Lapsus Pulmonologi
Lapsus Pulmonologi
1. PENDAHULUAN
suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh normal. Peranan sistem pernapasan ialah mempertahankan PO2, PCO2,
dan pH darah arteri tetap normal. Gagal napas dapat diakibatkan kelainan pada paru,
medulla oblongata.1
2. PCO2 arterial (PaCO2) > 45 mmHG, kecuali jika peningkatan PCO2 merupakan
Gagal napas dikenal ada dua, yaitu gagal napas hipoksemia dan gagal napas
hiperkapnia. Dikatakan gagal napas hipoksemia jika PaO2<60 mmHg, dan gagal napas
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit dengan onset akut, monofasik,
polineuropati yang dimediasi oleh imun yang sering terjadi setelah adanya infeksi lain,
yang menyebabkan kelemahan otot hingga kelumpuhan. Hal ini terjadi karenan susunan
saraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang dengan seluruh bagian
tubuh rusak. Kerusakan sistem saraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan
rangsangan sehingga terjadi penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem saraf.2
penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak terlalu
yang khas, yaitu adanya infeksi traktus respiratorius bagian atas. Di antara masa tersebut
dan mulai timbulnya kelumpuhan, terdapat masa bebas gejala penyakit, yang berkisar
antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Kelumpuhan timbul pada keempat anggota
gerak dan pada umumnya bermula di bagian distal tungkai dan kemudian melanda otot-
otot tungkai proksimal, dan kelumpuhan meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot
kedua lengan, bahkan leher dan wajah serta otot-otot penelan dan bulbar lainnya.3
Dari beberapa studi dikatakan setiap orang bisa terkena GBS tetapi pada umumnya
lebih banyak terjadi pada orang tua. Orang berumur 50 thn keatas merupakan golongan
paling risiko untuk mengalami GBS. Namun, dari satu literature mengatakan bahwa GBS
dapat dialami pada semua usia mulai anak-anak sampai orang tua, tapi puncaknya adalah
A. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Seorang perempuan, usia 22 tahun, Ibu Rumah Tangga, berasal dari Takalar, status
menikah dan belum memiliki anak. Masuk rumah sakit Wahidin Sudirohusodo pada
tanggal 28 Oktober 2018, dengan nomor rekam medis 860996. Pasien masuk dengan
keluhan utama kesadaran menurun yang dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Wahidin Sudirohusodo, sebelumnya pasien dirawat di ICU RSUD Takalar dengan keluhan
kesadaran menurun yang dialami secara perlahan-lahan. Awalnya pasien masuk di RSUD
Takalar dengan keluhan nyeri menelan yang dialami sejak 1 minggu terakhir, nyeri
menelan baru dirasakan pertama kali. Sebelumnya pasien tidak ada keluhan nyeri menelan.
Batuk ada yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai lendir
warna putih, riwayat batuk bercampur darah tidak ada. pasien juga tampak sesak yang
dialami sejak 1 hari terakhir, sesak bertambah dalam 1 hari terakhir disertai penurunan
kesadaran yang dialami secara perlahan-lahan. Riwayat sesak sebelumnya tidak ada,
pasien tidak pernah mengeluhkan adanya sesak sebelumnya. Demam ada, riwayat demam
sebelumnya ada namun tidak terus menerus. Sebelum mengalami penurunan kesadaran
pasien juga mengeluhkan ada muntah dengan frekuensi >10 kali berisi sisa-sisa makanan.
Buang air besar biasa, warna kuning kecoklatan. Namun saat ini belum BAB
Buang air kecil lancar, warna kuning jernih, volume kesan banyak
Riwayat sakit kuning tidak ada, riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat infeksi saluran napas sebelumnya tidak ada
Riwayat keluarga :
Riwayat kebiasaan :
B. PEMERIKSAAN FISIK
120/80 mmhg, nadi 121 kali per menit, regular, kuat angkat, frekuensi napas 30 kali per
menit, suhu 38.7 celcius, saturasi oksigen 76%, dengan berat badan 58 kg, tinggi badan
Pada pemeriksaan kepala didapatkan normocephal, rambut rontok tidak ada, bibir
Pada pemeriksaan mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus. Pemeriksaan
mulut tidak didapatkan candidiasis oral, tonsil tidak dapat diperiksa, faring tidak dapat
diperiksa. Desakan vena sentral R+1 cm, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, deviasi
Pada pemeriksaan toraks, inspeksi pergerakan hemithorax simetris. Nyeri tekan maupun
massa tidak didapatkan, perkusi batas paru hepar setinggi ICS VI, pekak paru kanan
setinggi ICS VII belakang dan pekak pada hemithorax kiri setinggi ICS II kiri belakang.
Auskultasi bunyi pernapasan bronchovesiculer, kesan ronki kasar di regio apex dextra.
Pada pemeriksaan jantung, ictus cordis tidak tampak, ictus kordis tidak teraba. Batas
jantung kanan di ICS IV line parasternalis dextra, batas jantung kiri sulit dievaluasi,
bunyi jantung I/II murni, regular, gallop tidak ada, murmur tidak ada.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan cembung, ikut gerak napas. Peristaltik usus ada
kesan normal. Nyeri tekan tidak ada. hepar dan lien tidak teraba. Perkusi timpani, nyeri
Pada pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan edema, teraba hangat, nyeri tekan tidak
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
URINALISA
28/10 17/11
Vit. C 1 0 Negative
Sedimen torak 0 -
Sedimen kristal 3 -
Volume 9 1-5
PH 8.5 7.282-7.32
LDH 32 5-30
Glukosa 77 45-80
Kesan :
- Tidak tampak lesi hipo/hiperdens patologik
intracranial
- Brain edema
Kesan :
- Terpasang ETT
- Pneumonia dextra
Hasil Foto thorax (28/10/2018)
Kesan :
- Terpasang ETT pada trachea dengan tip
setinggi +/- 3.7 cm di atas carina
- Pneumonia dextra
Kesan :
- Terpasang ETT pada trachea
dengan tip setinggi +/- 3.7 cm di
atas carina
- Pneumonia dextra
Hasil foto thorax (06/11/2018)
Kesan :
- Cor dan pulmo normal
- Terpasang ETT pada trachea
dengan tip setinggi +/- 0,9 cm
diatas carina
Kesan :
- Tidak tampak kelainan radiologic pada
foto thorax ini
D. FOLLOW UP
ditegakkan diagnosa ancaman gagal napas ec. Guillain barre syndrome, kesadaran menurun
liter/menit via NRM dan konsul untuk tatalaksana airway dengan pemasangan ventilator,
mg/24jam/intravena.
pulmonologi, dan TS Gizi klinis. Dari pulmonologi diberikan terapi levofloxacin 750
mg/24jam/intravena, pemeriksaan analisa gas darah berkala, serta foto thorax kontrol
setelah pemberian antibiotik. Sedangkan dari TS Gizi klinis diberiksan terapi diet
direncanakan 70% (1700 kkal) via enteral berupa : bubur saring 606,5 kkal, peptisol 300
kkal, jus buah 100 kkal, olive oil 160 kkal, dan kebutuhan cairan sekitar 1700 ml/24 jam,
diberikan suplementasi vitamin via ngt : zinc 20 mg/24 jam/oral, neurodex 1 tab/24jam,
suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh normal. Gagal napas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan
dan karbondioksida. Fungsi jalan napas terutama sebagai fungsi ventilasi dan fungsi
pada tipe kelainan ini umumnya menyebabkan hiperkapnia dimana kebanyakan penyebab
terjadinya gagal napas ini karena adanya penyakit yang menyebabkan kelemahan otot
pernapasan, penyakit sistem saraf pusat yang mengganggu pengendalian ventilasi. Paru
mungkin normal, tetapi hipoksemia yang tidak proporsional terhadap hiperkapnia yang
terjadi dapat menandakan adanya keterlibatan paru, sebagai contoh seorang pasien dengan
Pada pasien ini dipikirkan gagal napas dikarenakan adanya ketidakmampuan atau
nafas yang menyebabkan terjadinya risiko tinggi infeksi saluran napas bawah dan parenkim
paru yang menyebabkan terjadinya pneumonia dan akhirnya menyebabkan gagal fungsi
pernapasan, dimana penyebab terjadinya gagal napas pada kasus ini disebabkan oleh
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit dengan onset akut, monofasik,
polineuropati yang dimediasi oleh imun yang sering terjadi setelah adanya infeksi lain,
yang menyebabkan kelemahan otot hingga kelumpuhan. Hal ini terjadi karena sususnan
saraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang dengan seluruh bagian
tubuh mengalami kerusakan. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit
menghantarkan rangsangan sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja
sistem saraf. Beberapa kasus menunjukkan orang mengalami gejala GBS setelah beberapa
hari atau minggu mengalami sakit dengan gejala diare ataupun dengan gangguan
pernapasan.2
yang melibatkan inspirasi dan otot ekspirasi. Kelemahan diafragma diduga disebabkan
oleh demielinasi saraf phrenic. Pola pernapasan bersifat restriktif, seperti yang diharapkan
pada penyakit neuromuskular : kapasitas vital (VC) dan kapasitas paru total (TLC)
berkurang, volume residual RV biasanya normal atau meningkat, dan rasio RV/TLC sering
tinggi tidak adanya obstruksi saluran napas. Tekanan transdiaphragmatic (Pdi) dan tekanan
mulut inspirasi statis (PImax) menurun; tekanan mulut ekspirasi maksimal statis rendah
(PEmax) menunjukkan kegagalan otot ekspirasi, sedangkan PEmax normal dengan PImax
rendah menunjukkan adanya kelemahan otot diafragma. Volume paru-paru statis dan Pdi
tidak dapat diukur dengan mudah, tetapi paralisis diafragma atau otot inspirasi lainnya
dapat dideteksi dengan mudah. Penurunan kapasitas inspirasi yang disebabkan oleh
kelumpuhan otot perut dan intercostal merusak kemampuan untuk membersihkan sekresi
saluran napas dengan batuk, sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas, yang
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa ancaman gagal napas disebabkan oleh
Guillain barre syndrome yang dicetuskan karena adanya infeksi paru-paru yaitu
pneumonia karena dari allo anamnesis keluarga pasien, pasien masuk di RSU Takalar
awalnya dengan keluhan batuk yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, disertai ada
keluhan nyeri menelan. Namun dalam beberapa hari perawatan pasien mengalami
perburukan kondisi sehingga dirawat di ruang ICU RSU Takalar, setelah itu pasien dirujuk
ke RS Wahidin sudirohusodo dengan keluhan kesadaran menurun, dengan sesak napas dan
saturasi awal yaitu 76%. Setelah pemasangan ventilator kami mengambil sample untuk
Analisa gas darah : PH 7.175, SO2 90.6, PO2 73.8, PCO2 56.5, HCO3 21.1, BE -
7.6.
Dari pemeriksaan analisa gas darah didapatkan saturasi pasien mulai meningkat
Guillain barre syndrome biasanya berjalan tanpa gangguan melalui empat fase :
fase sebelumnya yang berhubungan dengan penuundaan antara penyakit sebelumnya dan
tanda-tanda pertama GBS, fase kelamahan progresif yang berlangsung kurang dari empat
minggu, fase dataran tinggi, dan fase pemulihan. Bentuk progresif cepat dapat
menyebabkan quadriplegia dan kebutuhan untuk MV dalam waktu 48 jam. Pola asenden
kelemahan adalah aturannya, dengan anggota tubuh bagian bawah yang terkena awalnya,
kemudian anggota tubuh bagian atas, dan akhirnya terkena saraf kranial.4
menonjol pada pasien dengan kelemahan otot yang mendalam dan kegagalan pernafasan
(terutama selama aspirasi trakea), dan disgungsi kandung kemih adalah manifestasi yang
paling umum. Deteksi dini kegagalan pernafasan adalah salah satu tantangan utama yang
terlambat, dan manifestasi awal hanya terdiri dari tachypnea, tachycardia, air hunger,
patah kalimat, dan kebutuhan untuk berhenti diantara kalimat; kemudian, penggunaan otot
diseluruh populasi. Dalam sebuah studi epidemiologi prospektif dari swedia, kegagalan
pernapasan terjadi pada sekitar 6% dari pasien GBS. Dalam studi epidemiologi dari
Inggris sekitar 23% pasien memerlukan MV, masing-masing dan durasi rata-rata MV
adalah 19 hari.
dari mekanik ventilasi. Waktu optimal untuk mulai menghentikan pasien dari ventilator
tidak mudah ditentukan, berbeda dengan pasien ICU lainnya, pasien dengan GBS
untuk mengatasi infeksi pneumonia yang menjadi pencetus terjadi nya GBS, serta
parenteral sesuai kebutuhan pasien dalam sehari pasien mengalami perbaikan kondisi
1. Amin Z, Purwoto J. Gagal Napas Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke VI.
2014
Virginia.2008;152-167
5. Winer JB. Review Article An Update in Guillain Barre Syndrome. Hindawi Publishing
Corporation; 2014
6. Fokke C, Berg B Van Den, Drenthen J, Walgaard C, Doom PA Van, Jacobs BC.
2016;6 (3):111-2