Anda di halaman 1dari 40

1

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ... TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN REHABILITASI MEDIK DI RUMAH SAKIT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan


yang mempunyai fungsi rujukan harus menyediakan
pelayanan yang bermutu termasuk pelayanan rehabilitasi
medik;

b. bahwa Keputusan Menteri Nomor 378 / Menkes / SK / IV/


2008 tentang Pedoman Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
sudah tidak sesuai dengan perkembangan dalam
penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi medik di rumah
sakit;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia 2004
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5072);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298)
2

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 69);

7. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan


Kesehatan;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 / Menkes / Per /


IX /2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 / Menkes /


Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012


tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang


Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang


Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang


Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1197);

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 308);

15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK


3

/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN REHABILITASI MEDIK DI
RUMAH SAKIT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pelayanan Rehabilitasi Medik adalah pelayanan kesehatan
terhadap gangguan fisik dan fungsi tubuh yang diakibatkan
oleh keadaan / kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui
asuhan medis untuk mencapai kondisi fungsional yang
optimal.
2. UU no.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1
3. pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita
kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya.
4. Tim Rehabilitasi Medik adalah suatu tim multiprofesi /
profesional pemberi asuhan (PPA) yang terdiri dari dokter
spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, keterapian fisik
(fisioterapis, terapis wicara, terapis okupasi), ortotik-prostetik,
tenaga keperawatan, psikolog klinis, petugas sosial medik
yang bekerja secara kolaboratif sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan masing-masing.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
4

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang kesehatan.
8. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang membidangi
pelayanan kesehatan.
9. Kepala atau Direktur Rumah Sakit adalah pimpinan tertinggi
di rumah sakit yang bertugas memimpin penyelenggaraan
Rumah Sakit.
10. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan yang selanjutnya
disingkat DPJP adalah seorang dokter, sesuai dengan
kewenangan klinis terkait penyakit pasien, memberikan
asuhan medis lengkap kepada pasien dengan patologi /
penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di Rumah
Sakit, baik pelayanan rawat jalan maupun rawat inap.
11. Organisasi profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga
kesehatan yang satu profesi.
12. PERDOSRI adalah perhimpunan dokter spesialis kedokteran
fisik dan rehabilitasi Indonesia.
13. Ruang adalah gabungan/kumpulan dari ruangan-ruangan
sesuai fungsi dalam pelayanan Rumah Sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka
pencapaian tujuan pelayanan kesehatan dari suatu Ruang.
14. Ruangan adalah bagian dari Ruang merupakan tempat yang
dibatasi oleh bidang-bidang fisik maupun non fisik yang
memiliki fungsi spesifik.

Pasal 2
Pengaturan penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi medik di
rumah sakit bertujuan untuk:
a. mewujudkan penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi medik di
Rumah Sakit yang bermutu dan mengutamakan keselamatan
pasien; dan
b. memberikan acuan bagi Rumah Sakit dalam penyelenggaraan
pelayanan rehabilitasi medik.

BAB II

KLASIFIKASI DAN JENIS PELAYANAN

Bagian Kesatu

Klasifikasi
5

Pasal 3

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi medik secara


berjenjang dan fungsi rujukan, pelayanan rehabilitasi medik
diklasifikasikan berdasarkan pelayanan, bangunan, prasarana,
peralatan, dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh rumah
sakit.

(2) Klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) terdiri atas:

a. Pelayanan rehabilitasi medik paripurna;

b. Pelayanan rehabilitasi medik utama; dan

c. Pelayanan rehabilitasi medik madya.

Pasal 4

(1) Pelayanan Rehabilitasi Medik Paripurna sebagaimana dimaksud pada


pasal 3 ayat (2) huruf a diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Kelas A.

(2) Pelayanan Rehabilitasi Medik Utama sebagaimana dimaksud pada pasal


3 ayat (2) huruf b diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Kelas B.

(3) Pelayanan Rehabilitasi Medik Madya sebagaimana dimaksud pada pasal


3 ayat (2) huruf c diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Kelas C dan
D.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelayanan Rehabilitasi Medik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3), diatur dengan
Peraturan Menteri. Terlampir

Bagian Kedua

Jenis Pelayanan

Pasal 5

Pelayanan rehabilitasi medik yang diberikan oleh Rumah Sakit terdiri dari :

a. Pelayanan medik spesialis dan atau subspesialis; Kedokteran Fisik dan


Rehabilitasi;

b. Pelayanan keperawatan;

c. Pelayanan keterapian fisik (fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara);


6

d. Pelayanan ortotik prostetik;

e. Pelayanan psikologi klinis;

f. Pelayanan kesehatan lain;

g. Pelayanan non kesehatan.

Pasal 6

Pelayanan medik spesialis dan atau subspesialiskedokteran fisik dan rehabilitasi


sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a terdiri dari :

a. pelayanan konsultasi;

b. pemeriksaan diagnostik;

c. tindakan medik;

d. peresepan program terapi;

e. peresepan alat bantu kesehatan dan atau alat ortotik prostetikortosa protesa.

Pasal 7

(1) Pelayanan keperawatan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 huruf b


meliputi asuhan keperawatan generalis dan spesialis.

(2) Pelayanan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
pelayanan di ruang rawat inap khusus rehabilitasi medik dan rawat jalan.

Pasal 8

Pelayanan keterapian fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c terdiri


dari :

a. pelayanan fisioterapi;

b. pelayanan terapi okupasi;

c. pelayanan terapi wicara.

Pasal 9

Pelayanan ortotis prostetisortotik prostetik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5


huruf d meliputi pelayanan alat bantu kesehatan dan atau alat ortotik-protetik.
7

Pasal 10

Pelayanan psikologi klinis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf e adalah


konsultasi dan atau bimbingan psikologi klinis.

Pasal 11

Pelayanan kesehatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf f meliputi


pelayanan sosial medik.

Pasal 12

Pelayanan non kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf g meliputi


pelayanan kerohaniawan, administrasi dan atau pelayanan lain disesuaikan
dengan kebutuhan pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit.

BAB III

PERSYARATAN

Bagian Kesatu

Bangunan dan Prasarana

Pasal 13

(1) Rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medik


harus memiliki ruang untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi
medik.

(2) Ruang pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) sedapat mungkin berdekatan dengan ruang rawat inap dan ruang
rawat jalan serta memiliki kemudahan aksesibilitas untuk pasien
disabilitas.

(3) Selain memiliki ruang pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) rumah sakit dapat memiliki ruang rawat inap
khusus rehabilitasi medik.

Pasal 14

(1) Ruang pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud pada pasal


12 ayat (1) terdiri atas:

a. ruangan administrasi;

b. ruangan tunggu pasien;


8

c. ruangan pemeriksaan dokter;

d. ruangan tindakan dokter;

e. ruangan diagnostik;

f. ruangan gimnasium (anak dan dewasa)

g. ruangan terapi modalitas

h. ruangan terapi manual/manipulasi

i. ruangan terapi wicara

j. ruangan terapi okupasi (anak dan dewasa)

k. ruangan pelayanan ortotik prostetik;

l. ruangan konsultasi/bimbingan psikologi;

m. ruangan petugas sosial medik

n. ruangan hidroterapi;

o. ruangan kepala dan staf;

p. ruangan pertemuan;

q. ruangan gudang dan pantry;

r. ruangan ganti pakaian karyawan dan loker;

s. ruangan toilet (karyawan dan pasien);

(2) Ketersediaan ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


disesuaikan dengan klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik dan
kemampuan Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi


persayaratan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi pasien
disabilitas.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan ruang sebagaimana dimaksud


pada pasal 14 ayat 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

Ruang rawat inap khusus rehabilitasi medik adalah suatu ruangan yang
9

digunakan untuk memberikan pelayanan terkait dengan penyakit yang


dapat ditangani oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.

Bagian Kedua

Peralatan

Pasal 17

(1) Peralatan pelayanan rehabilitasi medik harus memenuhi standar mutu,


keamanan, keselamatan, dan laik pakai sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

(2) Jenis dan jumlah peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Sumber Daya Manusia

Pasal 18

(1) Sumber daya manusia pelayanan rehabilitasi medik terdiri atas :

a. tenaga medis;

b. tenaga perawat;

c. tenaga fisioterapis;

d. tenaga okupasi terapis;

e. tenaga terapis wicara;

f. tenaga ortotik prostetikortotis prostetis;

g. tenaga psikologi klinis;

h. tenaga kesehatan lain;

i. tenaga non kesehatan;

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi dokter
spesialis dan atau subspesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.

(3) Tenaga fisioterapis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah
10

tenaga fisioterapis dengan kualifikasi lulusan minimal D3 dan atau D4.

(4) Tenaga okupasi terapis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c adalah
tenaga okupasi terapis dengan kualifikasi lulusan minimal D3.

(5) Tenaga terapis wicara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d adalah
tenaga terapis wicara dengan kualifikasi lulusan minimal D3.

(6) Tenaga ortotik prostetik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e
adalah tenaga ortotik prostetik dengan kualifikasi lulusan minimal D3.

(7) Tenaga psikologi klinis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f adalah
tenaga psikologi klinis dengan kualifikasi lulusan minimal S1 dan atau
Profesi.

(8) Jenis tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g
meliputi tenaga petugas sosial medik dengan kualifikasi lulusan minimal D3
dan atau S1.

(9) Jenis tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf h
meliputi tenaga rohaniawan, dan administrasi; dengan kualifikasi lulusan
minimal D3 atau S1.

Pasal 19

Jenis dan jumlah sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada pasal 18
disesuaikan dengan klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV

PENGORGANISASIAN

Pasal 20

(1) Pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang
efektif, efisien dan akuntabel

(2) Pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit diselenggarakan dalam bentuk


departemen / instalasi / unit pelayanan sesuai dengan kemampuan dan
sistem pelayanan Rumah Sakit.

(3) Organisasi Pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas Kepala Departemen / Instalasi / Unit rehabilitasi Medik, unsur
11

pelayanan medis, unsur pelayanan kesehatan nonmedis / administrasi


umum, keuangan dan logistik.

Pasal 21

(1) Kepala Departemen / Instalasi / Unit rehabilitasi medik harus tenaga medis
dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.

(2) Dalam hal tidak ada tenaga medis dokter spesialis kedokteran fisik dan
rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka dapat digantikan oleh
dokter yang terlatih bersertifikat pelatihan pelayanan rehabilitasi medik yang
dikeluarkan oleh PERDOSRI sesuai dengan klasifikasi pelayanan rehabilitasi
medik di Rumah Sakit.

(3) Kepala Departemen / Instalasi / Unit rehabilitasi medik bertugas membina,


mengawasi dan bertanggung jawab dalam mutu pelayanan rehabilitasi medik.

(4) Kepala Departemen / Instalasi / Unit rehabilitasi medik dapat merangkap


sebagai tenaga medis dalam pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 huruf a.

Pasal 22

Pedoman Struktur organisasi pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit


diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V

PELAYANAN

Pasal 23

(1) Dalam melaksanakan pelayanan, PPA harus bekerja secara kolaboratif


sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing berdasarkan
standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien.

(2) Setiap PPA yang melakukan pelayanan wajib memiliki Surat Izin Praktik atau
Surat Izin Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) DPJP pelayanan rehabilitasi medik adalah dokter spesialis kedokteran fisik
dan rehabilitasi.

Pasal 24
12

Alur Pelayanan

(1) Pasien rehabilitasi medik harus dilayani sesuai dengan alur pelayanan
rehabilitasi medik.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alur pelayanan rehabilitasi medik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan sebagaimana tercantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 25

Rujukan

(1) Pelayanan rehabilitasi medik diberikan sesuai dengan klasifikasi pelayanan


rehabilitasi medik di Rumah Sakit.

(2) Bila kebutuhan pelayanan pasien tidak bisa dilayani oleh Rumah Sakit yang
bersangkutan, maka pelayanan rehabilitasi medik dirujuk ke Rumah Sakit
dengan klasifikasi menurut kebutuhan pelayanan pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bagan sistem rujukan pelayanan rehabilitasi medik sesuai dengan


klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

BAB VI

PENGEMBANGAN PELAYANAN REHABILITASI MEDIK

Pasal 26

(1) Upaya pengembangan pelayanan rehabilitasi medik dilakukan untuk


mengantisipasi kompleksitas kasus penyakit dan permasalahan kesehatan
serta kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang aman, terjangkau,
dan bermutu.

(2) Upaya pengembangan pelayanan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan secara berkesinambungan dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini di bidang rehabilitasi
medik.

(3) Ruang lingkup pengembangan Pelayanan Rehabilitasi Medik meliputi:

a. pengembangan sumber daya manusia;


13

b. pengembangan jenis pelayanan; dan/atau

c. pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.

BAB VII

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 27

(1) Setiap kegiatan dalam pelayanan rehabilitasi medik harus dicatat dalam
rekam medik pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) Pencatatan dan pelaporan pelayanan rehabilitasi medik merupakan


kesatuan dengan sistem pencatatan dan pelaporan di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

BAB VIII

PEMANTAUAN DAN EVALUASI MUTU

Pasal 28

(1) Kepala Departemen / Instalasi / Unit rehabilitasi medik wajib melakukan


pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan rehabilitasi medik secara
berkesinambungan.

(2) Hasil pemantauan dan evaluasi mutu Pelayanan Rehabilitasi Medik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara berkala sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun sekali kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

(3) Ketentuan mengenai pemantauan dan evaluasi mutu Pelayanan Rehabilitasi


Medik sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota


14

dan Direktur Rumah Sakit melakukan pembinaan dan pengawasan


terhadap penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi medik di Rumah Sakit
sesuai kewenangan masing-masing.

(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dan Direktur Rumah Sakit dapat melibatkan organisasi
profesi.

(3) Dalam hal ditemukan pelanggaran penyelenggaraan pelayanan


rehabilitasi medik di Rumah Sakit, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Direktur Rumah Sakit dapat
memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan dan atau teguran
tertulis.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Rumah sakit yang telah menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medik


berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008
tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun harus telah menyesuaikan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku maka Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
15

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal ...

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA,

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR

Telah diperiksa dan disetujui

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan


16

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan

Sekretaris Jenderal

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR.............................
TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN
REHABILITASI MEDIK DI RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN REHABILITASI MEDIK DI


RUMAH SAKIT

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 28 H ayat 1 menyebut bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, sejahtera, dan sehat, serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 3 menyatakan bahwa
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Kemudian dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 46 menyatakan bahwa untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Kemajuan teknologi di bidang kedokteran dewasa ini telah
banyak membawa manfaat. Namun, di sisi lain, kemajuan di bidang
kedokteran tersebut juga menimbulkan masalah kesehatan baru di
masyarakat. Pertama, sebagian besar penyakit yang sebelumnya
sulit ditangani, baik akibat kecelakaan maupun penyakit akut dan
kronis lain, telah dapat diatasi dengan penatalaksanaan medik yang
canggih sehingga penderita dapat bertahan hidup. Meskipun pasien
17

dapat selamat, seringkali menyisakan disabilitas dan kecacatan yang


cukup berarti. Kedua, bayi-bayi yang lahir dengan kelainan bawaan
juga banyak yang dapat dipertahankan hidup, walaupun dengan
kecacatan. Ketiga, kemajuan di bidang kedokteran dan kesehatan
secara umum juga telah meningkatkan usia harapan hidup,
sehingga menambah jumlah populasi lanjut usia (lansia) dengan
sejumlah komorbiditas dan keterbatasan terkait usia. Keempat,
peningkatan kejadian musibah masal, bencana alam dan angka
kriminalitas. Keempat faktor di atas merupakan faktor utama
peningkatan disabilitas yang kemudian menjadi masalah kesehatan
tersendiri di masyarakat.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2012, penduduk Indonesia penyandang disabilitas sebesar 2,45%
dan penyandang disabilitas terbanyak adalah penyandang yang
mengalami lebih dari satu jenis keterbatasan sebesar 39,97%, diikuti
keterbatasan melihat dan berjalan atau naik tangga. Data Sensus
Penduduk tahun 2010, sekitar 1,94% anak di Indonesia usia 0
sampai 14 tahun menyandang disabilitas, sekitar 1,62% penduduk
Indonesia berusia di atas 10 tahun mengalami kesulitan berjalan dan
sebanyak 1.07% mengalami kesulitan dalam mengurus diri sendiri.
Disabilitas ini makin meningkat sesuai dengan kelompok umur, lebih
dari 8% penduduk berusia 65-70 tahun mengalami kesulitan
berjalan dan lebih dari 4% dari mereka mengalami kesulitan
mengurus diri. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penyandang
disabilitas di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat
sehingga memerlukan perhatian khusus.
Ilmu kedokteran secara umum lebih memfokuskan pada
penanganan penyakit atau patologi yang dapat mengancam jiwa
dan/atau mengganggu sistem tubuh secara lambat maupun
progresif. Gangguan atau penurunan kemampuan fungsional masih
belum merupakan suatu prioritas sehingga perlu upaya untuk
mengembalikan fungsi seseorang seoptimal mungkin agar dapat
mandiri secara fisik, mental, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu,
perlu adanya fasilitas pelayanan yang menyediakan pelayanan
bermutu yang berfokus menangani gangguan fungsional, dalam hal
ini berupa pelayanan rehabilitasi medik.
Pelayanan rehabilitasi medik merupakan strategi kesehatan
yang terintegrasi yang diterapkan secara menyeluruh dalam
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, yaitu rumah sakit,
fasilitas rehabilitasi, komunitas dan sektor lainnya, seperti sektor
pendidikan, industri dan sosial. Keseluruhan strategi ini bertujuan
18

agar seorang dengan kondisi kesehatan khusus atau disabilitas


dapat mencapai dan mempertahankan kemampuan fungsional
secara optimal.
Seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di
bidang kesehatan, kebijakan desentralisasi dan perubahan
kebutuhan pelayanan, maka Departemen Kesehatan tahun 2007
menetapkan Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
kelas A, B, C dan D berdasarkan Keputusan Menteri Nomor
378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Rehabilitasi Medik di
Rumah Sakit. Dengan adanya kecenderungan peningkatan angka
disabilitas, kompleksitas masalah disabilitas, perubahan sistem
kesehatan nasional melalui Sistem Kesehatan Jaminan Nasional
(SKJN), maka Keputusan Menteri Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008
tentang Pedoman Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit perlu
disesuaikan dan diperbaharui.

B. Pengertian
1. Kemampuan fungsional adalah kemampuan seseorang melakukan
aktivitas atau kegiatan secara individu dan berpartisipasi dalam
pekerjaan, kegiatan spiritual, menjalankan peran dalam keluarga,
menikmati hobi dan hiburan, serta kehidupan sosial-politik.
Kemampuan melakukan aktivitas secara individu meliputi
aktivitas kehidupan sehari-hari yakni tugas perawatan diri sendiri,
antara lain kebersihan diri, berpakaian, makan-minum, mobilitas,
sosialisasi, komunikasi, dan ekspresi seksual.
2. Diagnosis medis adalah diagnosis yang ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang dari
penyakit dasar yang mengakibatkan gangguan fungsi yang
ditegakkan oleh dokter yang berkompeten.
3. Diagnosis fungsional adalah diagnosis tentang jenis dan tingkat
gangguan fungsi yang dialami oleh seseorang yang merupakan
hasil interaksi berbagai masalah pada struktur dan fungsi tubuh,
faktor lingkungan dan personal yang menyebabkan keterbatasan
melakukan aktivitas dan partisipasi. Struktur dan fungsi tubuh
adalah sensori-persepsi dan kognisi, fungsi neuromuskuloskeletal,
fungsi kardiovaskuler, fungsi respirasi, fungsi gastrointestinal,
fungsi urogenital serta fungsi integumen
4. Hendaya (impairment) adalah kehilangan atau abnormalitas
struktur tubuh atau fungsi fisiologis atau psikologis
19

5. Disabilitas adalah segala keterbatasan kemampuan untuk


melakukan aktivitas dan partisipasi dalam lingkup wajar bagi
manusia yang diakibatkan oleh hendaya (impairment)
6. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang memiliki kelainan
fisik dan/atau gangguan mental/fungsi kognitif, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan kegiatan secara optimal.
7. Pelayanan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
adalah bentuk pelayanan medis yang dilakukan oleh Dokter
Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi mulai dari
menegakkan diagnosis medis dan diagnosis fungsional,
menetapkan penatalaksanaan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
secara komprehensif berupa penatalaksanaan farmakologi dan
non-farmakologi dan menentukan prognosis fungsi, dengan
pendekatan bio-psiko-sosio-kultural.
8. Pelayanan Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis dan mekanis) dan pelatihan fungsi.
9. Pelayanan Terapi Wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan
profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam
bidang bahasa, wicara, suara, irama/kelancaran (komunikasi),
dan menelan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan/atau
kelompok untuk meningkatkan upaya kesehatan yang diakibatkan
oleh adanya gangguan/kelainan anatomis, fisiologis, psikologis
dan sosiologis.
10.Pelayanan Terapi Okupasi adalah bentuk pelayanan kesehatan
kepada klien dengan kelainan/kecacatan fisik dan/atau mental
yang mempunyai gangguan pada kinerja okupasional, dengan
menggunakan aktivitas bermakna (okupasi) untuk
mengoptimalkan kemandirian individu pada area aktivitas
kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu
luang.
11.Pelayanan Ortotik-Prostetik adalah salah satu bentuk pelayanan
teknik biomedika yang ditujukan kepada individu untuk
merancang, membuat dan mengepas alat bantu guna
pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota
gerak.
20

12.Pelayanan Keperawatan dengan kekhususan Rehabilitasi Medik


adalah bentuk pelayanan keperawatan yang membantu seseorang
dengan disabilitas dan/atau penyakit kronis untuk mencapai dan
mempertahankan fungsi maksimum.
13.Pelayanan Psikologi Klinis adalah kegiatan yang dilakukan oleh
psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat
dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual
maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik.
Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah
terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan
kegiatan diagnosis, prognosis, konseling, dan psikoterapi.
14.Pelayanan sosial medik adalah pelayanan sosial yang membantu
pasien dan keluarga mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan
meningkatkan fungsi dalam komunitas, membantu
mengembangkan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadi akibat disabilitas dan kondisi medis, serta
membuat perubahan lingkungan jika diperlukan.

II. Falsafah
Falsafah pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan holistik
yang bertujuan mengoptimalkan kemampuan fungsional seseorang sesuai
dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan kualitas hidup.
Tujuan pelayanan rehabilitasi medik adalah mengoptimalkan,
mengembangkan, dan meningkatkan kapasitas, sumber daya, serta
kemampuan fungsional dan integrasi sosial individu; menyediakan sarana
dan fasilitas khusus sesuai kebutuhan individu yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hidup dalam aspek kesehatan
Kemampuan fungsional merupakan kemampuan seseorang
melakukan aktivitas atau kegiatan secara individu dan berpartisipasi
dalam pekerjaan, bermain, bersekolah, bersosialisasi, kegiatan spiritual,
menjalankan peran dalam keluarga, menikmati hobi dan hiburan, serta
kehidupan sosial-politik. Kemampuan melakukan aktivitas secara
individu meliputi aktivitas kehidupan sehari-hari yakni tugas perawatan
diri sendiri, antara lain kebersihan diri, berpakaian, makan-minum,
mobilitas, sosialisasi, komunikasi, dan ekspresi seksual.
Pada proses pelayanan untuk optimalisasi kemampuan fungsional
seseorang, sama dengan tatalaksana medis yang lain, terlebih dahulu
perlu dilakukan pengkajian terhadap diagnosis medis, prognosis penyakit,
kondisi medis, tatalaksana medis, faktor penyulit, tingkat tumbuh
21

kembang, proses pemulihan serta status kesehatan umum sebelum


ditegakkannya diagnosis fungsional, prognosis fungsional serta
tatalaksana fungsional. Pada proses penegakan diagnosis fungsional yang
dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi
diperlukan juga pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan
laboratorium, radiologi, elektrodiagnosis dan lain-lain.
Sejalan dengan filosofi untuk pencapaian optimalisasi kemampuan
fungsional maka upaya atau kegiatan pelayanan perlu ditangani secara
komprehensif oleh berbagai profesi kesehatan dalam satu tim rehabilitasi
medik. Pelayanan meliputi penatalaksanaan kedokteran fisik dan
rehabilitasi, pelayanan keterapian fisik (fisioterapi, terapi wicara, terapi
okupasi), pelayanan ortotik-prostetik, pelayanan psikologi, pelayanan
sosial medik serta pelayanan keperawatan.

III. Persyaratan Ruang dan Ruangan Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah


Sakit.

A. Ruang
1. Lokasi
Lokasi gedung mudah diakses dengan memperhatikan
kemudahan dan keamanan bagi pasien disabilitas.
2. Kebutuhan Ruangan
a) Ruangan Tunggu
Harus bersih, cukup luas, aman serta nyaman bagi pasien.
b) Ruangan Pendaftaran dan Tenaga Administrasi
Ruangan ini harus cukup luas untuk penempatan meja
tulis, lemari arsip untuk penyimpanan kartu dan status
pasien.
c) Ruangan konsultasi, ruangan pemeriksaan, dan ruangan
tindakan dokter
Ruangan ini sebaiknya cukup luas untuk memungkinkan
mobilitas pasien dengan kursi roda dan memadai untuk
asesmen pola jalan, aktifitas sederhana dan gangguan
fungsi lainnya, serta dilengkapi dengan alat pemeriksaan
yang memadai.
d) Ruangan Diagnostik atau Alat Khusus
Ruangan diagnostik dan alat khusus dipergunakan untuk
penyimpanan, pemeliharaan, dan penggunaan alat
Biofeedback, LASER, TENS, isotonic-isokinetic analyzer,
Elektromiografi (EMG), Gait Analizer, USG muskuloskeletal,
Robotic Computer.
22

e) Ruangan Staf dan Ruangan Pertemuan


Ruangan tunggu Staf dan Ruangan pertemuan terdiri dari:
 Ruangan pertemuan besar untuk keperluan seluruh
karyawan dan kemungkinan acara dengan undangan
dari luar.
 Ruangan diskusi kecil untuk keperluan
pertemuan/diskusi profesi secara khusus.
 Ruangan istirahat staf dilengkapi dengan dapur kecil.
f) Ruangan Rawat Inap Khusus Rehabilitasi
Ruangan yang cukup luas untuk aksesibilitas pasien
dengan kursi roda, dengan pencahayaan dan ventilasi yang
cukup, serta kelengkapan tempat tidur, perabot dan
toilet/kamar mandi, kamar jaga dokter dan perawat yang
sesuai untuk pasien dengan disabilitas.
g) Ruangan untuk Terapi (ruangan fisioterapi, ruangan terapi
wicara, ruangan terapi okupasi, ruangan konsultasi
psikologi, ruangan petugas sosial medik). Ruangan terapi
sebaiknya dibuat atau dilengkapi sebagai berikut:
Tiap ruangan harus cukup luas untuk penempatan tempat
tidur, alat modalitas terapi serta memungkinkan mobilitas
kursi roda.
 Penyekat ruangan sebaiknya bukan pemisah yang
permanen, misalnya tirai (terbuat dari non linen),
folding door, untuk memperluas ruangan saat
diperlukan untuk terapi latihan kelompok dan
mempermudah mobilitas pasien dengan kursi roda atau
tempat tidur.
 Ruangan terapi modalitas sebaiknya dilengkapi dengan
sambungan arde dan penyelaras arus (stabilizer). Untuk
alat yang peka terhadap gelombang elektronik disekat
dengan sangkar Faraday. Tempat tidur untuk
elektroterapi harus terbuat dari bahan kayu.
 Ruangan terapi latihan diusahakan tidak terganggu
suara bising dari luar dan ruang untuk aktivitas latihan
wicara sebaiknya dibuat kedap suara.
 Ruangan latihan kelompok dilengkapi dengan
perlengkapan latihan yang sifatnya kelompok/
bersama.
23

h) Ruangan Gimnasium
Ruangan Gimnasium sebaiknya cukup luas dengan
peralatan latihan sehingga pasien dapat bebas melakukan
terapi latihan atau kegiatan, secara individu maupun
kelompok. Dinding dan langit-langit ruangan harus cukup
kuat untuk pemasangan peralatan seperti wall bar,
shoulder wheel dan alat latihan yang lain.
i) Ruangan pelayanan Ortotik-Prostetik
Ruang untuk bengkel ortotik-prostetik hendaknya terpisah
dari ruang perawatan agar tidak mengganggu ketenangan
pasien, serta dilengkapi dengan alat kerja serta sarana
standar keselamatan kerja.
j) Ruangan Hidroterapi
Ruangan hidroterapi sebaiknya memperhatikan:
 Struktur ruang harus terhindar dari kebisingan mesin
hidroterapi dan kelembaban.
 Ruangan dilengkapi dengan kamar untuk menyimpan
alat perlengkapan latihan, kamar bilas dan kamar
ganti pakaian serta toilet. Kamar bilas dan kamar
ganti pasien harus cukup luas dan memadai untuk
mobilitas pasien dengan kursi roda.
 Lantai ruangan hidroterapi harus terbuat dari material
yang tidak licin dan terdapat saluran air yang
memadai agar lantai tetap kering.
 Dinding dan langit–langit dibuat cukup kuat untuk
menggantungkan lifter pasien.
 Sistem drainase, filtrasi, dan pemeliharaan air yang
digunakan untuk hidroterapi harus memenuhi
ketentuan yang berlaku.

k) Ruangan Toilet dan Mandi


Disediakan toilet untuk khusus pegawai dan pasien secara
terpisah. Toilet pasien dilengkapi dengan pengaman dari
kayu atau besi untuk pegangan serta dibuat sedemikian
rupa sehingga pasien yang menggunakan kursi roda
maupun kruk dan alat penyangga tubuh lainnya dapat
mobilisasi tanpa ada kesukaran. Penerangan dan ventilasi
harus cukup baik.

l) Ruangan Gudang
Gudang terdiri dari gudang bersih dan gudang besar.
24

Gudang bersih untuk penyimpanan perlengkapan seperti


sprei, sarung bantal, selimut dan lain–lain. Gudang besar
untuk menyimpan peralatan yang masih baik maupun
yang sudah rusak untuk diperbaiki. Gudang juga
diperlukan untuk menyimpan bahan pembuatan ortotik
dan prostetik.

m) Ruangan Ganti Pakaian Karyawan


Ruang ganti sebaiknya dipisahkan untuk karyawan pria
dan wanita.

3. Fasilitas Konstruksi Gedung untuk pelayanan rehabilitasi medik


di rumah sakit
a) Jalan
Jalan menuju ke Departemen / Instalasi / Unit Rehabilitasi
Medik sebaiknya rata dan tidak licin, serta anak tangga
seminimal mungkin.

b) Pintu
Pintu dalam ruangan cukup lebar untuk memudahkan
pasien lewat dengan kursi roda atau tempat tidur. Lebar
bukaan daun pintu tunggal minimal 100 cm, 120 cm untuk
daun pintu ganda (80 cm dan 40 cm). Tinggi pembuka
pintu maksimal 100 cm diukur dari permukaan lantai.

c) Listrik
Daya listrik harus cukup serta ada cadangan daya untuk
mengantisipasi bila suatu saat daya listrik menurun.
Stabilisator diperlukan untuk menjamin kestabilan
tegangan.

d) Rampa
Tanjakan harus landai dengan sudut kemiringan maksimal
20°.

e) Lampu Penerangan
Setiap lampu penerangan harus diberi penutup terutama di
atas tempat tidur pasien agar tidak silau.

f) Lantai
Lantai tidak licin untuk mencegah bahaya jatuh.

g) Langit–langit
25

Langit–langit harus kuat. Khusus langit –langit ruang


hidroterapi harus dilengkapi dengan balik yang cukup kuat
untuk pemasangan rel lifter bagi pasien.

h) Dinding
Dinding harus permanen, warna dinding sesuai kebutuhan,
dilengkapi side railing/pegangan. Pegangan tangan
memiliki ketinggian berkisar 80-100 cm dari permukaan
lantai. Pegangan harus mampu menahan beban dengan
berat minimal 75 kg. Bahan pegangan tangan harus
terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan.
Khusus ruang latihan anak diberi warna yang bersifat
memberi stimulasi. Pada dinding sebaiknya diberi
pengaman dari kayu berlapis karet (leuning), berfungsi
untuk pegangan pasien pada saat belajar berjalan dan
untuk melindungi dinding dari benturan kursi roda atau
brankar. Sudut dinding diupayakan tidak tajam.

i) Ventilasi
Ventilasi dan sirkulasi udara harus baik.

j) Air
Persediaan air harus cukup untuk kebutuhan toilet, cuci
tangan maupun untuk hidroterapi serta memenuhi
persyaratan kesehatan.

k) Lain–lain
Wastafel pada tiap ruangan terapi, ruangan pemeriksaan,
bengkel dan lain-lain.

IV. Peralatan pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit


Jenis dan jumlah peralatan minimal yang dibutuhkan untuk pelayanan
rehabilitasi medik di rumah sakit berdasarkan klasifikasi pelayanan
meliputi: peralatan untuk pemeriksaan atau asesmen, peralatan terapi
dan peralatan latihan, untuk program individu maupun kelompok. Jenis
dan jumlah minimal peralatan yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel 1. Peralatan diagnostik klinis minimal berdasarkan klasifikasi pelayanan


rehabilitasi medik di rumah sakit
26

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat diagnostik klinis Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Goniometer 6 2 1

Inclinometer 3 1 0

Pulse Oxymetri 3 1 0

Stainles Steel Finger Goniometer 3 1 0

Handgrip Strength Dynamometer 3 1 0

Handheld Dynamometer 3 1 0

Pinchmeter 3 1 0

Semmes-Weinstein Monofilament 3 1 0

Tangga, Tikungan, Tanjakan 1 1 0

Spirometer 2 0 0

Peak Flow Meter 2 1 0

Voice Analyser 1 0 0

TADIR (Tes Afasi Untuk 2 1 0


Diagnostik dan Rehabilitasi)

Plantar Pressure Analysis 1 0 0

Seating &Positioning Analysis 1 0 0

Mobility Analyser 1 0 0

Posture Analyser 1 0 0

Gait Analyser 1 0 0

Ultrasonography Muskuloskeletal 2 1 0

Electromyography Biofeedback 2 1 0

Isokinetic Dynamometer 1 0 0

Dysphagia Screening Test 1 1 0

Urodynamic 1 0 0

Anorectal Manometry 1 0 0

Cognitive Evaluation And 1 0 0


Treatment

Electro Cardiography 1 1 0

Biotrigger Computerize Analizer 1 0 0

EMG-NCV 1 0 0

TENS 1 0 0
27

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat diagnostik klinis Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Isotonic-isokinetic analyzer 1 0 0

Tabel 2. Peralatan uji fungsi minimal berdasarkan klasifikasi pelayanan


rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


Jenis alat uji fungsi medik

Paripurna Utama Madya

Disphagia Self Test ada ada ada

Minimental State Evaluation ada ada ada

Barthel Index ada ada ada

Pediatric Balance Scale ada ada tidak ada

Berg Balance Scale ada ada tidak ada

Pediatric Evaluation Of Disability Inventory ada ada tidak ada

Children Infant Development ada ada tidak ada

Children Movement Assessment Vol 2 tidak


ada tidak ada
ada

Alberta Infant Motor Scale tidak


ada tidak ada
ada

Peabody Development Motor Scale tidak


ada tidak ada
ada

Western Ontarion And Mcmaster tidak


ada tidak ada
Universities Osteoarthritis Index (WOMAC) ada

Wee Functional Independence Measurement ada ada tidak ada

Boston Diagnostic Of Aphasia Examination tidak


ada tidak ada
ada

EFPT (Executive Function Peformance Test) tidak


ada tidak ada
ada

Early Intervention Development Profile tidak


ada tidak ada
ada

Movement ABC ada tidak tidak ada


28

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


Jenis alat uji fungsi medik

Paripurna Utama Madya

ada

Functional Independence Measure ada ada tidak ada

Instrumental Activity Of Daily Living tidak


ada tidak ada
ada

Sensori-Persepsi Dan Praksis Pada Anak tidak


ada tidak ada
ada

Toronto Bedside Swallowing Screening Test


ada ada tidak ada
(TOR-BBST)

Nottingham Sensory Assesment ada ada tidak ada

Neurocognitive Status Examination tidak


ada tidak ada
ada

Executive Function Performance Test tidak


ada tidak ada
ada

Dynamic Gait Index tidak


ada tidak ada
ada

Tabel 3. Peralatan uji latih minimal berdasarkan klasifikasi pelayanan


rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat uji latih Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Walking Track 1 1 0

Harvard Step Test 1 1 0

Ergocycle 2 1 0

Arm Ergocycle 2 1 0

Treadmill-Polar 2 1 0

Balance training 2 1 0

Unweighing 1 0 0
29

Tabel 4. Peralatan terapi modalitas minimal berdasarkan klasifikasi


pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat terapi modalitas Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Nebulizer Jet 5 2 1

Infrared Radiation 3 1 1

Nebulizer Ultrasound 3 1 0

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation 3 1 1

Hydrocollator Pack (Hot Pack) 3 1 1

Parafin Bath 2 1 1

Microwave Diathermy 3 1 1

Ultrasound Diathermy 3 1 1

Shortwave Diathermy 3 1 1

Low Power Laser Therapy 2 1 0

Neuromuscular Electrical Stimulation 1 1 0

Set Traksi 1 1 0

Nk-Table 3 1 0

Continous Passive Movement Set 2 1 0

Pneumatic Compression Device 1 0 0

Extracorporeal Shockwave Therapy 1 1 0

Whirpool 1 0 0

Hubbard Tank 1 0 0

Controlled Cold Compression Unit 1 1 0

Hydrotherapy Pool 1 0 0

Tabel 5. Peralatan terapi latihan minimal berdasarkan klasifikasi pelayanan


rehabilitasi medik di rumah sakit
30

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik

Paripurna Utama Madya


Jenis alat terapi latihan
Jumlah Jumlah Jumlah
(buah) (buah) (buah)

Matras 6 3 1

Paralel Bar 2 1 1

Transfer Board 1 1 1

Sabuk/Strap 3 1 1

Sandbag Set 4 1 1

Finger Ladder 1 1 0

Tangga, Tikungan, Tanjakan 1 1 0

Theraband Exerciser Set 3 1 0

Springpull Exerciser 3 1 0

Pulley/ Wall Bar 2 1 0

Shoulder Wheel 2 1 0

Incentive Spirometri 2 1 0

Legskate 3 0 0

Quadriceps Bench 3 1 0

Grip Exerciser Set 3 1 1

Hoists &Patient Handling 1 1 0


Equipment

Tilting Table 3 1 0

Bobath Table 2 1 0

Body-Weight Support System 1 1 0

Armcrank Exerciser 2 0 0

Axial Resistance Exerciser 2 0 0

Peg Board 5 1 1

Exercise Ball 4 1 1

Biofeedback For Balance And 3 0 0


Posture Control

Biofeedback For Swallowing 1 0 0

Biofeedback For Pelvic Floor 1 1 0


Exercise

Hidroterapi Pool (Kolam Renang) 1 0 0

Robotic Arm Exosceleton 1 0 0

Robotic Assisted Motor Retrainer 1 0 0


31

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik

Paripurna Utama Madya


Jenis alat terapi latihan
Jumlah Jumlah Jumlah
(buah) (buah) (buah)

Robotic Gait Trainer 1 0 0

Tabel 6. Peralatan latihan aktivitas kehidupan sehari-hari minimal


berdasarkan klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik


Jenis alat latihan aktivitas Paripurna Utama Madya
kehidupan sehari-hari Jumlah Jumlah Jumlah
(buah) (buah) (buah)

Peg Board 5 1 1

Alat Keterampilan Tangan 2 1 1

Exercise Ball 4 1 1

Alat Bantu Adaptasi 2 1 0

Perangkat Olahraga 2 0 0

Alat Pertukangan 2 0 0

Perangkat Musik 1 0 0

Alat Bantu Komunikasi 2 1 0

Bathing Equipment 1 0 0

Toilet Equipment 1 0 0

Dressing aid 2 0 0

Writting aid 2 0 0

Commode 2 0 0

Kitchen Set 1 0 0

Tabel 7. Peralatan therapeutic position and equipment Set minimal berdasarkan


klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit
32

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat therapeutic position Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Floor Sitter 1 0 0

Supine Lying Wedge 2 1 0

Prone Lying Wedge 2 1 0

Side-Lying Board 2 1 0

Corner Seat 2 1 0

Special Seating 2 1 0

Supine Stander, Upright Stander, Prone 1


0 0
Stander

Sleeping System 1 1 0

Tabel 8. Peralatan terapi multisensori terintegrasi minimal berdasarkan


klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis alat terapi multisensori terintegrasi Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Alat Latihan Sensori 2 1 1

Alat Terapi Sensori Integrasi 1 0 0

Snoezelen Set 1 0 0

Tabel 9. Peralatan bantu mobilisasi dan ambulasi minimal berdasarkan


klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


medik
Jenis Alat Bantu Mobilisasi Dan Ambulasi Paripurna Utama Madya

Jumlah Jumlah Jumlah


(buah) (buah) (buah)

Cane Set 2 1 1
33

Crutches Set 2 1 1

Standard Walker 4 1 1

Wheelchair Manual 2 1 1

Wheelchair Elektric 1 0 0

Spinal Orthotics 2 1 0

Orthosis (Spinal, Shoulder, Elbow, Wrist, 2


Hand, Genu, Ankle, Foot) 1 0
(per-item)

Rolling/Gliding Walker 1 0 0

Reciprocal Walker 1 0 0

Reverse Walker 1 0 0

Tabel 10. Peralatan untuk Tindakan Khusus Dokter spesialis kedokteran fisik
dan rehabilitasi minimal berdasarkan klasifikasi pelayanan
rehabilitasi medik di rumah sakit

Klasifikasi pelayanan rehabilitasi


Jenis Alat untuk Tindakan Khusus
medik
Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi
Paripurna Utama Madya

Check Out Orthosis dan Prosthesis ada ada tidak ada

Casting and Taping ada ada tidak ada

Spray And Stretch ada ada tidak ada

Dry Needling ada ada tidak ada

Injeksi Muskuloskeletal ada tidak ada tidak ada

Injeksi Intraartikular ada tidak ada tidak ada

Tatalaksana komprehensif spastisitas ada tidak ada tidak ada

V. Sumber daya manusia pelayanan rehabilitasi medik


Tabel 11. Jumlah sumber daya manusia pelayanan rehabilitasi medik
minimal berdasarkan tingkat pelayanan rehabilitasi medik di
rumah sakit
34

Tingkat pelayanan rehabilitasi medik


Sumber daya manusia
Paripurna Utama Madya

Tenaga medis spesialistik 4-6 1-3 1 /dokter


kedokteran fisik dan terlatih
rehabilitasi bersertifikat
PERDOSRI

Tenaga keperawatan 2 1 -
7 - 12 3 -6 2
Tenaga fisioterapis

Tenaga terapis wicara 3-4 1-2 -

Tenaga okupasi terapis 3-4 1-2 -

Tenaga psikologi klinis 1 Ada -

Tenaga ortotik prostetik ≥2 1 -

VI. Organisasi Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit


A. Struktur Organisasi

Direktur Utama

Komite Medik

Direktur Medik

Kepala Dep / Inst / Unit


Ketua KSM SpKFR Rehabilitasi Medik
Administrasi Umum
dan Keuangan

Penanggung Jawab Pelayanan


Dokter SpKFR
(Dokter SpKFR)

Tim Rehabilitasi Medik

Dokter SpKFR

Perawat

FT

OT

OP

TW

Psi

PSM dan Tenaga Lain


35

Keterangan :
- KSM : Kelompok Staf Medik
- SpKFR : Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
- FT : Fisioterapis
- OT : Ortosis Prostetis
- OP : Okupasi Terapis
- TW : Terapis Wicara
- Psi : Psikolog Klinis
- PSM : Petugas Sosial Medik

B. Uraian Tugas
Keterangan Struktur Organisasi:
 Departemen/Instalasi / Unit Rehabilitasi Medik merupakan
penyelenggara pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelatihan
dan pemeliharaan sarana Rumah Sakit. Kepala Departemen/Instalasi /
Unit Rehabilitasi Medik dibantu oleh Penanggung Jawab Pelayanan
Rehabilitasi Medik, Penanggung Jawab Administrasi Umum dan
Keuangan, serta Penanggung Jawab Logistik.
 Departemen/Instalasi / Unit Rehabilitasi Medik dipimpin oleh seorang
Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Dokter SpKFR) atau
dokter yang ditunjuk oleh rumah sakit, sebagai kepala dalam jabatan
non struktural atau jabatan struktural non eselon.
 Penanggung Jawab Pelayanan adalah tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab untuk membantu Kepala Departemen/Instalasi /
Unit dalam membuat perencanaan pelayanan, mengawasi dan
mengatasi permasalahan pelaksanaan pelayanan dan membuat laporan
pelaksanaan pelayanan.
 Penanggung Jawab Administrasi Umum dan Keuangan adalah seorang
petugas Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Rumah Sakit yang membantu
Kepala Departemen/Instalasi / Unit dalam membuat laporan hasil
kegiatan Departemen/Instalasi / Unit secara berkala dan akurat,
membuat pencatatan keuangan secara transparan dan akuntabel dan
membuat laporan perbendaharaan keuangan.
 Penanggung Jawab Logistik adalah seorang petugas Rumah Sakit yang
ditunjuk oleh Rumah Sakit yang membantu Kepala
Departemen/Instalasi / Unit dalam pemeliharaan sarana dan prasarana
36

untuk kelancaran pelayanan, melaksanakan pencatatan, pengawasan


logistik, dan membuat laporan berkala logistik.
 Kelompok Staf Medik (KSM) adalah kelompok Dokter yang bekerja pada
Departemen/Instalasi / Unit dalam jabatan fungsional.
 Tim Rehabilitasi Medik
Tim Rehabilitasi Medik adalah suatu tim multiprofesi (dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi, keterapian fisik: fisioterapis (FT),
terapis wicara (TW), terapis okupasi (OT), ortotis-prostetis (OP), perawat,
psikolog, petugas sosial medik (PSM), yang bekerja secara terpadu untuk
menangani masalah kesehatan dalam pelayanan rehabilitasi medik
dengan prinsip tata kelola pelayanan terpadu dan paripurna.

Tabel 2. Tim Rehabilitasi Medik berdasarkan tingkat pelayanan rehabilitasi


medik di rumah sakit

Tingkat Tim Rehabilitasi Medik


pelayana
Dokte Keterapia
n Dokter
r n Fisik PS Psikolo
rehabilita Spesiali OP Perawat
SpKF FT/OT/T M g Klinis
si medik s Lain
R W


√ (khusus
Sub- √ (3
Paripurna √ √ √ rehabilita
spesia profesi)
si medik)
lis


Utama √ (minimal √
2 profesi)

√ (salah
Madya √ satu
profesi)

V. Pelayanan Rehabilitasi Medik

A. Alur Pelayanan

1. Alur Pasien dalam Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit


a. Sumber pasien:
 Rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama atau
Rumah Sakit dengan kelas lebih rendah.
37

 Rujukan dari Dokter Spesialis non-SpKFR yang bertugas di


Poli Rawat Jalan Rumah Sakit.
 Rujukan dari Dokter Spesialis non-SpKFR yang bertugas di
Rawat Inap Rumah Sakit.
 Pasien dari Instalasi Gawat Darurat yang tidak
terkategorikan sebagai kasus gawat darurat.
b. Penegakkan diagnosis medik dan fungsional oleh Dokter SpKFR
sebagai Dokter Penanggung jawab Pelayanan (DPJP).
c. Program tatalaksana Rehabilitasi Medik oleh PPA Rehabilitasi
Medik.
d. Evaluasi program terapi oleh Dokter SpKFR dan PPA Rehabilitasi
Medik yang lain.
e. Melanjutkan atau pengakhiran program oleh Dokter SpKFR
f. Kembali ke masyarakat/rujukan balik ke layanan fasilitas
kesehatan yang lebih rendah.

2. Alur Pasien dalam Pelayanan Rehabilitasi Medik Rawat Inap Khusus


Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
a. Sumber pasien:
 Rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama atau
Rumah Sakit dengan kelas lebih rendah.
 Rujukan dari Dokter Spesialis non-SpKFR yang bertugas di
Poli Rawat Jalan Rumah Sakit.
 Rujukan dari Dokter Spesialis non-SpKFR yang bertugas di
Rawat Inap Rumah Sakit.
 Pasien dari Instalasi Gawat Darurat yang tidak
terkategorikan sebagai kasus gawat darurat.
b. Penegakkan diagnosis medik dan fungsional oleh Dokter SpKFR
sebagai DPJP.
c. Program tatalaksana Rehabilitasi Medik oleh PPA Rehabilitasi
Medik.
d. Evaluasi program terapi oleh Dokter SpKFR dan PPA Rehabilitasi
Medik yang lain.
e. Melanjutkan atau pengakhiran program oleh Dokter SpKFR
f. Rujukan balik ke layanan fasilitas kesehatan yang lebih rendah.
g. Kembali ke masyarakat
38

ALUR PELAYANAN REHABILITASI MEDIK DI RUMAH SAKIT

PASIEN

KONSULTASI -
LANGSUNG
RUJUKAN

POLIKLINIK
REHABILITASI MEDIK

DOKTER SpKFR

TATALAKSANA KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

TIM REHABILITASI MEDIK

(DOKTER SpKFR, Perawat, FT, OP, OT, TW, Psi, PSM)

EVALUASI PROGRAM

PULIH/DIFABEL
39

B. SISTEM RUJUKAN
40

VI. Pencatatan dan Pelaporan


Sistem pencatatan dan pelaporan di Bagian/Departemen/Instalasi
Rehabilitasi Medik wajib menggunakan lembar asesmen (status pasien)
yang telah disediakan. Lembar asesmen digunakan oleh dokter untuk
menilai/memeriksa kondisi pasien berdasarkan keluhan yang
disampaikan. Hasil dari asesmen adalah kesimpulan dan rekomendasi,
perlu atau tidaknya pasien mendapatkan layanan rehabilitasi medik dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Bila perlu dilakukan
tindakan rehabilitasi medik, dokter membuat rencana terapi meliputi
jenis tindakan terapi, frekuensi dan lama terapi, sesuai dengan indikasi
medis yang tertulis dalam lembar rencana/protokol terapi.
Kepala Instalasi atau Kepala Unit rehabilitasi medik wajib
melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kesehatan secara berkala sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit.

VII. Pengendalian dan Pengawasan


A. Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Kendali mutu dan kendali biaya di Rumah Sakit dilakukan oleh
Rumah Sakit itu sendiri.
Penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh Rumah Sakit
dilakukan melalui:
1. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik profesi sesuai kompetensi.
2. Tinjauan utilisasi dan audit medis.
3. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.
4. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara
berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem
informasi kesehatan.
5. Sistem pelayanan sesuai dengan alur pelayanan pada pelayanan
Rehabilitasi Medik.

VIII. Penutup

Anda mungkin juga menyukai