Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KADAR NITRAT DAN NITRIT

PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU)


DI KOTA BUKITTINGGI
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

NINDIA RESVIKASARI
1813201066

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi.

Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif

bersih sangat didambakan oleh manusia, untuk dipakai sebagai air minum,

mandi, mencuci, keperluan industri, kebersihan sanitasi kota, maupun untuk

keperluan pertanian dan lain sebagainya. Air dalam keadaan normal tidak

berwarna, sehingga tampak bening dan bersih (Wardhana, 2001).

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, syarat-syarat air minum

antara lain tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung

logam-logam berat dan senyawa-senyawa kimia yang sangat beresiko

terhadap kesehatan seperti nitrat dan nitrit.

Sejalan dengan kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan, maka

jumlah penyediaan air selalu meningkat, akibatnya kegiatan untuk pengadaan

sumber-sumber air baru setiap saat terus dilakukan. Air tawar bersih yang

layak minum, kian langka di perkotaan. Air tanah sudah tidak aman dijadikan

bahan air minum karena telah terkontaminasi rembesan dari tangki septic tank

maupun air permukaan (Sisca, 2016).

Industrialisasi dalam penyediaan air minum tumbuh untuk dapat

memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat. Selain itu, didukung pula dengan

adanya beberapa sumber air pegunungan di beberapa daerah. Air minum

dalam kemasan (AMDK) menjadi alternatif lain sebagai salah satu sumber air
minum, tetapi AMDK hanya dikonsumsi masyarakat tingkat ekonomi

menengah ke atas dikarenakan harga yang relatif mahal. Hal tersebut

menjadikan air sebagai benda ekonomi yang mahal sehingga masyarakat

mencari cara lain untuk memperoleh air yang layak untuk dikonsumsi, yaitu

air minum isi ulang yang diproduksi oleh Depot Air Minum Isi Ulang

(DAMIU) dengan harga yang lebih murah dan masyarakat tidak perlu repot,

sebab DAMIU dapat diantar langsung oleh petugasnya (Bambang dkk., 2014).

Menurut Badan Standardisasi Nasional, air minum isi ulang

menggunakan beberapa proses penyaringan, diantaranya penggunaan filter

dan sinar ultra violet (UV), Reverse Osmosis (RO), Hexagonal, dan Ozonisasi.

Namun tidak semua DAMIU dikelola dengan baik sesuai persyaratan

PERMENKES nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan

kualitas air minum, baik parameter fisika, biologi maupun kimia.

Parameter fisika adalah salah satu parameter yang digunakan untuk

mengukur kadar kualitas air yang berhubungan dengan fisika seperti suhu,

kecepatan arus, kecerahan dan tinggi air, kecerahan, kedalaman, warna air,

kekeruhan, salinitas, Total Dissolved Solid (TDS) atau Total Suspended Solid

(TSS). Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya bahan organik atau

mikroorganisme seperti bakteri coli, virus, bentos dan plankton. Parameter

kimia adalah parameter yang sangat penting untuk menentukan air tersebut

dikatakan baik atau tidak, yang meliputi Dissolved Oxygen (DO), pH,

amoniak, sulfat, kesadahan, logam, maupun senyawa nitrat dan nitrit (Rosita,

2014).
Parameter kimiawi air minum tidak boleh mengandung zat-zat organik

dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan. Batasan kandungan zat

anorganik dalam air minum dibedakan menjadi parameter wajib dan parameter

tambahan. Salah satu parameter wajib yaitu nitrat dan nitrit. Nitrat merupakan

ion anorganik alami, nitrat termasuk dalam siklus nitrogen. Nitrat sering

ditemukan di dalam air tanah maupun air permukaan karena nitrat merupakan

hasil oksidasi dari nitrit. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah

biasanya larut dalam air dan dapat bermigrasi. Sedangkan nitrit tidak

ditemukan dalam air limbah yang segar, melainkan dalam limbah yang sudah

basi atau lama. Nitrit tidak dapat bertahan lama dan merupakan keadaan

sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrat (Ginting, 2007).

Dalam KEPMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010, disebutkan

bahwa kadar maksimum yang diperkenankan ada dalam air minum masing-

masing untuk nitrat dan nitrit adalah 50 mg/L dan 3 mg/L.

Nitrat dan nitrit yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan

methemoglobin simptomatik. Pada anak-anak dan orang dewasa, nitrat

diabsorbsi dan disekresikan sehingga risiko untuk keracunan nitrat jauh lebih

kecil. Konsumsi air minum nitrat dan hasil kesehatan yang merugikan (selain

methemoglobinemia) adalah kanker kolorektal, penyakit tiroid, dan cacat

tabung saraf. Lain halnya dengan nitrit, nitrit sangat berbahaya untuk tubuh,

terutama bagi bayi berumur di bawah 3 bulan, karena dapat menyebabkan

methemoglobinemia, yaitu keadaan dimana nitrit akan mengikat hemoglobin

(Hb) darah dan menghalangi ikatan Hb dengan oksigen (Cory, 2009).


Methemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ion Fe2+ diubah

menjadi ion Fe3+ dan kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah

berkurang. Sedangkan hemoglobin itu sendiri merupakan pigmen darah merah

yang berfungsi untuk mengikat oksigen dari paru-paru untuk dialirkan ke

seluruh tubuh.

Kandungan methemoglobin dalam darah dengan kadar kecil (<3%)

tidak akan memberi gejala dan tanda-tanda pada tubuh (asimtomatis).

Kandungan methemoglobin dalam darah 30-40% dapat menimbulkan gejala

klinis berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia), karena

darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen. Warna darah berubah

dari merah normal menjadi kecoklatan (gelap). Penderita methemoglobin

(methemoglobinemia) akan menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak

nafas, muntah dan shock. Kemudian kematian penderita terjadi apabila

kandungan methemoglobin lebih tinggi dari 70% (Cory, 2009).

Pada kota-kota besar di Amerika, angka kejadian kasus

methemoglobinemia terus meningkat dari tahun 1945 yang berjumlah 139

kasus, hingga tahun 2011 menjadi berjumlah 537 kasus. Hal ini ditimbulkan

akibat semakin banyaknya pencemaran air, meningkatnya aktivitas di daerah

industrialisasi, polusi tanah dan udara, buruknya gaya hidup juga

meningkatnya penyakit metabolis.

Pada tanggal 17 Mei 2013 ditemukan kasus bayi asal distrik Gautam

Budh Nagar, Uttar Pradesh ini dirujuk ke Sir Ganga Ram Hospital, New

Delhi, India karena diduga jantungnya berlubang. Sesampainya di rumah

sakit, bayi tersebut membiru. Setelah di cek kadar methemoglobin-nya


ternyata jumlahnya mencapai 67%. Padahal secara normal, kadar

methemoglobin dalam darah seharusnya kurang dari 1%. Setelah dilakukan

pengecekan sampel darah bayi, ditemukan bahwa sang ibu memberi bayinya

susu formula yang dicampur dengan air sumur bor yang mengandung nitrat

dengan kadar yang tinggi sehingga memicu masalah ini. Beruntung setelah

diberi obat-obatan untuk mengurangi efek methemoglobin-nya, 12 jam

kemudian warna tubuh bayi berusia 23 bulan ini yang awalnya membiru telah

kembali normal. Si bayi pun diperbolehkan pulang beberapa hari berikutnya.

Blue baby syndrome biasanya terjadi ketika bayi yang baru lahir mengalami

gagal jantung akibat keracunan nitrat. Kondisi ini menyebabkan hemoglobin

tidak dapat mengangkut darah yang berisi oksigen seperti seharusnya

(detikhealth).

Di Indonesia sendiri, kasus methemoglobinemia belum ditemukan

secara pasti, namun perlu dilakukan monitoring air minum khususnya

terhadap parameter nitrat dan nitrit dengan tujuan sebagai upaya pencegahan

agar tidak terjadi kasus serupa seperti yang terjadi di Amerika dan India di

atas. Pada penelitian (Emilia, 2019) konsentrasi senyawa nitrat dan nitrit yang

terkandung dalam 5 sampel air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu

II Kota Palembang semuanya memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan,

yaitu berada pada rentang 3,1-4,8 untuk nitrat dan berkisar 0,01-0,03 untuk

nitrit. Artinya air tersebut aman untuk dikonsumsi dan memenuhi persyaratan

sebagaimana yang telah ditetapkan KEPMENKES RI

No.492/MENKES/PER/IV/2010.
Dalam 16 sampel air sumur gali yang di analisis di kawasan pertanian

Desa Tumpukan Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten ditemukan 1

sampel melebihi nilai ambang batas untuk parameter nitrat, yaitu sebesar 54,7

mg/L dan 15 sampel lainnya rata-rata memiliki konsentrasi 21,57 mg/L (Dewi

dkk., 2016). Penelitian juga dilakukan di Yogyakarta , dimana kadar nitrit dan

nitrat pada 5 air sumur di daerah perkotaan Yogyakarta adalah 0,05-0,09

mg/L dan 8,22-36,58 mg/L. Kadar nitrit dan nitrat tersebut memenuhi baku

mutu dan aman untuk di konsumsi (Setiowati dkk., 2016).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan, diperoleh data hasil

pemeriksaan nitrit DAMIU di Kota Bukittinggi pada bulan Januari hingga

September 2019 (UPTD LabKes), dinyatakan bahwa dari 92 sampel yang di

analisis, semua sampel telah memenuhi syarat untuk air minum yang aman

dikonsumsi menurut KEPMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

untuk parameter nitrit, yaitu dibawah 3 mg/L, sedangkan untuk parameter

nitrat tidak dilakukan pemeriksaan. Dari survei yang dilakukan juga

ditemukan bahwa tidak semua DAMIU yang berada di Kota Bukittinggi rutin

melakukan pemeriksaan Laboratorium, bahkan ada DAMIU yang tidak sama

sekali melakukan pemeriksaan, apalagi setelah diberlakukannya aturan bahwa

petugas Kesehatan tidak lagi melakukan penjemputan DAMIU untuk

pemeriksaan Laboratorium. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya

kesadaran pemilik usaha DAMIU terhadap kualitas DAMIU tersebut.

Pemilihan DAMIU sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan air minum

ini menjadi resiko yang membahayakan kesehatan jika kualitasnya masih

diragukan apalagi jika konsumen tidak memperhatikan keamanan dan


kehigienisannya. Mengingat pentingnya bahaya parameter nitrat dan nitrit

serta efek samping terhadap lingkungan dan kesehatan pada konsumen yang

mengkonsumsi DAMIU yang bermunculan, peneliti bertujuan mengajukan

penelitan yang berjudul “Analisis Kadar Nitrat dan Nitrit pada Depot Air

Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kota Bukittinggi menggunakan metode

Spektrofotomeri.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

yaitu apakah kadar nitrat dan nitrit pada DAMIU di Kota Bukittinggi telah

memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan yang telah ditetapkan berdasarkan

KEPMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar nitrat

dan nitrit pada DAMIU di Kota Bukittinggi menggunakan metode

Spektrofotomeri.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui kadar nitrat yang terdapat pada DAMIU yang dijual di

kota Bukittinggi, kemudian disesuaikan dengan KEPMENKES RI No.

492/MENKES/PER/IV/2010.
b) Mengetahui kadar nitrit yang terdapat pada DAMIU yang dijual di

kota Bukittinggi, kemudian disesuaikan dengan KEPMENKES RI No.

492/MENKES/PER/IV/2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan kepada masyarakat mengenai analisis nitrat dan nitrit pada

DAMIU dan memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai bahaya

yang ditimbulkan jika mengonsumsi air minum dengan kadar nitrat dan

nitrit di atas baku mutu yang telah ditetapkan.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi Dinas Kesehatan mengenai kadar nitrat dan nitrit pada

DAMIU di kota Bukittinggi jika melewati batas maksimum yang

diperbolehkan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi penelitian

selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa di masa mendatang.


Kerangka Konsep

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaaan laboratorium untuk

mengetahui kadar nitrat dan nitrit yang terdapat pada DAMIU yang dijual di

kota Bukittinggi kemudian disesuaikan dengan KEPMENKES RI

No.492/MENKES/PER/IV/2010.

DAMIU

Nitrat Nitrit

Kadar Nitrat Kadar Nitrit

Memenuhi/ Tidak Memenuhi Syarat

KEPMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010.

Anda mungkin juga menyukai