Anda di halaman 1dari 22

Pemodelan Optimasi Sistem Transportasi Bunga Krisan Berbasis Waktu

Emirul Bahar

Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma


Kampus Depok Jl. Margonda Raya No 100 Pondok Cina Depok Kode Pos 16424
Email: baharemirul96@gmail.com

ABSTRAK
Kualitas bunga krisan bergantung pada penampilan dan daya tahan kesegarannya. Bunga krisan
dengan mutu prima tentu mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan mutu bunga krisan
berkualitas rendah. Untuk mempertahankan mutu bunga krisan, perlu dilakukan beberapa perlakuan
saat bunga siap panen sampai tiba di tangan konsumen. Salah satu tahap yang perlu diperhatikan
adalah saat pengangkutan, karena berkaitan dengan waktu pengiriman dan suhu ruang penyimpanan
yang berimplikasi kepada penurunan kualitas bunga krisan sehingga dapat menurunkan nilai komersial
produk tersebut. Secara umum pemilihan alat transportasi dilakukan agar bunga krisan yang diangkut
sampai di tujuan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada barang yang diangkut sehingga
kegiatan pengangkutan ini dapat menghasilkan total biaya minimum selama proses transportasi
berlangsung.
Kata kunci: waktu pengiriman, penurunan kualitas bunga krisan, total biaya minimum

PENDAHULUAN

Transportasi komoditas merupakan komponen vital pada ranah ekonomi. Transportasi ini
mendukung aktivitas produksi, perdagangan, dan konsumsi dengan jaminan ketersediaan waktu dan
pergerakan yang efisien pada bahan baku dan produk jadi. Perhitungan transportasi merupakan bagian
signifikan pada biaya akhir produk dan representasi komponen penting pada belanja nasional suatu
negara (Crainic dan Laporte 1997).
Produksi bunga krisan meningkat setiap tahun, hal ini menunjukkan bahwa komoditas ini
mempunyai prospek yang baik. Produksi bunga krisan yang terus meningkat, memungkinkan
peningkatan jumlah ekspor yang diikuti oleh peningkatan kualitas bunga. Perkembangan produksi
bunga krisan ditunjukkan pada Tabel 1.

1
Tabel 1 Jumlah produksi dan luas panen bunga krisan (2003-2007)
No. Tahun Produksi (tangkai) Luas panen (m2)
1 2003 27,406,464 2,089,780
2 2004 27,683,449 1,542,812
3 2005 47,465,794 2,076,546
4 2006 63,716,256 1,939,039
5 2007 66,979,260 4,279,390
Sumber : Departemen Pertanian (2009)

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah produksi secara perlahan pada
bunga krisan. Sedangkan pada luas panen perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun adalah
penurunan yaitu tahun 2004 dan 2006 dan peningkatan pada tahun 2005 dan 2007. Peningkatan luas
panen bunga krisan yang paling signifikan adalah dari tahun 2006 menuju 2007 yaitu sebesar
2,340,351 m2. Secara keseluruhan jumlah produksi dan luas panen bunga krisan meningkat dari tahun
2003- 2007.
Secara umum kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam industri krisan adalah awal pemesanan
oleh konsumen pada produsen, pembuatan kesepakatan antara pemasok dan pembeli, penyediaan
pesanan, transportasi, pendistribusian dan barang sampai di tangan konsumen. Masalah yang sering
timbul di dalam kegiatan tersebut adalah ketidakefisienan pada waktu dan biaya. Barang yang dipesan
sering tiba di tangan konsumen tidak tepat pada waktu yang telah disepakati, atau jumlah yang
diterima konsumen tidak tepat sesuai dengan kesepakatan. Masalah-masalah ini sering menimbulkan
peningkatan biaya dalam pengiriman ulang barang kepada konsumen dan penurunan kepercayaan
produsen kepada produsen.
Penggunaan alat transportasi juga dapat menimbulkan kerugian terutama bila terjadi kesalahan
pemilihan jenis angkutan untuk pengiriman barang ke konsumen. Apalagi jika pengiriman barang
dilakukan dalam jumlah yang tidak sedikit. Pemilihan jalur transportasi yang tepat juga perlu
diperhatikan. Jika tidak, maka akan terjadi peningkatan biaya transportasi atau biaya kerugian saat
pendistribusian.
Penelitian di ranah penurunan kualitas produk-produk mudah rusak, telah banyak dilakukan oleh

para peneliti, namun masih jarang yang mengaitkan dengan aspek sistem transportasinya, di antaranya

adalah: Gite (2009) melakukan penelitian melalui pemodelan ekonomi jumlah pesanan produk mudah

rusak ; Sapata, et.al. (2009) mengembangkan pemeliharaan kualitas jamur Pleurotus Ostreatus sebagai

2
tanaman sangat mudah rusak melalui pengemasan metode ―atmosfir yang dimodifikasi‖ yang

dikaitkan dengan pengendalian temperatur; Maschietti (2010) melakukan pengembangan indikator

waktu dan temperatur untuk produk-produk mudah rusak; Minner dan Transche ( 2010) yang meneliti

Pengendalian inventori berkala dengan kendala pelayanan untuk produk-produk mudah rusak;

Yadavalli, et.al. (2010) yang meneliti sistem inventori 2 komoditi mudah rusak; serta Bottani, et.al.

(2011) mengembangkan material dan teknologi kemasan untuk produk-produk makanan komersial.

Ghosh, et.al. (2011) meneliti penentuan harga dan ukuran produk mudah rusak berdasarkan kondisi

produksi terbatas, pengembalian pesanan, dan kerugian penjualan; sedangkan Jia dan Hu (2011)

menitikberatkan penelitiannya pada penetapan pesanan dan harga produk mudah rusak dalam lingkup

rantai pasok.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemodelan sederhana optimisasi biaya transportasi

pengiriman bunga krisan sebagai salah satu produk mudah rusak (perishable) akibat kendala waktu

pengiriman yang berdampak pada penurunan kualitasnya, melalui kendali teknologi khususnya yang

berkaitan dengan ruang penyimpanan (cooling storage) produk tersebut.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran penelitian berbasis pada permasalahan utama yaitu adanya dua sub-sistem
utama yang terlibat dalam pegangkutan bunga krisan sebagai salah satu produk mudah rusak
(perishable).Kedua sub-sistem tersebut adalah sub-sistem transportasi dan penurunan kualitas. Sub-
sistem transportasi terkait dengan teknis pengiriman, sedangkan penurunan kualitas terkait dengan
sifat bunga krisan yang mudah rusak selama proses pengiriman berlangsung.
Kedua sub-sistem tersebut beririsan pada aspek waktu pengiriman yang dampaknya justru
bersifat diametral, yaitu menguntungkan bagi transportasi karena semakin bertambah waktu
pengiriman maka semakin banyak pelanggan yang dikunjungi, namun sebaliknya merugikan terhadap
bunga krisan tersebut, karena mengurangi kualitas produknya.
Dalam rangka mengatasi sifat diametral tersebut, disusunlah suatu tujuan penelitian yang

3
spesifik dan secara paralel dikembangkan sebuah model integratif yang dapat mengoptimalkan tujuan
yang akan dicapai dalam suatu proses optimasi terkait dengan kendala waktu pengiriman tersebut.
Selanjutnya gabungan ide antara tujuan penelitian dan model integratif diwujudkan pada suatu
bentuk implementasi melalui proses simulasi model integratif. Pada proses tersebut dicari suatu solusi
yang didekati melalui solusi eksak dan heuristik agar dapat disandingkan atau dicapai benang merah
solusi utamanya.
Hasil akhir yang akan dicapai adalah berupa suatu model transportasi bunga krisan yang dapat
diimplementasikan secara riel dengan menggunakan proses komputerisasi.
Seluruh alur gagasan kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Sub-sistem Transportasi Waktu Pengiriman Sub-sistem Penurunan Kualitas

Bunga Krisan

Model Integratif Tujuan Penelitian

Implementasi : Pendekatan Solusi :


Simulasi Optimasi Model Integratif Eksak & Heuristik

Model Akhir & Antar Muka


Implementasi Model

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran


Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan di PT. SAUNG MIRWAN Ciawi dan di Taman Bunga
Cipanas Jawa Barat.

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data primer dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat temporer dan
berubah setiap waktu, seperti jenis dan kualitas komoditas, waktu dan tingkat kemacetan, kondisi
khusus lalu lintas serta rute yang dilalui angkutan komoditas. Sedangkan data lainnya lebih banyak

4
menggunakan data sekunder, antara lain panjang ruas jalan, jumlah populasi kendaranan angkut, rute
tetap yang dilalui mayoritas kendaraan angkut, lokasi fasilitas, jenis dan kapasitas
angkutan.Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut :
1. Observasi lapangan, melihat dan mendapatkan secara langsung berbagai kegiatan dalam kerangka
rantai pasok berbagai komoditas bunga krisan mulai dari produsen hingga konsumen
2. Wawancara informal dengan para pelaku utama produksi dan pengiriman bunga krisan, dilakukan
untuk memperoleh informasi berbagai kendala dan kemudahan pengangkutan dan pengiriman
barang selama proses rantai pasok berlangsung.

Disain Model Sistem Transportasi Bunga Krisan


Disain model terdiri dari tiga sub-sistem, yaitu: transportasi, penurunan kualitas, dan teknologi
(Gambar 2). Karakter yang saling diametral antara sub-sistem transportasi dan penurunan kualitas
diimbangi dengan sub-sistem teknologi yang sangat berperan pada optimisasi akibat perbedaan
dampak waktu pengangkutan bunga krisan

Sub-Sistem Transportasi : Sub-Sistem Penurunan Kualitas :


 Minimasi Rute  Waktu Pengangkutan Bunga
 Biaya Transportasi Minimum Krisan
 Metode VRP  Prosentase Penurunan Kualitas

Sub-Sistem Teknologi :
 Investasi Teknologi
 Biaya Operasional

Gambar 2 Disain model sistem transportasi bunga krisan


Pengembangan Model
Di dalam penelitian ini model dibangun melalui permasalahan rute perjalanan kendaraan
angkut yang mencari jalur optimum pengangkutan bunga krisan sebagai salah satu komoditas mudah
rusak melalui berbagai jenis kendaraan angkut (angkutan).Pada umumnya, jalur optimum yang
dimaksud adalah jalur terpendek (berbasis jarak).Dengan menggunakan metode Vehicle Routing
Problem With Time Windows (VRPTW)ditunjukkan bahwa pencarian jalur optimum yang dimaksud
tidak saja berdasarkan jarak terpendek, namun juga berdasarkan waktu angkut komoditas yang
pengaruhnya sangat signifikan pada penurunan kualitasnya (Osvald dan Stirn 2008).

5
Sistem Transportasi Bunga Krisan (STBK), merupakan sistem penunjang keputusan yang
dirancang dan dibangun dengan melibatkan beberapa teknik dan metode pemodelan di dalam
pengembangannya, diantaranya melalui metode VRPTW dan analisis gradient penurunan kualitas.

Pengembangan Model Sub-Sistem Transportasi


Pihak produsen menghasilkan sejumlah bunga krisan setiap harinya, kemudian produk tersebut
didistribusikan ke sejumlah pelanggan yang berjumlah 6 titik lokasi penyebaran. Pelanggan
dinyatakan dengan sebagai n dengan n=1 menyatakan depot atau lokasi produsen.
Jumlah permintaan bunga krisan ke setiap titik telah diketahui sebelumnya.Pendistribusian
dilakukan dengan menggunakan 3 kendaraan angkut berbeda, dengan kapasitas yang berbeda untuk
setiap kendaraan.Setiap memulai aktivitas pendistribusian, setiap kendaraan wajib berangkat dari
depot dengan muatan yang tidak melebihi kapasitas angkut, dan wajib kembali ke depot dengan
muatan kosong.Biaya tetap kendaraan muncul jika kendaraan tersebut dipakai dalam kegiatan
distribusi.Masalah yang dihadapi adalah meminimumkan banyaknya kendaraan yang digunakan
dengan mempertimbangkan kendala kapasitas pada kendaraan dan untuk memenuhi setiap permintaan
pelanggan.
Beberapa asumsi yang yang digunakan, antara lain adalahsemua pesanan pelanggan dapat
dipenuhi oleh produsen, kecepatan kendaraan konstan untuk setiap jenis kendaraan sehingga tidak ada
satupun yang dapat mempercepat atau memperlambat kecepatan kendaraan. Sedangkan kendaraan
yang digunakan ada 3 jenis kendaraan angkut yang berbeda dengan kapasitas dan kecepatan
tempuhyang berbeda pula.Biaya tetap dan operasional kendaraan setiap kilometernya telah diketahui.

Pengembangan Model Sub-Sistem Penurunan Kualitas


Berdasarkan Gambar 3 model penurunan kualitas, kualitas dalam rentang Q[0,1] pada periode
waktu A-B dapat dianggap sebagai sebuah fungsi linier sebagai berikut :
(1)

Diasumsikan bahwa kualitas Q ekivalen dengan nilai komersial produk. Misalkan kehilangan
kualitas 20% dapat dikaitkan dengan kerusakan muatan produk 20% dan hanya 80% produk saja yang
bernilai jual.
Selanjutnya berdasarkan data lapang bahwa rata-rata kerusakan produk bunga krisan untuk
seluruh tipe angkutan berkisar antara 0,16% sampai dengan 0,5%. Berdasarkan data riil tersebut,
diasumsikan bahwa jadwal distribusi produk bunga krisan diatur tanpa mempertimbangkan kerusakan
kualitas pada fungsi tujuan yang selalu berakhir sebelum titik B tercapai.

6
Gambar 3 Model Penurunan Kualitas (Pawsey, 1995)
Realitasnya adalah sulit untuk mendefinisikan tingkat penurunan kualitas produk sepanjang
waktu secara aktual, karena hal ini sangat bergantung pada kondisi penyimpanan dan jenis bunga
krisan yang diangkut.Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) ciri pengukuran yang baik salah
satunya adalah faktor kepraktisan, yaitu jika pengukuran tersebut hemat, mudah dipakai dan dapat
dimengerti, sehingga dapat dipilih sebuah metode yang cukup praktis untuk mengatasi realitas
tersebut.Salah satu metode penaksiran yang rasional adalah melalui perbandingan 2 jadwal pengiriman
yang berbeda untuk 1 jenis muatan yang sama menurut Osvald dan Stirn (2008). Intinya adalah jika
diketahui kualitas akhir salah satu jadwal pengiriman, maka dapat ditaksir kualitas akhir salah satu
pengiriman relatif terhadap jadwal pengiriman lainnya.
Untuk membandingkan penurunan kualitas dari 2 jadwal pengiriman yang berbeda, dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
∑ (2)

∑ (3)

dimana Ni merupakan jumlah pelanggan untuk kendaraan angkut i, Cji kuantitas muatan yang
diangkut dengan kendaraan i pada jalur diantara pelanggan j dan (j+1). Sedangkan Travel Timej(j+1)
merupakan waktu yang dilakukan kendaraan i diantara awal pelayanan pelanggan j dan (j+1), adapun
ckmerupakan kuantitas muatan yang dikirim ke pelanggan k.
Load x Time menunjukkan kuantitas muatan yang dikirim oleh kendaraan angkut i menuju ke
beberapa pelanggan, dikalikan dengan waktu pengiriman yang dibutuhkan. Ketika kebergantungan
linier kualitas terhadap waktu bersifat tetap, maka Load x Time tersebut bersifat proporsional terhadap
penurunan mutlak kuantitas muatan. Contohnya jika terdapat peningkatan 20% Load x Time, maka

7
akan menyebabkan pengurangan 20% nilai jual/nilai komersial. Jika terdapat 2 jadwal pengiriman
berbeda dan dapat diketahui penurunan kualitas salah satunya (jadwal-1), maka dapat ditaksir
penurunan efektif pada jadwal lainnya (jadwal-2) dengan menggunakan parameter yang telah
disebutkan sebelumnya. Penurunan kualitas mengindikasikan sebuah biaya tambahan bagi pengirim,
karena sulit untuk kembali dijual dipasaran akibat jatuhnya nilai komersial produk tersebut.

Pengembangan Model Sistem Integratif


Pengembangan model sistem integratif merupakan penyatuan 2 buah sub-sistem, yaitu sub-
sistem transportasi dan sub-sistem penurunan kualitas, yang dibantu dengan peran investasi teknologi
sebagai bagian sub-sistem teknologi, dan berperan mengendalikan implikasi waktu perjalanan
terhadap biaya transportasi dan pengiriman yang bersifat diametral.
Penggabungan ini diwujudkan dalam bentuk model biaya gabungan antara kedua sub-sistem
sebagai berikut :

(a)

∑ (b)

∑ (c)
∑ ∑ ∑ (d)
Variabel input:
A : waktu awal area signifikan (fixed) (jam) (jam)
B : waktu awal area signifikan (fixed) (jam) (jam)
: waktu maksimum setiap kendaraan k dalam 1 rute pengiriman (jam)
: penurunan kualitas tiap kendaraan k dalam 1 rute pengiriman (% or
tanpa satuan dalam desimal)
: kuantitas muatan bunga krisan (kardus) yang dikirim ke pelanggan i
(kardus)
: kuantitas muatan bunga krisan (kardus) yang diangkut kendaraan k pada
jalur antara pelanggan j dan (j+1)(kardus)
: waktu yang dibutuhkan kendaraan k untuk mulai melayani pelanggan j
dan pelanggan (j+1) (jam)
: kuantitas bunga krisan (kardus) yang diangkut kendaraan k dikalikan
dengan waktu pengiriman ke sebuah pelanggan (kardus.jam)
: investasi teknologi tiap kendaraan k (fixed) (Rp)
: parameter waktu (Rp/jam)
: parameter Load x Time (Rp/ kardus. jam)
JK : total jumlah kendaraan

8
Min TC : minimasi total biaya akibat penurunan kualitas bunga krisan selama
proses pengiriman berlangsung (Rp)

Variabel Keputusan :

Konstanta :

Fungsi Tujuan
∑ ∑ ∑ (1)
Beberapa Kendala :
Konsumen
∑ ∑ (2)
∑ ∑ (3)
Depot

9
∑ (4)
∑ (5)
Kekontinyuan Rute
∑ ∑ (6)
Kapasitas
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
(7)
Kendaraan
(8)

(9)
(10)
Eliminasi sub-tour
∑ ∑ | |

| | ∑ ∑ (11)
Time Windows
(12)
( ) (13)
{ } (14)
{ } (15)
Keterangan:
Fungsi objektif (1) : meminimumkan banyaknya kendaraan yang
digunakan dan meminimumkan jarak tempuh
kendaraan
Kendala (2) dan (3) : memberikan kepastian bahwa setiap konsumen
yang ada akan dilayanai oleh tepat satu kendaraan
angkut
Kendala (4) dan (5) : memastikan tersedianya kendaraan untuk
melayani rute yang ada dan untuk memastikan
kendaraan berangkat dan kembali dari depot
Kendala (6) : memastikan kontinuitas rute kendaraan yang
berarti bahwa kendaraan yang masuk ke suatu
kota/wilayah harus meninggalkan wilayah
tersebut
Kendala (7) : menggambarkan bahwa jumlah permintaan untuk
satu rute untuk setiap kendaraan yang berbeda

10
tidak melebihi kapasitas masing-masing
kendaraan tersebut yang tidak aktif
Kendala (8) : memastikan tidak akan ada pelanggan yang
dilayani oleh kendaraan yang tidak aktif
Kendala (9) : memperlihatkan hubungan antara jarak,
kecepatan, dan waktu tempuh kendaraan angkut,
di mana jarak dan waktu tempuh berbanding lurus
Kendala (10) : menunjukkan bahwa jarak dari i ke j sama dengan
jarak dari j ke i
Kendala (11) : memastikan tidak ada sub-tour pada model yang
ada
Kendala (12) dan (13) : berkaitan dengan waktu pelayanan. Pada kendala
(12) dipastikan waktu kedatangan kendaraan di
lokasi pelanggan berada diantara waktu buka dan
tutup gudang. Kendala (13) memastikan
kendaraan akan berada di j pada saat kendaraan
berangkat dari i ditambah dengan waktu
pelayanan pada i dan waktu tempuh dari i ke j.
Sedangkan M merupakan bilangan yang relatif
besar jika bernilai lebih besar, maka
rute pelanggan i ke j tidak akan ditempuh dan
sebaliknya
kendala (14) dan (15) : menunjukkan bahwa merupakan
variabel keputusan yang bernilai 1 dan 0

Implementasi Model Sistem Integratif

Impelementasi model sistem integratif diwujudkan melalui simulasi komputer yang


menggunakan perangkat lunak LINGO ver. 11.
Dibutuhkan beberapa data untuk menghasilkan output akhir efisiensi biaya yang dihasilkan,
jika ada campur tangan faktor teknologi pada proses pengiriman bunga krisan. Data-data tersebut
antara lainsebagai berikut:

Waktu perjalanan sebuah : waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kendaraan


rute (t) untuk mengangkut bunga krisan ke setiap
pelanggan yang tepat dikunjungi satu kali,
melalui lokasi keberangkatan depot dan harus
kembali ke depot tersebut
Waktu awal rentang : merupakan waktu awal dari sebuah rentang waktu
signifkan (A) A-B pada daerah signifikan yang merupakan
bagian dari seluruh waktu perjalanan
Waktu akhir rentang : merupakan waktu akhir dari sebuah rentang
waktu A-B pada daerah signifikan yang

11
signifkan (B) merupakan bagian dari seluruh waktu perjalanan
Ketiga data waktu tersebut memakai satuan jam.Penentuan ketiga waktu tersebut berdasarkan
data empirik di lapang yang sesuai teori Kader et al. (1985) bahwa hampir semua produk mudah rusak
mempunyai rentang optimum suhu penyimpanannya.

Muatan bunga krisan : jumlah total bunga krisan yang diangkut satu
kendaran untuk melintasi satu rute, dalam satuan
kardus
Biaya teknologi : merupakan biaya yang dikeluarkan per satu rute
perjalanan, besarnya berbeda antar jenis
kendaraan, satuannya dalam rupiah
Biaya transportasi : merupakan biaya yang dihasilkan berdasrkan
implementasi pemodelan sub-sistem transportasi,
satuannya dalam rupiah

Parameter muatan : pengali dari faktor muatan, satuannya


rupiah/kardus
Parameter waktu : bobot pengali dari faktor waktu perjalanan,
satuannya rupiah/jam

Struktur analisis terbagi atas 2 bagian, sebagai berikut:


1. Kondisi eksisting, yang merupakan kondisi pengiriman bunga krisan tanpa rekayasa faktor
teknologi
2. Skenario perubahan, dengan menekankan pada 2 faktor perubahan, yaitu perubahan kapasitas dan
perubahan titik waktu akhir sesuai model sub-sistem penurunan kualitas yang merupakan
implementasi teknis dari sebuah upaya investasi teknologi

HASIL dan PEMBAHASAN

Rekapitulasi Data Lapang


Rekapitualsi data lapang merupakan hasil dari sebuah pencarian data di lapang pada waktu
riset, malalui berbagai metode, antara lain wawancara terstruktur, wawancara informal, salinan
dokumen, maupun pengamatan langsung yang salah satunya adalah mengikuti proses pengiriman
bunga krisan dengan ikut menumpang salah satu mobil pengangkut bunga krisan tersebut.
Berikut pada Tabel 2 dan 3 merupakan rekapitulasi data lapang yang menyangkut sisi
pelanggan dan produsen yang diwakili melalui data kendaraan angkut.

Tabel 2 Data Karakteristik Pelanggan

12
WAKTU (am) KOORDINAT
NODE LOKASI LAYANAN (jam) DEMAND
BUKA TUTUP LINTANG BUJUR
1 Depot 0 0 0 -6.623686 106.833801 0
2 Bandara 4 10 4 -6.107101 106.66008 120
3 Cikarang 8 10 1 -6.240903 107.166481 80
4 Cipanas 10 13 2 -6.532281 106.435547 90
5 Pulo Gadung 8 11 2 -6.178956 106.907272 100
6 Serpong 12 18 1 -6.198411 106.805949 80
7 Tangerang 10 12 1 -6.16991 106.631927 75
Tabel 3 Data Karakteristik Kendaraan Angkut
KENDARAAN NAMA KAPASITAS FIXED COST KEC.RATA2 INVESTASI TEK. BIAYA OPERASIONAL
( kardus ) ( Rp. ) ( km/jam ) ( Rp./jam )
1 L-300 124 255000 60 125000 100
2 Engkle 226 311000 70 151000 200
3 Double 385 364000 80 182000 300

Kondisi Eksisting (Pemrograman LINGO)

Kondisi eksisiting yang dimaksud merupakan kondisi optimum tanpa adanya faktor teknologi
yang merupakan kendali utama untuk menyeimbangkan implikasi waktu pengiriman terhadap aspek
transportasi maupun penurunan kualitas.
Pemrograman kondisi eksisting memakai software LINGO dan sebagian output yang tampak
pada kondisi eksisting dapat dilihat pada Gambar 4.

13
Gambar 4 Output Kondisi Eksisting

Global optimal solution found.


Objective value: 676733.7
Objective bound: 676733.7
Infeasibilities: 0.1776357E-14
Extended solver steps: 0
Total solver iterations: 639

Variable Value Reduced Cost


JUMLAH_KENDARAAN 3.000000 0.000000
JUMLAH_NODE 7.000000 0.000000

Q_A 3.000000 0.000000


Q_B 23.00000 0.000000

KAPASITAS( 1) 124.0000 0.000000


KAPASITAS( 2) 226.0000 0.000000
KAPASITAS( 3) 385.0000 0.000000
FIXED_COST( 1) 255000.0 0.000000
FIXED_COST( 2) 311000.0 0.000000
FIXED_COST( 3) 364000.0 0.000000
V( 1) 60.00000 0.000000
V( 2) 70.00000 0.000000
V( 3) 80.00000 0.000000
Q( 1) 1.150000 0.000000
Q( 2) 0.4942857 0.000000
Q( 3) 0.4337500 0.000000
IT( 1) 0.000000 0.000000
IT( 2) 0.000000 0.000000
IT( 3) 0.000000 0.000000
X( 1, 2, 3) 1.000000 0.1200000E+10
X( 1, 3, 2) 1.000000 0.8000003E+09
X( 2, 5, 3) 1.000000 0.2580000E+10
X( 3, 4, 2) 1.000000 0.9300003E+09
X( 4, 1, 2) 1.000000 0.3000010E+08
X( 5, 7, 3) 1.000000 0.1580000E+10
X( 6, 1, 3) 1.000000 0.3000028E+08
X( 7, 6, 3) 1.000000 0.8300001E+09

Pada kondisi eksisting, tampak bahwa terdapat beberapa data yang menjadibasis analisis selama
proses rekayasa, dalam rangka upaya optimalisasi biaya total perjalanan pengiriman bunga krisan ke
beberapa titik lokasi pelanggan. Data-data tersebut adalah sebagai berikut :
Q_A : menunjukkan titik A pada sumbu waktu pengiriman bunga

14
krisan, sesuai grafik model penurunan kualitas
Q_B : menunjukkan titik B pada sumbu waktu pengiriman bunga
krisan, sesuai grafik model penurunan kualitas
KAPASITAS(1) menunjukkan kapasitas kendaraan-1 (L-300) yang
kapasitas angkutnya sebanyak 124 kardus bunga krisan
KAPASITAS(2) : menunjukkan kapasitas kendaraan-2 (Engkle) yang
kapasitas angkutnya sebanyak 226 kardus bunga krisan
KAPASITAS(3) : menunjukkan kapasitas kendaraan-3 (Double) yang
kapasitas angkutnya sebanyak 385 kardus bunga krisan
IT(1) menunjukkan nilai investasi teknologi untuk kendaraan-1
; yang belum dipakai, sehingga nilainya masih Rp. 0,-.
IT(2) : menunjukkan nilai investasi teknologi untuk kendaraan-2
yang belum dipakai, sehingga nilainya masih Rp. 0,-.
IT(3) : menunjukkan nilai investasi teknologi untuk kendaraan-3
yang belum dipakai, sehingga nilainya masih Rp. 0,-.
Biaya optimum untuk kondisi eksisting adalah sebesar Rp. 676.734,- dan rute optimumnya adalah
sebagai berikut :
- Kendaraan-2 (Engkle) : 1  3  4  1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi: Depot
 Cikarang  Cipanas  Depot
- Kendaraan-3 (Double) : 1  2  5  7 6  1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi
: Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang Serpong  Depot
Selanjutnya dilakukan beberapa skenario simulasi untuk menganalisis perubahan kondisi
optimum pengiriman bunga krisan, terkait aspek transportasi, penurunan kualitas, dan teknologi
sebagai berikut :
Skenario I
a) Menaikkan kapasitas 1,5kali dari semula
b) Menaikkan kapasitas 2 kali dari semula
Skenario II
a) Pengubahan Titik B (dinaikkan 0,5 jam)
b) Pengubahan Titik B (dinaikkan 1 jam)
Skenario III
a) Titik B Dinaikkan 0,5 Jam dan Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula
b) Titik B Dinaikan 1 Jam dan Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula
Rekapitulasi hasil analisis merupakan gambaran kesimpulan yang didapat dari seluruh skenario
simulasi, melalui berbagai komparasi antar parameternya.Rekapitulasi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.

15
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Analisis
SKENARIO REKAYASA TOTAL BIAYA (Rp.) KENDARAAN URUTAN RUTE
Engkle Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
0 Tidak ada (eksisting) 676.734 Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
Double Serpong  Depot
Menaikkan kapasitas 1,5 kali L-300 Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
620.453 Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
dari semula Double Serpong  Depot
I
Menaikkan kapasitas 2 kali Engkle Depot  Cikarang  Tangerang  Serpong  Depot.
567.189
dari semula Double Depot  Bandara  Pulo Gadung  Cipanas  Depot.
Pengubahan Titik B Engkle Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
375.485 Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
(dinaikkan 0,5 jam) Double Serpong  Depot
II
Pengubahan Titik B Engkle Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
371.753 Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
(dinaikkan 1 jam) Double Serpong  Depot
Titik B Dinaikkan 0,5 Jam dan
L-300 Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
304.721
Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
III Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula Double Serpong  Depot
Titik B Dinaikkan 1 Jam dan L-300 Depot  Cikarang  Cipanas  Depot
301.333 Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang
Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula Double Serpong  Depot

Analisis Hasil

Berdasarkan Tabel 4 didapat analisis sebagai berikut :

Skenario I
a) Menaikkan kapasitas 1,5kali dari semula

Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menaikkan kapasitas angkut menjadi1,5 kali
kapasitas semula, terdapat perubahan signifikan pada biaya total perjalanan dan penggunaan jenis
kendaraan yang berbeda, yaitu kendaraan-1 (L-300) dan kendaraan-3 (Double) dengan biaya
perjalanan minimum sebesar Rp. 620.453,-.Sedangkan kondisi eksisting sebesar Rp.676.734,-sehingga
terjadi penghematan biaya total perjalanan sebesar Rp. 56.281,- yaitu sekitar 8,3 %.
Selanjutnya pada penentuan rute optimum, terjadi perubahan pemakaian kendaraan, dari
kondisi eksisting yang memakai kendaraan 2 dan 3, menjadi kendaraan 1 dan 3 pada kondisi kenaikan
kapasitas tersebut. Hal ini dimungkinkan karena penambahan kapasitas kendaraan-1 (L-300) menjadi
186 kardus menyebabkan kemampuannya bertambah untuk melayani 2 lokasi pelanggan, yaitu di
Cikarang dan Cipanas yang total demandnya 170 kardus. Kendaraan-1 (L-300) dianggap cukup

16
optimal mengirim bunga krisan dengan kendala demand dan kenaikan kapasitas tersebut, dan
kendaraan-2 (Engkle) justru tidak perlu berangkat mengirimbunga krisan karena kapasitasnya secara
signifikan terlalu besar untuk menangani demand yang ada dibandingkan dengan kapasitas pada
kendaraan-1. Posisinya untuk menjalani rute yang sama, sesudah kenaikkan kapasitas, telah digantikan
oleh kendaraan-1.
Pada urutan jalur rute tidak mengalami perubahan dibanding kondisi eksisting.Hal
dimungkinkan karena adannya perbedaan tipis dalam hal nilai permintaan antara tiap pelanggan, serta
nilai time windowsnya yang juga hampir seragam yaitu kisaran 1 sampai 3 jam, kecuali pada
pelanggan Bandara dan Serpong, lamanya sekitar 6 jam.

b) Menaikkan kapasitas 2 kali dari semula


Berdasarkan rute optimum perjalanan masing-masing kendaraan yang terjadi, terdapat 2
kendaraan yang terpakai, yaitu kendaraan-1 (L-300) dan kendaraan-2 (Engkle) dengan biaya
perjalanan minimum sebesar Rp. 567.189,-. Terdapat selisih biaya dengan kondisi eksisting senilai Rp.
109.544,7, - atau sekitar 16,2%.
Rute optimum yang didapat mengalami perubahan signifikan dibandingkan kondisi eksisting.
Pemakaian jenis kendaraan maupun rute mengalami perubahan sama sekali.Perubahan kendaran pada
kondisi eksisting yang memakai jenis kendaraan dan melalui rute berikut :
- Kendaraan-2 (Engkle) : 1  3  4  1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi: Depot
 Cikarang  Cipanas  Depot
- Kendaraan-3 (Double) : 1  2  5  7 6  1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi
: Depot  Bandara  Pulo Gadung  Tangerang Serpong  Depot,
berubahmenjadi rute :
- Kendaraan-1 (L-300) : 1  3  76 1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi:
Depot  Cikarang Tangerang Serpong Depot.
- Kendaraan-2 (Engkle) : 1  2  5  4 1, yaitu melintasi suatu rute dengan urutan lokasi :
Depot  Bandara  Pulo Gadung Cipanas  Depot.
Berdasarkan perubahan output rute optimum di atas, dapat dianalisis bahwa telah terjadi
kecenderungan keseimbangan pelayanan antara jenis kendaraan 1 dan 2 dalam konteks jumlah lokasi
pelanggan yang dilayani, yaitu masing-masing mampu melayani 3 pelanggan. Kendaraan-1 melayani
urutan rute Cikarang, Tangerang, Serpong, dengan total demand 235 kardus.Sedangkan kendaraan-2
melayani urutan rute Bandara, Pulo Gadung, Cipanas, dengan total demand 310 kardus.

17
Skenario II
a) Pengubahan Titik B (dinaikkan 0,5 jam)
Setelah titik B digeser ke kanan sejauh 0,5 jam (dari 23 menjadi 23,5 jam), perubahannya
ternyata cukup signifikan, khususnya biaya total perjalanan menjadi turun sekitar 45% dari
semula, yaitu dari Rp. 676.734,- menjadi Rp. 375.485,-. Sedangkan urutan rute perjalanan tetap
sama, hal ini dimungkinkan karena adannya perbedaan tipis dalam hal nilai permintaan antara
tiap pelanggan, serta nilai time windowsnya yang juga hampir seragam yaitu kisaran 1 sampai 3
jam, kecuali pada pelanggan Bandara dan Serpong, lamanya sekitar 6 jam.

b) Pengubahan Titik B (dinaikkan 1 jam)


Berdasarkan output, setelah titik B digeser ke kanan sejauh 1 jam (dari 23 menjadi 24 jam),
menjadikan biaya total perjalanan menjadi turun, yaitu dari Rp. 676.734,- menjadi Rp. 371.753,-
.yaitusebesar Rp. 304.981,- atau sekitar 45,1%. Penurunan prosentase tersebut tidak terlalu
signifikan dibandingkan penurunan biaya sebelumnya yaitu sebesar 45%. Ini artinya bahwa
dengan kenaikan waktu 1 jam dari 0,5 jam sebelumnya, tidaklah membawa pengaruh terlalu
besar pada upaya meminimumkan biaya.

Skenario III
a) Titik B Dinaikkan 0,5 Jam dan Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula
Setelah titik B digeser ke kanan sejauh 0,5 jam (dari 23 menjadi 23,5 jam) dan kapasitas dinaikan
1,5 kali dari semula, perubahannya ternyata cukup signifikan, khususnya biaya total perjalanan
menjadi turun sekitar 55% dari semula, yaitu dari Rp. 676.734,- menjadi Rp. 304.721,-. Urutan
rute perjalanan tidak mengalami perubahan, tapi hanya mengalami perubahan pada pemakain
jenis kendaraan, yaitu kendaraan-2 pada kondisi eksisting sekarang digantikan oleh kendaraan-1
untuk melayani urutan rute pelanggan Cikarang dan Cipanas.

b) Titik B Dinaikan 1 Jam dan Kapasitas 1,5 Kali Dari Semula


Setelah titik B digeser ke kanan sejauh 1 jam (dari 23 menjadi 23,5 jam) dan kapasitas dinaikan
1,5 kali dari semula, perubahannya ternyata cukup signifikan, khususnya biaya total perjalanan
menjadi turun sekitar 55,5% dari semula, yaitu dari Rp. 676.734,- menjadi Rp. 301.333,-. Urutan
rute perjalanan tidak mengalami perubahan, tapi hanya mengalami perubahan pada pemakain
jenis kendaraan, yaitu kendaraan-2 pada kondisi eksisting sekarang digantikan oleh kendaraan-1
untuk melayani urutan rute pelanggan Cikarang dan Cipanas.

18
Implikasi Manajerial
Penentuan rute optimum
Implikasi manajerial bagi perusahaan adalah bahwa perusahaan selayaknya berusaha
meningkatkan kapasitas pemuatan bunga krisan atau menambah jumlah kendaraan angkut berukuran
lebih besar sampai batas maksimum kapasitas. Persusahaan juga perlu mengambil kebijakan untuk
menjaga kelaikan dan kondisi kendaraan, khususnya kendaraan angkut yang mendekati batas
maksimum kapasitas.
Nilai-nilai output di atas dapat dijadikan sebagai landasan pengembangan penentuan rute
optimum transportasi bunga krisan secara khusus. Selain itu juga dapat dijadikan salah satu bahan
pengambilan keputusan bagi para perencana transportasi produk mudah rusak, khususnya dalam
mengantisipasi perencanaan rute sehingga diperoleh minimasi biaya yang berbanding lurus dengan
rekayasa teknologi untuk mengantisipasi laju penurunan kualitas.Hal ini dapat berimplikasi dengan
pengurangan resiko kerusakan yang diangkut selama perjalanan.

Minimasi Biaya Transportasi


Implikasi manjerial dari hasil penelitian adalah bahwa optimasi minimasi biaya dapat
dilakukan melalui kendali teknologi agar dapat menekan pengaruh waktu perjalanan yang sebelumnya
diharapkan dapat menekan biaya penggunaan jumlah kendaraan dengan implikasi diametralnya
adalah dapat menurunkan kualitas bunga krisan sebagai produk mudah rusak.
Kendali teknologi berimplikasi langsung pada pengaturan waktu kirim, khususnya selang
waktu perjalanan pada area signifikan yang merupakan perwujudan dari suatu nilai komersial
komoditas bunga krisan yang diindikasikan dengan adanya penurunan biaya akibat penurunan kualitas
bunga selama perjalanan.
Rekayasa selang waktu secara konseptual dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu menggeser titik
B sebagai titik maksimum area signifikan atau titik A dan B pada area tersebut. Namun secara riil di
lapang, kemungkinan terbesar adalah hanya menggeser titik B melalui peningkatan kualitas
pengawetan komoditas melalui pembaruan atau peremajaan media penyimpan (cooling storage) yang
tentunya membutuhkan investasi teknologi yang digunakan pada ranah pembelian maupun
perawatannya, juga investasi tersebut dapat digunakan pada awal pasca panen bunga krisan melalui
proses pengawetan yang menggunakan rekayasa berbagai bahan pengawet yang diperlukan.
Selanjutnya pada aspek pilihan penggunaan kendaraan, tampak bahwa pemilihan kendaraan
angkut tidak hanya bergantung kepada kapasitas, namun juga terkait dengan demand tiap lokasi
pelanggan, kecepatan rata-rata per kendaraan, jarak antar pelanggan dan beberapa komponen biaya

19
yang harus ditanggung per-kendaraan selama proses pengiriman.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
1. Sistem transportasi bunga krisan sangat dipengaruhi oleh beberapa perubahan parameter yang
terlingkup didalamnya. Perubahan kapasitas kendaraan angkut dan pergeseran titik akhir area
signifikan berpengaruh sangat nyataterhadap perubahan total biaya pengiriman bunga krisan.
Pergeseran titik akhir dapat dilakukan melalui investasi teknologi, yaitu melalui pengadaan dan
perawatan media penyimpan (cooling storage) selama proses pengiriman berlangsung.
2. Model yang dikembangkan telah berhasil meningkatkan penghematan biaya dan efektifitas
sistem transportasi pada agroindustri hortikultura. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa
biaya total pengiriman bunga krisan dapat diminimumkanmelalui kenaikan kapasitas kendaraan
angkut dan investasi teknologi, khususnya yang terkait dengan proses pengiriman bunga krisan.

Saran
1. Perusahaan atau pengambil kebijakan transportasi produk yang mudah rusak dapat
mengoptimalkan biaya selama proses transportasi berlangsung, dengan lebih mempertimbangkan
aspek penambahan kapasitas melalui serangkaian simulasi integratif yang lebih detail sehingga
dapat menemukan batas maksimum penambahan kapasitas tersebut.
2. Untuk menganalisis jumlah titik pelanggan yang jauh lebih banyak, dibutuhkan metode heuristik
karena tingkat kompleksitasnya yang semakin besar serta kebutuhan kecepatan dan keakuratan
dalam proses iterasi pencarian solusi optimumnya.
3. Perlu diteliti lebih lanjut dugaaan hubungan antara ukuran kendaraan dengan efisiensi biaya kirim
yang dihasilkan. Hipotesis menunjukkan bahwa ukuran kendaraan berbanding terbalik dengan
efisiensi biaya yang dihasilkan. Diperlukan pemodelan non-linier untuk mengantisipasi
kompleksitas permasalahan riil di lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Bottani, Montanari, Roberto, Vignali, Guerra. 2011. Survey on Packaging Materials and Technologies
for Commercial Food Products. International Journal of Food Engineering: Vol. 7 : Iss. 1,
Article 12.

Crainic TG. and Laporte G 1997. Planning Models for Freight Transportation. European Journal of
Operational Research97(3):409—438.

20
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Produksi Tanaman Hortikultura Indonesia. Jakarta:
Departemen Pertanian.

Ghosh SK, Khanra S, Chaudhuri S. 2011. Optimal Price and Lot Size Determination for a Perishable
Product UnderConditions of Fnite Production, Partial Back Ordering and Lost Sale. Applied
Mathematicsand Computation(217): 6047–6053.

Gite PS. 2009.An Economic Order Quantity Model for Perishable Item under Permissible Delay in
Payment and Variable Rate of Deterioration.International Journal of Statistics and Sistems
4(1):1–12.

Jia, Hu. 2011. Dynamic Ordering and Pricing for a Perishable Goods Supply Chain. Computers &
Industrial Engineering (60): 302–309, Elsevier.

Kader, Kasmire, Mitchell, Reid, Sommer, Thompson. 1985. Postharvest Technology of Horticultural
Crops. Division of Agriculture and Natural Resources Publications, University of California.

Marimin dan Maghfiroh N. 2010.Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai
Pasok. Bogor: IPB Press.

Maschietti M. 2010. Time-Temperature Indicators for Perishable Products.Recent Patents on


Engineering (4): 129-144.

Minner, Transche. 2010. Periodic Review Inventory-Control for Perishable Products Under Service-
Level Constraints. OR Spectrum(32):979–996.

Osvald, Stirn. 2008. A Vehicle Routing Algorithm for The Distribution of Fresh Vegetables and
Similar Perishable Food. Journal of Food Engineering(85): 285–295.

Pawsey RK. 1995 .Preventing losses and preserving quality in food cargoes.In J. L. Albert (Ed.).
Food, nutrition and agriculture –15– food safety and trade, Italy: Food and Agriculture
Organization (FAO) of the United Nations.

Sapata, Ramos, Ferreira, Andrada, Candeias. 2009. Quality Maintenance Improvement of Pleurotus
Ostreatus Mushrooms by Modified Atmosphere Packaging. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 8
(2): 53-60.

Vorst JGAJ van der. 2004. Supply Chain Management: Theory and Practice. Didalam: T.Camps, P.
Diederen, G.J Hofstede, B.Vos, Editor. The Emerging World of Chains & Networks.
Hoofdstuk: Elsevier

Yadavalli, V.S.S., Adetunji, O., Sivakumar, B., Arivarignan, 2010. G. Two-Commodity Perishable
Inventory Sistem With Bulk Demand for One Commodity. South African Journal of
Industrial Engineering 21(1): 137-155.

21

Anda mungkin juga menyukai