak sesuai dengan

jumlah banyaknya penghuni, kamar tahanan yang lembab dan gelap serta

ketersediaan air bersih yang tidak mencukupi, akan meningkatkan risiko

terjadinya penularan penyakit antar warga binaan pemasyarakatan, salah satu

penyakit yang sangat mudah penularannya di Rutan yaitu scabies (Nurohmah

2018, p.261).

Rutan diidentik dengan ruangan yang penuh sesak, tidak begitu terawat

dan kurang ventilasi. Lingkungan rumah tahanan yang biasanya tidak terawatt

dengan baik atau penggunaan air yang tidak bersih seringkali menimbulkan

masalah pada kulit seperti gatal – gatal, alergi atau kulit menjadi kering

(Pasaribu 2013, p.1)

B. Skabies
1. Pengertian
Skabies adalah suatu penyakit kulit yang sangat gatal terutama

pada waktu malam hari sebelum tidur, mudah menular dan disebabkan

oleh sarcoptes scabiei. Penyakit ini biasa juga disebut penyakit gudig atau

kudis. Penyakit ini sering terdapat pada tempat-tempat atau daerah yang

padat penduduk dengan keadaan hygiene yang jelek, karena kepadatan

tersebut memungkinkan hubungan satu dengan yang lain sangat mudah

sehingga penyakit mudah ditularkan (Irianto 2014, p.130).


20

Gambar 2.1
Sarcoptes Scabiei
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh sarcoptes

scabiei tungau (mite) berukuran kecil yang hidup di dalam kulit penderita.

Tungau ini berukuran antara 200 – 450 mikron, berbentuk lonjong, bagian

dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih (Soedarto 2009, p.119).

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies, antara

lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual

yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembanganan

dermografik serta ekologik (Djuanda 2007, p.123).


2. Etiologi
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang

saling mempengaruhi, yaitu faktor lingkungan, agen penyebab penyakit

dan agen pejamu (host). Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu

berada dalam keadaan seimbang maka seseorang berada dalam keadaan

sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau

sakit. Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi,

atau daya tahan, pertahan tubuh, personal hygiene, gejala dan tanda

penyakit, dan pengobatan (Widoyono 2011, p.6).


21

Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, dan

didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain ayng

menderita penyakit ini, seperti berpegangan tangan dalam waktu yang

sangat lama. Penyakti ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa

muda. Kontak sesaat tidak dapat menimbulkan penularan. Tungau Skabies

betina membuat liang didalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya

didalam liang yang ditinggalkan. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari

adanya aktivitas pengalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6

minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan

yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Setelahnya, hidup

mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya akan digaruk, dan

tungau-tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes

mengendalikan populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies,

rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari

selusin (Brown dan Burns 2005, p.42).


3. Tanda dan Gejala
Ada 4 tanda kardinal penyakit skabies, yaitu :
a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari karena aktivitas tungau

lebih tinggi pada suhu tubuh yang lebih lembab dan panas.
b. Menyerang manusia secara kelompok
c. Adanya terowongan (jnikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-auan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau

vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruang kulitnya menjadli polimort

(pustul, ekskoriasi dan lain-lain)


d. Menemukan tungau, yang dapat ditemukan satu atau lebih stadium

hidup tungau ini (Djuanda 2007, p.124)


22

Gejala klinis yang khas adalah gatal-gatal yang sangat terutama

pada malam hari saat temperatur kulit menjadi lebih hangat, terutama pada

sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian fleksor, lipat ketiak bagian

depan dan belakang, areoa mamae, sekitar pusat, daerah ikat pinggang,

perut bagian bawah, daerah genitalia dan pubis, pantat bagian bawah dan

lipat pantat (Irianto 2014, p.131). Kelainan kulit mula-mula berupa

tonjolan padat gelembung-gelembung dengan puncak yang berisi cairan.

Kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder akibat garukan sehinga

terjadi gelembung-gelembung berisi nanah (Laksmintari 2007, p.40).


4. Penularan
Skabies ditularkan dari seorang penderita pada orang lain melalui

kontak langsung yang erat, seperti dari ibu ke bayinya, antara anggota

keluarga dan antara anak-anak penghuni panti asuhan yang tidur bersama-

sama di satu tempat tidur (Soedarto 2009, p.120). Penularan yang sering

terjadi biasanya melalui :


a. Kontak langsung, misalnya tidur bersama, bermain bersama, perawat/

dokter dengan penderita, anak-anak dengan pengasuhnya


b. Alat-alat tidur, seperti selimut, alas kasur (sprei), bantal dan lain-lain
c. Pakaian, misalnya sering tukar menukar pakaian
d. Handuk, misalnya handuk yang dipakai bersama (Irianto 2014, p.131).
5. Pengobatan
Syarat obat yang ideal adalah :
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
b. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
d. Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatanya ialah seluruh anggota kelompok yang menderita

skabies harus diobati (Djuanda 2007, p.124).


Obat-obat yang dapat diberikan pada penderita skabies adalah :
a. Sulfur presipitatum 2-5 % dalam bentuk salep atau krim. Lebih efektif

jika dicampur dengan asam salisilat 2 %, dioleskan di seluruh tubuh

sesudah mandi dan dipakai 3-4 hari berturut-turut


23

b. Emulsi benzil benzoal 20-25 % se;a,a 24 jam, 3 hari berturut-turut


c. Gema benzen heksaklorida (gameksan) 0,5 – 1 % dalam salep atau

krim, dioleskan selama 24 jam, sekali pemakaian


d. Krim permetrin 5 % dapat memberikan hasil yang lebih baik, setelah

pemakaian satu kali seluruh tubuh dan selama 10 jam (Laksmintari

2007, p.40).
6. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit skabies yang dapat dilakukan adalah:
a. Penderita harus diobati sempurna sempurna
b. Menghindari kontak dengan manusia ataupun hewan (anjing dan

kucing) penderita skabies


c. Selalu menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari

dengan sabun secara teratur menjaga kebersihan


d. Mencuci dan merendam dalam air mendidih alas tidur dan alas bantal

yang digunakan penderita (Soedarto 2009, p.120).


Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena

dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : Host (Pejamu), Agent (Kuman

Penyakit) dan Environtment (Lingkungan).


a. Faktor Host adalah faktor yang terdapat dalam diri manusia yang

dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan perjalanan

penyakit. Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi

karakteristik, gizi, atau daya tahan, pertahan tubuh, personal hygiene,

gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan (Widoyono 2011, p.6).


b. Faktor Agent adalah suatu substansi yang keberadaannya

mempengaruhi perjalanan penyakit.


c. Faktor Environtment adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang

mempengaruhi perkembangan organisme, seperti : lingkungan fisik

dan lingkungan biologis (Candra, 2007, p.8).

C. Lidah Buaya
1. Defenisi
24

Lidah buaya atau aloevera adalah jenis tanaman yang pamornya

sedang melonjak. Lidah buaya merupakan tanaman berduri yang berasal dari

daerah kering di tanah Afrika. Tanaman ini sudah dikenal sejak dahulu

berkhasiat luar biasa bagi kesehatan. Tanaman ini memiliki beberapa sebutan,

antara lain crocodille tangue (Ingrgris), jadam, lidah buaya (malaysia), letak

buaya (Sunda), dan ilat buaya (Jawa) (Pranata, 2014).

2. Botani dan Morfologi

Maryam (2013) mengelompokkan bagian-bagian dari tumbuhan lidah

buaya yaitu:

a. Lidah buaya berbatang pendek, tertutup oleh daun-daun yang rapat dan

sebagian terbenam dalam tanah, melalui batang ini akan muncul tunas-

tunas yang menjadi anakan. Lidah buaya bertangkai panjang juga muncul

dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun. Peremajaan tanaman ini

dilakukan dengan memangkas habis daun dan batangnya, kemudian dari

sisa tunggul batang ini akan muncul tunas baru atau anakan.

b. Lidah buaya berbentuk pita dengan helainya yang memanjang agak

runcing berbentuk taji, tebal, getas, tepinya bergerigi/berduri kecil,

permukaan berbintik-bintik, panjang 15-36 cm, lebar 2-6 cm. Daunnya

berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifat

sukulen atau banyak mengandung air, getah atau lendir. Lidah buaya

dibentuk oleh epidermis tebal yang ditutup oleh kutikula diseluruh mesofil

dapat dibedakan menjadi sel klorenkim dan sel-sel berdinding tipis

membentuk parenkim atau fillet. Selsel parenkim berisi agar mucilaginous

transparan yang disebut sebagai gel lidah buaya.


25

c. Lidah buaya tahan tehadap kekeringan karena didalam daun banyak

tersimpan cadangan air yang dapat dimanfaatkan pada waktu kekurangan

air, bentuk daun berduri lemas dipinggirnya. Panjang daun dapat mencapai

50-75 cm dengan berat 0,5-1 kg.

d. Bunga lidah buaya berwarna kuning atau kemerahan berbentuk pipa yang

mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga berukuran kecil, tersusun

dalam rangkaian berbentuk tandan dan panjangnya bisa mencapai 60-100

cm, bunga biasanya muncul bila Aloe vera ditanam dipegunungan.

e. Akar lidah buaya berupa akar serabut yang pendek dan berada

dipermukaan tanah. Panjang akar berkisar antara 50-100 cm. Untuk

pertumbuhannya tanaman menghendaki tanah yang subur dan gembur

dibagian atasnya.

3. Jenis-Jenis Lidah Buaya

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman

di dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat

dan bahan baku industri. Tanaman ini dapat dijumpai di seluruh Indonesia

dan umumnya dibudidayakan sebagai tanaman obat keluarga sekaligus

tanaman hias pot atau pekarangan. Lidah buaya memiliki daun berwarna hijau

berlapis lilin putih, berbentuk agak runcing seperti taji dengan tepi daun

bergerigi/berduri kecil Adapun klasifikasi lidah buaya adalah dari Kingdom

Plantae; Divisi Spermatophyta; Kelas Liliopsida; OrdoAsparagales; Family

Asphodelaceae; Genus Aloe dan Spesies : Aloe vera L.

Gambar 2.2
Tanaman Lidah Buaya
26

Sumber : Nanotech, 2010

4. Kandungan Lidah Buaya

Zat aktif yang dikandung lidah buaya diantaranya flavonoid, tanin,

saponin, polifenol, dan steroid. Tanin merupakan senyawa organik yang

terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks.Tanin tersebar dalam

setiap tanaman yang berbatang. Tanin berada dalam jumlah tertentu, biasanya

berada pada bagian yang spesifik tanaman seperti daun, buah, akar dan

batang. tanin mempunyai daya antiseptik yaitu mencegah kerusakan yang

disebabkan bakteri atau jamur berfungsi sebagai astringen yang dapat

menyebabkan penutupan pori-pori kulit, menghentikan pendarahan yang

ringan (Karlina, 2017).

Dalam Maryam (2013) daun lidah buaya terdiri dari dua bagian utama

yaitu kulit luar daun mengandung eksudat dan gel yang terdapat dibagian

dalam daun.Gel lidah buaya mengandung nilai nutrien yang kaya, diantaranya

adalah jenis asam amino terutama leusin, lisin, valin, dan histidin, enzim

seperti asam fosfatase, alkalin, fosfatase, amailase, dehidrogenase laktat,

lipse, enzim proteolitik, karboksipeptida, katalase, dan oksidase, vitamin-


27

vitamin berupa vitamin C, B1, B2, B12, B6, vitamin A, niacin dan kholin,

mineral-mineral berupa kalsium, besi, belerang, pospor, mangan, alumunium,

magnesium, sodium, stronsium, silika, dan lain-lain.

Tanaman lidah buaya terdiri dari turunan hidroksil antrasena termasuk

aloin A dan B2 dengan jumlah 25-40% dari senyawa chromone dan

turunannya seperti resin aloe A, B2, dan C. Senyawa penting lainnya pada

tanaman lidah buaya meliputi beberapa gula seperti glukosa, manosa, dan

selulosa dan berbagai enzim seperti oksidase, amilase, dan katalase dan juga

vitamin yang terdiri dari B1, B2, B6, C, E, dan asam folat, dan mineral seperti

kalsium, natrium, magnesium, seng, tembaga, dan krom (Surjushe, 2008).

Dalam lidah buaya terdapat berbagai senyawa yang bermanfaat bagi

tubuh, diantaranya aloenin, aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloe-emodin,

aolesin, asam amino esensial meliputi valin, histidin, lisin dan leusin; asam

glutamat, asam aspartat dan kaya akan senyawa antioksidan (Pranata, 2014).

Lidah buaya termasuk dalam famili Lily (Liliaceae). Tanaman ini telah

dikenal sebagai tanaman penyembuh. Secara in vitro, ekstrak atau komponen

dari lidah buaya merangsang proliferasi beberapa jenis sel. Banyak penelitian

telah menunjukkan bahwa pengobatan dengan gel lidah buaya murni dan

ekstraknya membuat penyembuhan luka lebih cepat (Novyana, 2016).

Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya Ethiopia. Lidah

buaya (Aloe vera), mempunyai beberapa kandungan Lignin, Saponin,

anthraqurnonealoin, barbaloin, isobarbaloin, anthrax nol, aloeemodin,

anthracenesinamat, asam krisophanat, eteraloin resistanol. Sehingga lidah

buaya (Aloe vera) digolongkan sebagai pengobatan seperti antibiotik,


28

antiseptik dan antibakteri. Senyawa kurnonealoin dapat menyebabkan protein

bakteri menjadi inaktif dan kehilangan fungsinya, sedangkan saponin dapat

melarutkan lipid pada membran sel bakteri akibatnya dapat menurunkan

tegangan lipid, permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak

normal, dan sel bakteri lisis dan mati (Natsir, 2013).

Lendir lidah buaya mencakup beberapa senyawa seperti vitamin E dan

vitamin C dan beberapa asam amino, yang dapat memainkan peran penting

dalam percepatan penyembuhan luka sedemikian rupa bahwa percobaan telah

menunjukkan bahwa vitamin C dapat berperan dalam peningkatan produksi

kolagen dan pencegahan dari sintesis untaian DNA, serta vitamin E sebagai

antioksidan yang kuat dalam penyembuhan luka. Lendir lidah buaya memiliki

sistem enzimatik antioksidan seperti glutathione peroxidase dan superoksida

dismutase, yang mempercepat penyembuhan luka dengan netralisasi efek dari

radikal bebas yang dihasilkan di situs luka dan dengan properti anti-inflamasi

(Seyyed, 2015).

Komponen penyembuh berhubungan dengan senyawa yang disebut

glukomanan, yang diperkaya dengan polisakarida. Glukomanan

mempengaruhi faktor pertumbuhan fibroblas dan merangsang aktivitas dan

proliferasi sel dan meningkatkan produksi dan sekresi kolagen. Lendir lidah

buaya tidak hanya meningkatkan jumlah kolagen di situs luka, tetapi juga

meningkatkan koneksi transversal antar ikatan sehingga sebagai hasilnya

mempercepat perbaikan luka (Boudreau, 2006).

5. Manfaat Lidah Buaya


29

Lidah buaya mengandung saponin yang mempunyai kemampuan

membunuh kuman, serta senyawa antrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik

dan penghilang rasa sakit. Saponin juga merangsang pertumbuhan sel baru

pada kulit. Lidah buaya juga mengantung vitamin, mineral, protein, enzim

dan asam amino. Oleh sebab itu lidah biaya memiliki kegunaan sebagai :

a. Anti inflamasi

Lidah buaya dapat membantu mengatasi luka bakar, gigitan serangga, atau

masalah pencernaan. Manfaat ini bisa diperoleh dengan meminum lidah

buaya sebagai metode pengobatan dari dalam.

b. Sebagai penyembuh luka

Lidah buaya sangat berkhasiat untuk mengembalikan jaringan kulit yang

terluka, dengan mengoleskan gel lidah buaya langsung ke kulit yang

terluka.

c. Sebagai antioksidan

Lidah buaya memiliki kandungan antioksidan, sehingga dapat

meningkatkan metabolisme tubuh dan membantu mencegah penyakit

degeneratif. Manfaat ini didapatkan dengan mengolah lidah buaya menjadi

makanan, seperti manisan atau dawet lidah buaya.

d. Sebagai kosmetik

Kandungan lidah buaya dalam produk kosmetik dapat membantu

meningkatkan kadar oksigen yang sangat berguna bagi kulit membantu

menguatkan jaringan kulit sehingga tidak mengendur, serta mencegah

penuaan dini.

e. Sebagai penyubur rambut


30

Lidah buaya dapat menyuburkan rambut dengan cara memotong daunnya,

kemudian mengoleskan getah yang keluar langsung di kulit kepala.

f. Sebagai tanaman hias

Lidah buaya mempunyai bentuk fisik yang elok, sehingga tidak jika

banyak orang yang menanam sebagai tanaman hias.

g. Memperlambat kerja virus HIV

Lidah buaya dapat berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh, sehingga

bisa menghambat kerja virus HIV ata menstimulasi sistem kerja kekebalan

tubuh pada penderita AIDS.

h. Memperbaiki sistem percernaan

Kandungan zat aloemoedin dan aloebarbadiod yang terdapat pada lidah

buaya dapat membantu memperlancar sistem pencernaan.

i. Sebagai makanan yang lezat dan menyehatkan

j. Mengatasi sembelit

Lidah buaya dapat mengatasi sembelit karena lendirnya yang bersifat pahit

dan mengandung laktasit.

k. Menurunkan gula darah

Dengan mengkonsumsi lidah buaya, gula darah bisa normal dalam waktu

sepuluh hari (Siregar, 2012).

6. Pengaruh Lidah Buaya untuk Penyembuhan


Tanaman lidah buaya termasuk antiinflamasi, antiarthritis, antibakteri,

antijamur, dan efek hipoglikemik. Karena sifat anti bakteri dan anti jamur dari

lidah buaya, tanaman ini mencegah terhadap timbulnya ketombe di kepala.

Tanaman lidah buaya juga bermanfaat untuk mengontrol infeksi jamur seperti
31

pada penyakit alopecia. Efek lain dari lidah buaya yaitu pada bagian gelnya

dapat menyembuhkan luka dan trauma kulit lainnya. Demikian pula untuk

mengurangi rasa sakit pada lokasi trauma terlihat dengan penggunaan obat ini

(Hashemi, 2015).

Menurut Ananda dan Zohratun (2016), bagian yang biasa digunakan

dari lidah buaya yaitu pada bagian gel lendir yang diperoleh dari bagian dalam

daun yang bermanfaat sebagai perlindungan kulit terutama sebagai

penyembuh luka. Lidah buaya memiliki kandungan senyawa antara lain

senyawa mannose-6-phosphate dan polisakarida. Senyawa ini dapat bekerja

mempromosikan proliferasi fibroblas, produksi asam hialuronat dan

hidroksiprolin pada fibroblas, yang memainkan peran penting dalam proses

penyembuhan luka, seperti luka akibat garutan pada penderita skabies

D. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat

disusun kerangka teori sebagai berikut:

Sarcoptes
scabiei
Skabies

Penyakit kulit yang


sangat gatal

Terapi Obat Tanaman obat

Lidah buaya

Kurnonealoin Tanin Saponin

Protein bakteri Mencegah Melarutkan lipid


menjadi inaktif kerusakan yang pada membran
disebabkan bakteri sel bakteri
32

Fungsi sel bakteri


menjadi tidak normal
Skabies
Sumber : Irianto, 2014; Djuanda, 2007; Karlina, 2017; Natsir, 2013
berkurang
Skema 2.1
Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep

atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang

dimaksud (Notoatmodjo 2010, p.84). Kerangka konsep yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

Pre-test Intervensi

Post-test

Kriteria skabies Kriteria skabies


sebelum Diberikan gel lidah sesudah
intervensi buaya intervensi

Skema 3.1
Kerangka Konsep
33

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional

Defenisi Alat Cara Hasil Skala


No Variabel
Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur
1 Skabies Penyakit kulit Lembar Observasi Kriteria Ordinal
menular yang observasi skabies
diderita penghuni yang ada
rutan dengan pada
keluhan utama responden
gatal, terutama sebelum
pada malam hari dan
sesudah
intervensi
2 Gel lidah Pemberian gel Diberikan
buaya lidah buaya pada gel lidah
daerah yang buaya
mengalami skabies
sebanyak 1 kali
sehari selama 7
hari

C. Hipotesis

Ha: Gel lidah buaya efektif terhadap penatalaksanaan skabies di Rutan Lubuk

Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2019


34

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah desain quasi-eksperimen dengan rancangan

one group pretest posttest, yaitu penelitian semu tanpa adanya kelompok

pembanding (Notoatmodjo 2010, p.57). Bentuk rancangan tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Skema 4.1
Rancangan Penelitian

Subjek Pretest Perlakuan Postest


Kel. Eksperimen 01 X1 02

Keterangan :

K = Subjek Penelitian penderita skabies

01 = Keadaan Subjek Penelitian Sebelum Dilakukan Intervensi

X1 = Intervensi melalui pemberian gel lidah buaya

02 = Keadaan Subjek Penelitian Setelah Dilakukan Intervensi


35

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan di Rutan Lubuk Sikaping pada bulan

Desember 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh objek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan di teliti (Notoatmodjo 2010, p.115). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh penghuni Rutan Lubuk Sikaping, sebanyak

183 orang.
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dari keseluruhan

objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Besar

sampel minimal dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(t-1) (r-1)  15

di mana t = banyak kelompok perlakuan


r = jumlah replikasi

ket : ( 2 – 1 ) ( r – 1 )  15

r – 1  15/1

r = 15/1 + 1

r = 16

(Budijanto, 2010)
36

Cara pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive

sample, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada pertimbangan

tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hidayat, 2007). Adapun

kriteria sampel pada penelitian ini adalah :

a. Penghuni yang terdaftar di Rutan Lubuk Sikaping

b. Menderita skabies
c. Bersedia menjadi responden
d. Berada di tempat pada saat penelitian

D. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

responden, berupa data demografi responden berupa umur, jenis

kelamin, pendidikan, serta kriteria skabies sebelum dan setelah

pemberian gel lidah buaya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

pengukuran langsung yaitu melalui observasi kriteria skabies yang

dialami responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diambil dari Rutan dan UPT

Rutan Lubuk Sikaping mengenai data penghuni rutan.


2. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar observasi untuk mengetahui data demografi responden dan skabies

yang terjadi pada responden sebelum dan sesudah pemberian gel lidah

buaya. Instrument yang digunakan berupa lembar observasi skabies


37

dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan head to toe terhadap penghuni rutan

tersebut serta didukung oleh kuesioner tentang gejala klinis skabies.

3. Prosedur Pengumpulan Data


Setelah mendapat surat pengantar dan izin dari Universitas Fort De

Kock selanjutnya peneliti mengurus surat izin penelitian ke Kesbangpol

Kabupaten Pasaman dan kepala Rutan Lubuk Sikaping. Setelah izin

didapatkan maka pengumpulan data dilakukan dengan tahapan

memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur penelitian yang

dilakukan kepada responden. Setelah responden memahami penjelasan

yang diberikan, responden diminta persetujuan yang dibuktikan dengan

cara menandatangani inform concent. Setelah peneliti mendapat

persetujuan dari responden kemudian dilakukan pengumpulan data pre-

test dengan melakukan observasi terhadap skabies yagn dialami

responden. Setelah data pre-test diperoleh, selanjutnya peneliti

menganjurkan dan mengajarkan pada responden tentang pemberian gel

lidah buaya pada bagian yang terjadi skabies. Setelah 7 hari intervensi,

peneliti kembali menilai kriteria skabies yang ada pada responden sebagai

data post-test.

E. Teknik Pengolahan Data


Setelah data terkumpul, selanjutnya diolah dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Mengedit (Editing)

Setelah kuesioner selesai diisi, maka setiap kuesioner diperiksa apakah

diisi dengan benar dan lengkap.


38

2. Mengkode data (coding)

Memberikan kode tertentu pada setiap data yang dikumpulkan.

3. Memasukkan data (entry)

Data, yakni jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

kode dimasukkan kedalam program komputer.

4. Pembersihan data (cleaning)


Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan ke komputer untuk

melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan, ketidak lengkapan

data dan sebagainya (Notoatmodjo 2010, p.175).

F. Teknik Analisis data


1. Analisis Univariat
Analisa ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk

statistik deskriptif meliputi mean, minimal-maksimal dan standar deviasi

(Notoatmodjo 2010, p.182).


2. Analisis Bivariat

Analisa data dilakukan untuk melihat efektifitas gel lidah buaya

terhadap penatalaksanaan skabies. Kemudian dilihat adanya perbedaan

rata-rata kriteria skabies sebelum dan sesudah diberikan gel lidah buaya

dengan uji statistik paired t-test. Untuk mengetahui diterima dan

ditolaknya hipotesa sesuai dengan signifikasi yang ditetapkan yaitu

menggunakan interval kepercayaan 0.05. Hipotesa alternatif diterima jika

probabilitas < 0,05 dan Hipotesa alternatif ditolak jika nilai probabilitas >

0,05 (Trihendradi 2009, p.118).


39

DAFTAR PUSTAKA

Ananda dan Zohratun. 2016. Review: Aktivitas Tanaman Lidah Buaya (Aloe Vera
Linn) Sebagai Penyembuh Luka. Farmaka Suplemen Volume 15 Nomor 2

Baur B., Sarkar J.,Manna N., & Bandyopadhyay L. 2013. ThePattern of


Dermatological Disorders among Patients Attending the Skin O.P.D of A
Tertiary Care Hospital in Kolkata, India. Journal of Dental and Medical
Sciences 3, 1-6.

Boudreau MD, Beland FA. 2006. An evaluation of the biological and


toxicological properties of aloe barbadensis (miller), aloe vera. Journal of
Environmental Science and Health. 2006; 24(1):103–5

Brown dan Burns. 2005. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta. Erlangga

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. EGC

Chowsidow. 2006. Skabies. The new england journal of medicine. 35,1-16

Dinkes Sumbar. 2018. Profil Kesehatan Sumatera Barat Tahun 2017. Padang.
Dinkes Sumbar

Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FK-UI

Hashemi, SA. 2015. The Review on Properties of Aloe Vera in Healing of


Cutaneous Wounds. BioMed Research International Volume 2015, Article
ID 714216

Hidayat,AA. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta.


Salemba Medika

Irianto, K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Bandung. Alfabeta

Karlina, AA. 2017. Uji Aktivitas Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Secara In
VOVI terhadap Skabies pada Kambing Kacang. Skripsi. FK-UNHAS
Makassar

Kemenkumham. 2015. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia


Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara

Kemenkumham. 2018. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia


Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Revitalisasi
Penyelenggaraan Pemasyarakatan
40

Laksmintari, P. 2007. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Kulit dan Kelamin.


Jakarta. Sunda Kelapa Pustaka

Maharani, A. 2015. Penyakit Kulit ‘Perawatan, Pencegahan, Pengobatan.


Yogyakarta. Pustaka Baru Press

Natsir, NA. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai
Penghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Prosiding
FMIPA Universitas Pattimura 2013 – ISBN: 978-602-97522-0-5

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta., Rineka Cipta

Novyana, RM. 2016. Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Penyembuhan Luka.
MAJORITY I Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016

Nurrohmah, PI. 2018. Kondisi Fisik Lingkungan Dan Keberadaan Sarcoptes


Scabiei Pada Kuku Warga Binaan Pemasyarakatan Penderita Skabies Di
Blok A Lembaga Pemasyarakatan Klas I Surabaya. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, VOL.10 , NO.3, Juli 2018: 259-266

Pasaribu, A.H., 2013. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perseorangan


Dengan Kejadian Skabies Di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang
Lawas Tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatra Utara

Pranata, T. 2014. Herbal TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Yogyakarta. Aksara


Sukses

Rahardjo, M. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Lidah Buaya (Aloe
Vera) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. Volume 17, Number 2, Agustus 2017

Roodsari MR, Malekzad F, Ardakani ME, Alai BA, Ghoraishian M. Prevalence of


scabies and pediculosis in Ghezel Hesar Prison, Iran. IDTMRC. Akses
Dari www.jpad.org.pk/Oct

Sara, J. 2018. Scabies Outbreak Investigation and Risk Factors in East


Badewacho District, Southern Ethiopia: Unmatched Case Control Study.
Dermatology Research and Practice Volume 2018, Article ID 7276938,

Seyyed AH, Seyyed AM, and Saied AK. 2015. The review on properties of aloe
vera in healing of cutaneous wounds. India: Hindawi Publishing
Corporation; 2015

Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta. Sagung Seto

Surjushe A, Vasani R, Saple D. 2008. Aloe vera: a short review. Indian Journal of
Dermatology. 2008; 53(4):163–6.
41

Trihendradi. C, 2009, 7 Langkah Mudah melakukan Analisa Statistik


Menggunakan SPSS, Yogyakarta. Andi Offset

Widoyono, 2011. Penyakit Tropis : Epedemiologi, penularan, pencegahan &


pemberantasan (edisi kedua). Erlangga. Jakarta

Widurini, TA. 2011. Aloe Vera Leaf Anti Inflamation’s Activity Speeds Up The
Healing Process Of Oral Mucosa Ulceration. Journal of Dentistry
Indonesia, 18(1): 18
42

Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth Calon Responden

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Fort de Kock Bukittinggi Tahun
2018 :
Nama : Rina
NIM : 1814201099

Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektifitas Gel


Lidah Buaya terhadap Penatalaksanaan Skabies di Rutan Lubuk Sikaping
Kabupaten Pasaman Tahun 2019”
Penelitian ini tidak akan merugikan Bapak/Ibu, karena kerahasiaan semua
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Apabila anda menyetujui maka dengan ini saya mohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan
yang diajukan. Atas perhatian Bapak/Ibu sebagai responden, saya ucapkan terima
kasih.

Bukittinggi, Desember 2019


Peneliti

RINA
43

Lampiran 3

FORMAT PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia berpartispiasi


sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Saudara Rina
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Fort
De Kock Bukittinggi, dengan judul “Efektifitas Gel Lidah Buaya terhadap
Penatalaksanaan Skabies di Rutan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman
Tahun 2019”.

Nama :
Alamat :
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap
saya, sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan akan
dirahasiakan.
Demikianlah pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

Lubuk Sikaping, Desember 2019


Yang menyatakan

............................
44

Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI

EFEKTIFITAS GEL LIDAH BUAYA TERHADAP PENATALAKSANAAN


SKABIES DI RUTAN LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN
TAHUN 2019

Identitas Responden :
Inisial : .............................
Umur : .............................
Jenis Kelamin : .............................
Pendidikan : ………………….

Observasi
No. Kriteria Pre-test Post-test
1. Memiliki vasikel / pustula
2. Pada kulit yang terkena berwarna putih abu-
abu
3. Adanya rasa gatal pada malam hari
4. Penebalan pada kulit

Anda mungkin juga menyukai