Anda di halaman 1dari 4

ABSTRAKSI KONFLIK EMPAT PEMIKIRAN FILSAFAT

(RASIONALISM, EMPIRISM, POSITIVISM DAN POST POSITIVISM)


Oleh : Megawati Malle

Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris rationalism


yang berarti “akal”. Menurut a.r. Lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah
sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan
dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang
berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Maksudnya adalah akal merupakan satu-
satunya sumber kebenaran dimana selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang
pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan
akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan bebas dari
pengamatan indrawi. Hanya pengetahaun yang diperoleh melalui akal yang memenuhi
semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan
mengetes pengetahuan. “pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan
yang diperoleh akal”.
Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui
benar oleh rasio manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang
ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan
tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada
prinsip-prinsip ini. Paham Rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan
manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu
dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah
yang kemudian membentuk pengetahuan dan manusia yang berpikirlah yang akan
memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin banyak
pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan
menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan
tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.
Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai
sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah. Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah,
telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai
dengan pengalaman manusia. Pokok ajaran empirisme menekankan pada pandangan
bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. Semua yang kita ketahui pada akhirnya
bergantung pada data inderawi. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di
simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran
definisional logika dan matematika).Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita
pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan
panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di
peroleh dari pengalaman..
Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya
(alam) untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di
benak kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya,
pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi
pancaindra selain dari padanya adalah bukan kebenaran (omong kosong). Aliran
emprisme berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim (pengetahuan) atas
perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui pengalaman faktual maupun
prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan
alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap
secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan
sumbernya.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang
empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”.
Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya
sendiri. Jika kita mengtaakan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar
mandinya, orang empiris akan meminta kita untuk menceriterakan bagairnana kita
sampai pada kesimpulan harimau ada dikamar mandinya. Jika kemudian kita terangkan
bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau
mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima
hal tersebut jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan,
dengan jalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
Empirisisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum
operasional, karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah
Positivisme. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Sebagai
contoh Empirisisme adalah teh yang baru diseduh ini panas. Berdasarkan hal itu maka
panas teh tadi oleh pandangan Positivisme dikatakan air kopi ini memiliki panas 80
derajat celcius.. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan
perbedaan pendapat. Dalam positivisme, ditetapkan bahwa objek ilmu pengetahuan
maupun pernyataan-pernyataan ilmu pengetahuan (Scientific Proporsition) haruslah
memenuhi syarat-syarat yaitu dapat di/ter-amati (observable), dapat di/ter-ulang
(repeatable), dapat di/ter-ukur (measurable), dapat di/ter-uji (testable), dan dapat
di/ter-ramalkan (predictable).
Lain halnya dengan Post-positivisme yang merupakan aliran yang dibentuk
untuk memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Post-positivisme sependapat dengan
Positivisme bahwa realitas itu memang nyata, ada sesuai hukum alam. Namun pada
sisi lain Post-positivisme berpendapat bahwa manusia tidak mungkin mendapatkan
kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak
terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus
bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip triangulasi,
yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-
kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung
terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang
memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam,
tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia
(peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui
observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation, yaitu
penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori. Harus diakui
bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang amat
dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara
keduanya bahwa post-positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu
temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu
memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan
dengan berbagai cara.
Tabel 1. Perbandingan pandangan Filsafat Rasionalisme, Empirisme,
Positivisme dan Post-positivisme

Filsafat Ciri khas


Kebenaran semata-mata berasal dari
Rasionalism
akal (rasio)
Kebenaran berasal dari sesuatu yang
logis dan dapat dibuktikan.
Empirism Mengutamakan bukti dari pengamatan
inderawi (penglihatan, pendengaran,
perasa, dan pencecapan)
Kebenaran ialah yang logis, dapat
Positivism
dibuktika secara empirisme, dan terukur
Kebenaran adalah yang logis, dapat
dibuktin secara empirisme, terukur dan
Post-Positivism
verivikasi menggunakan beberapa
metode.

Masing-masing pandangan diatas saling melengkapi untuk menyempurnakan


kebenararan dari suatu pengetahuan. Terlepas dari perbedaan dalam memandang
kebenaran suatu pengetahuan, keempat filsafat ini telah berhasil memajukan peradaban
yang sebelumnya terbelakang. Hingga hari ini konsep filsafat masih dipakai dalam
observasi suatu objek pengamatan.

Referensi :

https://www.dictio.id/t/apa-kaitan-dan-perbedaan-antara-empirisisme-dan-
positivisme/116343

http://khaidar212.blogspot.com/2011/12/konsep-empirisme-dan-pemikiran-
induktif.html

https://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/positivisme-dan-perkembangannya/

http://blog.unnes.ac.id/efvinurhidayah/2017/12/03/paradigma-post-positivisme
https://www.eurekapendidikan.com/2015/11/kajian-perbandingan-aliran-filsafat.html

Anda mungkin juga menyukai