Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa nyeri ada leher yang dijalarkan
ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu. Dapat dikatakan bahwa Cervical
root syndrome merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan karena adanya pergeseran
patologik dari radiks saraf spinal.1

Salah satu contoh penyakit cervical root syndrome adalah sindrom radikulopati.
Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang terkena proses patologik. Gangguan itu
dapat setempat atau menyeluruh.2 Radikulopati cervikalis merupakan disfungsi dari akar saraf
vertebralis. Akar saraf vertebralis yang paling sering terkena adalah C7 sekitar 60% dan C6 sekitar
25%. Radikulopati cervikalis adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan disfungsi dari saraf
cervikalis, akar saraf, atau keduanya. Radikulopati cervikalis adalah kerusakan atau gangguan
fungsi saraf akibat kompresi salah satu akar saraf dekat vertebra cervikalis . Kerusakan akar saraf
di daerah cervikalis dapat menyebabkan rasa sakit dan gangguan sensibilitas pada ekstremitas atas,
tergantung di mana akar yang rusak berada. 1

Prevalensi nyeri leher pada umumnya lebih sering terjadi pada wanita. Di Norwegia,
Bovim dan rekan, dalam sampel acak dari 10.000 orang dengan usia 18-67 tahun, ditemukan
prevalensi sebesar 13,8%. Dalam sebuah penelitian serupa di Finlandia yang dilakukan Makela
dan rekan ditemukan sakit leher dalam 9,5% dialami oleh laki-laki dan 13,5% dialami oleh
perempuan. Pusat Nasional Amerika Serikat Statistik Kesehatan melaporkan 7,0% pria dan
9,4% wanita mengalami nyeri leher pada periode antara 1976-1980. Selain sakit leher menjadi
lebih umum pada perempuan, Mereka juga menemukan bahwa pasien yang lebih tua, mereka yang
terlibat dalam pekerjaan baik secara mental dan fisik stres, dan perokok saat ini lebih cenderung
mengalami sakit leher.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi
atau penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang
dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu. Dapat dikatakan bahwa
Cervical root syndrome merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan karena adanya
pergeseran patologik dari radiks saraf spinal.1

Penyebab dari CRS bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu adanya
penyempitan foramen intervertebra atau tidak. Terjadinya penyempitan foramen ini
biasanya disebabkan oleh adanya spondilosis dan disertai oleh proses degerasi yang sering
terjadi pada usia lanjut.1

2.2 Anatomi

Anatomi vertebra cervikalis Anatomi vertebrae Cervical berbeda dengan vertebrae


thoracal dan juga lumbal. Ini semua berkaitan dengan fungsinya yang memang berbeda.
Vertebrae cervical relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan vertebrae lumbal, begitu juga
dengan discus intervertebralenya yang memiliki ukuran lebih kecil. Vertebra Cervical yang
pertama dan kedua (C1 dan C2) memilki susunan anatomi yang berbeda dengan yang lainnya.

Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak (mobile),


mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:1,2 menopang dan memberi stabilitas pada kepala;
memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak; melindungi struktur yang melewati
spina, terutama medula spinalis, akar saraf, dan arteri vertebra.

Spina servikal menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi yang tepat.
Semua pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan pengendalian penglihatan (vision),
keseimbangan vestibular, arahan pendengaran (auditory) dan saraf penciuman; secara
esensial mengendalikan semua fungsi neuromuskular yang sadar. Untuk itu maka kepala

2
harus ditopang oleh spina servikal pada posisi yang tepat agar memungkinkan gerakan
spesifik untuk menyelesaikan semua fungsi tersebut.1

Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Spina servikal, C1-C7, terlihat
dari lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada tingkat oksipitoservikal
membentuk sudut yang tajam agar kepala berada di bidang horizontal. Apabila dilihat dari
anteroposterior maka spina servikal sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal tersebut
dapat dijelaskan oleh faset pada oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2) yang sedikit asimetrik.

Spina servikal merupakan persatuan unit fungsional yang saling tumpang-tindih


(superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang dipisahkan oleh diskus
intervertebra mulai di bawah aksis (C2). Unit fungsional spina servikal dibagi atas dua
kolumna, yaitu kolumna anterior yang terdiri atas vertebra, ligamen longitudinal dan diskus
di antaranya, serta kolumna posterior yang meliputi kanal oseus neural, ligament posterior,
sendi zygapophyseal, dan otot erektor spina. Secara anatomis, foramen intervertebralis
terletak di antara kedua kolumna tersebut.1,2

Sebenarnya, otot servikal bagian anterior yaitu fleksor merupakan bagian dari
kolumna anterior. Untuk mengevaluasi secara fungsional maka spina servikal dibagi menjadi
segmen servikal atas (diatas C3) dan segmen servikal bawah (C3-C7). Setiap segmen itu
berfungsi berbeda.

Gambar 1. Gerakan Leher/Cerviva

3
Gambar 2. Vertebra, pandangan lateral dan posterior

1. Vertebra cervical 1 (Atlas) :

 Tidak mempunyai corpus, hanya berupa arcus anterior.


 Processus transversus tanpa foramina dan tidak ada processus spinosus.
 Di sisi atas mempunyai 2 facet konkaf untuk menopang condylus occipitalis

4
Gambar 3. Vertebra servikalis 1 (tulang atlas)

2. Vertebra cervical 2 (Axis) :


 Mempunyai processus odontoid atau dens yang menonjol ke atas dari corpusnya,
bersendi dengan arcus dari atlas anterior dan diikat kuat oleh ligament.
 Di bawah C2 terdapat discus di antara tiap vertebrae.

Gambar 4. Vertebra servikalis 2 (axis/epistropheus)

3. Vertebra Cervical 3, 4, 5. :
 Mempunyai processus spinosus yang bercabang.

5
Gambar 5. Vertebra servikalis 3-6 (vertebra servikalis tipikal)

4. Vertebra Cervical 6 dan 7 :


 Processus spinosus tidak bercabang dan lebih panjang.
 Merupakan transisional vertebra, mirip dengan vertebrae thoracal.
 Permukaan superior konkaf, terdapat processus uncinatus pada tiap sisi, sendinya
disebut uncovertebral von Luschka.

6
Gambar 6. Vertebra servikalis 7 (vertebra prominens)
A. Diskus intervertebralis
 Pada vertebrae cervical lebih kecil.
 Terdiri dari nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginous end plate.
 Lebih tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain.
B. Articulatio

Persendian antara kepala dan vertebra Cervical atas :


 Articulatio atlantooccipitalis
 Articulatio atlantoepistrphica

Persendian tiap vertebra Cervical, mempunyai 5 buah facies articularis :


 Satu articulation corpus vertebra yang dipisahkan oleh discus intervertebralis.
 Dua sendi uncovertebralis von Luschka yang bersiga sendi palsu dan tidak dibatasi
membrana synovia.
 Dua articulation facet yang terletak di belakang corpus.

Oleh karena bentuk persendian pada cervical seperti Sadel sehingga terjadi gerakan
yaitu: fleksi-ekstensi, lateral-bending, dan rotasi.

7
C. Persarafan

Saraf yang keluar dari vertebrae Cervical berjumlah 8, dimulai dari C1 sampai
dengan C8. Pada daerah cervical sendiri terdapat dua plexus yakni plexus cervicalis
(C1-C4) dan plexus brachialis (C4-T1).

D. Biomekanik leher

Vertebrae cervical mempunyai fungsi sebagai penopang kepala dan mempertahankan


posisi kepala dan untuk stabilitas dan mobilitas. Gerakan fleksi ekstensi terjadi pada
articulatio atlantooccipitalis, juga bisa terjadi di antara C1 dan C2. Semua itu
dikendalikan oleh otot-otot suboccipital dan ligamentum atlantooccipital. Gerakan
fleksi-ekstensi dan pembatasan lateral fleksi disebabkan oleh uncovertebral. Bentuk
dari corpus yang lebih lebar pada arah lateral memungkinkan pergerakan fleksi-ekstensi
dibanding dengan lateral-fleksi.3

Pergerakan rotasi pada persendian atlantoaxial seperti fenomena kursi putar, dengan
stabilisasi dan kontrol oleh ligamentum yang membentuk kapsul persendian atlantoaxial
yang bersifat diarthrosis. Bentuk corpus dari C3-C7 yang seperti pelana memungkinkan
untuk gerakan miring dan rotasi. Posisi dari persendian posterior hampir tegak lurus
pada bidang sagittal sehingga memungkinkan rotasi pada bidang horizontal dan lateral
bending. Pada spatium intervertebral C5-C6 terjadi range of motion yang besar pada
gerak fleksi-ekstensi dan kemungkinan menjadi faktor penyebab dalam terjadinya
spondylosis pada bagian ini.

Range of Motion (R.O.M.) adalah luas gerak yang bisa dilakukan oleh suatu sendi
dengan seluruh kekuatan. Tiap sendi memiliki R.O.M. yang berbeda-beda yang diukur
menggunakan goniometer. Pada bagian cervical R.O.M normal pada fleksi adalah 70°.
Pada ekstensi 40°. Pada lateral bending 60°. Dan pada rotasi 90°.3,4

2.3 Patogenesis
Diskus intervertebralis merupakan suatu struktur penting jaringan elastis yang
mengandung cairan dan jaringan kolagen. Seiring dengan bertambahnya usia maka
diskus mengalami dehidrasi dan penurunan elastisitas. Degenerasi diskus sendiri dimulai
dengan adanya robekan pada anulus disertai dengan materi nukleus yang mendesak keluar

8
melalui celah-celah nukleus. Terjadinya peningkatan tekanan menyebabkan pembekakan
anulus keluar disertai dengan menyempitnya diskus dan sendi faset.4,5

Mekanisme spondilosis terjadi karena pendesakan dari diskus keluar sehingga


menyebabkan ligamentum longitudinal menjauh dari vertebra. Tekanan dari dalam
menyebakan keluarnya materi dan diskus ke dalam celah antara korpus vertebra dan
ligamentum longitudinal yang lama kelamaan mengeras membentuk spur. Pada daerah
cervical proses ini diperburuk dengan adanya sendi uncovertebral von luschka.
Penyempitan pada kanalis vertebra bukan hanya disebakan karena penonjolan dari
diskus, tetapi juga karena adanya hipertrofi sendi facet dan ligamentum flavum yang menjadi
tebal karena usia. Penebalan facet dan adanya spur ini menyebabkan pula foramen
intervertebralis menjadi sempit sehingga menimbulkan radikulopati.4,5

2.4 Manifestasi Klinik


Seperti yang telah diketahui bahwa saraf cervical yang berperan dalam persarafan bahu,
lengan, sampai jari adalah saraf cervical yang berasal dari segmen medula spinalis C5, C6,
C7, dan C8 maka radiks-radiks dari segmen inilah yang memegang peranan dalam masalah
cervical root syndrome ini. Pada anamnesa biasanya dijumpai pasien dengan keluhan nyeri
tengkuk serta kaku pada otot leher dan kadang disertai dengan sakit daerah
belakang kepala. Rasa nyeri biasanya timbul pada pergerakan kepala dan leher disertai adanya
penjalaran ke lengan sesuai dengan persarafan radiks yang terkena, ini yang dinamakan nyeri
radikuler.

Pada pemeriksaan tidak jarang leher mengalami keterbatasan dalam lingkup geraknya dan
biasanya pasien juga merasakan hal itu dengan atau tidak disertai nyeri leher. Kelainan
neurologiknya, terhadap radiks saraf spinal akan menimbulkan gangguan sensibilitas dan
motorik. Untuk ganguan sensibilitas pengenalan klinisnya ditentukan oleh terdapatnya
nyeri saraf daerah kulit yang dipersarafi oleh radiks dorsalis yang terangsang. Hal
tersebut yang dinamakan dengan dermatom. Sedangkan kelaianan motoric ditandai dengan
adanya kelemahan pada daerah lengan dan tangan. Pemeriksaan lebih lanjut dinilai
refleks tendonnya yang terkadang menurun pada otot yang dipersarafinya. 4,5

9
2.5 Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis memegang peranan penting mengingat banyaknya kausa yang dapat
menyebabkan cervical root syndrome ini, terutama mengenai identitas, serta riwayat
hidup seperti umur, riwayat trauma sebelumnya, riwayat pekerjaan.6,8

B. Inspeksi
 Perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit.
 Bagaimana posisi kepala dan leher selama wawancara.
 Biasanya pasien menekukkan kepala menjauhi sisi yang cedera dan leher terlihat kaku.
 Gerak leher ke segala arah menjadi terbatas, baik yang mendekati maupun menjauhi
sisi cedera.
C. Palpasi
 Nyeri kaku pada leher

 Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

 Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps. Berkurangnya reflex biceps

 Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya
dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.

D. Pemeriksaan fungsi motorik


Pemeriksaan motorik sangatlah penting untuk menentukan tingkat radiks servikal
yang terkena sesuai dengan distribusi myotomal. Sebagai contoh:7,8

 Kelemahan pada abduksi pundak menunjukkan radikulopati C5.

 Kelemahan pada fleksi siku dan ekstensi pergelangan tangan menunjukkan


radikulopati C6.

 Kelemahan pada ekstensi siku dan fleksi pergelangan tangan menunjukkan


radikulopati C7

10
 Kelemahan pada ekstensi ibu jari dan deviasi ulnar dari pergelangan tangan
menunjukkan radikulopati C8.

Pemeriksaan refleks tendon sangat membantu menentukan tingkat radiks yang


terkena. Seperti:

 Refleks biseps mewakili tingkat radiks C5-6,

 Refleks triseps mewakili tingkat radiks C7-8.

E. Pemeriksaan fungsi sensorik


Pemeriksaan fungsi sensorik dilakukan bila ada gangguan sensorik. Namun
seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik. Hal ini
disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama lain
Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.6,7

F. Tes Provokasi

 Tes Spurling
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi
leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan
tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke
arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat
spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal.
Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi
servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian
dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri
servikal berkurang.8

 Tes Lhermitte
Penderita disuruh duduk kemudian oleh pemeriksa dilakukan kompresi pada
kepalanya dalam berbagai posisi (miring kanan, miring kiri, tengadah,
menunduk). Hasil tes ini dinyatakan positif bila pada penekanan dirasakan
adanya rasa nyeri yang dijalarkan.

11
 Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi
terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi
radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun
penyebab lain belum dapat disingkirkan.

12
 Tes Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di
kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal
akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses
patologis di kanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan
intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan
nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar
ke lengan.8

 Tes Naffziger
Dilakukan pada posisi berbaring atau berdiri dengan menekan vena jugulare dengan
kedua tangan pemeriksa sementara pasien mengejan. Akan terjadi peningkatan

13
intrakranial yang akan diteruskan sepanjang rongga arachnoidal medula spinalis.
Adanya proses desak ruang kanalis vertebralis akan menimbulkan nyeri radikuler.8

2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiografi cervical


Foto polos servical ini biasanya rutin dilakukan pada pasien dengan cervical root
syndrome dengan kecurigaan spondilosis servikalis. Untuk keperluan tersebut maka
foto dibuat dengan berbagai proyeksi anterior-posterior, lateral, oblik kanan-kiri. Pada
pemeriksaan ini dinilai keadaan tulang, foramen, diskus, adanya spur sehingga dapat
ditentukan tingkat dari spondilosis.8

2. CT Scan dengan myelografi


Digunakan untuk menilai stenosis spinal dan stenosis foraminal. Tetapi jarang
digunakan karena sifatnya invasif dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan
cukup dengan pemeriksaan fisik dan foto polos rutin

3. MRI
Salah satu prosedur untuk mengevaluasi kanalis spinalis dan foramen dalam
hubungannya dengan medulla spinalis. Keuntungannya dapat memberikan
gambaran dalam bermacam potongan, tidak invasif, dan dapat mengidentifikasi
kompresi radiks spinal.8

4. EMG
Berguna untuk menilai lokasi radiks yang terlibat.
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini
biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat- obatan yang banyak digunakan biasanya
dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat,
kadang-kadang diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin,
bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang

14
mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan
oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat mempercepat proses
perbaikan. Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit
dalam posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan
gerakan kearah lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis
servikalis atau kelompok nyeri non spesifik.

Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:7,9


 Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
 Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
 Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
 Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
 Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
 Vit. B1, B6, B12
Non medikamentosa
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya kembali bekerja
adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan kerja yang baik. Saran
yang dapat diberikan antara lain:7,9

 Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai, dagu
masuk, leher merasa kuat, longgar dan santai

 Tidur dengan bantal

 Penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan


menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan
ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah.

 Saat menonton pertandingan pada lapangan terbuka, maupun layar lebar


sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan kepala
menoleh/berotasi ke sisi lesi.

 Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.

15
 Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi saat
duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan dengan berbagai
pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.

2.8 Rehabilitasi Medik


1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau
pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks
saraf. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit, dan dapat dilakukan
dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri
hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien
dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi
atlanto-aksial.7

2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar
yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak
digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital)

16
3. Mandibular Immobilizer
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan
diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus
diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya
yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini
biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila
disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan.
Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat
dijadikan indikasi pelepasan collar.7

4. Thermotherapy
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.
Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk
relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1- 4 kali sehari selama 15-30
menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan
kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas
atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan
nyeri.7

17
5. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai
pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat
bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari
gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme
otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.7

2.9 Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medulla spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.7

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang
dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu.
2. Saraf cervical yang berperan dalam persarafan bahu, lengan, sampai jari adalah saraf
cervical yang berasal dari segmen medula spinalis C5, C6, C7, dan C8 maka radiks-radiks
dari segmen inilah yang memegang peranan dalam masalah cervical root syndrome
3. Medikamentosa : Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut.
Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat- obatan yang banyak
digunakan biasanya dari golongan salisilat atau NSAID.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sanjaya P. Cervical Root Syndrome. Bagian Penyakit Saraf RSU Unit Swadana Pare-
Kediri. 2012.
2. Susilo WA. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien cervical root syndrome di RSUD. DR. Moewardi Surakarta. Skripsi. FK
Universitas Sebelas Maret.
3. Tulaar AB. Nyeri Leher dan Punggung. Studi Tinjauan Pustaka. Departemen Kedoktteran
Fisik dan Rehabilitasi. Majalah Kedokteran Indonesia. 5 (5); Mei. 2008.
4. Emil R. 2004. Sindroma Servikal. Semarang: FK UNDIP
5. Malanga G. 2009. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical#showall
6. Jackson R. 2010. The Classic: The Cervical Syndrome.
http://www.springerlink.com/content/1r7004736x033820/fulltext.html
7. Noerjanto M. 1996. Nyeri Tengkuk. Dalam: Hardinoto S, Setiawan, Soetedjo.
Nyeri Pengenalan dan Tatalaksana. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
8. Mardjono M. dan Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat
9. Tejo B. 2009. Cervical Root Syndrome.
http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/

20

Anda mungkin juga menyukai